Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

DEPRESI RINGAN TANPA GEJALA SOMATIK

PEMBIMBING
Omar Akbar, dr.
Kolonel Kes. Keman Turnip, dr.

PENYUSUN
Ilma Syifannisa

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RS TNI AU DR M SALAMUN
KOTA BANDUNG
2020
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Y
Tempat/ tgl lahir : Bandung, 6 Juni 1981
Umur : 38 tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bandung
Status : Menikah
Pekerjaan : Pengusaha kuliner
Tanggal masuk RS : 19 Mei 2020 jam 11.00 WIB

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien
Keluhan utama : Merasa tidak bersemangat sejak 2 bulan SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Seorang laki-laki usia 38 tahun datang ke klinik Psikiatri RS AU Salamun
dengan keluhan merasa tidak bersemangat sejak 2 bulan SMRS. Perasaan tidak
bersemangat ini mulai dirasakan sejak usaha kulinernya mengalami penurunan omzet
akibat wabah COVID19. Pasien merupakan pengusaha kuliner di pulau Bali. Awalnya
keluhan dirasakan tidak terlalu mengganggu aktivitas pasien sebagai seorang
pengusaha, jika perasaan tidak bersemangat muncul pasien masih bisa mengatasinya
dengan pergi ke pantai agar bisa kembali bersemangat. Keluhan ini dirasakan semakin
memberat semenjak pasien harus menutup usaha kulinernya karena adanya peraturan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan pasien terpaksa harus kembali ke
Bandung. Keluhan nyeri kepala, nyeri perut, perubahan pola BAB dan BAK
disangkal. Pasien masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri, makan
dan mandi atas inisiatif sendiri, keluhannya masih dapat diatasi. (GAF 80)
Semenjak pasien kembali tinggal di Bandung, pasien merasa kehilangan
kebiasaannya melihat pantai dan pemandangan untuk meredakan keluhannya,
sehingga pasien merasa semakin tidak bersemangat. Setelah 1 bulan tinggal di
Bandung, pasien tidak memiliki penghasilan untuk membiayai hidupnya dan
keluarganya. Pasien pun tidak memiliki kegiatan lain, sehingga terpaksa hanya bisa
diam di rumah. Merasa dirinya tidak produktif, pasien merasa dirinya semakin tidak
berguna dan tidak produktif. Pasien mulai tidak bisa tidur pada malam hari, dan
merasa lelah pada siang harinya. Keluhan nyeri kepala, nyeri perut, perubahan pola
BAB dan BAK disangkal. Pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya,
makan dan mandi atas inisiatif sendiri, keluhannya mulai sulit pasien atasi (GAF 75)
Selama 1 minggu terakhir, pasien merasakan keluhannya semakin berat,
pasien merasakan bahwa usaha kulinernya sudah tidak memiliki masa depan. Pasien
mulai malas untuk makan dan mandi. Namun pasien masih mau makan dan mandi
jika diingatkan oleh isteri dan anaknya untuk makan dan mandi. Pasien merasa
semakin sulit tidur saat malam hari dan merasa mudah lelah, meskipun dirinya tidak
melakukan aktivitas apapun. Pasien berobat ke klinik dokter umum untuk keluhan
sulit tidurnya, kemudian dokter umum di klinik menyarankan pasien untuk konsultasi
ke dokter Psikiater. Keluhan mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain
disangkal. Keluhan melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain disangkal. Keluhan
menghidu aroma yang orang lain tidak rasakan disangkal. Keluhan nyeri kepala, nyeri
perut, perubahan pola BAB dan BAK disangkal. (GAF 65)

GAF
80
75

65

2 bulan SMRS 1 Bulan SMRS 1 Minggu SMRS

GAF

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah ada gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah
berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater.
- Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak ada riwayat gangguan medis, dan pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
- Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol dan menggunakan narkotika tidak ada.

Riwayat Kehidupan Pribadi


- Riwayat pranatal
Informasi tidak dapat diketahui
- Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Informasi tidak dapat diketahui
- Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan padan masa ini normal.
- Riwayat masa remaja
Saat remaja perkembangan pasien normal. Tidak ada perilaku yang menyimpang.
- Riwayat dewasa muda
Setelah tamat SMA, pasien melanjutkan kuliah S1, selama kuliah pasien aktif
mengikuti kegiatan organisasi. Pasien termasuk salah satu mahasiswa berprestasi.
- Riwayat pendidikan
Pasien sekolah SD, SMP, SMA dan S1 di Bandung dengan baik dan tepat waktu.
Tidak ada masalah dalam hal Pendidikan pasien.
- Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan seorang pengusaha yang cukup sukses di bidang kuliner di Pulau
Bali, pasien sudah menjalani usaha kuliner selama kurang lebih 8 tahun.
- Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah. Pasien memiiki seorang istri dan dua orang anak. Anak
pertama, perempuan, berumur 14 tahun, sekarang kelas 2 SMP. Anak kedua,
perempuan, berumur 12 tahun, sekarang duduk di kelas 1 SMP.
- Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam, dan pasien selalu rutin melaksanakan aktivitas keagamaan.
- Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah. Tidak terdapat masalah dalam kehidupan pernikahan dan
seksual pasien.
- Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah
hukum.
- Aktivitas sosial
Semenjak pindah kembali ke Bandung pasien tidak pernah bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan tetangga.

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis (GCS E4V5M6)
- Suhu : 36,5 °C
- Frekuensi Pernapasan : 20x/menit
- Nadi : 100x/menit isi cukup, regular, kuat angakat
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Status Generalis
 Mata : Conjungtiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
 Hidung : Sekret (-)
 Telinga : Normotia
 Mulut : Sianosis (-) Mukosa bibir kering (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thorax (Paru dan Jantung)
- Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi.
- Palpasi : Tidak ada bagian dinding thorax yang tertinggal, vocal
fremitus simetris.
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : Rhonkhi (-) Wheezing (-)
 Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Turgor kulit normal, nyeri tekan tidak ada, pembesaran organ
tidak ada, supel
- Perkusi : Timpani
- Ekstremitas : Akral dingin pada kedua ekstremitas, CRT 2 dtk.

Status Mental

 Deskripsi Umum
- Penampilan
Laki-laki 38 tahun, paras sesuai umur dengan postur tubuh yang atletikus,
kesan gizi pasien cukup. Rambut pasien merata di seluruh kepala dan
berwarna hitam dan pasien memiliki sedikit uban. Pasien menggunakan
kemeja hitam dan celana jeans
- Kesadaran Psikiatri
Jernih
- Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang, pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak
bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
- Pembicaraan
Kuantitas : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi
hatinya dengan jelas.
Kualitas : pasien dapat memahami dan memberikan respon dengan baik, dan
menjawab pertanyaan dengan spontan, pasien bercerita dengan spontan.
Volume : bicara halus dengan ekspresi sedih saat bercerita
Intonasi : berbicara halus, pengucapan kata jelas dan pembicaraan dapat
dimengerti
- Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien dapat menjawab pertanyaan
dengan baik

 Keadaan Afektif
- Mood : Sedih
- Afek : depresif dalam rentang luas
- Keserasian : Serasi
 Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik : tidak ada
Halusinasi visual : tidak ada
Halusinasi olfaktorik : tidak ada
Ilusi auditorik : tidak ada
Ilusi visual : tidak ada
Ilusi olfaktori : tidak ada
 Proses Pikir
- Bentuk pikir : Realistik
- Arus pikir : Lancar
- Isi pikiran : Waham tidak ada  
 Fungsi Intelektual / Kognitif
- Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pasien lulusan S1
- Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat siapa presiden Indonesia dan sistem
jaminan kesehatan di Indonesia sekarang.
- Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat berfikir 100-7 lalu dihitung mundur.
- Orientasi
Waktu : Baik, pasien mengetahui saat wawancara saat pagi hari
Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di Klinik Psikiatri RS
AU Salamun Kota Bandung
Orang : Baik, pasien mengetahui siapa saja saudaranya, siapa saja yang tinggal
serumah dengannya, dan mengetahui sedang diwawancara oleh siapa.
Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan
wawancara.
- Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : Baik, pasien masih dapat mengingat dimana
pasien bersekolah SD
Daya ingat jangka menengah : Baik, pasien dapat mengingat apa yang
dilakukan pada bulan lalu
Daya ingat jangka pendek : Baik, pasien dapat mengingat makan apa kemarin
Daya ingat seger : Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa  dan dapat
mengulang 5 kata yang disebutkan oleh pemeriksa seperti kursi, gunting, meja,
batu, dan sepatu.
- Kemampuan baca tulis: baik
- Kemampuan visuospatial: baik
- Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan apel dan jeruk
- Kemampuan menolong diri sendiri : baik
 Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien juga baik.
 Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara dapat mengontrol
emosinya dengan baik (tidak mengamuk atau menangis)
 Tilikan
Tilikan derajat 6, karena pasien menyadari bahwa dirinya mengalami beban
pikiran yang berat dan pasien mengetahui penyebabnya lalu pasien berusaha
untuk mencari pengobatan untuk mengatasi keluhan sakit kepala yang ia
rasakan.  
 Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup baik dengan jujur mengenai
peristiwa yang terjadi dan apa yang ia alami.

1.3 Diagnosis Banding

F32.00 Episode Depresif Ringan Tanpa Gejala Somatik

F34.1 Distimia

F43.2 Gangguan Penyesuaian

1.4 Diagnosis Kerja

Aksis I : F32.00 Episode Depresif Ringan Tanpa Gejala Somatik


Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah pekerjaan
Aksis V : GAF scale 65 (pada saat masuk RS)
1.5 Penatalaksanaan

Sertraline 1 x 25 mg PO

1.6 Prognosis

 Quo Ad Vitam : Bonam


 Qua Ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Qua Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Depresi sering terjadi, tercatat, dan terkadang tidak diketahui atau tidak bisa
diobati di praktek dokter umum. Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus
perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apati, pesimisme, dan
kesepian. Depresi terkadang bersifat familial, dan berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas karena penyalah gunaan zat kimia atau keinginan bunuh diri.
Depresi seumur hidup menunjukan prevalensi 7-12% untuk pria dan 20-25%
untuk wanita. Alasan perbedaan angka prevalensi antara pria dan wanita tidak
banyak bisa dijelaskan, tapi faktor biologikal dan sosial-budaya juga
mempengaruhi. Dilaporkan terdapat 5-10% prevalensi mayor depresi pada
pelayanan kesehatan primer. Angka prevalensi yang tinggi ini dapat disebabkan
kerena masalah kesehatan pada pasien seperti, penyakit yang berhubungan kuat
dengan faktor biologikal dan psikologikal sebagai faktor predisposisi untuk
depresi. Usia yang biasanya terjadi depresi pada usia dibawah 40 tahun, episode
pertama depresi pada orang tua harus cepat dievaluasi untuk mengeluarkan
penyebab penyakit lain dan efek pengobatan.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Definisi
Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood
sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan
episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan
depresif unipolar serta bipolar.
Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan
periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana
perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan
makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan
minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh
diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia)
maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari
pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari
210 juta jiwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi
meningkat 2- 4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun.
Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, dengan peningkatan resiko depresi
pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi
1:2. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi,
perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya
yang berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.
Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun, dan
puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga
dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih
tinggi, kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang tinggi
untuk wanita tua mengalami depresi.
Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang
kuat dan terus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan
prevalensi seumur hidup sebanyak 9-20%.(3) Pada kriteria lain yang
digunakan pada depresi berat, prevalensi depresi 3% untuk pria dan 4-9%
untuk wanita. Resiko seumur hidup 8-12% untuk pria dan 20-28% untuk
wanita. Sekitar 12-20% pada orang yang mengalami episode akut berkembang
menjadi sindrom depresi kronis, dan diatas 15% pasien yang mengalami
depresi lebih dari 1 bulan dapat melakukan bunuh diri
2.2.3 Etiologi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,
faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan
perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan
faktor lingkungan, yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
1. Faktor Biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi
menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi
neuroendokrin. Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering
dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indoleacetic acid (5HIAA),
homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydrophenylglycol (MHPG),
sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi
menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenikamin pada
darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis
ganggua depresi berhubungan dengan disregulasi biogenikamin. Dari
biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan neurotransmiter
yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan
mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi.
Bukti lain yang juga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi,
telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah
pelepasan norepinephrin. Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada
neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter sistem
menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan obat-
obatan yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada umumnya memberi
efek antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 - HT dan / atau metabolitnya,
5-HIAA, ditemukan rendah pada urin dan cairan serebrospinal pasien
dengan penyakit afektif. Hal ini juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang
rendah pada otak korban bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain
itu , ada beberapa bukti bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 –
hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah reseptor
serotnin postsinaptik 5- hydroxytryptaminetype 2 (5HT2) di korteks
prefrontal pada kelompok bunuh diri.
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe
baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi
presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara dopamin dan
gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah
jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan
reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
2. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama,
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya
stres sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang
bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai
neurotransmiter dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya
beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang
individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood,
sekalipun tanpa stressor dari luar.
Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesifkompulsif,
histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian
antisosial atau paranoid. Pada pengertian psikodinamik depresi dijelaskan
oleh Sigmund Freud dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang
diklasifikasikan dalam 4 teori: (1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu
selama fase oral (10- 18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi
depresi; (2) depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara
nyata atau imajinasi; (3) Introjeksi dari kehilangan objek adalah
mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan dengan kehilangan
objek tersebut (4) karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran
cinta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.
3. Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang
kembar menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya
menderita pula sebesar 70 %. Kemungkinan menderita depresi sebesar 15
% pada anak, orang tua, dan kakak-adik dari penderita depresi. Apabila
anak yang orangtuanya pernah menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh
keluarga yang tidak pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan
untuk menderita depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak
kandung keluarga yang mengadopsi
2.2.4 Patogenesis
2.2.5 Penegakkan Diagnosis
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah
sebagai berikut:
1. Gejala Utama
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya
aktivitas
2. Gejala lainnya
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
F32.0 Episode Depresif Ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut
diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
F32.1 Episode Depresif Sedang
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan.
- Ditambah 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga,.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapa dibenarkan.
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
- Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut diatas.
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat
dapat menuju stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

2.2.6 Tatalaksana
2.2.6.1 Medikamentosa
Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang
sampai berat yang meliputi depresi major yang terkait penyakit fisik dan
setelah melahirkan. Obat kelompok ini juga efektif untuk dysthymia (depresi
kronik derajat rendah). Obat antidepresan tidak seluruhnya efektif untuk
depresi akut yang ringan namun percobaan dapat dipertimbangkan pada kasus
yang refrakter (tidak dapat diatasi) dengan pengobatan/ terapi
psikologis.Keamanan dan khasiat obat antidepresi dalam mengobati depresi
pada anak belum diketahui dengan pasti. Informasi keamanan penggunaan
jangka panjang obat pada anak juga masih sedikit.
Pemilihan antidepresan sebaiknya berdasarkan kebutuhan pasien
secara individual, termasuk didalamnya kemungkinan penyakit yang diderita
pada saat yang bersamaan, pengobatan yang sedang dijalankan, risiko bunuh
diri, dan respon terhadap terapi obat antidepresan sebelumnya. Antidepresan
trisiklik lainnya dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena
penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang
membahayakan dengan beberapa jenis obat dan makanan. Antidepresan
trisiklik mungkin sesuai untuk kebanyakan pasien depresi. Jika efek samping
yang potensial dari antidepresan trisiklik generasi sebelumnya merupakan
masalah, maka akan lebih cocok menggunakan SSRI atau antidepresan
generasi baru. Walaupun SSRI nampaknya ditoleransi lebih baik dibandingkan
obat-obat generasi lama, perbedaannya terlalu kecil untuk bisa menetapkan
selalu memilih menjustifikasi SSRI sebagai terapi lini pertama. Dibandingkan
dengan trisiklik yang lebih tua (misal: amitriptilin), obat turunan trisiklik
(misal: trazodon) memiliki efek samping antimuskarinik (seperti: mulut kering
dan konstipasi) yang lebih rendah. Obat turunan trisiklik memiliki risiko
kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih, tetapi beberapa
pasien mengalami efek samping tambahan.
Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) memiliki efek samping
antimuskarinik yang lebih rendah dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua
dan juga memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis
berlebih. SSRI, walaupun kurang efektif, lebih disukai dalam pengobatan yang
memiliki risiko dosis berlebih yang disengaja atau apabila penyakit yang
diderita pada saat yang bersamaan tidak memungkinkan penggunaan
antidepresan lainnya. SSRI juga lebih disukai dibandingkan antidepresan
trisiklik untuk mengatasi depresi pada pasien diabetes melitus. Walaupun
begitu, SSRI memiliki efek samping yang khas: efek samping pada
gastrointestinal seperti mual dan muntah adalah umum dan dilaporkan juga
ada efek samping gangguan perdarahan. Untuk pasien dengan penyakit yang
berat dan pada kondisi di mana efikasi yang maksimal tidak diutamakan,
antidepresan trisiklik lebih efektif dibandingkan SSRI atau penghambat MAO.
Venlafaksin, pada dosis 150 mg atau lebih, juga terbukti lebih efektif
dibandingkan SSRI untuk depresi mayor dengan tingkat keparahan yang
sedang. Pada penderita depresi berat, penggunaan terapi elektrokonvulsif
(ECT) dapat dilakukan.
1. Antidepresan Trisiklik
Bagian ini mencakup antidepresan trisiklik dan juga obat dengan struktur
cincin 1, 2, dan 4 dengan kegunaan yang hampir sama. Obat ini paling
efektif untuk mengobati depresi endogen sedang sampai berat yang
berkaitan dengan perubahan psikomotor dan fisiologis seperti hilangnya
nafsu makan dan gangguan tidur; perbaikan pada pola tidur adalah manfaat
pertama pengobatan. Karena obat ini memerlukan interval selama 2
minggu sebelum memberi aksi antidepresan, terapi elektrokonvulsif
mungkin diperlukan pada depresi yang berat jika keterlambatan sangat
berbahaya atau tidak dapat ditoleransi, Beberapa antidepresan trisiklik juga
efektif untuk terapi panic disorder.
Obat antidepresan trisiklik dan sejenisnya dapat dibagi menjadi kelompok
yang memiliki sifat sedatif dan yang kurang sedatif. Pasien dengan agitasi
dan kecemasan cenderung memberikan respon terbaik pada senyawa yang
sedatif sedangkan pasien apatis dan pasien yang mengalami penghentian
obat akan lebih baik diberi terapi obat yang kurang sedatif. Antidepresan
dengan efek sedatif meliputi amitriptilin, klomipramin, dosulepin
(dotiepin), doksepin, maprotilin, mianserin, trazodon, dan trimipramin.
Yang bersifat kurang sedatif seperti amoksapin, imipramin, lofepramin dan
nortriptilin. Imipramin merupakan obat yang relatif aman dan efektif,
namun imipramin memiliki efek samping antimuskarinik dan efek
samping pada jantung yang lebih menonjol dibandingkan dengan obat-obat
seperti doksepin, mianserin dan trozadon; hal ini mungkin penting untuk
pasien secara individual. Amitriptilin dan dosulepin (dotiepin) efektif,
namun obat–obat tersebut berbahaya pada dosis berlebih (lihat dosis
berlebih di bawah) dan tidak dianjurkan untuk terapi depresi. Lofepramin
mempunyai efek samping antimuskarinik dan efek samping sedatif yang
lebih rendah dan tidak terlalu berbahaya pada dosis berlebih; namun,
kadang–kadang dikaitkan dengan toksisitas hati. Amoksapin sejenis
dengan antipsikotik loksapin dan efek sampingnya meliputi tardive
dyskinesia.
Efek samping lain dari antidepresan trisiklik dan sejenisnya meliputi
mengantuk, mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, dan retensi urin
(semua karena aktivitas antimuskarinik) dan berkeringat. Pasien sebaiknya
diyakinkan untuk terus melanjutkan pengobatan meskipun efek samping
mungkin muncul. Efek samping tersebut dapat dikurangi jika dosis yang
diberikan mula-mula rendah dan kemudian dinaikkan secara bertahap,
namun hal ini harus diseimbangkan dengan kebutuhan untuk mencapai
efek terapetik secepat mungkin. Pengenalan secara bertahap terhadap
pengobatan ini penting khususnya pada pasien lansia, karena efek
hipotensif dari obat-obat ini menyebabkan serangan pusing dan bahkan
sinkop. Efek samping lain pada pasien lansia adalah hiponatremia
2. Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI)
SSRI sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien epilepsi (hindari
jika kejang tidak terkendali, hentikan jika kejang meningkat), penyakit
jantung, diabetes melitus, dicurigai adanya glaukoma sudut sempit,
riwayat mania atau gangguan perdarahan (terutama perdarahan pada
saluran cerna) dan jika digunakan dengan obat lain yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi
ginjal, kehamilan dan menyusui. Obat ini juga harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien yang menerima electro-convulsive therapy (kejang
yang berkepanjangan dilaporkan terjadi pada pemberian fluoksetin).
Risiko tindakan bunuh diri mungkin tinggi pada orang dewasa muda,
sehingga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap pasien yang
menggunakan SSRI karena dapat mempengaruhi kemampuan (seperti
mengemudi).
Efek sedasi SSRI lebih ringan dan dibanding antidepresan trisiklik efek
muskarinik dan kardiotoksiknya lebih sedikit. Efek samping SSRI
termasuk efek pada saluran cerna (dipengaruhi dosis dan sering meliputi,
mual, muntah, dispepsia, sakit perut, diare, konstipasi), anoreksia dengan
penurunan berat badan (dilaporkan juga terjadi peningkatan nafsu makan
dan peningkatan berat badan) serta reaksi hipersensitifitas termasuk gatal,
urtikaria, angioudem, anafilaksis, artralgia, mialgia, fotosensitifiti, efek
samping lain termasuk mulut kering, gugup, ansietas, halusinasi,
mengantuk, kejang (lihat peringatan di atas), galaktorea, gangguan fungsi
seksual, retensi urin, berkeringat, hipomania atau mania (lihat peringatan
di atas), gangguan pergerakan dan diskinesia, gangguan penglihatan,
hiponatremia, dan gangguan perdarahan termasuk ecchymoses dan
purpura.
3. Monoamine Oksidase Inhibitor (MAOI)
Golongan penghambat monoamine-oksidase ini lebih jarang digunakan
dibanding golongan trisiklik dan antidepresan terkait ataupun SSRI dan
anitidepresan terkait karena faktor interaksinya yang besar dengan
makanan ataupun dengan obat lain, serta kenyataan bahwa lebih mudah
meresepkan penghambat MAO jika antidepresan trisiklik tidak berhasil
daripada sebaliknya. Tranilsipromin merupakan penghambat MAO yang
paling berbahaya karena efek stimulannya. Obat pilihan adalah fenelzin
atau isokarboksazid di mana efek stimulannya lebih kecil dan lebih aman.
Pasien fobia dan pasien depresi disertai atiptikal, hipokondriakal atau
histeris memberikan respon baik terhadap penghambat MAO.
Bagaimanapun, penghambat MAO hanya digunakan pada pasien yang
sulit diatasi dengan antidepresan lain karena kadang ada efek yang
berlebihan.
Respon terhadap obat mungkin baru muncul setelah 3 minggu atau lebih
dan waktu pengobatan dapat ditambah 1 atau 2 minggu untuk memberikan
hasil maksimal.
2.2.6.2 Non Medikamentosa
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi
jangka pendek yaitu:
1. Terapi Kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif  efektif dalam
penatalaksanaan gangguan depresi berat dan sebagian besar studi
menunjukkan bahwa terapi ini setara efektivitasnya dengan farmakoterapi.
Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan memfokuskan pada
distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi berat. Distorsi
tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan
kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi. Contohnya
apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan
disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif
dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel
dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif baru.
2. Terapi Interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu
atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua
asumsi. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada
hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal
saat ini cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala
depresif saat ini. Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi
dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik
seperti mekanisme defense dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku
khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi
dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap
hubungan interpersonal
3. Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku
maladaptif didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam
dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
Wolters Kluwer Business. P 200-18.

2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku
Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.

3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009.
Surabaya: Airlangga University Press.

4. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.

5. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya
Baru.

Anda mungkin juga menyukai