PEMBIMBING
Omar Akbar, dr.
Keman Turnip, dr.
PENYUSUN
Ilma Syifannisa
Status Generalis
Mata : Conjungtiva anemis (-) Sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-)
Telinga : Normotia
Mulut : Sianosis (-) Mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-) JVP 5+2 cmH2O
Thorax (Paru)
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus
simetris kesan normal
- Perkusi : Sonor kiri = kanan
- Auskultasi : Bunyi napas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis
dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea midclavicular
sinistra
- Auskultasi :Bunyi jantung : S I/II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Turgor kulit normal, nyeri tekan tidak ada, pembesaran
- organ tidak ada, supel,
- Perkusi : timpani
Ekstremitas : Akral dingin pada kedua ekstremitas, CRT 2 dtk.
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
Nervi Kranialis
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N III Ptosis Tdk Tdk
dilakukan dilakukan
Gerakan Mata Tdk Tdk
dilakukan dilakukan
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Nistagmus Tdk Tdk
dilakukan dilakukan
N VII Lipatan Nasolabial Normal
Tdk Tdk
Mengerutkan Dahi
dilakukan dilakukan
Deviasi wajah Tidak
Menutup Mata (+) (+)
Meringis Tdk dilakukan
Menggembungkan Pipi Tdk dilakukan
Mendengar Suara Berbisik Tdk Tdk
Nervi Cranialis Kanan Kiri
dilakukan dilakukan
Motorik
1) Pergerakan : sulit dinilai
Tremor : (-) / (-)
Mioklonik: (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)
4) Refleks fisiologis
Biseps : (++) / (++)
Triseps : (++) / (++)
Patella : (++) / (++)
Achilles : (++) / (++)
5) Refleks patologis
Hoffman – Tromner : (-) / (-)
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Schaefer : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Disdiadokinesis : tidak dilakukan
Point to point : tidak dilakukan
Alat vegetatif
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan
EKG
Interpretasi:
Kalibrasi 10 mm/mV , Kecepatan 25 mm/s , Negative wave pada lead aVR
Heart rate : 92 x/menit
Rhytm : normo sinus rhytm
Axis : tidak ada deviasi axis
Gelombang P : 0,08 detik, 0,1 mV
PR interval : 0,16 detik
QRS complex : 0,08 detik
Q pathology : tidak ada
ST segment : pada garis isoelektrik
Gelombang T : 0,12 detik, 0,2 mV
1.5 Penatalaksanaan
Farmakologis (Advice dr. Haneng, Sp.PD)
a. Bolus D40% 50 cc IV
b. Drip D10% 6jam/kolf IV
c. Hentikan obat DM sementara
d. Pantau gula darah setiap ½ jam, pertahankan glukosa ~200 mg/dL
e. Ondansetron 3 x 4mg IV
f. Omeprazole 2 x 40mg IV
1.6 Prognosis
Quo Ad Vitam : ad Bonam
Qua Ad Functionam : ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipoglikemia
Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas, mortalitas, dan kualitas
hidup. The diabetes control and complication trial (DCCT) melaporkan terjadi
peningkatan tiga kali lipat hipoglikemia berat dan koma pada pasien yang
ditangani secara intensif dibandingkan pasien yang dirawat secara konvensional.
2.1.1 Definisi
Definisi hipoglikemi menurut American Diabetes Association (ADA) segala
episod dimana terdapat ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam plasma pada
individu dan menyebabkan gangguan potensial. Nilai ambang glikemik bersifat
dinamis dan tidak sama dalam reaksi respon, maka cukup sulit untuk menentukan
nilai konsetrasi glukosa secara spesifik sampai dapat memberikan gejala. Hal ini
menyebabkan ADA merekomendasikan kepada pasien DM dengan terapi yang
berhubungan dengan insulin untuk memonitor dirinya akan resiko hipoglikemi
dengan konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L). Hal ini tidak
kemudian menjadi indikasi penderita untuk memberikan terapi pada dirinya
sendiri ketika konsentrasi glukosa plasmanya ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L),
melainkan lebih waspada akan tanda dan gejala hipoglikemia, mengukur ulang
konsentrasi glukosa dalam rentang waktu tertentu serta menghindari beberapa
pekerjaan seperti menyetir, kemudian hipoglikemi dapat dicegah dengan
mengkonsumsi karbohidrat atau gula per oral[ CITATION Phi11 \l 1033 ].
2.1.2 Etiologi
Sebagian besar penyebab hipoglikemia ialah penderita DM dengan terapi
insulin atau sulfonylurea (hipoglikemia iatrogenik), tetapi juga terdapat penyebab
hipoglikemia pada pasien non-DM seperti pankereatitis atau sel tumor non-islet,
autoimun, kegagalan organ, penyakit endokrin, kelainan metabolisme dari lahir,
toksin dari makanan, dan lain-lain (sepsis, kelaparan, kegiatan yang sangat
berlebihan)[CITATION Tre11 \l 1033 ].
2.1.5 Tatalaksana
Penanganan hipoglikemia tergantung pada derajat keparahan hipoglikemia itu
sendiri. Hipoglikemia ringan hingga sedang lebih mudah ditangani yaitu dengan
intake oral karbohidrat aksi cepat seperti minuman glukosa, tablet, atau makanan
ringan. Hipoglikemia derajat berat memerlukan tindakan segera dan
khusus[ CITATION Tre11 \l 1033 ].
Dekstrosa
Pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi glukosa oral seperti pada pasien
penurunan kesadaran, kejang, atau perubahan status mental dapat diberikan cairan
dekstrosa secara intra vena baik perifer maupun sentral. Konsentrasi dekstrosa 50%
pada air dapat diberikan pada pasien dewasa, sementara dekstrosa dengan konsentrasi
25% biasa digunakan sebgai terapi pada pasien anak. Perlu diperhatikan pada cairan
dekstrosa 50% dan 25% dapat menyebabkan nekrosis jaringan jika diberikan pada
jalur intra vena yang tidak benar, oleh karena itu, cairan tersebut harus diberikan pada
jalur IV yang paten[ CITATION Tre11 \l 1033 ]
Glukagon
Glukagon merupakan lini pertama terapi hipoglikemi pada pasien hipoglikemi
dengan terapi insulin karena glukagon merupakan hormon utama pengatur insulin.
Tidak seperti dekstrosa, glukagon diberikan melalui subkutan atau intra muskular. Hal
ini menjadi penting karena glucagon dapat dijadikan pilihan terapi selagi menunggu
paramedic datang untuk memberikan dekstrosa[ CITATION Tre11 \l 1033 ].
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glucagon efektif dalam menyediakan
kembali glukosa darah dan dapat mengembalikan kesadaran, serta sifatnya aman
dalam penanganan hipoglikemia berat baik diberikan secara intra vena, subkutan,
ataupun intra muskular. Glukagon yang diberikan secara parenteral biasa diberikan
pada pasien DM tipe 1 dengan riwayat hipoglikemia berat. Glukagon yang diberikan
secara intra vena biasa diberikan pada pasien hipoglikemia berat dengan DM tipe 2.
Mual dan muntah sering dilaporkan sebagai efek samping terhadap penggunaan
glucagon dengan dosis >1mg, namun menurut penelitian yang pernah dilaporkan
sangat jarang membahas tentang kejadian mual dan muntah tersebut, selain itu mual
dan muntah tetap akan dapat terjadi walaupun tanpa penggunaan glukagon. Ada juga
laporan mengenai reaksi alergi setelah pemberian glukagon, namun hal ini biasanya
terjadi apabila glukagon diberikan sebagai terapi selain untuk hipoglikemia
[ CITATION Tre11 \l 1033 ]
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen gula murni
(bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes) dan makanan
yang mengandung karbohidrat
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
5. Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer:
1. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
2. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%
1. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
2. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
3. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%
4. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dextrose
10%
5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan
mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan
mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
2. Eckman, A., & Golden, S. (2011, March 2). Diabetes Guided - Trinidad and
Tobago. Dipetik January 8, 2012, dari John Hopkins Point of care Information
Technology: http://www.ttdiabetesguide.org/index.html
8. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk, editor. Hipoglikemia. Dalam : Panduan
Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Jakarta : InternaPublishing. 2009. Hal 23-5.