Anda di halaman 1dari 44

PENINGKATAN 

HASIL  BELAJAR    DENGAN MODEL


PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E KELAS XI IPA
SMAN 1 KEC.SITUJUAH LIMO NAGARI
 

 
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
 
 
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam kegiatan
Pengusulan naik pangkat
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
OLEH :
SOFIA MAJID,S.Pd
GURU SMAN 1 Kec.SITUJUAH LIMO NAGARI
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)
 
    1. Judul Penelitian PENINGKATAN  HASIL  BELAJAR    DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
7E KELAS XI IPA
SMAN 1 KEC.SITUJUAH LIMO NAGARI

     2. Data Peneliti  


a. Nama Lengkap dan Gelar Sofia Majid,S.Pd
b. N I P 19700623 199703 1004
c. Jenis Kelamin Peremuan
d. Pangkat/ Golongan Pembina / IV a
e. Jabatan Guru
f. Unit Kerja SMAN 1.Kec.Situjuah Limo Nagari
g. Alamat rumah: Tanjung Jati,Kec.Guguak,Kab.Lima Puluh
  Kota,SUMATERA BARAT
    Nomor telepon/HP: 081363330028
    Email:  
   
    3. Jumlah Anggota Peneliti 1 orang
    4. Lama Penelitian 2 (Dua ) bulan/dari bulan Januari  sampai dengan
bulan Februari 2019
 
5. Biaya yang diperlukan –
    a. Sumber dari Dikti  
Depdiknas      Swadana
    b. Sumber lain –
Jumlah
                                                                                           
                                                                                        Situjuah, 16 Maret 2019
           Mengetahui :                                                                         Peneliti
         Kepala Sekolah
 
 
       Drs. Nasril                                                             Sofia Majid,S.Pd
NIP. 19590605 198403 1 008 NIP. 19720523 199702 2 001
KATA PENGANTAR
 
Syukur alhamdulillah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh
salah satu guru SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari dalam upaya pengembangan metode
pengajaran  pada proses pembelajaran  yang diselenggarakan di SMAN 1 Kec.Situjuah
Limo Nagari telah selesai dikerjakan dengan harapan agar proses pembelajaran yang
dilaksanakan semakin berkualitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa. Penelitian yang telah dilaksanakan tersebut dengan judul “PENINGKATAN  HASIL 
BELAJAR    DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E KELAS XI IPA
SMAN 1 KEC.SITUJUAH LIMO NAGARI”.
Penelitian tindakan ini menguji dan meneliti apakah penggunaan model
pembelajaran learning cycle 7e dalam menjelaskan materi pembelajaran  dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa. Dari hasil penelitian yang diungkapkan
ternyata model pembelajaran learning cycle 7e dalam pembelajaran telah meningkatkan
hasil belajar  siswa dan lebih dari itu telah memberikan aktifitas dan nuansa kelas lebih baik
daripada metode yang selama ini digunakan dalam pembelajaran.
Mudah-mudahan hasil penelitian tindakan ini dapat bermanfaat bagi guru, sekolah
dan dunia pendidikan  sebagai alternatif metode dalam pelaksanaan pembelajaran demi
terwujudnya tujuan pendidikan.  
       
                                                                       Situjuah, 16 Maret 2019
                                            Peneliti
 
 
 
                                                                                            Sofia Majid,S.Pd
NIP. 19720523 199702 2 001
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang memegang peranan penting

dalam perkembangan teknologi, sains dan pengembangan daya fikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Pentingnya peranan matematika

menjadikan pelajaran matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan mulai

dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Mutu pendidikan matematika harus

terus ditingkatkan sebagai upaya pembekalan peserta didik yang nantinya

diharapkan menjadi sumber daya manusia bermutu tinggi, sehingga peserta

didik dapat mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum

dalam dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 58 tahun

2014, yakni memuat delapan tujuan pembelajaran matematika yang harus

dicapai. Salah satu diantaranya menggunakan penalaran pada sifat, melakukan

manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa

komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika

maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi

kemampuan memahami masalah, membangun model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam

rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata).

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut kemampuan pemecahan

masalah matematika merupakan komponen penting yang pada penerapannya


sangat berperan untuk memecahkan masalah dalam konteks matematika di

kehidupan sehari-hari.

Mengacu pada tujuan diatas, pembelajaran matematika mengharapkan

setiap peserta didik harus memiliki dan mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah dengan baik. Namun, dari berbagai penelitian dan

observasi yang ada memperlihatkan bahwa pencapaian dari tujuan

pembelajaran terkait kemampuan pemecahan masalah ini masih belum optimal.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMAN 1 Kec.Situjuah Limo

Nagari dan diskusi dengan guru kelas pada tanggal 24 Januari 2019, terlihat

bahwa sebagian besar peserta didik belum mampu memecahkan berbagai

masalah matematika dengan baik. Sebagian besar peserta didik masih

mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal yang memiliki tingkat kesulitan

sedang hingga sulit, yakni soal atau masalah yang tidak ada contohnya di dalam

buku. Hal ini dikarenakan peserta didik terbiasa memperoleh soal berupa aplikasi

rumus yang sederhana dan bersifat rutin. Mereka belum terbiasa dalam

menyelesaikan soal yang membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam. Dalam

hal ini peserta didik membutuhkan inovasi baru dalam proses pembelajaran yang

mampu memfasilitasi peserta didik untuk menggali potensi yang mereka miliki,

salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah matematika.

Salah satu hambatan dalam pemecahan masalah matematika adalah

peserta didik mengalami kesulitan dalam menterjemahkan soal kedalam bahasa

matematika. Pada saat mengerjakan latihan peserta didik bingung dalam

memahami soal. Peserta didik harus terlebih dahulu tahu apa yang diketahui,

apa yang dicari, rumus atau teorema yang dapat digunakan dan cara
menyelesaikannya. Untuk itu dalam mengerjakan soal-soal matematika

diperlukan siasat atau strategi dalam penyelesaiannya.

Selanjutnya, tempat duduk juga mempengaruhi peserta didik dalam

pemecahan masalah. Peserta didik yang duduk sebangku dengan pasangan

yang sama-sama aktif dalam belajar, lebih besar kemungkinan dapat

memecahkan masalah dibandingkan pasangan peserta didik yang sama-sama

tidak aktif atau hanya satu peserta didik yang aktif dalam pasangannya.

Selain beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan

masalah peserta didik, berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama

pembelajaran juga terlihat bahwa banyak peserta didik yang tidak mau mencatat,

mengobrol dan melakukan aktivitas yang tidak berhubungan dengan

pembelajaran. Saat guru menjelaskan materi dan contoh soal masih ada peserta

didik yang tidak mendengarkannya. Apabila peserta didik tidak memahami

materi yang dipelajarinya, mereka lebih suka bertanya pada temannya dari pada

kepada guru.

Selanjutnya guru memberikan latihan dan peserta didik diminta untuk

mengerjakan latihan yang soalnya ada pada buku paket. Saat diberikan latihan

peserta didik cenderung membuat jawaban akhir dari permasalahan yang

diberikan. Apabila guru memberikan soal latihan yang tidak sama dengan contoh

maka peserta didik mengalami kesulitan dalam menganalisis soal sehingga

mereka tidak mampu mengerjakannya. Tanpa berpikir mereka langsung

menanyakan cara penyelesaiannya. Alasan yang digunakan adalah mereka tidak

mengerti sama sekali dengan soal yang diberikan, padahal mereka hanya perlu

mengaitkan materi yang baru dipelajari dengan materi yang telah dipelajari

sebelumnya.
Pembelajaran yang terjadi belum memfasilitasi peserta didik untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Kemampuan

pemecahan masalah peserta didik yang masih rendah terlihat dari lembar

jawaban ulangan harian. Berdasarkan hasil ulangan harian peserta didik kelas XI

IPA 2 SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari dengan KKM 75, ternyata nilai ulangan

mereka masih banyak yang belum mencapai KKM. Dari 32 orang peserta didik di

kelas tersebut hanya 10 orang yang mencapai KKM, artinya hanya 31% peserta

didik yang tuntas.

Soal ulangan harian yang diberikan oleh guru adalah soal pemecahan

masalah dalam bentuk soal cerita. Sebagian besar peserta didik dalam

menyelesaikan soal tersebut hanya membuat jawaban dengan cara mereka

sendiri tanpa merumuskan permasalahan yang diberikan terlebih dahulu.

Sebagian besar peserta didik tidak membuat apa yang diketahui dan apa yang

ditanya dari soal yang diberikan. Kemudian mereka tidak menafsirkan hasil

jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah. Hal ini menunjukkan

bahwa beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika belum

dicapai dengan baik. Berikut ini soal dan hasil jawaban salah seorang peserta

didik yang belum mampu menjawab dengan benar.

Sebuah konveksi mendapatkan pesanan baju dengan lama pengerjaan


80 hari. Banyak pekerja yang dibutuhkan adalh 315 orang. Setelah bekerja
selama 25 hari, pekerjaan itu trhenti selama 10 hari. Tentukanlah banyak
pekerja yang harus di tambah agar pesanan tersebut selesai tepat pada
waktunya!
Salah satu hasil jawaban peserta didik terlihat pada gambar 1 di bawah

ini.

Gambar 1
Salah Satu Jawaban Peserta Didik Tentang Perbandingan

Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa peserta didik belum mampu

memahami masalah perbandingan yang diberikan dengan baik. Adapun

jawaban yang diharapkan adalah sebagai berikut:

Diketahui: Waktu pengerjaaan pesanan = 80 hari


Banyak pekerja yang dibutuhkan = 315 orang
Setelah 25 hari pengerjaan, pekerjaan tersebut terhenti
selama 10 hari
Ditanya : Berapa banyak tambahan pekerjaan yang dibutuhkan agar
pekerjaan
tersebut selesai tepat waktu?
Jawab : Waktu pengerjaan yang tersisa setelah 25 hari = 80 hari – 25
hari = 55
hari
Waktu pengerjaan tersisa karena terhenti selama 10 hari = 55
hari – 10
hari = 45 hari.
Setelah itu diperoleh perbandingannya
80  315
 perbandingan berbalik nilai
45  x
x 80 25.200
  45 x  25.200  x  560
315 45 45
Jadi banyak tambahan pekerja adalah 560 – 315 = 245
pekerja.
Dari hasil jawaban peserta didik diatas terbukti bahwa kemampuan

pemecahan masalah mereka masih rendah. Peserta didik langsung saja

membuat perbandingan tetapi tidak dijelaskan dari mana datangnya angka yang

digunakan. Selain itu peserta didik juga tidak membuat terlebih dahulu apa yang

diketahui dan ditanya dari permasalahan yang diberikan. Seharusnya peserta

didik menyajikan rumusan masalah secara matematis dan memilih strategi

pemecahan masalah secara tepat, sehingga mereka dapat menyelesaikan

masalah dengan benar. Selain itu, peserta didik juga tidak menafsirkan hasil

jawabannya untuk memecahkan masalah. Jawaban sebagaimana terdapat pada

gambar 1 tidak hanya dibuat oleh satu peserta didik saja, akan tetapi sebagian

peserta didik membuat seperti itu. Hal yang sama juga terjadi untuk soal cerita

lainnya.

Ketidakmampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika

dengan baik mengakibatkan tidak tercapainya salah satu tujuan pembelajaran

matematika. Jika hal ini terus dibiarkan akan berdampak pada hasil belajar

peserta didik dan peserta didik juga akan terus mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan soal pemecahan masalah.

Untuk mengantisipasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik, maka diperlukan adanya suatu proses pembelajaran

dimana peserta didik harus membangun pengetahuannya sendiri. Salah satu

alternatif yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan kognitif

peserta didik dalam belajar matematika adalah dengan model pembelajaran

learning cycle 7E.

Dalam model pembelajaran learning cycle 7E terdapat beberapa fase

yang harus dilakukan peserta didik. Fase pertama yaitu Elicit, guru
memfokuskan perhatian peserta didik dan menyelidiki pengetahuan awal yang

telah dimiliki peserta didik. Fase kedua yaitu Engage, guru memotivasi,

memusatkan perhatian serta merangsang kemampuan berfikir peserta didik

sehingga mereka berrminat terhadap konsep yang akan diajarkan. Fase ketiga

yaitu Explore, peserta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh

pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep

yang akan dipelajari seperti bekerja sama dengan kelompoknya untuk menjawab

pertanyaan. Pada fase ini, indikator pemecahan masalah yang dapat

dikembangkan adalah peserta didik dapat memahami masalah, mengorganisasi

data dan memilih iniformasi yang relevan dalam mengidentifikasi masalah. Fase

keempat yaitu Explain, peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan

analisis dan penjelasan tentang konsep yang mereka temukan. Pada fase ini

peserta didik dapat menyajikan rumusan masalah secara matematis dan

memilih pendekatan atau strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah

berdasarkan konsep yang mereka temukan. Fase kelima yaitu Elaborate,

peserta didik mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka dapatkan pada

kasus yang berbeda. Pada fase ini peserta didik dapat menggunakan atau

mengembangkan strategi pemecahan masalah yang telah dipilih sesuai dengan

masalah yang diberikan. Selain itu peserta didik juga dapat menafsirkan hasil

jawaban yang mereka peroleh. Fase keenam yaitu Evaluate, evaluasi dari hasil

pembelajaran yang telah dilakukan. Dan fase ketujuh yaitu, Extend, refleksi

dengan membuat rangkuman, kesimpulan, mengembangkan aplikasi konsep

dalam kehidupan nyata yang lebih kompleks.

Dengan model pembelajaran learning cycle 7E, diharapkan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik terhadap materi yang dipelajari menjadi lebih
baik sehingga berpengaruh kepada peningkatan hasil belajar. Untuk itu

dilakukan suatu penelitian dengan judul “ Upaya Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Peserta didik Kelas XI IPA Dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E di SMAN 1

Kec.Situjuah Limo Nagari“

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah

matematika terhadap materi yang dipelajari,

2. Kurangnya aktivitas dan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran

matematika,

3. Model pembelajaran yang diterapkan guru belum mampu mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Guru menjadi

sentral utama pada proses pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Merujuk pada identifikasi masalah, agar penelitian ini lebih terarah maka

masalah yang akan dibahas dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik kelas XI SMAN 1 KEC.SITUJUAH LIMO

NAGARIyang masih rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:


1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

peserta didik kelas XI SMAN 1 KEC.SITUJUAH LIMO NAGARIdengan

menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E ?

2. Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar peserta didik kelas XI IPA

SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari selama menggunakan model

pembelajaran Learning Cycle 7E ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik kelas XI IPA SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari

dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E.

2. Untuk mendeskripsikan peningkatan aktifitas belajar peserta didik kelas XI

IPA SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari selama menggunakan model

pembelajaran Learning Cycle 7E.

F. Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari tujuan yang hendak dicapai di atas, maka manfaat

penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, menambah pengalaman dan pengetahuan dalam hal penelitian

maupun dalam perbaikan pelaksanaan pembelajaran, terutama yang

berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E.

2. Bagi peserta didik, memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik

dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika.


3. Bagi guru lain, sebagai salah satu alternatif dalam mengadakan variasi

pembelajaran serta perbaikan pembelajaran dalam upaya meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik

4. Bagi Kepala Sekolah atau Lembaga yang bersangkutan, sebagai bahan

kajian bersama dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan mutu

pembelajaran terutama dalam bidang matematika.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Learning Cycle 7E

Learning Cycle 7E merupakan model pembelajaran yang dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep maupun prinsip-

prinsip ilmiah dari suatu materi pelajaran (Eisenkraft,2003). Model Learning

Cycle 7E dikembangkan dari Learning Cycle 5E. Yang mejadi perbedaannya

adalah pada Learning Cycle 7E diawali dengan pengungkapan pengetahuan

awal siswa tentang suatu topik melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan oleh

guru (elicit) dan diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip

ilmiah yang telah dikuasainya pada situasi yang lebih kompleks dalam

kehidupan sehari-hari (extend).

Peranan guru pada Learning Cycle 7E adalah sebagai fasilitator, mediator

dan motivator pembelajaran. Guru memiliki peranan yang sangat strategis

dalam memotivasi dan menggugah pengetahuan awal siswa. Pengetahuan


awal siswa dianalisis dan dielaborasi oleh guru dengan teori-teori yang ada,

sehingga konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah yang esensial dan strategis

dikontruksi oleh siswa itu sendiri, dipahami dan dimaknai dengan baik dan

pada akhirnya diterapkan dalam situasi baru yang lebih kompleks dalam

kehidupan sehari-hari.

Sintaks model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah sebagai berikut:

1. Elicit

Pada fase ini, guru melakukan pengungkapan terhadap pengetahuan

awal (prior knowledge) siswa dengan jalan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Para siswa

menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut yang merupakan

gagasan atau ide awal siswa. Dari kegiatan pada fase ini, guru dapat

mengetahui profil pengetahuan awal serta miskonsepsi siswa. Berdasarkan

itulah guru akan menentukan strategi yang dipandang efektif untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

2. Engagement

Pada fase ini, siswa diberi motivasi guna membangkitkan minat dan

rasa ingin tahu mereka tentang topik yang akan dibahas. Siswa diajak untuk

merumuskan prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dibahas dan

dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

3. Exploration

Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam

kelompok kecil (4-5 orang) untuk menguji prediksi-prediksi yang telah

dirumuskan pada fase sebelumnya dengan jalan melakukan kegiatan

pratikum atau studi lapangan maupun melalui studi pustaka. Para siswa
diberi kesempatan berinkuiri dengan melibatkan seluruh panca inderanya

untuk berinteraksi dengan lingkungan dan objek yang dipelajarinya. Dari

kegiatan pembelajaran yang dilakukan diharapkan munculnya berbagai

pertanyaan yang mengarah pada perkembangan daya nalar tingkat tinggi

(high level reasoning). Dari proses inkuiri, masing-masing kelompok

diharapkan dapat merumuskan konsepsinya sebagai hasil eksplorasi yang

telah dilakukan.

4. Explanation

Pada fase ini, siswa mempresentasikan hasil eksplorasinya dalam

diskusi kelas. Para siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan hasil

eksplorasinya kepada siswa lainnya. Guru memberi motivasi dan

mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dan prinsip ilmiah dengan

bahasa mereka sendiri, serta meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan

mereka. Tugas utama guru pada fase ini adalah sebagai fasilitator dan

mediator pembelajaran. Para siswa diharapkan telah menemukan istila-

istilah dari konsep yang dipelajari. Pada fase ini juga diharapkan telah

terjadi keseimbangan antara konsep baru yang dipelajari dengan struktur

kognitif siswa.

5. Elaboration

Pada fase ini, siswa terlibat dalam diskusi dan akan timbul hal-hal yang

baru terkait dengan pelajaran yang menjadi target pembelajaran.

Pemahaman yang telah dibangun selanjutnya dikembangkan dalam diskusi

kelas. Jika masih ada siswa yang mengalami miskonsepsi, guru

memperbaiki miskonsepsi tersebut menuju konsep ilmiah. Para siswa diajak

untuk menerapkan pemahaman konsepnya yang baru melalui kegiatan


pemecahan masalah terhadap masalah-masalah yang nyata dalam

kehidupan siswa. Penerapan konsep pada fase ini diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang mereka pelajari.

6. Evaluation

Pada fase ini, dilakukan evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman

konsep, atau penguasaan kompetensi melalui kegiatan pemecahan

masalah dalam konteks yang baru atau situasi yang baru. Tahap evaluasi

ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih meningkatkan

pemahamannya, keterampilannya, serta kemampuan penalaran tingkat

tingginya. Pada fase ini juga dapat diketahui seberapa dalam dan seberapa

luas tingkat pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah

dipelajari.

7. Extended

Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan dan

memperluas konsep-konsep ilmiah yang telah dikuasainya dalam situasi

yang lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan telah

mampu menjelaskan berbagai fenomena yang lebih kompleks.

Adapun keunggulan dari model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah

sebagai berikut:

1. Guru akan dapat memilih srategi pembelajaran yang lebih efektif,

berdasarkan hasil pengungkapan pengetahuan awal siswa (Elicit),

2. Siswa tergugah untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah

mereka pelajari sebelumnya,

3. Melalui kegiatan Engagement, siswa akan lebih aktif dan tergugah rasa

ingin tahunya,
4. Melalui kegiatan eksplorasi, siswa akan mengalami proses belajar

penemuan, sehingga konsep-konsep yang dipelajari akan menjadi lebih

bermakna dan tahan lama,

5. Kemampuan berfikir tingkat tinggi (berfikir kritis dan kreatif) siswa akan

terakomodasi dalam proses pembelajaran,

6. Melalui kegiatan eksplanasi, siswa akan memiliki kemampuan komunikasi

ilimiah yang lebih baik,

7. Melalui kegiatan Extended, pemahaman dan penguasaan konsep siswa

akan menjadi sangat kuat.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas nantinya telah direncana

proses pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 7E yang pada

setiap fasenya di kaitkan dengan indikator kemampuan pemecahan masalah

yang akan dicapai. Selain itu, langkah-langkah pembelajaran juga

mengarahkan pada pendekatan saintifik sesuai dengan kurikulum 2013.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Krulik dan Rudnik (dalam Dindin, 2014:2) mendefinisikan masalah secara

formal sebagai berikut :

“A problem is a situation, quantitative or otherwise, that confront an

individual or group of individual, that requires resolutions, and for wich the

individual sees no apparent or obvious means or path to obtaining a solution.”

Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang

dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan


tetapi individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat

menentukan solusinya. Hal ini berarti pula masalah tersebut dapat ditemukan

solusinya dengan menggunakan strategi berpikir yang disebut pemecahan

masalah. Sedangkan menurut Suherman (2003:93), jika suatu masalah

diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara

menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai masalah.

Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri

mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin

(Martinis, 2009:81). Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

merupakan suatu masalah apabila persoalan itu belum dikenalnya dan belum

memiliki prosedur tertentu untuk menyelesaikannya.

Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat dikelompokkan menjadi

dua, yakni masalah rutin dan masalah tidak rutin atau nonrutin. Masalah

tersebut selanjutnya disebut dengan masalah matematika apabila terdapat

konsep matematika. Masalah rutin biasanya mencakup aplikasi suatu

prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari,

sedangkan masalah tidak rutin adalah masalah yang mana untuk

menyelesaikannya diperlukan suatu analisis dan proses berpikir yang lebih

mendalam (dalam Fauzan, 2011:2).

Menurut Suherman (2003:89) pemecahan masalah merupakan bagian

kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses

pembelajarannya maupun penyelesainnya, siswa dimungkinkan memperoleh

pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah

dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.
Menurut Hudoyo (dalam Erma Suwaningsih, 2006:126) penyelesaian

masalah matematika dapat diartikan sebagai penggunaan matematika baik

untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan

sehari–hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk

menyelesaikan masalah–masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya

ataupun masalah–masalah yang belum dikenal.

Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu keterampilan

karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan

(ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) dan sikap

menerima tantangan. Berbagai kemampuan berpikir yang dimiliki siswa seperti

: ingatan, pemahaman, dan penerapan berbagai teorema, aturan, rumus, dalil,

dan hukum akan sangat membantu dalam penyelesaian suatu masalah

matematika yang dihadapi oleh siswa (dalam Nahrowi, 2006:262).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pemecahan masalah matematika adalah suatu kegiatan untuk mengatasi

kesulitan yang ditemui dengan menggabungkan konsep–konsep dan aturan–

aturan matematika yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga diperoleh jalan

untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan, yakni solusi dari masalah

matematika itu sendiri. Melalui penggunaan masalah–masalah yang tidak

rutin, siswa tidak hanya terfokus pada bagaimana menyelesaikan masalah

dengan berbagai strategi yang ada, tetapi juga menyadari kekuatan dan

kegunaan matematika di dunia sekitar mereka dan berlatih melakukan

penyelidikan dan penerapan berbagai konsep matematika yang telah mereka

pelajari.
Menurut Polya (dalam Suherman, 2003:99), solusi pemecahan masalah

memuat empat langkah penyelesaian, yaitu memahami masalah,

merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana

langkah kedua, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Seorang siswa dikatakan telah memiliki kemampuan pemecahan masalah

yang baik jika telah memenuhi indikator pemecahan masalah. Indikator

kemampuan pemecahan masalah dalam Permendikbud No. 58 tahun 2014,

yaitu:

a. memahami masalah,

b. mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam

mengidentifikasi masalah,

c. menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam

berbagai bentuk,

d. memilih pendekatan dan strategi yang tepat untuk memecahkan

masalah,

e. menggunakan atau mengembangkan strategi pemecahan masalah,

f. menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan

masalah,

g. menyelesaikan masalah.

Sedangkan dalam NCTM (1989:209) juga dikemukakan beberapa

indikator dari kemampuan pemecahan masalah, yaitu:

a. mengidentifikasi unsur–unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan

kecukupan unsur–unsur yang diperlukan,

b. merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematik,


c. menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan

masalah baru) dalam atau di luar matematika,

d. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal,

e. menggunakan matematika secara bermakna.

Dari kedua sumber di atas, peneliti merangkum indikator–indikator

pemecahan masalah tersebut dengan beberapa pertimbangan. Pertama,

peneliti menggabungkan indikator memahami masalah dan mengidentifikasi

masalah karena keduanya adalah satu kesatuan di mana nantinya siswa

melakukan kegiatan yang sama, yakni memahami dan mengidentifikasi

masalah dengan menyebutkan apa yang diketahui, berupa informasi-

informasi penting yang relevan dalam rangka memecahkan masalah dan apa

yang ditanyakan pada masalah. Begitu pun dengan indikator memilih strategi

dan menggunakan strategi, peneliti juga menggabungkan kedua indikator

menjadi satu indikator karena pada rubrik penilaian nantinya siswa akan

dinilai dari kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk memecahkan

masalah. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini, indikator

kemampuan pemecahan masalah yang digunakan adalah:

a. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam

mengidentifikasi masalah,

b. Menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai

bentuk,

c. Memilih dan menggunakan pendekatan dan strategi yang tepat untuk

memecahkan masalah,

d. Menyelesaikan masalah,

e. Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah.


3. Aktivitas Belajar

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan

kesempatan belajar sendiri atau meakukan aktivitas sendiri. Proses

pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas

mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Aktivitas

merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar

mengajar (Sardiman, 2006:96).

Saat pembelajaran berlangsung peserta didik mampu memberikan

umpan balik terhadap guru. Sardiman (2006:100) menyatakan bahwa

aktivitas belajar merupakan aktivitas yang bersifat fisik amupun mental.

Dalam kegiatan belajar keduanya saling berkaitan. Sedangkan menurut

Oemar Hamalik (2009:179) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Aktivitas belajar dapat terwujud apabila peserta didik terlibat belajar

secara aktif. Martinis Yamin (2007:82) mendefenisikan belajar aktif sebagai

usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Pembelajaran

akan menghasilkan suatu perubahan dan peningkatan kemampuan,

pengetahuan, dan keterampilan pada diri peserta didik. Peserta didik mampu

menggali kemampuannya dengan rasa ingin tahunya sehingga interaksi yang

terjadi akan menjadi pengalaman dan keinginan untuk mengetahui sesuatu

yang baru.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas

belajar merupakan kegiatan atau tindakan baik fisik maupun mental yang
dilakukan oleh individu untuk membangun pengetahuan dan keterampilan diri

dalam pembelajaran. Aktivitas belajar akan mewujudkan pembelajaran yang

efektif. Guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan dan keterampilan saja,

melainkan guru harus mampu mengarahkan peserta didik untuk aktif dalam

belajar.

Menurut Paul B. Diedrich (Sardiman, 2006:101), adapun kegiatan

belajar peserta didik digolongkan sebagai berikut:

1) Visual activities, diantaranya meliputi membaca, memperhatikan gambar

demonstrasi, percobaan.

2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, dan mengeluarkan pendapat.

3) Listening activities, seperti mendengarkan percakapan, diskusi dan pidato.

4) Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan dan

menyalin.

5) Motor activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi,

model mereparasi, bermain, berkebun.

6) Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal,

dan menganalisis.

7) Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Penggolongan aktivitas tersebut menunjukkan bahwa aktivitas belajar

peserta didik sangat kompleks. Aktivitas belajar dapat diciptakan dengan

melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dengan menyajikan variasi

model pembelajaran yang lebih memicu kegiatan peserta didik. Dengan

demikian peserta didik akan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.


Terdapat 9 aspek untuk menumbuhkan aktivitas peserta didik dalam

kegiatan pembelajaran (Martinis Yamin, 2007:84) yaitu:

1) Memberikan motivasi kepada peserta didik untuk aktif dalam kegiatan

pembelajaran.

2) Memberikan penjelasan kepada peserta didik mengenai tujuan yang akan

dicapai dalam pembelajaran.

3) Mengingatkan kompetensi prasyarat.

4) Memberikan topik atau permasalahan sebgai stimulus peserta didik untuk

berpikir terkait dengan materi yang akan dipelajari.

5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya.

6) Memunculkan aktivitas dan partisipasi peserta didik dalam kegatan

pmbelajaran.

7) Memberikan umpan balik (feed back)

8) Memantau pengetahuan peserta didik dengan memberikan tes.

9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran.

Beberapa cara diatas dilakukan bertujuan untuk menumbuhkan aktivitas

belajar peserta didik. Dalam hal ini guru berperan sebagai pendorong bagi

peserta didik dalam belajar. Guru mampu melaksanakan perannya terhadap

peserta didik dalam belajar, membimbing, mengarahkan bahkan memberikan

tes untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam pembelajaran.

Menurut Oemar Hamalik (2011:175), penggunaan asas aktivitas

memberikan nilai yang sangat besat bagi pembelajaran. Hal tersebut

dikarenakan oleh:

1) Peserta didik mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami

sendiri dalam belajar.


2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik

secara integral.

3) Memupuk kerja sama antar peserta didik sehingga peserta didik mampu

bekerja sama dengan baik dan harmonis.

4) Peserta didik bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

5) Memupuk terciptanya disiplin kelas dan suasana belajar menjadi

demokratis.

6) Mempererat hubungan sekolah dengan masyarakat, dan hubungan antara

oang tua dengan guru.

7) Pengajaran diselenggarakan untuk mengembangkan pemahaman dan

berpikir kritis peserta didik.

8) Pengajaran disekolah menjadi hidup dengan aktivitas peserta didik.

Nilai-nilai aktivitas tersebut memberikan pengaruh positif. Bukan hanya

dalam kegiatan pembelajaran saja, akan tetapi juga memberikan pengaruh

bagi hubungan orang tua dengan sekolah. Hal-hal konkret yang menjadi

bahan kajian juga menuntun peserta didik menjadi lebih kritis dalam berpikir

dan bertindak.

4. Lembar Kerja Peserta Didik

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah salah satu sumber belajar

untuk membantu peserta didik untuk lebih mudah dalam mengumpulkan

informasi, sehingga peserta didik bisa aktif dalam pembelajaran. LKPD adalah

salah satu sarana pendukung kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh

guru. LKPD berisi petunjuk dan langkah-langkah yang menuntun siswa untuk

memperoleh informasi.
Menurut Prastowo (2011: 24) jika dilihat dari segi tujuan disusunnya

LKPD, maka LKPD dapat dibagi menjadi lima macam bentuk yaitu:

1) LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep

2) LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan

mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan

3) LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar

4) LKPD yang berfungsi sebagai penguatan

5) LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

Tujuan penggunaan lembar kerja peserta didik dalam proses belajar

mengajar adalah sebagai berikut:

1) Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh

peserta didik.

2) Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang

telah disajikan.

3) Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit

disampaikan secara lisan.

4) Membantu peserta didik dalam memperoleh catatan materi yang

dipelajari melalui kegiatan pembelajaran

Perancangan lembar kerja peserta didik memiliki kegunaan bagi para

peserta didik antara lain :

1) Memberikan pengalaman kongkret bagi peserta didik .

2) Membantu variasi belajar.

3) Membangkitkan minat dan motivasi peserta didik .

4) Meningkatkan retensi belajar mengajar

B. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

penelitian yang dilakukan oleh Susi Susanti dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Bagi Siswa Kelas X MIA SMAN Kristen Satya Wacana Salatiga”.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kelas

eksperimen dan rerata kelas control. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran

Learning Cycle 7E berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik kelas X MIA SMAN Kristen Satya Wacana Salatiga.

Kemampuan pemecahan masalah peserta didik menjadi lebih baik setelah

diterapkannya model pembelajaran Learning Cycle 7E.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Laela Sari dengan judul “

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap Kemampuan

Pemecahan Matematika Siswa Kelas XI I SMPN 1 Cirebon”. Jenis penelitian ini

adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

pembelajaran Learning Cycle 7E dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika peserta didik. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh

Syamsul Bachri dengan judul ”Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas XI

Dalam Melakukan Operasi Hitung Pada Pecahan Melalui Model Pembelajaran

Learning Cycle 7E Di SMPN 16 Surakarta”. Jenis peneitian ini adalah penelitian

tindakan kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan peserta

didik dalam melakukan operasi hitung pada pecahan dapat ditingkatkan dengan

penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7E.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Rossi Ekayanti

dengan judul “ Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 5 Baler Bale Agung

Jembrana Tahun Pelajaran 2014/2015”. Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran Learning

Cycle 7E dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik. Setelah itu,

penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiawan dengan judul “ Ekperimentasi

Model Learning Cycle 7E Dengan Problem Posing Pada Materi Bangun Ruang

Sisi Datar Ditinjau Dari Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas XI I SMPN 1

Kabupaten Mesuji Lampung”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle 7E dengan Problem

Posing mengahasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan

peserta didik yang diberikan perlakuan model Learning Cycle 7E dan model

pembelajaran langsung. Selain itu hasilnya juga menunjukkan bahwa pada

kategori kreativitas belajar matematika tinggi, sedang maupun rendah, prestasi

peserta didik yang diberikan model Learning Cycle 7E dengan Problem Posing

lebih baik dibandingkan peserta didik yang diberikan perlakuan model

pembelajaran Learning Cycle 7E dan model pembelajaran langsung.

Selanjutnya penelitan yang dilakukan oleh Budiyono dengan judul “

Students Mathematical Communication Ability using Learning Cycle 7E On

Junior High School”. Jenis peneitian ini adalah peelitian eksperimen. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis peserta

didik yang menerapkan model Learning Cycle 7E lebih baik dibandingkan

dengan kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan pembelajaran

konvensional. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih dengan

judul “ Analysis of Critical Thinking Ability of XI Grade Students Based On The

Mathematical Anxiety Level Through Learning Cycle 7E Model”. Jenis penelitian


ini adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan penerapan model Learning Cycle

7E lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan

penerapan model pembelajaran ekspositori, dan tingkat kecemasan matematis

peserta didik lebih rendah.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Frida Indah Sari Oktora dengan

judul “ The Effect of Use 7E Learning Cycle Model Against Upgrades

Mathematical Problem Solving Ability junior high School Students”. Jenis

penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik

kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol dan peserta didik

merespon positif terhadap penerapan model Learning Cycle 7E. Kemudian

penelitian yang dilakukan oleh Ade Nurfatonah dengan judul “ The Influence of

Learning Cycle 7E Model Towards Students Improvement of Mathematical

Problem Solving at Junior High School”. Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan

kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan penerapan model

Learning Cycle 7E menjadi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran konvensional.

Selajutnya penelitian yang dilakukan oleh Husen Windayana dengan judul “

Application of Learning Cycle 7E Model Based Joyful Learn on Mathematical

Problem Solving Ability”. Jenis penelitian ini adalh penelitian eksperimen. Hasil

peelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik

dengan model Learning Cycle 7E lebih baik dari pada kemampuan pemecahan

masalah peserta didik di kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.


Berdasarkan beberapa penelitian di atas, terdapat kesamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaannya adalah

sama-sama menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E, sedangkan

perbedaannnya adalah peneliti ini fokus pada variabel terikatnya kemampuan

pemecahan masalah matematika. Pada penelitian relevan di atas, fokus

penelitiannya pada hasil belajar, kemampuan berpikir kritis peserta didik serta

kreativitas belajar matematika peserta didik . Meskipun ada yang melihat pada

kemampuan pemecahan masalah, namun berbeda pada materi dan tingkat

satuan pendidikannya.

C. Kerangka Konseptual

Kemampuan pemecahan masalah matematika merupaka salah satu

komponen terpenting dalam tujuan pembelajaran matematika. Kemampuan

pemecahan masalah termasuk suatu keterampilan karena melibatkan segala

aspek pengetahuan (ingtan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan

evaluasi) dan sikap mau menerima tantangan. Dengan demikian kemampuan

pemecahan masalah sangat penting bukan saja di bidang matematika,

melainkan juga pada bidang ilmu pengetahuan lainnya dalam kehidupan sehari-

hari.

Melihat hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang guru bertanggung jawab

untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membuka wawasan berpikir yang

beragam dari peserta didik, sehingga dapat menyerap konsep matematika

secara optimal. Untuk itu, guru harus memilih model pembelajaran yang tepat

untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Salah

satunya adalah pembelajaran Learning Cycle 7E.


Model pembelajaran Learning Cycle 7E diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Dalam penerapan

model pembelajaran ini, peseta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh

pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep

yang dipelajari seperti bekerja sama dengan kelompoknya untuk menjawab

pertanyaan. Selain itu peserta didik juga diberikan kesempatan untuk

memberikan analisis dan penjelasan tentang konsep yang mereka temukan.

Dengan adanya analisis peserta didik terhadap konsep yang ditemukan, peserta
Tujuan Pembelajaran Matematika
didik dapat memilih dan mengembangkan pendekatan serta strategi yang tepat

untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, penerapan pembelajaran

Learning Cycle 7E akan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika Kemampuan Kemampuan


Model peserta didik.
Pemecahan Menyelesaikan
Pembeajaran
masalah Masalah
Learning Cycle 7E
Matematika

Elicit Mengorganisasi data dan memilih informasi


yang relevan dalam mengidentifikasi masalah

Engage
Menyajikan suatu rumusan masalah secara
matematis dalam berbagai bentuk
Explore

Memilih dan menggunakan pendekatan dan


Explain strategi yang tepat untuk memecahkan masalah
Kerangka konseptual diatas dapat dibuat menjadi skema berikut:

Elaborate
Menyelesaikan masalah

Evaluate

Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh


Extend untuk memecahkan masalah
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model yang

digunakan dalam melakukan penelitian tindakan kelas ini adalah model Kemmis

and Mc. Teggat. Dimana dalam satu siklus terdiri dari empat komponen:

Perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan

(observation), refleksi (reflection), karena model Kemmis and Mc. Teggat ini

mempunyai kelebihan adanya perencanaan ulang jika sudah mencapai refleksi

dan melakukan revisi terhadap implementasi siklus sebelumnya.

B. Setting Penelitian

a) Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di XI IPA SMAN 1 Kec.Situjuah Limo Nagari

b) Waktu penelitian

Waktu penelitian pada semester genap tahun pelajaran 2019/2020.

c) Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah salah satu kelas di SMAN 1 KEC.SITUJUAH

LIMO NAGARI dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang

masih rendah

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Learning

Cycle 7E.

b) Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan

masalah peserta didik

D. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Perencanaan tindakan (plan)

2. Pelaksanaan tindakan (action)

3. Pengamatan (observation)

4. Reflesi (reflection)

E. Tahapan Penelitian

1. Tahap perencanaan tindakan (plan)

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti membuat perencanaan sebagai

berikut:

a. Menyiapkan silabus pembelajaran

b. Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan


Model Pembelajaran Learning Cycle 7E
Tahap Kegiatan
pembelajaran
Pendahuluan a. Guru mengucapkan salam pembuka
b. Guru meminta salah seorang peserta didik untuk
memimpin doa sebelum memulai pembelajaran
(Pengembangan Pendidikan Karakter).
c. Guru menanyakan kabar dan memeriksa kehadiran
peserta didik
d. Guru menanyakan apakah peserta didik telah siap
untuk mengikuti pembelajaran
e. Guru menyampaikan cakupan materi yang akan
dipelajari pada pertemuan tersebut
f. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pertemuan itu
g. Guru menginformasikan cara belajar yang akan
dilakukan yaitu dengan model pembelajaran Learning
Cycle 7E.
h. Guru memberikan motivasi gambaran manfaat
mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.(Motivasi)
i. Guru mengingatkan kembali materi yang telah
dipelajari yang terkait dengan materi yang akan
dipelajari (Apersepsi)
Kegiatan inti Fase 1: Elicit
Guru memberikan peserta didik beberapa pertanyaan
yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika
dalam kehidupan sehari-hari
Fase 2: Engagement
a. Guru membangkitkan minat dan rasa ingin tahu
peserta didik dengan mengarahkan peserta didik
untuk mengamati masalah atau fenomena dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari.
b. Peserta didik diarahkan untuk mengajukan
pertanyaan dari apa yang diamati.
Fase 3: Exploration
Peserta didik diberikan kesempatan untuk
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dengan
berdiskusi dalam kelompok tanpa diberikan penjelasan
langsung oleh guru.
Fase 4 : Explanation
a. Peserta didik menjelaskan hasil kerja kelompoknya di
depan kelas. Presentasi hasil diskusi ini dilakukan
oleh satu kelompok perwakilan yang dipilih
berdasarkan lot.
b. Kelompok yang lain membandingkan dengan hasil
diskusinya dengan memberikan argumen-argumen
yang mendukung pendapat masing-masing.
c. Guru memberikan penjelasan untuk menguatkan atau
mengklarifikasi jawaban siswa.

Fase 5 : Elaboration
Peserta didik mengaplikasikan konsep yang telah
diperoleh dalam pemecahan masalah.
Fase 6 : Evaluation
Peserta didik diberikan soal kuis untuk melihat sampai
dimana kemampuan siswa tersebut.
Fase 7: Extend
Guru membimbing peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan yang telah didapat pada konteks baru yang
dapat dilakukan dengan cara mengaitkan materi yang
telah dipelajari dengan materi selanjutnya atau materi
sebelumnya.
Penutup a. Guru bersama peserta didik merefleksi dan membuat
kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari.
b. Guru memberikan masukan positif dan negatif
mengenai pengalaman belajar yang telah dialami
peserta didik
c. Guru memberikan tugas rumah kepada peserta didik
sebagai penguatan dari materi yang telah dipelajari
d. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari
pada pertemuan selanjutnya dan peserta didik diminta
untuk mempelajari materi tersebut dirumah.
e. Guru beserta peserta didik mengakhiri proses
pembelajaran dengan membacakan Alhamdulillah
dan mengucapkan salam (Pengembangan
Pendidikan Karakter).

c. Menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik

d. Menyiapkan instrument penelitian

Penilaian dilakukan pada setiap akhir pertemuan berupa tes uraian tertulis

dalam bentuk kuis. Soal yang diberikan adalah soal-soal pemecahan

masalah matematika. Pada akhir siklus dilakukan tes kemampuan

pemecahan masalah matematika peserta didik.

e. Menyiapkan pembagian kelompok belajar peserta didik

Dalam kegiatan pelajaran, peserta didik belajar secara berkelompok yang

masing masing kelompoknya terdiri dari empat orang. Pembagian

kelompok dilakukan oleh guru berdasarkan tingkat kemampuan peserta

didik.

f. Membuat lembar observasi

2. Tahap pelaksanaan tindakan (action)

Pada tahap pelaksanaan, pembelajaran dilaksanakan sesuai rencana yang

terdiri atas:

a. Kegiatan pendahuluan

1) Menyiapkan peserta didik secara fisik dan pkisis

2) Menyampaikan apersepsi dan motivasi dan tujuan pembelajaran

3) Menyampaikan teknik pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang

akan dilakukan.

b. Kegiatan inti yang terdiri atas elicit, engagement, exploration, explanation,

elaboration, evaluation dan extend.


c. Kegiatan penutup, yaitu menyimpulkan materi yang telah dipelajari, refleksi

pembelajaran bersama peserta didik, dan menyampaikan materi yang akan

dipelajari pada pertemuan selanjutnya.

3. Tahap pengamatan (observation)

Selama proses pembelajaran, pengamatan dilakukan terhadap

keterlaksanaan model pembelajaran pada setiap fasenya dan proses

pemecahan masalah matematika yang muncul. Kemudian pengamatan juga

dilakukan terhadap aktivitas belajar peserta didik selama penerapam model

Learning Cycle 7E. Observasi dilakukan oleh dua orang yaitu guru pamong

dan satu orang rekan guru lainnya. Selain lembar observasi juga digunakan

foto atau video.

4. Refleksi (reflection)

Semua hasil pengamatan dilaporkan pada akhir pertemuan dan dilakukan

refleksi bersama observer.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah

berupa tes dan non tes. Tes digunakan untuk melihat kemampuan pemecahan

masalah matematika peserta didik dan non tes digunakan untuk melihat

keterlaksanaan model pembelajaran dan proses pemecahan masalah

matematika yang muncul.

G. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tes

kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik.

1. Lembar observasi digunakan untuk melihat keterlaksanaan model

pembelajaran Learning Cycle 7E selama proses pembelajaran. Selain itu,


lembar observasi juga digunakan untuk melihat peningkatan aktivitas belajar

peserta didik selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model

Learning Cycle 7E.

2. Tes tertulis untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika

peserta didik.

Langkah-langkah dalam menyusun soal tes adalah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal tes

b. Merancang soal

c. Meminta pendapat ahli.

H. Teknik Analisis Data

1. Lembar observasi

Lembar observasi dianalisis dengan melihat skor yang diperoleh untuk

masing-masing aspek yang diamati menyangkut tentang model

pembelajaran Learning Cycle 7E, kemudian dilihat kecenderungannya

pada setiap pertemuan. Kemudian berdasarkan lembar obervasi dianalisis

juga peningkatan aktivitas belajar peserta didik selama penerapan model

Learning Cycle 7E.

2. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik.

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik

berdasarkan pada rubrik kemampuan pemecahan masalah matematika

sebagai berikut:

Tabel 2. Rubrik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta


Didik
No Indikator Skor Kriteria
1 Mengorganisa si data 0 Tidak ada jawaban
dan memilih informasi 1 Tidak benar dalam mengorgani
yang relevan dalam sasikan data dan memilih
mengidentifikasi informasi yang relevan
masalah masalah berdasarkan yang diketahui dan
No Indikator Skor Kriteria
yang ditanyakan
2 Sebagian dalam mengorgani
sasikan data dan memilih
informasi yang relevan
berdasarkan yang diketahui dan
yang ditanyakan
3 Sudah mampu dalam
mengorgani sasikan data dan
memilih informasi yang relevan
berdasarkan yang diketahui dan
yang ditanyakan namun hampir
lengkap dan benar
4 Mampu dalam mengorganisa
sikan data dan memilih
informasi yang relevan
berdasarkan yang diketahui dan
yang ditanyakan dengan
lengkap dan benar
2 Menyajikan suatu 0 Tidak ada jawaban
rumusan masalah 1 Tidak benar dalam menyajikan
secara matematis suatu rumusan masalah dalam
dalam berbagai bentuk matematis baik itu memodelkan
atau menuliskan rumus-rumus
yang dibutuhkan
2 Hanya sebagian dalam
menyajikan suatu rumusan
masalah dalam matematis baik
itu memodelkan atau
menuliskan rumus-rumus yang
dibutuhkan
3 Mampu menyajikan suatu
rumusan masalah dalam
matematis baik itu memodelkan
atau menuliskan rumus-rumus
yang dibutuhkan namun masih
ada sedikit kesalahan
4 Mampu menyajikan suatu
rumusan masalah dalam
matematis baik itu memodelkan
atau menuliskan rumus-rumus
yang dibutuhkan dengan tepat
dan benar
3 Memilih dan 0 Tidak ada jawaban
menggunakan 1 Tidak benar dalam memilih
pendekatan dan strategi dalam memecahkan
strategi yang tepat masalah
untuk memecahkan 2 Strategi yang dipilih sudah
masalah benar namun terdapat
kesalahan pada penggunaa nya
No Indikator Skor Kriteria
pada prosedur
3 Strategi yang dipilih sudah
benar dan tepat pada
penggunaan nya namun
terdapat sedikit kesalahan pada
perhitungannya
4 Strategi yang dipilih sudah
benar dan tepat pada
penggunaan nya serta sudah
benar dalam melakukan
perhitungannya
4 Menyelesaikan 0 Tidak ada jawaban
masalah 1 Ada jawaban namun tidak
menunjukkan penyelesaian
masalah
2 Sebagian benar dalam
menyelesai kan masalah
3 Sudah benar dalam menyelesai
kan masalah tetapi masih
terdapat sedikit kesalahan
4 Sudah benar dan tepat dalam
menyelesaikan masalah
5 Menafsirkan hasil 0 Tidak ada jawaban
jawaban yang diperoleh 1 Tidak tepat Menafsirkan hasil
untuk memecahkan jawaban yang diperoleh untuk
masalah memecahkan masalah
2 Mampu dalam menafsirkan
jawaban yang diperoleh namun
hasil jawabannya salah
3 Mampu dalam menafsirkan
jawaban yang diperoleh namun
masih ada sedikit kesalahan
4 Mampu dalam menafsirkan
jawaban yang diperoleh dengan
benar
Diadaptasi dari : Puji Iryanti (2004)

Data yang dikumpulkan diolah secara kuantitatif (persentase) dan

secara kualitatif (deskripsi dengan kata-kata). Penelitian dihentikan jika

target penelitian sudah tercapai, tetapi pelaksanaan pembelajaran

dengan menggunakan model Learning Cycle 7E tetap dilanjutkan.

BAB IV

KESIMPULAN
Keberhasilan suatu penelitian ditandai dengan adanya perubahan yang lebih

baik dari kondisi sebelumnya, baik secara proses maupun hasil. Peneliti

menentukan indikator keberhasilan sebagai berikut :

1. Melalui analisis secara deskriptif dari hasil observasi, peserta didik dan guru

telah melaksanakan setiap tahapan pada model pembelajaran Learning

Cycle 7E

2. Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran melihat peningkatan


indikator yang ada pada kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini

ditetapkan kriteria keberhasilan dari kondisi awal yang hanya 31%

dari peserta didik yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang


baik.
3. Untuk ketuntasan tes kemampuan pemecahan masalah matematika apabila

siswa secara individu mendapat nilai

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS.

A.M, Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.
Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan

Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Diva

Press.

Ayu, Gusti. 2015. “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 5 Baler Bale

Agung Jembrana Tahun Pelajaran 2014/2015”. Jurnal ( diakses 5 Juni 2018).

Bachri, Syamsul. 2015. “Upaya meningkatkan kemampuan siswa kelas XI dalam

melakukan operasi hitung pada pecahan melalui model pembelajaran

Learning Cycle 7E di SMPN 16 Surakarta”. Jurnal (diakses 3 Mei 2018)

Budiyono. 2017. “Students Mathematical Communication Ability using Learning

Cycle 7E On Junior High School”. Jurnal (diakses 5 Juni 2018).

Indah, Frida. 2016. “The Effect of Use 7E Learning Cycle Model Against Upgrades

Mathematical Problem Solving Ability junior high School Students”. Jurnal

( diakses 5 Juni 2018)

Iryanti, Puji. 2004. Penilaian Unjuk Kerja, [online],

http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_Unjuk Kerja. pdf diakses

tanggal 14 Mei 2018

Kemendikbud. 2014. Permendikbud no.58 tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2014. Heuristik dalam Pemecahan Masalah

Matematika dan Pembelajarannya di Sekolah Dasar. Jakarta: UIN Jakarta

Press.

NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Jakarta: Delta Pamungkas.


Nurfatonah, Ade. 2016. “The Influence of Learning Cycle 7E Model Towards

Students Improvement of Mathematical Problem Solving at Junior High

School”. Jurnal (diakses 5 Juni 2018).

Sadia. Wayan.2014.Model-model pembelajaran sains konstruktivistik. Singaraja:

Graha Ilmu

Sari, Laela. 2013. “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap

Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa Kelas XI I SMPN 1 Cirebon”.

Jurnal (diakses 3 Mei 2018)

Setiawan, Agus. 2015. “Ekperimentasi Model Learning Cycle 7E Dengan Problem

Posing Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kreativitas Belajar

Matematika Siswa Kelas XI I SMPN 1 Kabupaten Mesuji Lampung”. Jurnal

( diakses 5 Juni 2018).

Suherman, Erman. et. al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA.

Susanti, Susi. 2016. “Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Bagi Siswa Kelas X MIA SMAN

Kristen Satya Wacana Salatiga”. Jurnal ( diakses 25 April 2018)

Suwangsih, Erma. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.

Sumarmo, Utari. 2013. Pelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Sekolah

Menengah. FMIPA UPI.

Widyaningsih. 2017. “Analysis of Critical Thinking Ability of XI Grade Students

Based On The Mathematical Anxiety Level Through Learning Cycle 7E

Model”. Jurnal (diakses 5 Juni 2018).

Windayana, Husen. 2015. “Application of Learning Cycle 7E Model Based Joyful

Learn on Mathematical Problem Solving Ability”. Jurnal (diakses 5 Juni 2018).


Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta :

Gaung Persada Press.

Yamin, Martinis. 2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.

Jakarta : Gaung Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai