Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN “C”

DENGAN POST OP. BPH (BENIGNA PROSTATHYPERPLASIA)


DI RUANG MERAK
RSUD M.ASHARI PEMALANG

Disusun oleh :

GUNTUR DUAR LAGITABA


NIM. 141490135330054

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2014

1
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan
urine (urethra).

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang lebih kita kenal dengan
pembesaran kelenjar prostat, merupakan penyakit yang cukup sering dialami
para pria.Untuk lebih jelasnya,BPH bukanlah sebuah kanker.BPH adalah
pembesaran kelenjar prostat.Prostat adalah sebuah kelenjar yang merupakan
bagian dari sistem reproduksi pria.Mengelilingi uretra (saluran urin dari
kandung kemih).Mengeluarkan semen yang membawa sperma. Saat orgasme
otot-otot prostat akan berkontraksi dan mendorong terjadinya ejakulasi.

B. Etiologi
    Penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), tetapi mungkin akibat adanya
perubahan kadar hormon yang terjadi karena proses penuaan.Kelenjar prostat
mengeliling uretra (saluran yang membawa air kemih keluar dari tubuh),
sehingga pertumbuhan pada kelenjar secara bertahap akan mempersempit
uretra. Pada akhirnya aliran air kemih mengalami penyumbatan. Akibatnya,
otot-otot pada kandung kemih tumbuh menjadi lebih besar dan lebih kuat untuk
mendorong air kemih keluar.
Jika seorang penderita BPH berkemih, kandung kemihnya tidak
sepenuhnya kosong.Air kemih tertahan di dalam kandung kemih, sehingga
penderita mudah mengalami infeksi dan membentuk batu.

2
C. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary


Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:

1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari
untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-
putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow..

D. Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan
hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan /
pembesaran prostat.Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang
lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai
lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma
(Moore).Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu
merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat
yang masih baik.Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kuning kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang
berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar
cairan seperti susu.

3
E. Pathway

4
F. Komplikasi

 Infeksi saluran kencing (ISK)


 Urinary traktus infection
 Retensi urin akut
 Obstruksi dengan dilatasi uretra
 Hydronefrosis
 Gangguan fungsi ginjal.

Bila operasi bisa terjadi :


 Impotensi (kerusakan nevron pudendes)
 Hemoragic paska bedah
 Fistula
 Striktur paska bedah
 Inkontinensia urin

G. Pemeriksaan penunjang

1.Pemeriksaan colok dubur


Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum
dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan
konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah
batas atas dapat diraba.Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan
menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan.Sisa miksi ditentukan
engan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi.Sisa
urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi.
2.Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar
ureum kreatinin.
b. .Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan
biopsi

5
3.Pemeriksaan radiologi :
a.Foto polos abdomen
b.BNO-IVP
c.Systocopy
d.Cystografi
4.USG

H. Penatalaksanaan
Obat-obatan : Antibiotika, jika perlu.
Self Care :
• Kencing dan minum teratur.
• Rendam hangat, seksual intercourse
Pembedahan :

1. Prostatektomi

a. Prostatektomi Supra pubis.


Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen.Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi  Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara
ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis
langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker
radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas
rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat
yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada
pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rektal. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada
rectum dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.

6
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih  umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis  dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung
kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi
dalam pubis.infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung
kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah
periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit. 

2.   Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).

Yaitu suatu prosedur  menangani BPH dengan cara memasukkan


instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak
kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai
angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan.Operasi ini dilakukan pada
prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian
dilakukan reseksi.Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan
cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan
terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika.
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah

7
dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah
24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4
jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi
dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. BPH PRAOPERASI
a. Retensi urin b.d pembesaran prostat
Tujuan : tidak terjadi retensi urin
Kriteria hasil:
1) Berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung kemih
2) Jumlah volume residu urin kurang dari 75-100 ml

Intervensi:
1) Kaji masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
2) Kaji kekuatan aliran urin, frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk
memulai aliran, gunakan pola berkemih tiap hari
3) Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan mematuhi
rangsangan untuk berkemih
4) Waspada pada pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan
retensi urin
5) Diet ketat terhadap alkohol, kopi, teh dan cola
6) Pasang kateter pasien setekah setiap berkemih sesuai instruksi
untuk menentukan juklah residu urin, laporkan bila lebih dari 100
ml
7) Gunakan pengukuran berkemih
8) Pantau BUN dan kreatinin serum

b. Nyeri b.d spasme otot spincter, iritasi mukosa, distensi kandung kemih
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan menurunnya nyeri
2) Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks

8
Intervensi:
1) Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang
nyeri
2) Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis, bantu pasoen pada
posisi nyaman, berikan rendam duduk dan pencucian perineal hangat,
ajarkan tehnik relaksasi dan bimbingan imajinasi dan atau berikan
aktivitas hiburan
3) Pantau dan dokumentasikan hilangnya nyeri dan efek samping yang
tidak didinginkan
4) Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang atau meningkat

c. Potensial infeksi b.d penggunaan kateter dan atau retensi urin


Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:

1) suhu dalam rentang normal


2) Urin jernih, warna kuning, tanpa bau
3) Tidak terjadi distensi kandung kemih
Intervensi:

1) Periksa suhu tiap 4 jam dan laporkan jika diatas 38,5 derajat C
2) Tuliskan karakter urin; laporkan bila keruh dan bau busuk
3) Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup
4) Pantau abdomen/kandung kemih terhadap distensi
5) Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK
6) Gunakan tehnik cuci tangan yang baik, ajarkan dan anjurkan pasien
untuk melakukan yang sama

2. POST OPERASI

9
a. Nyeri b.d insisi bedah, spasme kandung kemih dan distensi urin
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan penurunan nyeri
2) Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
1) Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan
penghilang nyeri
2) Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan
rahang,peningkatan TD)
3) Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
4) Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
5) Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
6) Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan
efek sampingnya
7) Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis,
gunakan salin normal steril dan spuit steril
8) Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
9) Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
10) Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan
dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

b. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d reseksi pembedahan dan


irigasikandung kemih
Kriteria hasil:
1) kateter tetap paten pada tempatnya
2) Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak
menyumbat aliran darah melalui kateter
3) Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
4) Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
5) Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
intervensi:

10
1) Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepaatenan
2) Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui
kateter tiap 2 jam
3) Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan
haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
4) Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk
menghilangkan bekuan
5) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
6) Gunakan salin normal steril untuk irigasi
7) Pertahankan tehnik steril
8) Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
9) Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk
mempertahankan urin jernih
10) Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
11) Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan

c. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter di kandung kemih dan insisi
bedah
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
1) Suhu tubuh pasien dalam batas normal
2) Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
3) Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitas
Intervensi:
1) Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
2) Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
3) Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya
kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
4) Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
5) Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
6) Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan

11
7) Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau
adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.

d. Resiko kelebihan cairan b.d absorbsi cairan irigasi (TURP)


Tujuan : terjadi keseimbangan cairan
Kriteria hasil:
1) Masukan dan haluaran ( dikurangi irigan) seimbang
2) Irigasi keluar secara total
Intervensi:

1) Pantau dan laporkan tanda dan gejala delusi


hiponatremia(rendahnya natrium serum, perubahan status mental,
bingung, gelisah, kejang otot, mual, muntah , peningkatan TD)
2) Pantau masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
3) Dengan cermat hitung irigan yang dimasukkan dan jumlah yang
kembali/keluar; laporkan penurunan aliran keluar
4) Hentikan irigasi saat tanda pertama kelebihan cairan terjadi,
beritahu dokter
5) Gunakan spuit untuk mengirigasi kateteruntuk menghilangkan
bekuan

e. Resiko syok hipovolemik b.d kehilangan darah berlebihan


Tujuan : tidak terjadi syok
Kriteria hasil;
1) TTV stabil
2) Insisi menunjukkan tak ada tanda kemerahan, bengkak atau
peningkatan suhu
3) Drainase kateter tetap berwarna merah muda selama 48 jam
kemudian bening, kekuningan
4) Urin berwarna jernih, kuning
5) Kulit hangat dan kering

12
Intervensi:

1)Pantau dan laporkan tanda dan gejala hemoragi ( hipotensi, takikardi,


dispnea, dingin, kuit lembab, hematuria)
2)Pantau balutan pada abdomen/suprapubis setiap 2 jam trhadap
perdarahan
3)Pantau uretra dan kateter suprapubik setiap 2 jam terhadap perdarahan
yang berlebihan
4)Laporkan perdarahan yang berlebihan dan /hematuria nyata pada
dokter
5)Pertahankan traksi pada kateter bila diprogramkan biasanya 4-8 jam
pasca operasi.
6)Pantau Hb, dan Ht

f. Disfungsi seksual b.d impotensi (prostatektomi radikal )dan atau


perubahan pola seksual b.d ejakulasi retrograd (bedah suprapubis
Kriteria hasil:
Pasien mendiskusikan perasaan tentang seksualitas dengan orang dekat
Intervensi:

1)Berikan kesempatan untuk diskusi tentang seksualitas antara pasien


dengan orang dekat
2)Beri informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksualitas
3)Berikan informasi tentang konseling seksual
4) Berikan penenangan bahwa jika luka insisiluka bedah sembuh , kontrol
perkemihan yang baik akan pulih kembali

13

Anda mungkin juga menyukai