Disusun oleh :
1
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan
urine (urethra).
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang lebih kita kenal dengan
pembesaran kelenjar prostat, merupakan penyakit yang cukup sering dialami
para pria.Untuk lebih jelasnya,BPH bukanlah sebuah kanker.BPH adalah
pembesaran kelenjar prostat.Prostat adalah sebuah kelenjar yang merupakan
bagian dari sistem reproduksi pria.Mengelilingi uretra (saluran urin dari
kandung kemih).Mengeluarkan semen yang membawa sperma. Saat orgasme
otot-otot prostat akan berkontraksi dan mendorong terjadinya ejakulasi.
B. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), tetapi mungkin akibat adanya
perubahan kadar hormon yang terjadi karena proses penuaan.Kelenjar prostat
mengeliling uretra (saluran yang membawa air kemih keluar dari tubuh),
sehingga pertumbuhan pada kelenjar secara bertahap akan mempersempit
uretra. Pada akhirnya aliran air kemih mengalami penyumbatan. Akibatnya,
otot-otot pada kandung kemih tumbuh menjadi lebih besar dan lebih kuat untuk
mendorong air kemih keluar.
Jika seorang penderita BPH berkemih, kandung kemihnya tidak
sepenuhnya kosong.Air kemih tertahan di dalam kandung kemih, sehingga
penderita mudah mengalami infeksi dan membentuk batu.
2
C. Manifestasi Klinis
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari
untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-
putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow..
D. Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan
hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan /
pembesaran prostat.Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang
lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai
lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma
(Moore).Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu
merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat
yang masih baik.Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kuning kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang
berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar
cairan seperti susu.
3
E. Pathway
4
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan penunjang
5
3.Pemeriksaan radiologi :
a.Foto polos abdomen
b.BNO-IVP
c.Systocopy
d.Cystografi
4.USG
H. Penatalaksanaan
Obat-obatan : Antibiotika, jika perlu.
Self Care :
• Kencing dan minum teratur.
• Rendam hangat, seksual intercourse
Pembedahan :
1. Prostatektomi
6
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung
kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi
dalam pubis.infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung
kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah
periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit.
7
dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah
24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4
jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi
dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
Intervensi:
1) Kaji masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
2) Kaji kekuatan aliran urin, frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk
memulai aliran, gunakan pola berkemih tiap hari
3) Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan mematuhi
rangsangan untuk berkemih
4) Waspada pada pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan
retensi urin
5) Diet ketat terhadap alkohol, kopi, teh dan cola
6) Pasang kateter pasien setekah setiap berkemih sesuai instruksi
untuk menentukan juklah residu urin, laporkan bila lebih dari 100
ml
7) Gunakan pengukuran berkemih
8) Pantau BUN dan kreatinin serum
b. Nyeri b.d spasme otot spincter, iritasi mukosa, distensi kandung kemih
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan menurunnya nyeri
2) Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
8
Intervensi:
1) Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang
nyeri
2) Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis, bantu pasoen pada
posisi nyaman, berikan rendam duduk dan pencucian perineal hangat,
ajarkan tehnik relaksasi dan bimbingan imajinasi dan atau berikan
aktivitas hiburan
3) Pantau dan dokumentasikan hilangnya nyeri dan efek samping yang
tidak didinginkan
4) Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang atau meningkat
Kriteria hasil:
1) Periksa suhu tiap 4 jam dan laporkan jika diatas 38,5 derajat C
2) Tuliskan karakter urin; laporkan bila keruh dan bau busuk
3) Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup
4) Pantau abdomen/kandung kemih terhadap distensi
5) Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK
6) Gunakan tehnik cuci tangan yang baik, ajarkan dan anjurkan pasien
untuk melakukan yang sama
2. POST OPERASI
9
a. Nyeri b.d insisi bedah, spasme kandung kemih dan distensi urin
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
1) Melaporkan penurunan nyeri
2) Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
1) Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan
penghilang nyeri
2) Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan
rahang,peningkatan TD)
3) Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
4) Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
5) Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
6) Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan
efek sampingnya
7) Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis,
gunakan salin normal steril dan spuit steril
8) Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
9) Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
10) Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan
dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.
10
1) Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepaatenan
2) Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui
kateter tiap 2 jam
3) Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan
haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
4) Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk
menghilangkan bekuan
5) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
6) Gunakan salin normal steril untuk irigasi
7) Pertahankan tehnik steril
8) Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
9) Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk
mempertahankan urin jernih
10) Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
11) Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan
c. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter di kandung kemih dan insisi
bedah
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
1) Suhu tubuh pasien dalam batas normal
2) Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
3) Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitas
Intervensi:
1) Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
2) Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
3) Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya
kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
4) Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
5) Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
6) Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
11
7) Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau
adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.
12
Intervensi:
13