Anda di halaman 1dari 13

NAMA : PINTATA SEMBIRING

NPM : 19.15.084
PEMINATAN : ARS NON REGULER
DOSEN : Dr. Falix Kasim, M.Kes

1. Perbedaan Paradigma positivistik untuk penelitian kuantitatif dan naturalistik


untuk penelitian kualitatif.
Paradigma Positivistik Paradigma Naturalistik
Disebut juga penelitian kuantitatif Disebut juga penelitian kualitatif
Melibatkan responden yang Melibatkan subjek penelitian sebagai
memberikan respon emik yang memberikan penjelasan atau
deskripsi
Pengambilan sampel Penentuan sampel
Menggunakan kuesioner, tes, komputer Menggunakan pedoman wawancara
Rentan terjadi manipulasi Tidak dapat dimanipulasi

2. Langkah-langkah mengenai membangun trustworthiness terhadap penelitian


kualitatif.

Truth value Credibility:


•    Meningkatkan kemungkinan diperoleh hasil yang kredibel melalui prolonged
engagement, persistent observation, dan triangulation
•    Peer debriefing (ketajaman wawancara)
•    Merevisi hipotesis kerja secara kontinyu sejalan dengan semakin banyaknya data yang
terkumpul
•    Selalu mencek penemuan awal dan interpretasi dari data asli
•    Member checking Internal validity:
- Stratifikasi
- Matching
- Selection criteria
- Randomisasi

Applicability Transferability:
- Thick description    External validity:
- Randomized sampling

Consistency Dependability:
- Triangulation
- Stepwise replication (langkah-langkah tindakan pengulangan)
- Inquiry audit (audit sistematika penelitian)    Reliability:
- Training surveyor  (inter dan intraobserver reliability)
- Kalibrasi alat
- Test-retest
Neutrality  Confirmability:
- Audit record
- Audit process  Objectivity:
- Agreement
- Strong design
3. Metode Sampling di Penelitian Kualitatif
Adapun jenis sampel yang dipakai dalam penggunaan metode penelitian kualitatif
merupakan sampel yang kecil, tidak representatif, purposive, serta dapat berkembang
selama proses penelitian berlangsung. Dalam pernyataan Nasution (1992) , ia mengatakan
bahwa metode kualitatif menggunakan pemilihan sampel berdasarkan tujuan penelitian,
dan sampel yang diambil cenderun sedikit. Penelitian kualitatif ini sering berbentuk studi
kasus atau multi kasus. Penelitian ini tidak ada menggunakan istilah seperti populasi,
namun disebut sebagai situasi sosial yang terdiri dari 3 elemen, yaitu place (tempat) , actor
(pelaku), dan activity (aktifitas) .

Berikut ini adalah penjelasan mengenai penggunaan  sampel pada  penelitian kualitatif
secara lengkap :
Adanya penggunaan snowball sampling
Sampling merupakan sebuah tekhnik yang dilakukan untuk mendapatkan sebuah
sampel dari populasi. Dan populasi sendiri adalah sekelompok unit yang di mana unit
tersebut dijadikan bahan analisis yang memiliki jenis kariteria yang sama. Snowball
sendiri merupakan salah satu contoh tekhnik sampling , karena apabila menggunakan
tekhnik ini  peneliti tidak hanya akan memperoleh  informasi atau data secara akurat ,
namun juga memperoleh jumlah responden dari  penelitian tersebut.
Snowball sampling sendiri adalah sebuah pelebelan terhadap suatu aktifitas ketika
peneliti sedang dalam proses pengumpulan data dari satu responden ke responden lain
yang memenuhi kriteria, melalui sebuah proses wawancara mendalam dan akan berhenti
apabila tidak ditemukan lagi informasi yang baru, terjadinya replikasi atau sebuah
pengulangan variasi informasi, atau juga mengalami titik jenuh dari informasi tersebut.
Maksudnya adalah informasi yang diberikan oleh satu informan memiliki kesamaan
dengan informan lainnya. karena menggunakan wawancara dalam ini , maka seorang
peneliti kualitatif memiliki subyek penelitiannya tidak lebih dari 50 respoden. Adapun ciri
khas dari wawancara mendalam ini didasarkan oleh jumlah responden yang totalnya
dibawah 50 orang. 

Purposive sampling
Purposive sampling tergolong pada kelompok sampling yang non-probability. Terlalu
sederhana atau terlalu singkat jikalau purposive ini diberikan batasan dalam hal
pegambilan sampel dari suatu populasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Apalagi
kalau lebih dipersingkat lagi dengan penarikan sampel, sehingga akan membuat sampel
yang kurang sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu suatu konsep atau pemberian
sebuah nama dengan     “puposive sampling”  dirasa kurang tepat, karena sampling acak
yang probability juga purposif.
Bouma Gary D (1993: 119) dalam karangan bukunya yang berjudul The Research
Process, pada edisi revisi mengemukakan yang artinya : “pada tekhnik purposive sampling
, seorang peneliti percaya bahwa mereka dapat menggunakan pertimbangan atau intuisinya
untuk memilih orang atau kelompok terbaik untuk dipelajari atau yang dapat memberikan
informasi yang akurat. Suatu kelompok dengan sebutan “the typical and the best people”
yang akan dipertimbangkan oleh para peneliti untuk diambil menjadi subjek penelitian.
Para responden yang dinilai memberikan informasi yang lebih mendalam , dan unik,
adalah para responde yang dibutuhkan oleh peneliti.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat kita pahami bahwa
purposive sampling memiliki intisari penjelasan sebagai berikut : kelompok yang dipilih
secara cermat, dan kelompok yang terbaik, akan dipilih menjadi responden penelitian.
Oleh karena itu, purposive sampling juga memiliki istilah yang lain yaitu : judgemental
sampling . Sebab dikatannya demikian adalah karena perlu adanya pertimbangan yang
matang  untuk memilih kelompok utama menjadi sebuah sampling. 

Purposive sampling dan dilanjutkan ke snowball sampling


Catatan penting, tekhnik purposive sampling hanya dapat dipakai ketika seorang
peneliti sudah melakukan studi penjajakan dengan baik dan berpengalaman, serta
mengetahui karakter dari respondennya sehingga bisa mengengetahui the typical and the
best people.

4. Penjelasan mengenai Rancangan Penelitian Grounded research

grounded research adalah suatu metode penelitian yang mendasarkan diri kepada
fakta dan menggunakan analisa perbandingan bertujuan untuk mengadakan
generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori dan
mengembangkan teori di mana pengumpulan data dan analisa data berjalan pada
waktu yang bersamaan.

Lebih lanjut lagi, mengemukakan tujuan dari grounded research adalah untuk
mengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori
dan mengembangkan teori. Selain itu, penelitian jenis ini bertujuan untuk
menspesifikasikan konsep serta memverifikasi terhadap teori yang sedang
dikembangkan dan diperiksa dalam hubungannya dengan data yang ditemukan.

Dalam penelitian grounded research metode yang digunakan adalah studi


perbandingan yang bertujuan untuk mementukan seberapa besar suatu gejala
tersebut berlaku untuk umum.

CIRI-CIRI GROUNDED RESEARCH

terdapat beberapa ciri dari penelitian jenis grounded research, antara lain adalah:

–          Penggunaan data sebagai sumber teori,

–          Menonjolkan peranan data dalam penelitian,

–          Pengumpulan data dan analisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan

–          Perumusan hipotesa berdasarkan kategori

 
Dari gambar tersebut di atas dapat kita ketahui penelitan pada grounded research
merupakan penelitian yang berawal dari data yang ada. Dalam penelitian jenis ini,
peneliti langsung datang ke lapangan tanpa membawa rangcangan konseptual,
proposisi, atau teori-teori tertentu seperti yang dilakukan pada penelitian kualitatif
pada umumnya. Data pada penelitian ini menjadi sumber teori, dan teori tersebut
dinamakan grounded karena berdasarkan data. Sehingga teori yang nantinya
dihasilkan adalah berdasarkan pada data yang ada.

Rancangan penelitian ethnography

Metode penelitian etnografi termasuk dalam metode penelitian kualitatif. Kata


etnografi berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya suku bangsa
dan graphos yang artinya sesuatu yang ditulis. Secara harfiah, istilah etnografi
berarti menulis tentang kelompok orang yang berarti etnografi adalah gambaran
umum suatu budaya atau kebiasaan, keyakinan, dan perilaku yang berdasarkan atas
informasi yang telah dikumpulkan melalui penelitian lapangan. Penelitian ini
sangat percaya pada ketertutupan (up close), pengalaman pribadi, dan partisipasi
yang mungkin,, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang terlatih dalam seni
etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim yang multidisipliner. Titik
fokus (focal point) etnografi dapat meliputi studi intensif budaya dan bahasa,
bidang atau domain tunggal, serta gabungan metode historis, observasi, dan
wawancara. Metode etnografi khusus menggunakan tiga macam pengumpulan data
wawancara, observasi, dan dokumen. Ini pada gilirannya menghasilkan tiga jenis
data: kutipan, uraian, dan kutipan dokumen, menghasilkan dalam sutu produk:
uraian naratif. Uraian naratif ini sering meliputi tabel, diagram, dan artefak
tambahan yang membantu penceritaan (to tell “the story”).

Beberapa asumsi yang menjadi dasar penelitian etnografi adalah sebagai berikut.
1.      Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip utamanya dipengaruhi
oleh pemahaman kultural masyarakat.
2.      Penelitian etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat
yang relevan dengan kepentingannya. 
3.      Dengan penelitian etnografi peneliti diasumsikan mampu memahami kelebihan
kultural dari masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa atau jargon teknis dari
kebudayaan tersebut dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan
komprehensif dari budaya tersebut. 
4.      Sementara tidak inheren bagi metode, penelitian etnografi lintas budaya yang
menghidari risiko asumsi yang keliru bahwa pengukuran yang ada memiliki makna
yang sama lintas budaya

Rancangan penelitian fenomenology


Penelitian fenomenologi adalah penelitian yang mendeskripsikan
mengenai pengalaman atau fenomena yang dialami oleh seseorang. Hal
ini senada dengan yang diungkapkan Kuswarno (2009) bahwa mendeskripsikan
pengalaman seseorang sehingga peneliti harus fokus pada sesuatu yang
nampak dan keluar dari apa yang diyakini sebagai suatu kebenaran merupakan
karakteristik dari fenomenologi.
Dengan pendekatan fenomenologi, penelitian dapat dilakukan
dalam setting alamiah, dimana individu tidak terpisahkan dari konteks
lingkungannya. Artinya, fenomena-fenomena subjek tidak dicampurkan
dengan fenomena lain yang tidak berhubungan, atau tidak diitervensi oleh
interpretasi-interpretasi lain yang berasal dari kebudayaan, kepercayaan, atau
bahkan dari teori-teori dalam ilmu pengetahuan yang telah peneliti miliki
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan fenomenologi itu sendiri, yakni
„kembali pada realitasnya sendiri‟ (Creswell, 2013). Hal tersebut
memungkinkan peneliti untuk mengetahui persepsi orang tua tanpa dicampuri
oleh prasangka-prsangka atau opini-opini yang ada sebelumnya, sehingga
penelitian lebih terfokus pada persepsi subjek.

5. Thematical analysis
Thematic analysis merupakan salah satu cara untuk menganalisa data dengan tujuan
untuk mengidentifikasi pola atau untuk menemukan tema melalui data yang telah dikumpulkan
oleh peneliti (Braun & Clarke, 2006). Cara ini merupakan metode yang sangat efektif apabila
sebuah penelitian bermaksud untuk mengupas secara rinci data-data kualitatif yang mereka
miliki guna menemukan keterkaitan pola-pola dalam sebuah fenomena dan menjelaskan
sejauhmana sebuah fenomena terjadi melalui kacamata peneliti (Fereday & Muir-Cochrane,
2006). Bahkan Holoway & Todres (2003) mengatakan bahwa thematic analysis ini merupakan
dasar atau pondasi untuk kepentingan menganalisa dalam penelitian kualitatif.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, dan thematic
ini analysis ini sangat penting untuk dipelajari karena dianggap sebagai core skills atau
pengetahuan dasar untuk melakukan analisa dalam penelitian-penelitian kualitatif. Bahkan lebih
lanjut dapat dikatakan bahwa pengidentifikasian tema yang mejadi ciri khas thematic analysis
ini merupakan salah satu generic skills bagi sebagian besar metode analisa kualitatif (Holloway
& Todres, 2003).

Tahapan melakukan thematic


analysis.

Beberapa tahapan dalam melakukan analisa data ini kurang lebih sama dengan teknik
analisa kualitatif yang lain, misalnya adalah tahapan paling awal yang dilakukan, yaitu
memahami data yang telah diperoleh. Dalam thematic analysis peneliti perlu untuk meluangkan
waktunya untuk ‘mengenal lebih dekat’ data yang mereka telah peroleh sebelum melakukan
tahapan-tahapan berikutnya. Untuk lebih rinci bagaimana teknis melakukan analisa data dengan
menggunakan metode thematic analysis, berikut ini disampaikan tahapan-tahapannya

A. Memahami data
Mendapatkan data yang diinginkan bukan berarti peneliti memahami fenomena yang
sedang diteliti. Karena penelitian kualitatif bertujuan untuk mengupas secara mendalam apa
yang terjadi dari sebuah peristiwa melalui perspektif partisipan, maka rekaman dan transkrip
wawancara ibaratnya adalah
‘harta karun’ peneliti yang perlu untuk dieksplorasi maknanya lebih dalam. Disini peneliti perlu
untuk memahami dan menyatu dengan data kualitatif yang diperolehnya. Dan tidak ada cara lain
yang lebih efektif untuk lebih menyatu dengan data selain membaca dan membaca kembali
transkrip wawancara dan bahkan mendengarkan kembali rekaman wawancara atau menonton
lagi rekaman video yang sudah dibuat selama proses pengumpulan data. Rekaman wawancara
bisa menjadi sumber penting dalam proses analisa data karena peneliti bisa mendapatkan
informasi-informasi atau insights yang melalui percakapan-percakapan. yang dilakukannya
bersama partisipan. Maka dari itu peneliti sempatkan waktu paling tidak satu kali untuk
mendengarkannya kembali. Kegiatan ini menjadi lebih penting lagi apabila yang membuat
transkrip wawancaranya bukan peneliti sendiri.
Satu hal lagi yang juga penting dilakukan diproses ini adalah dengan data ini adalah
dengan membuat catatan pribadi selama membaca transkrip atau saat sedang mendengarkan
rekaman wawancara. Penulisan catatan ini bisa dilakukan sesuai dengan minat masing-masing
peneliti. Misalnya catatan bisa ditulis dibuku tulis khusus untuk kepentingan penelitian, atau
langsung ditulis ditranskrip wawancara. Catatan ini dilakukan untuk menandai poin-poin
penting yang bisa jadi ditemui didalam transkrip atau rekaman. Yaitu hal-hal yang sekiranya
berpotensi menarik perhatian peneliti saat mulai menganalisa data ditahapan selanjutnya,
pengcodingan data misalnya.
Selain itu, penulisan catatan ini juga berfungsi membantu peneliti untuk membaca data
sebagai data. Artinya, peneliti tidak hanya memahami data dari apa yang kelihatan dipermukaan,
tapi sejauhmana peneliti bisa menemukan makna yang terkandung didalam data tersebut. Oleh
karena itu, ditahapan ini peneliti diharapkan untuk bisa membaca secara aktif, kritis, dan mulai
memikirkan apa saja kira-kira makna yang tbisa ditemukan didalam data yang ia baca.
Tujuan utama tahapan pertama ini adalah supaya peneliti mulai merasa memahami isi
data yang ia peroleh, dan mulai menemukan beberapa hal didalam data yang terkait dengan
pertanyaan penelitiannya. Untuk mencapai hal itu, maka sangat wajar apabila peneliti mau untuk
membaca transkrip wawancaranya minimal sekali, dua kali bahkan tiga kali sekalipun sampai
peneliti benar-benar merasa paham dan ‘dekat’ dengan data. Plus, digabung dengan catatan-
catatan yang dibuat selama membaca akan merupakan satu hal vital sifatnya observatif untuk
menelusuri kedalaman data yang ia baca.
Membuat catatan disini bukan berarti peneliti mulai meng-coding datanya. Namun
catatan-catatan itu bisa berupa coretan-coretan atau highlight dilembaran transkrip wawancara,
atau bisa juga seperti catatan kecil buku diary yang umumnya hanya bisa dipahami oleh peneliti
sendiri. Karena memang tujuan catatan ini adalah selain sebagai menggarisbawahi beberapa hal
yang berpotensi untuk di coding nantinya, juga sebagai reminder bagi peneliti untuk mengamati
data yang ia miliki hingga tiap baris transkrip wawancara yang ia miliki.

B. Menyusun Kode
Tahapan kedua dalam proses thematic analysis adalah mulai meng-coding. Meng-
coding ini bisa diibaratkan pustakawan yang sedang menentukan subyek dari judul buku. Atau
seperti pembaca yang berusaha menemukan pikiran utama sebuah paragraph.
Kode bisa juga dianggap sebagai label, atau fitur yang terdapat dalam data yang terkait dengan
pertanyaan penelitian. Dalam hal ini peneliti lah yang menentukan data mana saja dalam
transkrip wawancaranya yang perlu dikode. Bagi peneliti yang baru melakukan coding,
kemungkinan besar ia akan memberikan kode semua data dalam transkrip. Ini tidak apa-apa
dilakukan, karena nanti ditahapan
B. CONSENT ANALYSIS
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor
analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu
mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik
surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.
Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode
penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang
besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis
(27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).

C. MATRIKS ANALYSIS

Matriks analysis yaitu dilakukan untuk menunjukkna ada atau tidak nya data yang
dicari.

6. Action research atau penelitian tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan
penelitian, dalam penelitian tindakan peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan
menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan perubahan
atau intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Action research dalam pandangan
tradisional adalah suatu kerangka penelitian pemecahan masalah, dimana terjadi kolaborasi
antara peneliti dengan client dalam mencapai tujuan (Kurt Lewin,1973 disitasi
Sulaksana,2004), sedangkan pendapat Davison, Martinsons & Kock (2004), menyebutkan
penelitian tindakan, sebagai sebuah metode penelitian, didirikan atas asumsi bahwa teori
dan praktik dapat secara tertutup diintegrasikan dengan pembelajaran dari hasil intervensi
yang direncanakan setelah diagnosis yang rinci terhadap konteks masalahnya.

Menurut Gunawan (2007), action research adalah kegiatan dan atau tindakan perbaikan
sesuatu yang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya digarap secara sistematik dan
sistematik sehingga validitas dan reliabilitasnya mencapai tingkatan riset. Action research
juga merupakan proses yang mencakup siklus aksi, yang mendasarkan pada refleksi;
umpan balik (feedback); bukti (evidence); dan evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi
sekarang. Penelitian tindakan ditujukan untuk memberikan andil pada pemecahan masalah
praktis dalam situasi problematik yang mendesak dan pada pencapaian tujuan ilmu sosial
melalui kolaborasi patungan dalam rangka kerja etis yang saling berterima (Rapoport,
1970 disitasi Madya,2006). Proses penelitian bersifat dari waktu ke waktu, antara
“finding” pada saat penelitian, dan “action learning”. Dengan demikian action research
menghubungkan antara teori dengan praktek.

Baskerville (1999), membagi action research berdasarkan karakteristik model (iteratif,


reflektif atau linear), struktur (kaku atau dinamis), tujuan (untuk pengembangan
organisasi, desain sistem atau ilmu pengetahuan ilmiah) dan bentuk keterlibatan peneliti
(kolaborasi, fasilitatif atau ahli.

Tujuan dan ciri-ciri Penelitan Tindakan.

Penelitian tindakan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan untuk situasi atau sasaran
khusus dari pada pengetahuan yang secara ilmiah tergeneralisasi. Pada umumnya
penelitian tindakan untuk mencapai tiga hal berikut : (Madya,2006)

 Peningkatan praktik.
 Peningkatan (pengembangan profesional) pemahaman praktik dan praktisinya.
 Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktik.

Hubungan antara peneliti dan hasil penelitian tindakan dapat dikatan hasil penelitian
tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya dan tentu saja oleh orang lain yang
menginginkannya dan penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan
masalahnua segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam
situasi terkait. Selain itu, tampak bahwa dalam penelitian tindakan peneliti melakukan
pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.

Penelitian tindakan (action research) dilaksanakan bersama-sama paling sedikit dua orang
yaitu antara peneliti dan partisipan atau klien yang berasal dari akademisi ataupun
masyarakat. Oleh karena itu, tujuan yang akan dicapai dari suatu penelitian tindakan
(action research) akan dicapai dan berakhir tidak hanya pada situasi organisatoris tertentu,
melainkan terus dikembangkan berupa aplikasi atau teori kemudian hasilnya akan di
publikasikan ke masyarakat dengan tujuan riset (Madya,2006).

Sementara itu, peneliti perlu untuk membuat kerjasama dengan anggota organisasi dalam
kegiatan ini, membuat persetujuan eksplisit dengan klien. Pelaporan secara rutin mengenai
jalannya kegiatan dapat mencerminkan ciri khusus dari kesepakatan ini. Baik peneliti
maupun klien dapat memiliki peran dan tanggungjawab ganda, meskipun ini dapat berubah
selama perjalanan kegiatan berlangsung, tetapi penting untuk menentukan aturan awal
pada bagian luar proyek agar dapat mencegah konflik kepentingan dan menghindari
ancaman terhadap hak prerogatif pribadi atau jabatan mereka. Adalah sangat penting
membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai sasaran dari penelitian, kemudian dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Berikut tahapan penelitian tindakan
(action research) yang dapat ditempuh Membuat rencana tindakan (action planning)

Peneliti dan partisipan bersama-sama memahami pokok masalah yang ada kemudian
dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah
yang ada, pada tahap ini pengembangan situs web memasuki tahapan desain situs web.
Dengan memperhatikan kebutuhan stakeholder terhadap situs web penelitian bersama
partisipan memulai membuat sketsa awal dan menentukan isi yang akan ditampilkan
nantinya.

3. Melakukan tindakan (action taking)

Peneliti dan partisipan bersama-sama mengimplementasikan rencana tindakan dengan


harapan dapat menyelesaikan masalah. Selanjutnya setelah model dibuat berdasarkan
sketsa dan menyesuaikan isi yang akan ditampilkan berdasarkan kebutuhan stakeholder
dilanjutkan dengan mengadakan ujicoba awal secara offline kemudian melanjutkan dengan
sewa ruang di internet dengan tujuan situs web dapat ditampilkan secara online.

4. Melakukan evaluasi (evaluating)

Setelah masa implementasi (action taking) dianggap cukup kemudian peneliti bersama
partisipan melaksanakan evaluasi hasil dari implementasi tadi, dalam tahap ini dilihat
bagaimana penerimaan pegguna terhadap situs web yang ditandai dengan berbagai
aktivitas-aktivitas.

5. Pembelajaran (learning)

Tahap ini merupakan bagian akhir siklus yang telah dilalui dengan melaksanakan review
tahap-pertahap yang telah berakhir kemudian penelitian ini dapat berakhir. Seluruh kriteria
dalam prinsip pembelajaran harus dipelajari, perubahan dalam situasi organisasi dievaluasi
oleh peneliti dan dikomunikasikan kepada klien, peneliti dan klien merefleksikan terhadap
hasil proyek, yang nampak akan dilaporkan secara lengkap dan hasilnya secara eksplisit
dipertimbangkan dalam hal implikasinya terhadap penerapan Canonical Action Reaserch
(CAR). Untuk hal tertentu, hasilnya dipertimbangkan dalam hal implikasinya untuk
tindakan berikutnya dalam situasi organisasi lebih-lebih kesulitan yang dapat dikaitkan
dengan pengimplementasian perubahan proses.

Hasilnya juga dipertimbangkan untuk tindakan ke depan yang dapat dilakukan dalam
kaitannya dengan domain penelitian, terutama akibat kegiatan yang terjadi diluar rencana
awal (atau kelambanan) dan cara di mana peneliti dapat kurang hati-hati melakukan
penyelesaian kegiatan dan dalam hal implikasi untuk komunitas penelitian secara umum
dengan mengidentifikasi keuntungan penelitian di masa datang. Di sini, nilai action
research akan terangkat (bahkan sebuah proyek yang gagal dapat tetap menghasilkan
pengetahuan yang bernilai), dan juga merupakan kekuatan status quo dalam lingkungan
(organisasi) sosial untuk mencegah perubahan dari proses yang telah berlalu.
Dari penjelasan di atas kita dapat melihat dengan jelas bahwa penelitian tindakan
berurusan langsung dengan praktik di lapangan dalam situasi alami. Penelitiannya adalah
pelaku praktik itu sendiri dan pengguna langsung hasil penelitiannya dengan lingkup ajang
penelitian sangat terbatas. Yang menonjol adalah penelitian tindakan ditujukan untuk
melakukan perubahan pada semua diri pesertanya dan perubahan situasi tempat penelitian
dilakukan guna mencapai perbaikan praktik secara inkremental dan berkelanjutan
(Madya,2006).

Beberapa kawan-kawan di Simkes angkatan I dan II melaksanakan penelitian dimaksud.


Bila anda berminat dengan penelitian tindakan saran saya :

 Siapkan Rencana Yang Matang, bila perlu siapkan rencana cadangan.


 Usahan Schedule ditepati.
 Memperbanyak dokumentasi selama pelaksanaan penelitian.
 Siapkan alat perekam yang baik.
 CAR menurut saya sebaiknya dipergunakan karena mempertegas akhir penelitian.

b. CASE STUDI

Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau
“Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford
Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1989; 173), diartikan sebagai 1).
“instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan
3). “circumstances or special conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan
artinya ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau
situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu.
Studi kasus (case study) berciri kualitatif namun sebagian lagi tidak.
Misalnya studi kasus penyakit pada kedokteran, rekam medis lebih bercorak kuantitatif
daripada kualitatif. Sebagai pendekatan, kunci penelitian studi kasus memungkinkan
untuk menyelidiki suatu peristiwa, situasi, atau kondisi sosial tertentu dan untuk
memberikan wawasan dalam proses yang menjelaskan bagaimana peristiwa atau
situasi tertentu terjadi (Hodgetts & Stolte, 2012). Lebih lanjut Hodgetts & Stolte
(2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu, kelompok, komunitas membantu
untuk menunjukkan hal- hal penting yang menjadi perhatian, proses sosial
masyarakat dalam peristiwa yang konkret, pengalaman pemangku kepentingan. Kasus
dapat mengilustrasikan bagaimana masalah dapat diatasi melalui penelitian.
Secara lebih teknis, meminjam Louis Smith, Stake menjelaskan kasus (case)
yang dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak berdiri
sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa
memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja untuk sistem
tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka sebuah kasus
hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika ada beberapa
kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus sebaiknya memilih satu
kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada lebih dari satu kasus yang sama-
sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi Studi Multi-Kasus, maka peneliti
harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk selanjutnya membandingkannya satu
dengan yang lain.
Menurut Endraswara (2012: 78), yang terakhir ini bisa disebut sebagai Studi
Kasus Kolektif (Collective Case Study). Walau kasus yang diteliti lebih dari satu
(multi- kasus), prosedurnya sama dengan studi kasus tunggal. Sebab, baik Studi
Mult i-Kasus maupun Multi-Situs merupakan pengembangan dari metode Studi
Kasus. Terkait dengan pertanyaan yang lazim diajukan dalam metode Studi Kasus,
karena hendak memahami fenomena secara mendalam, bahkan mengeksplorasi dan
mengelaborasinya, menurut Yin (1994: 21) tidak cukup jika pertanyaan Studi Kasus
hanya menanyakan “apa”, (what), tetapi juga “bagaimana” (how) dan “mengapa”
(why). Pertanyaan “apa” dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan deskriptif
(descriptive knowledge), “bagaimana” (how) untuk memperoleh pengetahuan
eksplanatif (explanative knowledge), dan “mengapa” (why) untuk memperoleh
pengetahuan eksploratif (explorative knowledge). Yin menekankan penggunaan
pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”, karena kedua pertanyaan tersebut
dipandang sangat tepat untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang
gejala yang dikaji. Selain itu, bentuk pertanyaan akan menentukan strategi yang
digunakan untuk memperoleh data.
Penting untuk dipahami bahwa mendefinisikan studi kasus, tidak ada
definisi tunggal termasuk dalam ilmu sosial terdapat definisi yang luas dan terbagi
dalam empat kategori (Hentz, 2017). Teaching case tidak perlu menggambarkan
individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat, karena tujuan utamanya untuk
meningkatkan pembelajaran. Teaching case dapat berupa ilustrasi dan meskipun
berasal dari pengamatan studi kasus tidak selalu sesuai dengan metodologi penelitian
tertentu.
Kriteria untuk mengembangkan kasus berasal dari single case, dan jauh berbeda
dari studi kasus untuk tujuan penelitian. Misalnya studi kasus gangguan psikologi
klinis yang didasarkan pada penelitian tertentu. Studi kasus ini dikembangkan
menggunakan kombinasi kriteria diagnostik dan observasi klinis. Case history
digunakan untuk peyimpanan catatan, tujuan utamanya bukan penelitian namun kasus-
kasus ini bisa jadi berguna sebagai data dalam penelitian. Case work digunakan untuk
menggambarkan manajemen perawatan kesehatan untuk pasien atau populasi. Case
research/case study research dimaksudkan dengan tujuan menyelidiki kegiatan atau
proses kompleks yang tidak mudah dipisahkan dari konteks sosial di mana hal itu
terjadi. Kategori ini mempertahankan penggunaan metodologi dalam penelitiannya
untuk menyajikan temuan yang akurat dan dapat diandalkan untuk mewakili data.

Anda mungkin juga menyukai