Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KEPERAWATAN ANAK 1

THALASSEMIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK C3

1. DINDA APRILIA (1810201165)


2. CAHYATRI MARUF PERTIWI (1810201166)
3. IBUNULHAJAR ISMAIL (1810201167)
4. GHINA FARIDA (1810201168)
5. ANISHA DWININGTYAS A.H (1810201169)
6. HANIFAH PUJI LESTARI (1810201170)
7. SITI NURLITA UMAGAPI (1810201171)
8. LIANA FARADITA AZIS (1810201172)
9. EVA RISTININGRUM (1810201173)
10. NUR FAHRIYALDA R. (1810201174)
11. FADLUN FIRAHMIATI AMRIN (1810201175)
12. AJENG PRATIWI NURJANAH (1810201176)
13. RIRIS ANGGRAINI (1810201177)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS ÁISYIYAH YOGYAKARTA
2019-2020

i
Kata Pengantar

AssalamualaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat


dan limpahan karunia-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi besar
Muhammad saw, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau yang istiqomah sampai akhir
dan selalu dalam lindungan Allah swt.

Makalah Thalassemia ini disusun sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah
Keperawatan Anak 1 yang diampu oleh ibu Armenia Diah Sari S.Kep.,Ns.,M.Kep. Makalah
ini berisi mengenai materi dan penjelasan tentang Thalassemia pada anak.

Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan
berkotribusi dalam penyusunan makalah ini. Kritik serta saran untuk perbaikan makalah ini
sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua.

Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Yogyakarta, Mei 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 3

1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 3

BAB II..................................................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 4

2.1 Definisi Thalassemia ............................................................................................................... 4

2.2 Insidensi .................................................................................................................................. 4

2.3 Etiologi.................................................................................................................................... 5

2.4 Patofisiologi ............................................................................................................................ 7

2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................................... 8

2.6 Klasifikasi Thalassemia ........................................................................................................ 10

2.7 Komplikasi ............................................................................................................................ 12

2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................................ 14

2.9 Penatalaksanaan .................................................................................................................... 16

BAB III ................................................................................................................................................. 19

ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................................................... 19

3.1 Pengkajian ............................................................................................................................. 19

3.2 Analisis Data ......................................................................................................................... 21

3.3 Nursing Care Plan ................................................................................................................ 24

BAB IV ................................................................................................................................................. 30

iii
PENUTUP ............................................................................................................................................ 30

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 31

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan
laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar
Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darahmerah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). ( Williams, 2005)

Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah perbatasan
Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara.
Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam
Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40%
dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.(Kliegam,2012).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak.
Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat
pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang
mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi
di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.(Kliegam,2012)

Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan
dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen
atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa
atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan
pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dariibu
dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah
pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)

dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari
pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis

1
2

paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara,
Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara
itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta
thalassemia. (Williams,2005)

Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi
darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut juga dengan
Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang
intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai
nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.

Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan pada
anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami gangguan
hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus
agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi thalasemia ?
2. Insidensithalasemia ?
3. Apa etiologi thalasemia ?
4. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
5. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
6. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
7. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
9. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
3

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang
menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan keperawatan thalasemia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Thalassemia


Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). (Ngastiyah, 1997 )

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara


resesif. (Mansjoer, 2000 )

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).

Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi
rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )

Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan


dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).

Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum


terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah
merah. (Kliegman,2012).

2.2 Insidensi
Thalassemia menjadi perhatian karena secara epidemiologi jumlah pasien thalassemia
terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari WHO, 7% dari total penduduk dunia
adalah pembawa sifat thalassemia. Selain itu, terdapat 300 – 400 ribu kelahiran baru
thalassemia per tahun. Berdasarkan data UKK Hematologi Ikatan Dokter Anak Indonesia,
pada tahun 2016 di Indonesia tercatat prevalensi penderita thalassemia mayor sebesar 9.121
orang.Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka kejadian thalassemia yang tinggi.
Kondisi itu dilihat bukan berdasarkan jumlah pasien namun seperti yang diungkapkan oleh

4
5

Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K), hal tersebut dilihat melalui frekuensi kelainan gen
yang ditemukan. Di Indonesia deteksi untuk thalassemia -α agak sulit dilakukan oleh karena
memerlukan pemeriksaan DNA dan pemeriksaan tersebut baru dapat dilakukan di beberapa
kota besar saja.
Berdasarkan data dari Lembaga Eijkman angka kejadian thalassemia -α di Indonesia
sekitar 2,6-11%, banyak ditemukan di Pulau Sulawesi, yaitu pada suku Bugis ataupun suku
Kajang. Sedangkan thalassemia -β, ditemukan rata-rata sekitar 3-10%, dengan pembawa sifat
terbanyak ditemukan di P. Sumatera, dan sekitar hampir 10% di daerah Palembang. Di di
Pulau Jawa angka pembawa sifat sebesar 5%. Sedangkan untuk kelainan hemoglobinopati,
pembawa sifat hemoglobin E ditemukan sebesar 1,5-33% dan terbanyak didapatkan di Pulau
Sumba.Penyakit thalassemia merupakan penyakit genetik atau bawaan yang diturunkan
berdasarkan hukum Mendel. Maka jika dua pembawa sifat/thalassemia minor menikah, maka
mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak sebagai pembawa sifat dan
25% anaknya sebagai thalassemia mayor. Peluang ini terjadi pada setiap konsepsi/kehamilan,
sehingga bisa saja dalam 1 keluarga semua anaknya merupakan pengidap thalassemia mayor
atau semua anaknya tampak sehat. Meskipun tidak ada gejala sama sekali, namun belum
tentu mereka sehat karena tetap mempunyai peluang sebagai thalassemia minor. Oleh karena
itu, jika kedua orang tua diketahui sebagai pembawa sifat thalassemia harus sesegera
mungkin memeriksakan diri mereka dan anak keturunannya agar dapat segera diidentifikasi
sedini mungkin.

2.3 Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak
diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/
Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit
yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang
disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen
globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1
belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
6

kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang


sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak
menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang
normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin
juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin
7

2.4 Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin
alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada.
Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah
sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang
dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai
beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat
dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi,
yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil
badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik,
dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 ).
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar
dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-
4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan
ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001).
8

2.5 Manifestasi Klinis


Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian
besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan,
setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan,
cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-
kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi
lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi
di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
9

bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
• Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
• Thalasemia intermedia
• Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
10

8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

2.6 Klasifikasi Thalassemia


1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom
16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti
gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemiahipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies,
danretikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena
tidakterbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan
dankemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan
banyakterbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
11

eritrositsehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat


tumbuhsampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan
MCV(meancorpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak
HbBarts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ
sehinggarantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis
dapatberupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
KadarHb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts,sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi
yangmengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional
namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat
dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
• Lemah
• Pucat
• Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
• Berat badan kurang
• Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
12

b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanyahanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan
untuk orangnormal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-
anaknya:ditandaioleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
• Gizi buruk
• Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
• Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena
trauma ringansaja

Gejala khas adalah:


• Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarakantara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
• Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadikelabu karena penimbunan besi

2.7 Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan
kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak
beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung,
dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
13

Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh


kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
• Nyeri persendian dan tulang
• Osteoporosis
• Kelainan bentuk tulang
• Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang
ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi
tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan
limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui
dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena
bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa
hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis
di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus,
sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi.
Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi,
dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian
hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
14

terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada
kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
• Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
• Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki
masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
15

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter


jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2
2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus
bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
16

2.9 Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam
tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk
mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk
yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6
malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan
cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
17

4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu


membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan
minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya
sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh
untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian
tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut
membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai
trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ
tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi
di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat
megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan
pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis
C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi
rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat
thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat,
50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot.
Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal
18

dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,
tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

5. Edukasi dan promosi kesehatan


Edukasi dan promosi sekehatan thalanssemia perlu mencakup terapi yang
adekuat sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut serta pemberian konseling
genetik pada pasien calon orang tua dan saudara.
➢ Edukasi pasien thalassemia : terutama thalassemia beta mayor dan penyakit HbH, perlu
diberikan edukasi yang lengkap mengenai penyakit mereka. Pasien perlu diedukasi
mengenai kebutuhan mereka untuk terus melakukan kontrol di rumah sakit serta
pemberian transfusi dan kelasi besi yang adekuat. Prognosis penyakit, terutama pada usia
lebih lanjut sangat tergantung pada terapi kelasi besi yang adekuat. Konseling Genetik
Seorang dengan thalassemia alfa dan beta minor atau trait perlu diedukasi mengenai sifat
herediter penyakit. Saudara dan anak pasien bisa juga mengalami thalassemia dan oleh
sebab itu kondisi mereka dapat diperiksa.
➢ Konseling genetik : untuk menentukan genotip thalassemia orang tua sangat penting bagi
pengidap thalassemia, terutama pada kasus di mana kedua orang tua memiliki suatu
hemoglobinopati. Orang tua yang keduanya memiliki thalassemia beta minor memiliki
seperempat kemungkinan untuk anaknya memiliki thalassemia beta.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga

19
20

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang


tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
7. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis)(Nurarif,2013).
21

3.2 Analisis Data


NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi
• Klien mengatakan jaringan perifer
badannya lemah Produksi rantai alfa dan
• Klien mengatakan beta Hb berkurang
mudah lelah jika
beraktivitas
• Klien mengatakan Kelainan pada eritrosit
dingin pada ekstremitas

Pengikatan O2 berkurang
DO :
• Anemia
• Sianosis Kompensator pada

• CRT > 3 detik rantai α

• Pucat
Rantai β produksi terus
• Hb 7
menerus
• Ekstremitas dingin
• Tanda-tanda vital
TD : 90/70
Hb defectif
Suhu : 350C
Nadi : 40 x/i
Ketidakseimbangan
RR : 12 x/i
polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis
22

Suplai O2 menurun

Ketidakseimbangan
suplai O2 dengan
Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan
suplai O2 kejaringan
perifer

Ketidakefektifan
Perfusi jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi
• Klien mengatakan tidak kurang dari kebutuhan
nafsu makan tubuh
• Klien mengatakan Kelelahan

badannya lemas

Inteloransi aktivitas
DO :
• Penurunan berat badan,
sebelum sakit : 25 Kg, Malas makan
saat sakit : 15 Kg
• Perut membuncit
• Membran mukosa Intake nutrisi menurun

pucat
• Tonus otot menurun

Ketidakseimbangan
23

nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan
• Klien mengatakan pertumbuhan dan
badannya lemas perkembangan
• Klien mengatakan tidak Hemolisis

bisa beraktivitas karena


nyeri
Anemia berat

DO :
• Anemia
Transfusi darah berulang
• Anak melakukan
transfusi darah
berulang Hemosiderosis
• Perkembangan tidak
sesuai umur
• Penumpukan zat besi Penumpukan Besi
• Lemah
• Tampak pucat
• Tidak bersemangat
Endoktrin

Tumbuh kembang
terganggu

Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan
24

3.3 Nursing Care Plan


No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS
1 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan asuhan • Monitor tanda-tanda vital Monitor tanda-tanda vital
jaringan perifer keperawatan selama 2 x 24 jam • Terapi oksigen 1. Monitor tekanan darah,nadi,suhu dan
berhubungan dengan diharapkan klien tidak merasa lemas • Peripheral sensation pernafasan
ketidakseimbangan dan ekstremitas normal serta bisa management 2. Catat adanya fluktasi tekanan darah
suplai oksigen dengan beraktivitas seperti biasa dan tand- • 3. Monitor adanya tanda-tanda hipotermi
kebutuhan tanda vital dalam batas normal 4. Monitor kualitas nadi
5. Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi
Kriteria Hasil : 6. Monitor irama dan frekuensi jantung
1. Mendemontrasikan status sirkulasi 7. Monitor bunyi jantung
yang ditandai dengan 8. Monitor frekuensi dan irama nafas
• Tekanan systole dan diastole 9. Monitor suara paru-paru
dalam rentang yang diharapkan 10. monitor adanya abnormalitas pola nafas
• Tidak ada ortostatik hipertensi 11. monitor suhu,warna dan kelembaban kulit
• Tidak ada tanda-tanda 12. identifikasi faktor penyebab perubahan
peningkatan intrakranial ( tidak tanda-tanda vital.
lebih dari 15 mmHg)
2. Mendemonstrasikan kemampuan Manajemen sensasi perifer
kognitif yang ditandai dengan 1. monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
25

• Berkomunikasi dengan jelas dan panas/dingin/tajam/tumpul


sesuai kemampuan 2. monitor adanya paretase
• Menunjukkan perhatian, 3. instruksikan keluarga untuk
konsentrasi dan orientasi mengobservasi kulit jika ada isi atau
• Memproses informasi laserasi

• Membuat keputusan dengan 4. diskusikan mengenai perubahan sensasi

benar
3. Menunjukkan fungsi sensori Terapi oksigen

motori cranial yang utuh : tingkat 1. Jaga kepatenan jalan nafas

kesadaran membaik , tidak ada 2. Sediakan peralatan oksigen,system

gerakan involunter humidifikasi


3. Pantau aliran oksigen
4. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan
oksigen pada pasien
5. Pantau jumlah oksigen secara teratur
sesuai indikasi
6. Pantau tanda-tanda keracunan oksigen atau
terjadi hipoventilasi yang dipengaruhi
oksigen
7. Pantau kecemasan pasien terhadap
pemasangan oksigen
26

8. Cek oksigen secara teratur untuk


meyakinkan bahwa konsentrasi oksigen
yang dianjurkan sudah megalir
9. Hentikan pemberian okisgen jika pasien
sudah tidak mengalami sesak nafas
2. Ketidakseimbangan se setelah dilakukan tindakan • Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 1 x 24 jam • Monitor nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh diharapkan nafsu makan klien 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
berhubungan dengan meningkat dan berat badan sesuai jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
anoreksia dengan tinggi badan. pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Kritria hasil Fe
1. Adanya peningkatan berat badan 4. Anjurkan untuk meningkatkan protein dan
2. Bebrat badan ideal sesuai tinggi vitamin C
badan 5. Berikan substansi gula
3. Mampu mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda-tanda 7. Berikan makanan yang terpilih
malnutrisi 8. Ajarkan bagaimana membuat catatan makanan
5. Menunjukkan peningkatan harian
fungsi pengecapan dari menelan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
27

6. Tidak terjadi penurunan berat 10. Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi
badan yang berarti 11. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Monitor nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor lingkungan dan selera makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan selama
tidak jam makan]
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar albumin, protein,hb,ht
8. Monitor tumbuh kembang
9. Monitor pucat,kemerahan dan kekringan
konjungtiva
28

3 Keterlambatan setelah dilakukan tindakan • Peningkatan perkembangan Peningkatan perkembangan anak dan remaja
pertumbuhan dan keperawatan selama 3 x 24 jam anak dan remaja 1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
perkembangan diharapkan anak dapat tumbuh • Terapi nutrisi anak
berhubungan dengan normal dan mampu berinteraksi 2. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan
efek ketidakberdayaan dengan lingkungan sekitarnya untuk memfasilitasi perkembangan anak yang
fisik optimal
3. Berikan perawatajn yang konsisten
Kriteria Hasil 4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi
takstil
1. Anak berfungsi optimal sesuai
5. Berikan instruksi berulang dan sederhana
tingkatnya
6. Berikan reinforcement positif atas hasil yang

2. Keluarga dan anak mampu dicapai anak

menggunakan koping karena 7. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan

adanya ketidakmampuan kelompok


8. Ciptakan lingkungan yang aman
3. Keluarga mapu mendapatkan
sumber-sumber sarapa komunitas Terapi nutrisi

4. Kematangan fisik 1. Menyelesaikan penilaian gizi, sesuai


memantau makanan / cairan tertelan dan
menghituing asupan kalori harian
2. Memantau kesesuaian perintah diet untuk
29

memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari


3. Kolaborasi dengan ahli gizi,jumlah jenis
nutrisiyang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi yang sesuai
4. Pilih suplemen gizi yang sesuai
30

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). (Ngastiyah, 1997 ). Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak
dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan
penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak
pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin
beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila
hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta.

Gejala thalassemia dapat asimtomatik, namun umumnya gejalanya berupa anemia,


jantung berdebar-debar, gizi kurang atau gizi buruk, pembesaran limpa, ikterus ringan
atau warna kulit mengkilap, dan muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk,
batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu
tanda khas penderita thalasemia. Thalassemia juga dapat menyebabkan komplikasi pada
jantung, limfa, hati, tulang, dan kelenjar hormon bila tidak segera ditangani dengan baik.
Untuk mengetahui ada tidaknya thalassemia diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu
screening test dan definitive test. Kemudian penatalaksanaan utamanya adalah pemberian
transfusi darah untuk mencapai kadar Hb paling tidak 9-10g/dl, pemberian tambahan
asam folat, melakukan splenektomi, transplantasi sumsum tulang, pemberian obat
roboratin dan desferioxamin, dan mengubah diet makanan seimbang.
31

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion
Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama
32

Anda mungkin juga menyukai