Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

( KEPERAWATAN ANAK )
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMAM
THYPOID
  

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
ELMA A. SAFIR
INDAH M. ZACHAWERUS
LUCKY J. SETIAWINATA
WAYAN SURIYANI
I GEDE SUDARMAWAN
I GEDE D. WEDANA

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK.III MANADO


T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan perlindungandan
kesehatan sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul ” Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Demam Typoid ”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini
masih banyak  menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan  referensi dan
keterbatasan penulis sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang
dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang
akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Amin.

                                                                                       Manado, 14 Maret 2017

                                                                                                    
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.      Latar Belakang.....................................................................................1
2.      Rumusan Masalah................................................................................1
3.      Tujuan ..................................................................................................2
4.      Manfaat penulisan ...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
I KONSEP MEDIK......................................................................................3
A.    Definisi ................................................................................................3
B.     Etiologi ................................................................................................3
C.     Patofisiologi ........................................................................................3
D.    Manifestasi klinik ................................................................................4
E.     Pemeriksaan diagnostik .......................................................................5
F.      Penatalaksanaan ..................................................................................5
G.    Komplikasi ..........................................................................................6
II ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................6
A.    Pengkajian ...........................................................................................6
B.     Diagnosa Keperawatan dan Intervesi ..................................................8
C.     Implementasi .......................................................................................12
D.    Evaluasi ...............................................................................................12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................13
A.    Kesimpulan ..........................................................................................13
B.     Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang


Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,
Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan
Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di
seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan
terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun
dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris
disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat dengan
standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara
endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah
berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak
menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman
sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui
kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan
pada minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya
menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang
tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar
dalam penyebaran penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi
didalam dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis,
karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan
menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
2.      Rumusan Masalah
Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid ?

3.      Tujuan
a.       Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam Thypiod serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan
b.      Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan  asuhan keperawatan pada penyakit Demam
Thypoid

4.      Manfaat Penulisan


a.       Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Demam Thypoid
b.      Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
Demam Thypoid
BAB II
PEMBAHASAN

I.       KONSEP MEDIK

A.    DEFINISI
Demam Tifoid (entric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thypii, parathypii
A, B, C pada saluran pencernaan. (Suratum, 2010)
Demam tifoid atau typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam interik adalah demam paratifoid yang di
sebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S.
Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih
berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo. 2011)
Penularan demam tifoid terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar
Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphosa yang terdapat didalam air, es,
debu maupun benda lainnya. Kuman tifoid dapat berasal dari karier demam tifoid
yang merupakan sumber penularan yang sukar diketahui karena mereka tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit. (Soedarto, 2009)

B.     ETIOLOGI
Bakteri Salmonella Typhi
Wujud dari bakteri tersebut adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O
(somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan
antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, etc.
C.    PATOFISIOLOGI
1.      Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil
Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelejar getah bening mesenterika.
2.      Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3.      Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
dan gangguan mental koagulasi).
4.      Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi
usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian,
terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
D.    MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu
perasaan tidak enak badan, nyeri kepala, lesu, pusing, dan tidak bersemangat,
yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis seperti demam, gangguan pada
saluran pencernaan seperti napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut
kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri pada perabaan dan terjadi
gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen.

E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1.      Tubex TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody S thypiii 09 LPS antigen Sthypii
dan salmonella sero group D bakteri
2.      Uji Widal : untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella Thypi
3.      Pemeriksaan darah tepi : untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya
leukopenia, etc
4.      Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya bakteri Salmonella Thypi dan leukosit
5.      Pemeriksaan feses : untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai akan
bahaya perdarahan usus dan perforasi
6.      Pemeriksaan sumsum tulang : untuk mendeteksi adanya makrofag
7.      Serologis : untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin)
8.      Radiologi : untuk mengetahui adanya komplikasi dari Demam Thypoid
9.      Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
F.     PENATALAKSANAAN

1.      Perawatan
a)      Bedrest kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus
b)      Mobilisasi sesuai dengan kondisi
c)      Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah decubitus
2.      Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein,
elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas
selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran
maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan

3.      Obat-obatan
Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang,
dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah Anaplastik anemia
Obat lain : - Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)
a)      Ampisilin
b)      Amoxicillin

G.    KOMPLIKASI
1.      Perdarahan usus
2.      Miokarditis
3.      Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang.
4.      Meningitis ensefalopati
5.      Bronkopneumonia
6.      Anemia
  II.          ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
2.      Riwayat Keperawatan
a.       Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada
perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa
lendir, anoreksia dan muntah.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi
dengan minuman.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

d.      Riwayat kesehatan keluarga.


Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid
dan menularkan kepada  janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
f.       Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari
kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
3.         Pola-pola Fungsi Keperawatan
a.       Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
b.      Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan
rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
c.       Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.      Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e.       Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.
f.       Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
4.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
b.      Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi
dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
c.       Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
d.      Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
e.       Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
f.       Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g.      Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h.      Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
i.        Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j.        Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.

B.     Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1.      Hipertermi  sehubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : tanda-tanda ppvital dalam batas normal, turgor kulit kembali
membaik.

Intervensi :
a.       Observasi suhu tubuh
b.      Berikan pakaian yang tipis
c.       Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya  menurun.
d.      Atur ruangan agar cukup ventilasi.
e.       Berikan kompres dingin.
f.       Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai
anak).
g.      Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya  menurun.
h.      Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi.

2.      Perubahan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan mual muntah.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi :
a.       Observasi intake output.
b.      Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein,
dan tidak menimbulkan gas.
c.       Jika kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk pauk
yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak
lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau matang yang
direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu
extra.
d.      Jika kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan kalori
sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk
makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.
e.       Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang  berikan
makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan. Makanan per sonde
biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi
masih perinfus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk
makanan beralih ke makanan biasa.
f.       Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi .

3.       Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan tirah baring.


Hasil yang diharapkan :
a.       Menyatakan pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan individu.
b.      Penghematan energy : Tingkat pengelolaan energy aktif.
Intervensi :
a.       Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
b.      Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya.
c.       Bantu pasien dalam melakukan aktivitas fisik , kognitif, social dan spiritual yang
spesifik.
d.      Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
e.       Lakukan tindakan dengan cepat dan sesuai toleransi.
f.       Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton tv, radio dan membaca.
g.      Ajarkan keluarga atau orang terdekat pasien tentang tehnik perawatan diri.
h.      Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien
dalam menyelesaikan aktivitas.
i.        Kolaborasi dengan ahli gizi berdasar program diet yang dicanangkan.
j.        Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
                 
4.      Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya sehubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya
informasi.
Kriteria hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan,
mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimanya dan
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup
tertentu.
Intervensi :
a.       Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
b.      Dorong penggunaan tehnik relaksasi dan manajemen stress lain, mis. Visualisasi,
bimbingan imajinasi, umpan balik biologi.
c.       Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut : pasien
tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak, pemberian
obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses dan urin harus
dibuang kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-banyaknya.
5.      Nyeri sehubungan dengan proses peradangan
Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
                          - tampak rileks dan mampu tidur dan istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a.       Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
b.      Ajarkan   tehnik   nafas    dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
c.       Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
d.      Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri

6.      Resti infeksi sekunder sehubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari
sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi :
a.       Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan
infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infuse.
b.      Awasi batas pengunjung sesuai indikasi.
c.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
d.      Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

C.    IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan

keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah
disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan

keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam

melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif,

teknik komunikasi terapi serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan

kepada klien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu

independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen

adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah

dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan

dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah

tindakan keperwatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu

kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan

dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan

keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.

D.    EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi

adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi

atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan

evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan

terhadap tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada

pada tujuan.
BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan
ditemukan hampir sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting
melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama :
Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat /
kesadaran.

B.        Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan
saran untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi
harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi, Rita Yuliani., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Sagung setia
2.      Muhammad Ardiansyah.2012.Medikal Bedah.Penerbit Diva Press:Jogjakarta
3.      Arif Muttaqin dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal.Penerbit
Salemba Medika:Jakarta
4.      Suddarth & Brunner.2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne
C. Smeltzer.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
5.      Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Gastrointestinal &
Hepatobilier.Penerbit Salemba Medika.Jakarta
6.      Doenges Marylin E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Penerbit Buku
Kedokteran        EGC:Jakarta.
7. Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press. Surabaya
Suriadi, Rita Yuliani., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Sagung setia
8.      Judith M. Wilkinson .2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
Nic dan Kriteria Hasil Noc. EGC : Jakarta.
9.      Sylvia & Lorraine. 2005. Patofisiologi . EGC. Jakarta
10.  Suratun.2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal.CV. Trans Info Media.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai