“FASE STABILISASI”
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
KELOMPOK 9
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan uraian diatas, penderita gizi buruk perlu diberikan makanan
formula yang tepat. Tempe merupakan produk makanan dengan bahan dasar
kacang-kacangan salah satunya adalah kedelai yang difermentasi oleh kapang
rhizopus. Kadar Fe dalam 100 g tepung tempe kering adalah 9 mg sedangkan
kandungan proteinnya adalah 20 g dengan mutu protein sebesar 2,45 hampir
mendekati mutu kasein yaitu sebesar 2,50. Proses fermentasi pada pembuatan
tempe juga telah dapat mengurangi kadar asam fi tat hingga 65% dan meningkatkan
kelarutan zat besi hingga 50% dibandingkan ketika masih dalam bentuk bahan
dasarnya berupa kacang kedelai, sehingga Fe dalam tempe menjadi lebih mudah
diserap tubuh. Tempe merupakan produk lokal yang lebih murah dan mudah
didapat serta tidak berisiko terhadap mereka yang mengalami intoleransi laktosa,
salah satunya adalah menggunakan formula tempe
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengembangan formula
2. Untuk mengetahui pengertian gizi buruk
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat gizi buruk
4. Untuk mengetahui pengaturan diet gizi buruk pada fase stabilisasi
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan diet gizi buruk pada fase stabilisasi
6. Untuk mengetahui bahan makanan yang digunakan pada fase stabilisasi
7. Untuk mengetahui uji-uji yang digunakan pada makanan formula pada fase
stabilisasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3 Dampak Gizi Buruk
Banyak dampak merugikan yang diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu
menurunnya mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, gangguan
perkembangan mental anak, serta merupakan salah satu penyebab dari angka
kematian yang tinggi. Anak yang menderita KEP apabila tidak segera ditangani
sangat berisiko tinggi, dan dapat berakhir dengan kematian anak. Kurang gizi juga
akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan
memperburuk kekurangan gizi.
Tujuan memberikan makanan (Formula 75) pada fase ini adalah agar kondisi
anak stabil dan tidak untuk menaikkan berat badan. Formula 75 mengandung energi
75 kkal untuk tiap 100 ml larutan. F75 interval 3 jam (bila dapat dihabiskan) diganti
F100.
4
2.5.2 Mencegah dan Mengatasi Hipotermia
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36°C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu
atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut
(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain
adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai
menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran
suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu
anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian
rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia
2.5.3 Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :
a. Ada riwayat diare sebelumnya.
b. Anak sangat kehausan.
c. Mata cekung.
d. Nadi lemah.
e. Tangan dan kaki teraba dingin.
f. Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :Jika anak masih menyusui,
teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika
anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan
rehidrasi oral khusus untuk gizi buruk disebut ReSoMal. Jika tidak ada
ReSoMal untuk anak dengan gizi buruk dapat menggunakan oralit yang
diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi
intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan
perbandingan 1:1.
2.5.4 Memperbaiki Gangguan Keseimbangan Elektrolit
5
Pada semua gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya :
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
b. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2
minggu.
2.5.5 Mencegah dan Mengobati Infeksi
Pada gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua gizi
buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas. Pemberian vaksinasi
Campak dilakukan jika anak belum pernah diimunisasi (tunda bila ada syok)
dan umur sudah mencapai 9 bulan. Ulangi pemberian vaksin setelah
keadaan gizi anak menjadi lebih baik.
2.5.6 Memperbaiki Defisiensi Zat Gizi Mikro
Zat gizi mikro adalah zat didalam makanan yang di butuhkan tubuh
dalam jumlah kecil atau sedikit. Yang termasuk zat gizi mikro yaitu vitamin
dan mineral. Semua pasien gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya
mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian zat besi pada masa
stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari
tambahan multivitamin lain.
2.5.7 Pemberian Makanan Awal
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena
konsidi anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan direncanakan
dengan baik sehingga energi dan protein tercukupi untuk memenuhi
metabolisme basal. Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah porsi kecil
tapi sering dengan formula rendah laktosa dan hipo/iso-osmolar. Jadwal
pemberian makanan pada stabilisasi dapat dilakukan selama 2-3 hari saja (1
6
hari untuk setiap tahapnya). Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan
berkurang dan berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema,
berat badannya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya
edema, baru kemudian berat badan mulai naik.
2.5.8 Stimulasi Perkembangan Emosional dan Sensorik
Pada gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan kasih saying, ciptakan lingkungan yang
menyenangkan, lakukan terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit/hari,
rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu
(memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya).
7
protein, lemak, dan karbohidrat komplek menjadi bentuk senyawa yang
lebih sederhana (Radiati dan Sumarto, 2016). Kandungan asam amino
dalam tempe lebih tinggi 24 kali lipat dibandingkan susu kedelai. Proses
fermentasi juga dapat meningkatkan asam folat dan membentuk vitamin
B12 dari bakteri yang tidak terdapat dalam produk nabati lainnya (Novianti
et al, 2019).
Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Tempe dalam 100 gram
8
2.7 Uji-uji yang Digunakan
2.7.1 Uji Organoleptik Melalui Uji Hedonik
Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang
menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Indra
yang digunakan dalam menilai sifat indrawi adalah indera penglihatan,
peraba, pembau dan pengecap. Sedangkan kuesioner merupakan sebuah alat
bantu berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang (responden) yang
akan diukur (Rahayu, 2001; Churchill, 2005; Ningrum. 2017,p 120). Pada
prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective
test). Uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan)
atau pengukuran tingkat kesukaan relatif. Pengujian Afektif yang menguji
kesukaan dan/atau penerimaan terhadap suatu produk dan membutuhkan
jumlah panelis tidak dilatih yang banyak yang sering dianggap untuk
mewakili kelompok konsumen tertentu. Penelitian ini menggunakan uji
afektif.
Teknik Uji Hedonik adalah teknik yang dirancang untuk mengukur
tingkat keinginan suatu produk. Skala kategori mulai dari yang sangat
berbeda, karena tidak menyukai atau tidak menyukai, sangat tidak suka,
dengan jumlah kategori yang beragam. Panelis menunjukkan tingkat
kecintaan mereka terhadap masing-masing sampel dengan memilih kategori
yang sesuai. Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak
digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produksi. Tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka,
agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain (Watts et. al,
1989, p.66; Ningrum, 2017,p.120).
2.7.2 Uji Fisik
Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang
nampak dari suatu produk. Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk
9
menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan konsistensi,
keempukan dan keliatan serta bobot jenis.
Kelebihan :
a. Memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk
b. Metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran
dan pengamatannya juga cepat diperoleh
c. Dapat membantu analisa usaha untuk meningkatkan produksi atau
pemasarannya
Kekurangan:
a. Keterbatasan akibat beberapa sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan.
b. Objektif alat/instrumen harus dapat dilakukan selalu terkalibrasi untuk
dengan menjamin keakuratan menggunakan alat-alat dan kecermatan
hasil alat yang sederhana.
c. Dapat terjadi pula salah komunikasi antara manajer dan panelis.
Uji fisik dapat dilakukan dengan menggunakan alat atau instrumen seperti:
a. Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet.
b. Planimeter
Planimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk menghitung luas
dengan cara mekanis. Planimeter ada dua macam, yaitu planimeter
manual dan planimeter digital.
c. Teksturometer
d. Penetrometer dan Hydrometer
Penetrometer sebuah alat pengukur kekerasan yang digunakan untuk
mendeteksi tingkat kematangan pada buah. Hydrometer untuk mengukur
berat jenis atau kepadatan relatif dari cairan yaitu rasio densitas cairan
kepadatan air.
e. Lactometer
10
Alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau densitas dari
fluida.
f. Alcoholmeter
Alat ukur kadar alkohol pada bahan kimia, cairan kimia, larutan, dan
lain-lain.
g. Sakarometer
Untuk menguji kadar gula dalam minuman
2.7.3 Uji Kimia dengan Metode Kjeldahl
Metode pengukuran uji kimia adalah uji di mana kualitas produk diukur
secara objektif berdasarkan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu
produk. Metode pengukuran uji kimia dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analisis proksimat yaitu kadar air dan kadar abu, dan analisis
kualitatif/kuantitatif yaitu protein, lemak, karbohidrat, asam lemak, kadar
gula reduksi maupun kadar asam amino.
Analisis protein dengan metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.
Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi penguraian menjadi unsur-unsurnya yaitu C, H, O, N, S dan P. Unsur
N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam
suatu bahan. Penambahan CuSO4 dan K2SO4 sebagai katalisator yang
bertujuan untuk mempertahankan titik didih asam sulfat sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih
3°C.Setelah dilakukan penambahan katalisator, sampel dimasukkan
kedalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan H 2SO4 pekat yang
bertujuan untuk memisahkan unsur nitrogen dan unsur lainnya dapat lepas
dari ikatan senyawanya. Kemudian dilakukan proses destruksi dengan
pemanasan api langsung, mula-mula dengan api kecil, dan setelah asap
hilang api dibesarkan, cara ini bertujuan agar hasil yang diperoleh saat
destruksi mendapatkan hasil yang efisien, karena apabila dari awal proses
destruksi menggunakan api yang besar maka asam sulfat akan cepat habis
sebelum proses destruksi selesai. Pemanasan pada saat destruksi harus
11
tinggi, supaya unsur nitrogen danunsur lainnya dapat lepas dari ikatan
senyawanya. Dalam setiap pengujian agar lebih cepat maka harus dilakukan
pula titrasi blanko yaitu dengan perlakuan yang sama seperti titrasi
penetapan kadar protein hanya hanya saja titrasi blanko tidak menggunakan
sampel dan hanya menggunakan aquadest. Titrasi blanko bertujuan untuk
koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang
digunakan.Setelah itu barulah dilanjutkan ketahap berikutnya.
Setelah tahap destruksi, diperoleh cairan berwarna hijau jernihkemudian
ditambah aquadest untuk mengencarkan hasil destruksi. Pada dasarnya
tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan
memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH 3) dengan menambahkan
NaOH 50% sampai alkalis kemudian dipanaskan. Fungsi penambahan
NaOH 50% adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak
dapat berlangsung dalam keadaan asam. Pada proses destilasi ini perlu
ditambahkan batu didih yang bertujuan untuk meratakan panas dan
menghindari pemercikan, cairan ataupun timbulnya gelembung gas yang
besar. Amonia (NH3) yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh
larutan asam penampungnya (HCl 0,1 N). Supaya amonia dapat ditangkap
seecara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi harus benar-benar
tercelup kedalam larutan, sehingga amonia (NH3) yang terbentuk tidak dapat
menguap, karena langsung kontak dan bereaksi dengan larutan asam
penampungnya. Proses destilasi akan berakhir bila amonia yang telah
terdestilasi tidak bereaksi basa terhadap fenolftalein. Pada tahap titrasi,
kelebihan HCl 0,1 N yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator fenolftalein 1%
sampai terjadi titik akhir yang ditandai dengan berubahnya warna larutan
menjadi merah muda konstan.
12
ayam atau hewan lain (kera ekor panjang) dan bahkan manusia. Parameter
yang ditetapkan dalam melakukan evaluasi nilai gizi suatu protein secara
biologis, antara lain PER (protein efficiency ratio), nilai cerna atau daya
cerna, nilai biologis, dan net protein utilization (NPU).
Protein Efficiency Ratio (PER) pada dasarnya digunakan untuk
menghitung efisiensi suatu protein makanan yang digunakan untuk sintesis
protein di dalam tubuh. PER didefinisikan sebagai perbandingan antara
pertambahan berat badan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Nilai
cerna atau daya cerna suatu protein adalah perbandingan antara jumlah
asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus dengan jumlah protein
yang dikonsumsi. Nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah asam-
asam amino yang dapat ditahan (retensi) oleh tubuh (untuk sintesis protein
tubuh) dengan jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus.
Sedangkan Net Protein Utilization (NPU) adalah perbandingan antara
jumlah asam-asam amino yang dapat ditahan oleh tubuh dengan jumlah
protein yang dikonsumsi.
Jumlah protein yang dikonsumsi dapat dihitung berdasarkan pada jumlah
makanan yang dikonsumsi dikalikan dengan kadar protein makanan
tersebut. Jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus
dihitung berdasarkan pengurangan antara jumlah protein yang dikonsumsi
dengan jumlah senyawa nitrogen yang terdapat dalam feses. Sedangkan
jumlah asam-asam amino yang dapat ditahan oleh tubuh dihitung
berdasarkan pengurangan antara jumlah asam-asam amino yang dapat
diserap oleh usus halus dengan jumlah senyawa nitrogen (urea) yang
terdapat dalam urine.
Nilai gizi protein akan menentukan jumlah yang harus dikonsumsi.
Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein, protein dengan nilai gizi
rendah harus dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan
protein yang bernilai gizi tinggi.
13
2.7.5 Uji Mikrobiologi (Metode Agar Tuang)
Metode cawan tuang merupakan metode perhitungan mikroba yang
pengenceran dan medianya disediakan lebih dahulu. Pengenceran yang
dipipet sebanyak 1 ml atau 0,1 ml (Winiati dan Nurwiti, 2012). Pada metode
cawan ini sampel terlebih dahulu dipipet ke dalam cawan petri kemudian
baru dimasukan media agar.
Cara Kerja
a. Metode Cawan Permukaan
1) Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam
fisiologis sampai pengenceran yang diperlukan.
2) Tuang Media PCA steril sebanyak 15-20 ml ke dalam cawan petri
dan biarkan membeku.
3) Pipet sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan ke PCA yang
telah beku.
4) Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan colony counter,
sedangkan jumlah bakteri asam laktat didalam contoh dihitung
dengan metode SPC.
b. Metode Cawan Tuang
1) Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam
fisiologis sampai pengenceran yang diperlukan.
2) Pipet sebanyak 1 ml sampel (dari pengenceran 10 -2, 10-3, 10-4 dan
seterusnya) yang telah diencerkan kedalam cawan petri steril,
kemudian tambahkan 15-20 ml media PCA cair steril. Supaya
sampel menyebar merata cawan petri digoyang mendatar.
3) Setelah agar membeku, inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu
37°C selama 2 hari.
4) Jumlah koloni pada cawan petri dihitung dengan colony counter,
sedangkan jumlah bakteri asam laktat didalam contoh dihitung
dengan metode SPC.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2 Kasus
Pasien berumur 24 bulan dengan berat berat badan 5 kg menjalani Fase Stabilisasi.
% KH = 100% - (L+P)%
= 100% - (20+5)%
= 75 %
75% 𝑥 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖
KH = 4
75% 𝑥 400 𝑘𝑘𝑎𝑙
= 4
= 75 gram (67,5-82,5 gram)
Cairan = 130 ml x BB (kg)
= 130 ml x 5 kg
15
= 650 ml
3.4 Bahan, Cara Pengolahan, Diagram Alir, Analisa Gizi. Analisis Biaya
Formula Lama Gizi Buruk Fase Stabilisasi
“Makanan Cair”
Bahan :
Alat :
• Panci 1 buah
• Pisau 1 buah
• Talenan 1 buah
• Mangkok sedang 1 buah
Cara Kerja :
Diagram Alir :
16
Analisa Gizi :
Protein
Bahan Makanan Berat Energi LEMAK HA
Hewani Nabati
Gula Pasir 60 gr 232,2 0 0 0 59,9
Susu Skim 30 gr 110,4 10,7 0 0,6 15,4
Minyak Kelapa 7 gr 60,3 0 0 7 0
Tepung Beras 20 gr 72,2 0 1,3 0,1 15,9
Total 475,1 10,7 1,3 7,8 91,3
Analisa Biaya :
Rp.34.000/500
Susu skim 30 gram Rp.2.040
gram
Bahan-bahan :
• Gula pasir : 65 gr
• Susu skim : 10 gr
• Minyak kelapa : 8 gr
• Tempe (Pengembangan) : 10 gr
17
• Air : 650 ml
Cara Pengolahan :
Diagram Alir
18
Analisa Gizi :
Protein
Bahan Makanan Berat Energi LEMAK HA
Hewani Nabati
Gula Pasir 65 gr 251,5 0 0 0 64,9
Susu Skim 10 gr 36,8 3,5 0 0,2 5,2
Minyak Kelapa 8 gr 70,6 0 0 8 0
Tempe 10 gr 19,9 0 1,9 0,8 1,7
Total 379,5 3,5 1,9 9 72,2
Analisa Biaya :
19
DAFTAR PUSTAKA
Arnelia.2011.KAJIAN PENANGANAN ANAK GIZI BURUK DAN PROSPEKNYA,
Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya PGM 2011, 34(1): 1-11
Dana, M. V.2020. Gambaran Pola Asuh Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Desa
Oefeteo Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang (Doctoral dissertation, Poltekes
Kemenkes Kupang). Diakses pada Selasa, 9 Februari 2021
Fadia, Murdoyo, Ety dan Dian. 2016 “Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus
dengan TB Paru”. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
20
Nazahah, Nurul. 2016. Makalah Makanan Formula.
https://id.scribd.com/doc/304176137/Makalah-Makanan-Formula diakses pada Selasa, 9
Februari 2021
Suryono, Chondro, Ningrum, Lestari dan Dewi, Triana Rosalina.2018.Uji Kesukaan dan
Organoleptik Terhadap 5 kemasan dan Produk Kepulauan Seribu Secara Deskriptif,
Jurnal Pariwisata, Vol. 5 No. 2
21
Tutihadiya dalam BAB II Tinjauan Pustaka.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/159/jtptunimus-gdl-tutihadiya-7921-3-babii.pdf
(diakses Rabu, 10 Februari 2021 pukul 16.30 WITA)
22