Anda di halaman 1dari 26

SISTEM TANGGAP DARURAT

TANGGAP DARURAT TSUNAMI

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Alliya Azmi Naranti Putri (R0218007)


2. Dayinta Siwi Apsari (R0218031)
3. Devina Rosalina Hutomo (R0218033)
4. Dwita Malwa Tihani (R0218039)
5. Icha Putri Nur Qolbi (R0218055)
6. Nafisa Indah Rahayu (R0218079)
7. Shinta Devi Ayuningrum (R0218107)
8. Umun Cholifah (R0218119)
9. Waranita Febianti Wijaya (R0218123)

D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret

Surakarta

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat ditolak oleh seluruh
makhluk hidup. Bencana dapat terjadi secara tiba-tiba dimana saja dan kapan saja.
Bencana alam menjadi kekhawatiran terbesar bagi manusia, karena bencana alam selain
dapat menyebabkan kerugian fisik dan mental, juga menyebabkan seseorang kehilangan
nyawa atau kematian. Selain itu, bencana alam juga dapat menghambat suatu
pembangunan nasional maupun internasional.

Salah satu bencana alam yang sangat berbahaya adalah tsunami. Tsunami
merupakan gelombang besar yang berasal dari laut menuju pantai. Bencana alam
tsunami ini biasanya terjadi akibat letusan gunung berapi di bawah laut, gempa bumi
yang pusatnya dibawah laut dan tabrakan antara lempeng samudera. Tingginya potensi
terjadinya tsunami di Indonesia disebabkan tatanan dan proses geologi dan pergerakan
lempeng Indonesia yang terletak di tiga lempeng, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan
Pasifik. Untuk itu, Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam
tsunami sehingga diperlukan kesiapsiagaan bagi seluruh komponen masyarakat untuk
menghadapi bencana alam tsunami.

Di Indonesia, tsunami yang paling baru terjadi adalah tsunami Selat Sunda yang
terjadi pada 22 Desember 2018 kemarin. Dimana tsunami ini terjadi pada malam hari
dan menelan korban sebanyak 437 korban tewas, 16 orang hilang, dan belasan ribu
orang mengalami luka-luka. Selain menyebabkan adanya korban, tsunami ini juga
mengakibatkan rusaknya bangunan dan fasilitas umum. Tsunami besar yang pernah
melanda Indonesia juga pernah terjadi pada 26 Desember 2004 lalu di Nangroe Aceh
Darussalam. Gempa bumi berkekuatan 9,2 SR mengguncang Samudera Hindia dan
memicu gelombang tsunami. Setidaknya 230.210 orang meninggal dunia akibat tsunami
ini.

Walaupun demikian, bencana tsunami sebenarnya dapat diperkirakan


kedatangannya beberapa saat sebelum terjadinya tsunami. Sebagai manusia tidak bisa
menghindarkan bencana alam yang terjadi, tetapi setidaknya dapat mengantisipasi
bencana ini dengan memanfaatkan teknologi yang ada atau dengan mitigasi. Contohnya
adalah yang dilakukan oleh Jepang dalam mitigasi bencana tsunami yang telah sangat
bagus penerapannya. Oleh karena itu, disusunlah makalah ini untuk meningkatkan
kesiapsiagaan menghadapi bencana alam tsunami dan juga untuk memberikan informasi
mengenai penanganan evakuasi dan tanggap darurat tsunami yang tepat untuk
dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mitigasi?
2. Apa saja contoh mitigasi yang dilakukan untuk mengadapi bencana tsunami?
3. Bagaimana prosedur evakuasi bencana alam tsunami?
4. Bagaimana sistem tanggap darurat bencana alam tsunami?

C. Tujuan
1. Mengetahui mitigasi bencana alam tsunami dan contoh penerapannya.
2. Mengetahui prosedur evakuasi bencana alam tsunami.
3. Mengetahui sistem tanggap darurat penanganan bencana alam tsunami.

D. Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan
wawasan para pembaca mengenai seperti apa terjadinya tsunami, mitigasi bencana
tsunami, prosedur evakuasi dan tanggap darurat terjadinya bencana alam tsunami
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan pembaca
untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam tsunami.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tsunami
Tsunami, kata ini berasal dari Jepang, tsu berarti pelabuhan, nami berarti
gelombang. Tsunami dipergunakan untuk gelombang pasang yang memasuki
pelabuhan. Pada laut lepas misal terjadi gelombang pasang sebesar 8 m tetapi
begitu memasuki daerah pelabuhan yang menyempit tinggi gelombang pasang
menjadi 30 m. Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di dasar laut dengan
pergerakan vertikal yang cukup besar. Tsunami juga bisa terjadi jika terjadi letusan
gunung api di laut atau terjadi longsoran di laut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebencanaan gempa bumi dan
tsunami adalah sebagai berikut :
 Gempa-gempa kecil tidak selalu berarti merupakan pendahuluan
dari sebuah gempa besar.
 Hypocenter gempa adalah lokasi dibawah permukaan bumi dimana
patahan mulai retak.
 Epicenter gempa adalah lokasi tepat diatas hypocenter dipermukaan
Bumi.
 Diperkirakan setiap tahun 500.000 gempa terdeteksi di dunia.
Sebanyak 100.000 diantaranya dapat dirasakan, dan 100
diantaranya menyebabkan kerusakan.
 Intensitas gempa diukur berdasarkan getaran yang dihasilkan gempa.
Angkanya bervariasi di tiap lokasi yang terkena efek gempa.
 Tidak ada gempa akibat cuaca.
 Kebanyakan gempa terjadi di kedalaman kurang dari 80 km di bawah
permukaan Bumi.
 Tahun 1760 Insinyur Inggris John Michell mencatat gempa
disebabkan oleh pergeseran massa batuan di bawah permukaan.
 Kebanyakan gelombang gempa memiliki frekuensi kurang dari 20
Hz. Jadi suara gemuruh yang didengar manusia adalah suara benda-
benda yang terguncang.
Bencana tsunami yang merupakan salah satu bencana ikutan akibat gempa
bumi akan terjadi apabila :

 Pusat gempa dibawah dasar laut.

 Kedalaman <60 Km (dangkal).

 Kekuatan e”6 skala Richter (ada juga yang mengatakan e”6.5 SR).

 Dasar laut mengalami penyesaran vertical (sesar naik atau sesar turun).

 Kolom air laut di atas episentrum tebal.

 Terjadi ledakan dahsyat gunungapi dibawah permukaan air laut


(contoh; Gunungapi Krakatau, 1883).

 Terjadi longsoran besar didasar laut.

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi dan tsunami sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

 Besarnya kekuatan gempa.

 Jarak episentrum dengan kawasan rawan bencana

 Kedalaman Hiposentrum.

 Letak Hiposentrum didarat atau dilaut.

 Kepadatan penduduk.

 Kualitas dan Kuantitas bangunan.

 Kesiapan masyarakat (seluruh komponen system) untuk


melaksanakan mitigasi bencana

B. Dampak Bencana Tsunami


Besarnya energi gelombang tsunami mampu mencapai 10% dari energi gempa
pemicunya. Sebagai contoh gempa dengan kekuatan mencapai 9.0 SR akan
menghasilkan energi yang setara dengan lebih dari 100.000 kali kekuatan bom atom
Hiroshima, Jepang. Terjadinya bencana tsunami dapat mengakibatkan korban
meninggal karena tenggelam, terseret arus, terkubur pasir, terhantam serpihan atau
puing, dan lain-lain. Atau secara fisik tsunami juga dapat menimbulkan kerusakan
pada rumah tinggal, bangunan pantai, prasarana lalu lintas (jalan kereta, jalan raya
dan pelabuhan), suplai air, listrik, dan alat komunikasi. Akhirnya tsunami akan
merusak sektor perikanan, pertanian, kehutanan, bahkan hingga pariwisata (Sugito,
2008).

C. Risiko Bencana Tsunami (Tsunami Risk)


Pengertian risiko bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam
kurun waktu tertentu dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan
masyarakat. Asian Development Bank (2008) mendefinisikan risko sebagai besaran
potensi bahaya yang menyebabkan kerugian atau kerusakan, besarnya kerugian dan
kerusakan digambarkan melalui tingkatan risiko yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Penilaian risiko mencakup eveluasi dari semua elemen yang relevan dengan
pemahaman tentang bahaya yang ada efeknya pada lingkungan tertentu. Sedangkan
menurut UNSDR (2007), risiko adalah peluang konsekuensi dari bahaya atau
kerugian yang diperkirakan (kematian, luka-luka, properti, mata pencaharian,
kegiatan ekonomi terganggu atau lingkar yang rusak) yang dihaslikan dari interaksi
antara bahaya alam atau ulah manusia dan kondisi kerentanan. Berdasarkan
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa risiko bencana merupakan potensi
dampak kerugian yang terima oleh suatu wilayah karena tingkat kerentanan dan
acaman wilayah tersebut dalam menanggapi ancaman bencana yang ada.

D. Rencana Keadaan Darurat


Rencana dalam menghadapi keadaan darurat ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan koordinasi dan petunjuk bagi rencana kegiatan perusahaan,
kesiagaan untuk bertindak dan mendeteksi kejanggalan pada kegiatan produksi atau
gejala alam, dimana diduga kemungkinan akan adanya kecelakaan baik
perseorangan, gangguan diwilayah kerja maupun kekacauan lingkungan. (Jusuf,
1999). Dalam rencana keadaan darurat menghadapi bencana, terutama bencana
gempa bumi dan tsunami dengan menggunakan parameter pengetahuan dan sikap
terhadap bencana, kebijakan kesiapsiagaan bencana, rencana tanggap darurat,
peringatan dini bencana dan mobilisasi sumber daya.

E. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat


Penanggulangan bencana ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya
bencana dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan
sarana proteksi bencana dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi
tanggap darurat untuk memberantas bencana tersebut.
Penanganan bencana (disaster management) merupakan proses yang dinamis,
terpadu dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan serangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan (preventive),
mitigasi, kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat, evakuasi, rehabilitasi dan
pembangunan kembali (reconstruction). Sedangkan mitigasi adalah merupakan
tindakan-tindakan untuk mengurangi atau meminimalkan potensi dampak negatif
dari suatu bencana. Penanganan bencana menjadi penting dan mendesak untuk
dilaksanakan secara efektif dan efisien akhir-akhir ini setelah bencana gempa dan
disusul dengan tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu.
Sedangkan kegiatan mitigasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan
penanganan bencana yang difokuskan untuk mengurangi potensi dampak yang
mungkin ditimbulkan oleh bencana yang diprediksikan akan terjadi di masa datang.
Artikel ini bermaksud untuk menguraikan kegiatan mitigasi yang bisa diadopsi dan
dilakukan untuk mengurangi potensi kerugian akibat tsunami di wilayah pesisir
Provinsi Lampung.
Penanggulangan keadaan darurat adalah upaya atau tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi keadaan yang akan menimbulkan kerugian, agar situasi atau
keadaan yang tidak dikehendaki tersebut dapat segera diatasi atau di normalisasi
dan kerugian ditekan seminimal mungkin (Jusuf, 1999).

F. Tanggap Darurat
Tanggap Darurat adalah Suatu sikap yang mengantisipasi kemungkinan
terjadinya hal yang tidak diinginkan yang akan menimbulkan kerugian baik fisik ,
material maupun mental spiritual. Sehingga perlu komitmen manajemen untuk
menyusun suatu prosedur tanggap darurat. Prosedur tanggap darurat merupakan tata
cara dalam mengantisipasi keadaan darurat. (Jusuf, 1999). Upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya bencana dapat dilakukan melalui pengertian dan
pemahaman yang baik tentang sebab–sebab terjadinya bencana, proses terjadinya
bencana dan akibat yang dapat ditimbulkan sebagai prinsip dasar dalam melakukan
penanggulangan bencana tersebut.
Tanggap Darurat Bencana (pertolongan/bantuan dan relief) Tanggap darurat
bencana biasanya mengacu pada pemberian bantuan atau intervensi selama atau
segera setelah bencana melanda suatu kawasan untuk memenuhi kebutuhan mereka
yang terkena dampak bencana. Hal ini umumnya bersifat mendesak dan jangka
pendek. Adanya tindakan tanggap darurat bencana ini adalah untuk menyelamatkan
nyawa, 34 meringankan penderitaan, serta menjaga martabat manusia (The Sphere
Project, 2004).

G. Prosedur Pemulihan Setelah Keadaan Darurat


Organisasi perlu membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat sebagai
bagian dari rencana keadaan darurat/ bencana untuk membantu penyembuhan
tenaga kerja dilokasi secepat mungkin setelah kejadian berakhir. Dengan prosedur
tersebut perusahaan dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan ke operasi normal dan membantu tenaga kerja yang cidera. Setelah
krisis ditanggulangi, rencana pemulihan keadaan darurat dilakukan jika kegiatan
operasional tidak berjalan. Jika tidak, kehilangan waktu dalam pemulihan akan
memakan produksi organisasi. (ISO 14001, 1996).
Pemulihan Pasca Bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi) Pemulihan bencana
terdiri dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang mengacu pada keputusan yang
diambil setelah bencana dengan tujuan untuk memulihkan atau meningkatkan
kondisi kehidupan prabencana dari masyarakat yang terkena, sementara mendorong
dan memfasilitasi penyesuaian yang diperlukan untuk mengurangi risiko bencana
(UNISDR, 2004).
BAB III

PEMBAHASAN

A. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi berarti mengambil tindakan
untuk mengurangi pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah
mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-
tindakan perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik seperti membangun
bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang procedural seperti teknik-teknik
yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan
lahan.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik
yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai
akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya
dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya
bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh
pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi
mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk assessmemnt).
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan
berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya
sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang
seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan
memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
 Tujuan mitigasi
 Meminimalisir risiko korban jiwa.
 Meminimalisir kerugian ekonomi.
 Meminimalisir kerusakan sumber daya alam.
 Pedoman bagi pemerintah untuk membuat rencana pembangunan di
masa depan.
 Meningkatkan public awareness atau kesadaran masyarakat dalam
menghadapi risiko & dampak bencana.
 Membuat masyarakat merasa aman dan nyaman.
 Jenis-jenis mitigasi
 Mitigasi struktural
Mitigasi ini adalah upaya untuk meminimalkan bencana yang
dilakukan dengan cara membangun berbagai prasarana fisik dan
menggunakan teknologi. Misalnya dengan membuat waduk untuk
mencegah banjir, membuat alat pendeteksi aktivitas gunung berapi,
membuat bangunan yang tahan gempa, atau menciptakan early
warning system untuk memprediksi gelombang tsunami.
 Mitigasi non struktural
Mitigasi ini adalah upaya untuk mengurangi dampak bencana
selain dari cara-cara di atas, seperti membuat kebijakan dan
peraturan. Contohnya, UU PB atau Undang-Undang
Penanggulangan Bencana sebagai upaya non struktural dalam bidang
kebijakan, pembuatan tata ruang kota, atau aktivitas lain yang
berguna bagi penguatan kapasitas warga.
 Prinsip-prinsip mitigasi
 Bencana yang terjadi adalah pelajaran saat terjadi bencana
berikutnya.
 Butuh kerja sama berbagai pihak.
 Dilaksanakan secara aktif.
 Harus lebih mendahulukan kelompok rentan supaya menghindari
lebih banyak korban jatuh.
 Harus selalu dipantau dan dievaluasi supaya hasilnya efektif.

B. Mitigasi Bencana Tsunami


Mitigasi bencana tsunami adalah sebuah sistem yang dirancang untuk
mendeteksi tsunami kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya
korban. Sistem ini umumnya terdiri dari dua bagian penting yaitu jaringan sensor
untuk mendeteksi tsunami serta infrastruktur jaringan komunikasi untuk
memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam
bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan secepat mungkin.
Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami yaitu sistem peringatan dini
tsunami internasional dan sistem peringatan dini tsunami regional. Gelombang
tsunami memiliki kecepatan antara 500 sampai 1.000 km/j (sekitar 0,14 sampai
0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka, sedangkan gempa bumi dapat
dideteksi dengan segera karena getaran gempa yang memiliki kecepatan sekitar 4
kilometer per detik (14.400 km/j). Getaran gempa yang lebih cepat dideteksi
daripada gelombang tsunami memungkinan dibuatnya peramalan tsunami sehingga
peringatan dini dapat segera diumumkan kepada wilayah yang diancam bahaya.
Akan tetapi sampai sebuah model yang dapat secara tepat menghitung
kemungkinan tsunami akibat gempa bumi ditemukan, peringatan dini yang
diberikan berdasarkan perhitungan gelombang gempa hanya dapat dipertimbangkan
sebagai sekedar peringatan biasa saja. Agar lebih tepat, gelombang tsunami harus
dipantau langsung di perairan terbuka sejauh mungkin dari garis pantai, dengan
menggunakan sensor dasar laut secara real time.
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun
meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah
laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus,
misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan vertikal pada kerak bumi,
dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini
mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.

C. Contoh Mitigasi Tsunami


Jepang terletak di area yang disebut dengan Cincin Api Pasifik yaitu wilayah
yang dilalui oleh lempengan api dibawah permukaan bumi. Cincin api tersebut
berbentuk seperti sepatu kuda, yang mengikuti lingkar Samudera Pasifik dan sering
kali menjadi penyebab gempa bumi dan erupsi vulkanis di wilayah atasnya.
Lempeng tektonis dari cincin api ini bergerak dan berinteraksi satu sama lain, entah
bertubrukan, memisah dan menumpuk. Hal-hal tersebut membuat lapisan tanah
yang berada diatasnya ikut bergerak dan pergerakan inilah yang disebut gempa.
Jepang berada di atas lempeng Pasifik dan lempeng Laut Filipina. Kedua
lempeng ini sangat aktif dibandingkan dengan lempeng-lempeng lainnya di
dunia.sebagian besar gempa yang terjadi di Jepang berada di pesisir pantai sehingga
sering diikuti oleh tsunami dengan ketinggian yang bervariasi.
Karena itu, Jepang selalu menjadi negara yang paling siap menghadapi gempa
bumi karena mereka belajar dari peristiwa gempa bumi yang terjadi terdahulu.
Berikut adalah beberapa cara Jepang dalam mitigasi tsunami :
1. Persyaratan Pembangunan Bangunan yang Tahan Gempa dan Tsunami
Untuk memastikan keselamatan warganya, pemerintah Jepang membuat
aturan dalam pembangunan bangunan dimana bangunan harus memiliki
jaminan tidak akan runtuh karena gempa selama 100 tahun ke depan dan
bangunan tidak akan rusak dalam 10 tahun pembangunan. Kedua
persyaratan ini tidak lain tidak bukan dibuat untuk memastikan bahwa
bangunan tidak mudah roboh akibat gempa dan juga tsunami karena
bangunan yang rubuh merupakan salah satu penyebab cedera dan kematian
akibat bencana alam.
2. Peringatan Gempa dan Tsunami di Ponsel
Setiap ponsel pintar atau smartphone yang terdaftar di Jepang dipasang
dengan sistem peringatan gempa dan tsunami. Sistem ini akan memberikan
peringatan ke pemilik ponsel sekitar 5-10 detik sebelum terjadinya bencana.
Dengan demikian, penduduk masih memiliki waktu untuk segera mencari
perlindungan dan menjauhi tempat dan/atau barang yang membahayakan.
3. Siaran Televisi
Setelah beberapa menit setelah gempa, seluruh stasiun televisi Jepang
langsung beralih pada siaran gempa sehingga penduduk dipastikan
mendapat informasi yang cukup dan tetap aman. Informasi dari siaran
tersebut mencakup cara mencari perlindungan, kabar mengenai potensi
tsunami sehingga penduduknya memiliki waktu untuk mengevakuasi ke
tempat yang lebih tinggi.
4. Survival Kit
Untuk menjamin penduduknya, pemerintah Jepang memberikan panduan
dan survival kit untuk warganya agar bertahan hidup dalam situasi pasca-
bencana alam terjadi. Survival kit ini berisi senter, obat-obatan, selimut,
masker, tali, radio, toilet portable dan sejumlah makanan yang cukup untuk
bertahan hidup selama tujuh hari.
5. Pelatihan bagi Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga di Jepang memainkan peran penting terhadap
penanganan bencana. Mereka dilatih untuk siap akan adanya bencana
misalnya dengan mematikan gas dan listrik, cara membuka pintu yang sulit
dibuka akibat gempa serta memeriksa survival kit secara berkala dan
mengganti barang-barang didalamnya yang sudah kadaluwarsa dan rusak.
6. Pelatihan Tanggap Bencana di Sekolah
Anak-anak sekolah di Jeoang dilatih untuk mencari tempat perlindungan
dan bagaimana bisa aman jika tsunami melanda wilayah mereka. Metode
yang paling umum diajarkan yaitu tetap tenang, mengikuti arahan guru lalu
kemudian evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
7. Terowongan Penguras Air
Jepang memiliki saluran penguras air di pinggiran kota Tokyo dimana
saluran air dapat mengumpulkan air banjir yang disebabkan oleh tsunami
dan/atau siklon kemudian mengalirinya kemudian mengalirkannya ke
sungai Edo.

D. Evakuasi Tsunami
 Perencanaan Evakuasi Tsunami
Langkah-langkah perencanaan :
1. Mempersiapkan perencanaan,berupa rencana kerja
2. Memahami risiko tsunami yang dihadapi masyarakat,berupa peta
dasar,pemetaan pikiran dan data
3. Merancang strategi dan peta evakuasi,berupa peta dan rencana
evakuasi.Merancang strategi meliputi waktu evakuasi,zona (-zona)
evakuasi dan area aman,cara evakuasi,rute evakuasi & bangunan
evakuasi,kapan melakukan evakuasi
4. Mengkaji,mengesahkan dan menyebarkan rencana evakuasi,berupa
rencana evakuasi yang disahkan, rencana penyebarluasan dan rencana
sosialisasi
5. Menguji,mengevaluasi,dan memperbaiki rencana evakuasi,berupa rencana
untuk menguji, mengevaluasi, dan memperbaiki rencana evakuasi
 Pedoman Evakuasi Diri Saat Tsunami
 Sebelum terjadi tsunami
1. Kenali tempat anda berada,apakah termasuk daerah rawan tsunami
2. Ketahui tempat dan jalur evakuasi terdekat dari tempt anda berada
3. Pahami 3 langkah tanggap tsunami :
a. Tanggap Gempa
- Bisa diawali gempa bumi yang kuat (sehingga anda sulit
berdiri,kepala pusing) atau gempabumi lemah namun
guncangannya dirasakan lama (lebih dari 1 menit) dapat memicu
tsunami dalam waktu singkat.
- Jauhi pantai dan tepi sungai,serta cari informasi apa yang terjadi
b. Tanggap Peringatan
- Dapatkan informasi Peringatan dari BMKG melalui TV Nasional,
radio daerah, atau pengumuman di sekitar anda.
- Jika terdengar bunyi sirine,kentongan,atau peralatan lain yang
sudah disepakati,segera evakuasi
c. Tanggap Evakuasi
- Setelah gempabumi atau menerima peringatan tsunami, segera
evakuasi ke lokasi yang aman.
- Ikuti jalur dan rambu evakuasi,jika ada
- Jika lokasi aman tidak diketahui, larilah sejauh mungkin dari
pantai, naiklah ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan
tinggi).
4. Selaraskan rencana kedaruratan keluarga kita dengan tetangga,
lingkungan RT,RW dan Kelurahan (sistem peringatan dini, jalur
evakuasi, titik kumpul, serta bantuan kedaruratan).
5. Ikutlah berpartisipasi dalam pelatihan dan simulasi evakuasi tsunami
 Saat terjadi tsunami
1. Tetap berada di tempat yang tinggi dan aman, seperti bangunan
evakuasi, bukit terdekat, atau pohon kelapa yang tinggi, jangan kembali
ke arah pantai sebelum keadaan dinyatakan aman oleh pihak
berwenang.
2. Jika gelombang pertama yang datang telah surut, jangan segera turun ke
tempat yang rendah, karena gelombang tsunami tidak datang sekali,
bisa jadi gelombang yang datang kemudian justru lebih tinggi dan
berbahaya.
3. Jika berada dalam kapal di tengah laut dan mendapat info Peringatan
Tsunami, segera arahkan kapal ke laut, jangan mendekat ke pantai.
4. Simak perkembangan informasi bencana yang akurat melalui radio/TV/
pengumuman di sekitar anda.
 Setelah terjadi tsunami
1. Pastikan anda telah memperoleh informasi bahwa ancaman tsunami
sudah berakhir dari BMKG melalui TV Nasional/radio daerah/
pengumuman di sekitar anda.
2. Tetap utamakan keselamatan anda :
- Jauhi area yang tergenang karena kemungkinan terdapat kubangan
atau adanya kontaminasi zat-zat berbahaya.
- Jauhi area rusak (banyak puing-puing) kemungkinan adanya
benda-benda tajam yang dapat melukai anda.
- Hindari air yang bergerak karena arusnya dapat membahayakan
Anda.
- Jauhi jaringan instalasi listrik dan pipa gas.
- Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang
tidak terlihat seperti pada fondasi.
3. Apabila anda terluka, dapatkan perawatan di pos kesehatan terdekat.
4. Perhatikan kesehatan anda dan keluarga dengan :
- Mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih jika terkena air
genangan tsunami.
- Tidak mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi air genangan
tsunami.
5. Simak perkembangan informasi bencana yang akurat melalui
radio/TV/ pengumuman di sekitar anda.
6. Simak perkembangan informasi bencana yang akurat melalui
radio/TV/ pengumuman di sekitar anda.
7. Apabila rumah anda dinyatakan masih layak huni oleh pihak
berwenang :
- Bersihkan rumah dari sampah sampah yang terbawa tsunami.
- Menjernihkan sumber air bersih
- Perbaiki jamban dan saluran pembuangan air limbah.
 Contoh Prosedur Evakuasi

Wilayah ancaman bencana gempa bumi yang berpotensi tsunami di Kabupaten


Gunung kidul terletak di pesisir selatan yang berbatasan dengan Samudera
Indonesia. Samudera Indonesia di selatan pulau jawa adalah merupakan pertemuan
lempeng Eurasia dan Indoaustralia yang merupakan sumber terjadinya gempa bumi
tektonik. Letak pertemuan lempeng di tengah laut menyebabkan pesisir selatan
rentan terkena tsunami wilayah pesisir dengan panjang pantai ± 72 km yang
meliputi 6 kecamatan (Purwosari, Panggang, Saptosari, Tanjungsari, Tepus dan
Girisubo) dan terdiri dari 19 desa yang berbatasan dengan laut. Pantai Nguluran,
Pantai Gesing, Pantai Butuh dan Pantai Ngedan merupakan kawasan pantai yang
memiliki aktivitas manusia cukup tinggi baik dari sektor pariwisata dan sektor
perikanan (BPBD, 2012).

Upaya yang dilakukan sebelum mengevakuasi tsunami yakni :

- Menggunakan tempat wisata sebaga jalur evakuasi


Gambar peta lokasi objek wisata pesisir selatan gunung kidul

Dengan mempertimbangkan kurang lebih 28% (150 dari 530)


kota/kabupaten di Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap tsunami termasuk
Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Gunungkidul
memiliki risiko tinggi terhadap tsunami, maka untuk meminimalkan risiko
korban jiwa saat terjadi tsunami diperlukan suatu kebijakan pengurangan risiko
bencana dengan strategi penyelamatan yang komprehensif (BNPB, 2009).
Selain dibutuhkan keberadaan Sistem Peringatan Dini Tsunami, diperlukan
upaya pengurangan risiko bencana tsunami yaitu dalam bentuk identifikasi jalur
dan tempat evakuasi tsunami di kawasan rawan tsunami; objek-objek wisata
pantai di Gunungkidul sebagai tempat evakuasi dan berlindung saat bencana
tsunami terjadi. Identifikasi jalur dan tempat evakuasi yang digunakan sebagai
tempat perlindungan dapat berupa lapangan, bukit; baik bukit alami maupun
bukit buatan yang diperuntukkan sebagai jalur dan tempat evakuasi, bangunan
yang ada, dan bangunan baru yang khusus dibuat untuk tujuan jalur dan tempat
evakuasi.

Evakuasi tsunami di Kabupaten Gunungkidul adalah menggunakan code


dan standar yang relevan yaitu FEMA P646. Pedoman FEMA P646 ini
menyediakan penjelasan diantaranya mengenai analisa waktu, kecepatan dan
jarak maksimum yang harus ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah dan
tempat evakuasi, serta populasi pengunjung sebagai parameter penting agar
keberadaan tempat evakuasi menjadi optimum dalam menampung penduduk
sekitar hingga yang berada pada jarak maksimum.

- Analisis mengenai area evakuasi

Proses analisis dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan area


aman. Area aman dapat berupa area yang berada di luar jangkauan
gelombang tsunami ataupun area yang berada di dalam area genangan
tsunami. Untuk evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan pengungsi ke
area yang berada di luar jangkauan tsunami, maka disebut evakuasi
horizontal. Sedangkan evakuasi yang dilakukan dengan mengarahkan
pengungsi ke area aman yang berada dalam area jangkauan tsunami
dinamakan evakuasi vertikal.

- Kegiatan pengumpulan data

a) Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh pada waktu
kajian, yaitu; observasi di lapangan dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena yang diteliti.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran,
pencatatan, dan penyelidikan ataupun dari kegiatan pihak lain termasuk
didalamnya laporan-laporan penyelidikan atau laporan kegiatan dari
suatu kelompok studi maupun dari suatu instansi yang terkait dengan
permasalahan tersebut.Data sekunder antara lain adalah:
a. jumlah pengunjung maksimal pada masing-masing obyek wisata yang
akan diteliti, yang didapatkan dari Dinas Pariwisata atau Badan Pusat
Statistik Kabupaten Gunungkidul
b. jenis dan lebar jalan yang berada di kawasan obyek wisata yang akan
diteliti, lebar jalan digunakan sebagai konstrain dalam menentukan
kecepatan berjalan penduduk sepanjang rute evakuasi. Lebar jalan ini
mempangaruhi sejauh mana jalan yang dapat dilalui para pengungsi
dalam waktu yang tersedia
c. kerentanan tsunami meliputi ketinggian (elevasi) permukaan tanah, jarak
dari garis pantai, kepadatan penduduk dan permukiman;
d. peta Topografi, peta ini digunakan untuk menentukan batas administrasi
wilayah kajian serta referensi dalam melakukan koreksi geometrik pada
citra satelit;
e. peta Jaringan Jalan pada masing-masing obyek wisata, Peta ini
menunjukkan jalan yang dapat dijadikan sebagai rute evakuasi;
c) Metode Dokumentasi
Analisa dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dan dokumen yang ada di obyek-obyek wisata pantai
di Gunungkidul. Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal yang
berupa catatan, buku, foto.

Prosedur Evakuasi yang dilakukan :

- Penentuan Lokasi Titik Aman/evakuasi dengan Altimeter


Altimeter adalah sebuah alat untuk mengukur ketinggian suatu titik
dari permukaan laut. Dalam kajian ini untuk menentukan ketinggian titik
kumpul evakuasi sebagai titik aman pertama kali akibat tsunami dengan
menggunakan aplikasi altimeter. Pengambilan titik kumpul ditentukan
ketinggiannya
- Data dan Analisis Proyeksi Jumlah Pengunjung Tahun 2027
Seiring banyaknya wisatawan yang berkunjung pada objek wisata pantai
di Kabupaten Gunungkidul, hal tersebut menjadi potensi korban tsunami
sangat besar. Tempat evakuasi tsunami saat ini yang disediakan oleh pemda,
jika kita hitung perbandingan dengan jumlah pengunjung objek wisata pantai
pada tahun 2017, kapasitas/kebutuhan akan ruang evakuasi masih belum
mencukupi. Diketahui bahwa angka pertumbuhan jumlah pengunjung objek
wisata pantai mencapai 30% (BPS, 2016). Angka pertumbuhan tersebut
dijadikan acuan umtuk menghitung proyeksi jumlah pengunjung 10 tahun
yang akan datang, dengan asumsi angka pertumbuhan tersebut sama setiap
tahunnya. Dengan menggunakan rumus diatas, maka dapat dihitung proyeksi
jumlah pengunjung objek wisata pantai 10 tahun yang akan datang dari
Tahun 2017

- Penentuan Jalur, Jarak dan luasan titik kumpul evakuasi tsunami


Dalam menentukan jalur evakuasi, jarak dan luasan titik kumpul dengan
menggunakan aplikasi google earth, sehingga akan didapat langsung jalur,
jarak dan luasan titik kumpul evakuasi tsunami.
- Penentuan waktu kedatangan/waktu tiba tsunami
Kemampuan rata-rata orang sehat dapat berjalan dengan kecepatan 6,44
km per jam dan kecepatan orang berjalan dengan keterbatasan fisik 3,22 km
per jam, maka bisa ditentukan waktu kedatangan/waktu tiba tsunami (FEMA
P646, 2008).

- Penentuan kebutuhan ruang titik kumpul evakuasi/aman pertama tsunami


Tabel 7. Kebutuhan ruang titik kumpul/aman pertama

Kebutuhan Jumlah
ruang pengunjung

Nama Luas

(orang) maksimal

Pantai (m2)
(1 m2 = 2 (per hari)
orang) (pengunjung)

Kebutuhan ruang untuk evakuasi tsunami adalah 0,5 m² per orang,


dengan kata lain setiap 1 m² dapat menampung 2 orang. Pengungsi diasumsikan
duduk tanpa kursi (bersila atau kaki menekuk ke depan) selama beberapa jam
menunggu waktu kritis gelombang tsunami mereda. Posisi duduk tanpa kursi
dan duduk bersila posisi duduk santai dengan kaki ditekuk ke depan
membutuhkan ruang seluas 0,47 m² s.d 0,55 m² per orang (FEMA P646, 2008).

E. Tanggap Darurat
Tanggap darurat dilakukan sebelum bencana terjadi yang dapat menimbulkan
kerugian baik fisik, mental, maupun harta benda. Tanggap darurat yang dilakukan,
yaitu :
- Mempersiapkan Tenaga Medis
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi tenaga medis yang
bergabung dalam sebuah tim penanggulangan, seperti : tim reaksi cepat, tim
penilaian cepat (TIM RHA), dan tim bantuan kesehatan. Sebagai koordinator
tim adalah Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat
Kepmenkes nomor 066 tahun 2006). Tim reaksi cepat bertugas sebagai tim
yang bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian
bencana, terdiri dari pelayanan medik, surveilans epidemiologi/sanitarian
dan petugas komunikasi. Tim RHA biasanya diberangkatkan bersama
dengan tim reaksi cepat atau menyusul dala kurang dari 24 jam. Tim bantuan
kesehatan diberangkatkan setekah tim reaksi cepat dan tim RHA kembali
dengan laporan hasil kegiatan mereka di lapangan, kebutuhan tenaga medis
disesuaikan dengan jenis bencana dan kasus yang ada.
- Pertolongan Pertama (PP)
PP dilakukan oleh para sukarelawan, pertugas pemadam kebakaran,
polisi, tenaga dari unit khusus, tim medis gawat darurat dan tenaga perawat
gawat darurat terlatih. PP dialokasikan dapat diberikan dilokasi seperti
berikut :
 Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
 Tempat penampungan sementara.
 Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan.
 Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa
kontrol jalan napas, fungsi penapasan dan jantung, pengawasan posisi
korban, kontrol pendarahan, imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha
untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat bahwa,
bila korban masih berada di lokasi yang paling penting adalah memindahkan
korban sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis
lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama utama, seperti
mempertahankanjalan napas, dan kontrol pendarahan. Resusitasi
kardiopulmoner tidak boleh dilakukan dilokasi kecelakaan pada bencana
massal karena membutuhkan waktu dan tenaga.
- Memasang Sistem Peringatan Bencana
Sistem peringatan bencana bisa dilakukan dengan berbagai macam bisa
dengan cara tradisional maupun modern. Apalagi dengan tradisional
biasanya menggunakan kentongan, sedangan modern biasa menggunakan
alarm/sirine, speaker, dan mobil keliling dari pemerintah.
- Pos Medis Lanjutan
Pos medis lanjutan didirikan untuk menurunkan jumlah kematian dengan
memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat
mungkin. Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya cukup dekat untuk
ditempuh dengan berjalan dari lokasi bencana (50-100 m) dan daerah
tersebut harus memenuhi kriteria, yaitu :
 Termasuk daerah yang aman.
 Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat evakuasi
dilakukan.
 Berada di dekat dengan pos komando.
 Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Tetapi, misalnya terdapat paparan bahaya, pos medis lanjutan dapat
didirikan di tempat yang lebih jauh. Sekalipun demikian tetap garus
diusahakan untuk didirikan sedekat mungkin dengan daerah bencana.
Luas pos medis lanjutan sebaiknya bisa menampung sebanyak 25 orang
korban bersama para petugas yang bekerja disana. Luas pos medis lanjutan
yang dianjurkan :
 Untuk daerah perawatan 2,6 m2 untuk setiap korban.
 Dengan mempertimbangkan banyaknya orang yang
berlalu lalang, luas tempat triase adalah minimum 9m2.
 Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis
lanjutan dasar adalah 65 m2.
 Luas minimum tempat perawatan untuk pos medis
lanjutan standar adalah 130m2.
 Tempat evakuasi 26m2.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Mitigasi berarti mengambil tindakan untuk mengurangi pengaruh dari suatu


bahaya sebelum bahaya itu terjadi.Menurut Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,mitigasi bencana merupakan
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.Ada
dua jenis mitigasi yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.Sedangkan
mitigasi bencana tsunami adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi
tsunami kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya korban.Adapun
contoh penerapan mitigasi tsunami di Jepang,yaitu dengan cara persyaratan
pembangunan bangunan yang tahan gempa dan tsunami, peringatan gempa dan tsunami
di ponsel, siaran televisi, survival kit , pelatihan penanganan bencana bagi ibu rumah
tangga,pelatihan tanggap bencana di sekolah ,dan pembuatan terowongan penguras air.

Pedoman evakuasi diri saat terjadi tsunami meliputi tindakan sebelum terjadi
tsunami,tindakan saat terjadi tsunami,dan tindakan setelah terjadinya tsunami.Serta
prosedur evakuasi tsunami harus disusun secara khusus untuk kondisi daerah tertentu
yang rawan terhadap bencana alam tsunami.

Sedangkan tanggap darurat merupakan tindakan yang dilakukan sebelum


bencana terjadi yang dapat menimbulkan kerugian baik fisik, mental, maupun harta
benda yang meliputi persiapan tenaga medis,pertolongan pertama,pemasangan sistem
peringatan bencana dan pos medis lanjutan.

B.Saran

Tanggap darurat tsunami sebaiknya dipersiapkan dengan matang agar ketika


terjadi bencana alam tsunami risiko yang ada dapat diminimalisir.Bagi penduduk atau
warga yang berada di kawasan rawan tsunami,diberikan informasi mengenai
tsunami,pelatihan dan simulasi evakuasi tsunami.
DAFTAR PUSTAKA

Aji,Limpat Wibowo,2019. Penentuan Tempat evakuasi Tsunami, Yogyakarta,inersia


Vol XV

BAKORNAS, 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di


Indonesia. Edisi Kedua. Direktorat Mitigasi, Lakhar Bakornas PB. Jakarta.

BPBD Kabupaten Karanganyar. (6 April 2018). Pengertian Mitigasi Bencana. Diakses


pada 3 April 2020 dari http://bpbd.karanganyarkab.go.id/?p=603
Coburn,A.W. Spence,R.J.S, Pomonis,A.1994.Modul Pogram Pelatihan Manajemen
Bencana berjudul Mitigasi Bencana edisi kedua Cambridge Architectural
Research Limited.Cambride United Kingdom

DISBUDPAR, 2016. Potensi Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten


Gunungkidul, Gunugkidul.

FEMA P646, 2008. Guidelines for Design of Structures for Vertical Evacuation from
Tsunamis. California, Amerika

Internasional.kompas.com. (2 Oktober 2018). Rawan Bencana, Ini 8 Cara Jepang


Mitigasi Gempa dan Tsunami. Diakses pada 4 Maret 2020, dari
https://internasional.kompas.com/read/2018/10/02/14212651/rawan-bencana-ini-
8-cara-jepang-mitigasi-gempa-dan-tsunami
Japan and Earthquake/Tsunami Mitigation. (2017, Oct 21). Retrieved from
https://paperap.com?paper-on-japan-and-earthquaketsunami-mitigation/
Jokowinarno Dwi. 2011. MITIGASI BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR
LAMPUNG. Bandar Lampung. Jurnal Rekayasa Vol. 15 No. 1
Machmud, R. (2008). Peran Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana
Alam. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 3(1), 28-34.
NUGROHO RACHMAN ADHI. 2016. KONSEP MANAJEMEN RISIKO BENCANA
TSUNAMI BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS: RW. 08
KELURAHAN PLOSO, KABUPATEN PACITAN). JURUSAN
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
Nur, A. M. (2010). Gempa Bumi, Tsunami Dan Mitigasinya. Jurnal Geografi: Media
Informasi Pengembangan dan Profesi Kegeografian, 7(1).
Paramesti, C. A. (2011). Kesiapsiagaan masyarakat kawasan Teluk Pelabuhan Ratu
terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Journal of Regional and City
Planning, 22(2), 113-128.
Pemkab Blitar. (10 Oktober 2014). Mitigasi Bencana. Diakses pada 3 April 2020 dari
https://www.blitarkab.go.id/prosedur-darurat/mitigasi-bencana/
Rampangilei,Willem.2018.Panduan Kesiapsiagaan Bencana Untuk Keluarga.BNPB
TIRTANA, Faris Augus; SATRIA, Budi. KESIAPSIAGAAN TARUNA DALAM
MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI DI BALAI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN. Idea Nursing Journal, 2018, 9.1.
Werdiningsih, D. W. W. (2012). Gambaran Pelaksanaan Sistem Tanggap Darurat
Sebagai Upaya Kesiapan Karyawan Dalam Menghadapi Keadaan Darurat Di PT
Bina Pertiwi.

Anda mungkin juga menyukai