Absen :9
DINAS PENDIDIKAN
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia. Terdiri lebih
dari 270 juta jiwa hidup di Indonesia. Dengan sumber daya alamnya pun yang melimpah.
Disamping itu, Indonesia terdiri atas 1.340 suku bangsa yang berbeda. Jumlah tersebut
bessar kemungkinan bisa bertambah mengingat wilayah indonesia yang luas dan ada
Diantara setiap kebudayaan di Indonesia, yang dianggap unik adalah rumah adat masing-
masing suku bangsa. Rumah merupakan sesuatu yang penting karena mencerminkan
papan disamping dua macam kebutuhan lainnya yaitu sandang dan pangan. Karena rumah
berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Selain itu rumah tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan utamanya saja. Tetapi dipergunakan untuk mewadahi
semua kegiatan dan kebutuhan yang ada di dalam rumah tersebut. Namun tidak semua
rumah adat di Indonesia kita mengenalnya. Mungkin untuk rumah adat di Jawa, kita masih
sering melihatnya. Namun apakah kita mengetahui secara rinci tentang rumah adat jawa,
khususnya Jawa Tengah. Oleh karena tu saya mengajak agar kita bisa mengenal rumah adat
PEMBAHASAN
Rumah Jawa merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan
nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.
Bentuk rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Secara
Dibanding 4 bentuk lainnya, rumah bentuk joglo merupakan rumah joglo yang dikenal
masyarakat pada umumnya. Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu.
Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal
daripada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah
joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk
rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati
oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga
untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor. Banyak kepercayaan yang
menyebabkan masyarakat tidak mudah untuk membuat rumah bentuk joglo. Rumah bentuk joglo
selain membutuhkan bahan yang lebih banyak, juga membutuhkan pembiayaan yang besar, terlebih
Kehidupan ekonomi seseorang yang mengalami pasang surut pun turut berpengaruh,
terutama setelah terjadi penggeseran keturunan dari orang tua kepada anaknya. Jika keturunan
seseorang yang memiliki rumah bentuk joglo mengalami penurunan tingkat ekonomi dan harus
memperbaiki serta harus mempertahankan bentuknya, berarti harus menyediakan biaya
secukupnya. Ini akan menjadi masalah bagi orang tersebut. Hal ini disebabkan adanya suatu
kepercayaan, bahwa pengubahan bentuk joglo pada bentuk yang lain merupakan pantangan sebab
akan menyebabkan pengaruh yang tidak baik atas kehidupan selanjutnya, misalnya menjadi melarat,
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini
mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun
yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar.
Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan
menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya.
Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang
macam dengan namanya masing-masing. Adapaun, jenis-jenis joglo yang ada, antara lain : joglo
jompongan, joglo kepuhan lawakan, joglo ceblokan, joglo kepuhan limolasan, joglo sinom apitan,
joglo pengrawit, joglo kepuhan apitan, joglo semar tinandu, joglo lambangsari, joglo wantah apitan,
Joglo Semar Tinandu (semar diusung/semar dipikul) diilhami dari bentuk tandu. Joglo ini
biasanya digunakan untuk regol atau gerbang kerajaan, dengan ciri- ciri :
2. Pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya.
Diatas bebatur dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan, umpak ini nantinya akan
pananggap yang berfungsi sebagai penyangga yang berada diluar saka guru. Bagian bawah
tiap saka diberi purus lanang untuk disambung ke purus wedokan dan diperkuat dengan
umpak
6. Atapnya memiliki 4 jenis empyak yaitu; empyak brunjung, empyak cocor pada bagian atas
8. Menggunakan usuk rigereh, usuk yang pada bagian atas bersandar pada dudur sedangkan
bagian bawah bertumpu pada balok pengeret dan dipasang tegak lurus.
Karena tiang utama/saka guru pada joglo ini tergantikan oleh tembok sambungan, maka ruang di
bawah atap yang lebih tinggi mempunyai besaran ruang sebatas di besaran uleng saja. Udara yang
ada masih terpengaruh udara luar, namun terasa lebih sejuk karena ada kemiringan atap yang
memberikan perbedaan udara antara ruang luar dengan ruang di dalam joglo.
Pada joglo semar tinandu ini udara bergerak secara lurus melalui celah diantara dua tembok
sambungan. Pergerakan udara terjadi secara leluasa, langsung pada bagian tengah joglo ini, karena
tidak terhalang oleh tembok, namun pada bagian samping kanan dan kiri, udara tidak bisa mengalir
ke sisi sebelahnya, karena terhalang oleh tembok sambungan yang sampai ke puncak joglo. Udaara
kembali bergerak ke bawah melewati celah menuju ruang di sebelah tembok sambungan, dan
Joglo Lambang Sari
Joglo Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap menerus. Bentuk ini
paling banyak dipakai pada bangunan tradisional jawa. Bentuk joglo yang menggunakan
2. Memakai pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah
disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan.
3. Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap brunjung yang membentuk ruang pamidangan
yang merupakan ruang pusat dan 12 saka pananggap yang menyangga atap
purus
4. Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar dan pengeret
5. Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap, balok ke dua
disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut tumpangsari, dan balok terakhir
merupakan tutup kepuh yang berfungsi sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap.
6. Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
7. Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan.
8. Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan : brunjung dan cocor
9. Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur.
10. Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo
penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah,
jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap
ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju
ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada
rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia
masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke tengah, udara
yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah
semakin besar. Seperti teori yang ada pada fisika bangunan, Efek volume sebenarnya memanfaatkan
prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali mengalami perubahan, dari udara
sejuk menuju udara yang terasa diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo,
memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya.Sistem penghawaan pada joglo
lambangsari ini, seperti pada sistem penghawaan joglo pada umumnya, angin/udara bergerak
sejajar, di seluruh ruang terbuka, pada bagian ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka
guru, udara bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini terjadi karena joglo
lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena memang di desain untuk atap menerus.
BAB III
SIMPULAN