Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“PRAKSIS DEMOKRASI INDONESIA BERDASARKAN NILAI


PANCASILA DAN UUD NRI 1945”

DISUSUN OLEH:

EUNIKE CHRISTAFILIA M021201013


ADELIA BEATRICH S M021201015
SILVIYAH MAYTASYA M021201017
MUHAMMAD FADLY NURALIM M021201021
SURYA MUH. FURQAN RAYU M021201023

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Praksis Demokrasi Indonesia Berlandaskan Nilai Pancasila dan UUD NRI 1945”
ini. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaat nya di hari kiamat nanti.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak dosen pada Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Praksis Demokrasi
Indonesia Berlandaskan Nilai Pancasila dan UUD NRI 1945” bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimah kasih kepada bapak selaku dosen bidang studi
Pendidikan Kewarganegaaraan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Penulis menyadari bahwa sekeras apapun usaha yang dilakukan, ketidak
sempurnaan pasti mengiringinya, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT
semata. Begitupun dalam penulisan makalah ini yang masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sehingga dalam penulisn berikutnya dapat lebih baik dari makalah ini.
Akhir kata, semoga segala usaha kita dapat bernilai ibadah dan mendapat ridho di
sisi-Nya, Aamiin.

Makassar, 18 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
A. Konsep dan Urgensi Demokrasi yang bersumber dari Pancasila ............................ 3
B. Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila.............................. 6
C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi ................................ 7
D. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang Bersumber dari
Pacasila ........................................................................................................................... 8
BAB III ............................................................................................................................. 11
PENUTUP ........................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap warga negara mendambakan pemerintahan demokratis yang
menjamin tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini dilandasi pemahaman bahwa
pemerintahan demokratis memberi peluang bagi tumbuhnya prinsip mengargai
keberadaan individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara secara
maksimal. Karena itu, demokrasi perlu ditumbuhkan, dipelihara, dan dihormati
oleh setiap warga negara.
Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat
atau demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkitan,
kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan
demikian pada setiap negara terdapat corak khas yang tercermiin pada pola sikap,
keyakinan dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti
pada tingkah laku dan proses berdemokrasi dalam suatu system politik.
Begitu pula dengan Indonesia, Indonesia memiliki landasan atau acuan
tersendirinya dalam proses demokrasi nya, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam
konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945.
Pancasila bukan hanya suatu daftar nilai tradisional. Melainkan Pancasila
memuat lima unsur etika pasca-tradisional sedunia yang paling fundamental,
kebebasan beragama, hormat tanpa kompromi terhadapat hak-hak asasi manusia,
kebangsaan yang empersatukan dalam sinergi pembangunan, semangat
kerakyatan yang tak lain adalah demokrasi serta keadilan social. Hal inilah yang
menjadi corak khas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yaotu Demokrasi
Pancasila.
Prof. Mr. Muhammad Yamin mengemukakan bahwa demokrasi
merupakan suatu dasar dalam pembentukan pemerintahan dan yang ada
didalamnya (masyarakat) dalam kekuasaaan mengatur dan memerintah
dikendalikan secara sah oleh seluruh anggota masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
2. Mengapa diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
3. Bagaimana membangun argument tentang dinamika dan tantangan
demokrasi yang bersumber dari Pancasila ?
4. Bagaiaman studi kasus mengenai demokrasi di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari
Pancasila.
2. Untuk mengetahui mengapa diperlukannya demokrasi yang bersumber dari
Pancasila.
3. Untuk memahami argumen tentang dinamika dan tantangan demokrasi yang
bersumber dari Pancasila.
4. Untuk mengetahui bagaimana studi kasus Demokrasi Pancasila di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini, yaitu :
1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait praksis demokrasi
Indonesia berdasarkan nilai Pancasila dan UUD NRI 1945.
2. Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran didalam penulisan makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Urgensi Demokrasi yang bersumber dari Pancasila


1. Pengertian Demokrasi
Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
“demos” dan ”kratein”. Dalam “The Advanced Learne’s Dictionary of Current
English” (Hornby dkk, 1998) dikemukakan bahwa kata demokrasi merujuk pada
konsep kehidupan negara atau masyarakat dimana warga negara dewasa turut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya
yangdipilih.Karena “people” yang menjadi pusatnya, demokrasi oleh Pabottinggi
(2002) disikapi sebagai pemerintahan yang memiliki otosentrisitas yakni rakyatlah
(people) yang harus menjadi kriteria dasar demokrasi.

Sementara itu CICED (1999) mengadopsi konsep demokrasi sebagai berikut :


“Democracy which is conceptually perceived a frame of thought of having
the public governance from the people, by the people, has been universally
accepted as paramount ideal, norm, social system, as well as individual
knowledge, attitudes, and behavior needed to be contextually substantiated,
cherished, and developed”.
Apa yang dikemukakan oleh CICED (1999) tersebut melihat demokrasi
sebagai konsep yang bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi
sebagai ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai system social; dan
secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup
bermasyarakat.
Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, USIS (1995) mengintisarikan
demokrasi sebagai sistem memliki sebelas pilar atau soko guru, yakni
“Kedaulatan Rakyat, Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari yang Diperintah,
Kekuasaan Mayoritas, Hak-hak Minoritas, Jaminan Hak-hak Asasi Manusia,
Pemilihan yang Bebas dan Jujur, Persamaan di depan Hukum, Proses Hukum
yang Wajar, Pembatasan Pemerintahan secara Konstitusional, Pluralisme Sosial,
Ekonomi dan Politik, dan Nilai-nilai Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama dan
Mufakat.” Di lain pihak Sanusi (2006) mengidentifikasikan adanya seupuluh pilar

3
demokrasi konstitusional menurut UUD 1945, yakin: “Demokrasi yang Ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi dengan Kecerdasan, Demokrasi yang
Berkedaulatan Rakyat, Demokrasi dengan “Rule of Law”, Demokrasi dengan
Pembagian Kekuasaan Negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia,
Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi
Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran, dan Demokrasi yang Berkeadilan
Sosial.”

2. Tiga Tradisi Pemikiran Politik Demokrasi


Secara konseptual, seperti yang dikemukakan oleh Carlos Alberto Torres
(1998) demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yakni “classical
Aristotelian theory, medieval theory, contemporary doctrine”. Dalam tradisi
pemikirian Aristotelian demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan,
yakni pemerintahan oleh seluruh warga negaranya yang memenuhi syarat
kewarganegaraan. Sementara itu dalam tradisi “medieval theory” yang pada
dasarnya menerapkan “Roman law” dan konsep “popular
souvereignity” menempatkan suatu landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di
tangan rakyat. Sedangkan dalam “contemporary doctrine of
democracy”, konsep “republican” dipandang sebagai bentuk pemerintahan rakyat
yang murni. Lebih lanjut, Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari
dua aspek yakni, “formal democracy” dan “substantive democracy”.
Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti
pemerintahan. Substantive democracy menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan. Proses itu dapat diindentifikasi dalam empat bentuk
demokrasi. Pertama, konsep “protective democracy” yang menunjuk pada
perumusan Jeremy Bentham dan James Mill ditandai oleh “… the hegemony of
market economy”, atau kekuasaan ekonomi pasar. Kedua, “developmental
democracy” yang ditandai oleh konsepsi “… the model of man as possessive
individualist” atau model manusia sebagai individu yang posesif.
Ketiga, “equilibrium democracy” atau “pluralist democracy” yang dikembangkan
oleh Joseph Schumpeter yang berpandangan perlunya penyeimbangan nilai
partisipasi dan pentingnya apatisme. Keempat, “participatory democracy” yang
diteorikan oleh C.B Machperson yang dibangun dari pemikiran paradoks dari JJ.

4
Rousseau yang menyatakan bahwa kita tidak dapat mencapai partisipasi yang
demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam ketakseimbangan sosial dan
kesadaran sosial. Seperti dikutip dari pandangan Mansbridge dalam “Participation
and Democratic Theory” (Torres,1998) dikatakan bahwa fungsi utama dati
partisipasi dalam pandangan teori demokrasi partisipatif adalah bersifat edukatif
dalam arti yang sangat luas. Hal itu dinilai sngat penting karena seperti diyakini
oleh Pateman dalam Torres (1998) bahwa pengalaman dalam partisipasi
demokrasi akan mampu mengembangkan dan memantapkan kepribadian yang
demokratis. Oleh karena itu, peranan Negara demokratis harus dilihat dari dua sisi
(Torres, 1998;149) yakni demokrasi sebagai “method and content”.

3. Pemikiran Tentang Demokrasi Indonesia


Miriam Budiardjo menyebutkan di dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik
(2008), bahwa demokrasi yang dianut Indonesia adalah yang berdasarkan
Pancasila yang masih terus berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat
berbagai tafsiran dan pandangan.
Menurut Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi yang mengakar di
Indonesia. Pertama, sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip kemanusiaan
yang sekaligus dipandang sebagai tujuan demokrasi. Kedua, ajaran Islam
memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola
hidup dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah
Indonesia.

4. Pentingnya Demokrasi sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern


Demokrasi di mata pemikir Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles
bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal. Demokrasi kuno itu selanjutnya
tenggelam oleh kemunculan pemerintahan model Kekaisaran Romawi dan
tumbuhnya negara-negara kerajaan di Eropa sampai abad ke-17.
Namun demikian pada akhir abad ke-17 lahirlah demokrasi “modern” yang
disemai oleh para pemikir Barat seperti Thomas Hobbes, Montesquieu, dan JJ.
Rousseau, bersamaan dengan munculnya konsep Negara-bangsa di Eropa.
Perkembangan demokrasi semakin pesat dan diterima semua bangsa terlebih
sesudah Perang Dunia II. Dengan demikiran, sampai saat ini demokrasi diyakini

5
dan diterima sebagai sistem politik yang baik guna mencapai kesejahteraan
bangsa. Hampir semua negara modern menginginkan dirinya dicap sebagai negara
demokrasi. Sebaliknya akan menghindar dari julukan sebagai Negara
yang “undemocracy”.

B. Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila


Hingga saat ini kita masih menyaksikan sejumlah persoalan tentang
kelemahan praktik demokrasi di Negara kita. Beberapa masalah tersebut yang
sempat muncul diberbagai media jejaring sosial adalah:
1. Buruknya kinerja lembaga perwakilan dan partai politik
2. Krisis partisipasi politik rakyat
3. Munculnya penguasa di dalam demokrasi
4. Demokrasi saat ini membuang kedaulatan rakyat.
Terjadinya krisis partisipasi rakyat disebabkan karena tidak adanya peluang
untuk berpartisipasi atau karena terbatasnya kemampuan untuk berpartisipasi
dalam politik. Secara lebih spesifik penyebab rendahnya partisipasi politik itu
adalah:
a. Pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan rakyat kurang aktif dalam
melaksanakan partisipasi politik
b. Tingkat ekonomi rakyat yang rendah
c. Partisipasi politik rakyat kurang mendapat tempat oleh pemerintah.
Munculnya penguasa didalam demokrasi ditandai oleh menjamurnya
“dinasti politik” yang menguasai segala segi kehidupan masyarakat:
pemerintahan, lembaga perwakilan, bisnis, peradilan, dan sebagainya oleh satu
keluarga atau kroni. Adapun perihal demokrasi membuang kedaulatam rakyat
terjadi akibat adanya kenyataan yang memperihatinkan bahwa setelah
tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” ternyata bukan demokrasi yang kita
peroleh melainkan oligarki dimana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit,
sementara sebagian rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan
(wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya). Atas dasar
kenyataan demikian tentu muncul sejumlah pertanyaan dibenak kita. Misalnya :

6
1. Mengapa kekuasaan politik formal dikuasai oleh sekelompok orang partai
yang melalui pemilu berhak “menguras” suara rakyat untuk memperoleh
kursi di parlemen?
2. Mengapa dapat terjadi suatu kondisi dimana melalui parlemen kelompok elit
dapat mengatas namakan suara rakyat untuk melaksanakan agenda politik
mereka sendiri yang sering kali berbeda dengan kepentingan nyata
masyarakat?
3. Mengapa pihak-pihak yang memiliki kekuasaan kharismatik yang berakar
dari tradisi, maupun agama yang terdapat pada beberapa orang yang mampu
menggerakkan loyalitas dan emosi rakyat yang bila perlu menjadi tumbal
untuk tujuan yang bagi mereka sendiri tidak jelas masih hidup pada era
demokrasi dewasa ini?
4. Mengapa sekelompok elit daerah dapat memiliki wewenang formal maupun
informal yang digunakan untuk mengatasnamakan aspirasi daerah demi
kepentingan mereka sendiri.

C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi


1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa
Mengenai adanya anasir demokrasi dalam tradisi desa kita akan meminjam
dua macam analisis berikut:
1.1. Paham kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di Nusantara.
Di alam Minangkabau misalnya, Raja sejati di dalam kultur Minangkabau
ada pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan patutlah yang menjadi
pemutus terakhir sehingga keputusan seorang Raja akan ditolak apabila
bertentangan dengan akal sehat dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka,2005).
1.2. Tradisi demokrasi asli Nusantara tetap bertahan sekalipun dibawah kekuaaan
feodalisme raja-raja Nusantara karena di banyak tempat di Nusantara, tanah
sebagai faktor produksi yang penting tidaklah dikuasai oleh raja melainkan
dimiliki bersama oleh masyarakat desa.

2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam


Inti dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang maha
Esa. Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan hidup dengan menciptakan

7
kekuasaan mutlak pada semasa manusia merupakan hal yang tidak adil dan tidak
beradap. Kelanjutan logis dari prinsip Tauhid adalah paham persamaan manusia di
hadapan Tuhan, yang melarang adanya perendahan martabat dan pemaksaan
kehendak antar sesama manusia. Bahkan seorang utusan Tuhan tidak berhak
melakukan pemaksaan itu. Dalam perkembangannya, Hatta juga memandang
stimulasi Islam sebagai salah satu sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi
sosial di kalbu para pemimpin pergerakan kabangsaan.

3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat


Pusat pertumbuhan demokrasi terpenting di Yunani adalah kota Athena,
yang sering dirujuk sebagai contoh pelaksanaan Demokrasi Partisipatif dalam
negara-negara abad ke-5 SM. Selanjutnya muncul pula praktik pemerintahan
sejenis Romawi, tepatnya di kota Roma (Italia). Yakni sistem pemerintahan
Republik. Model pemerintahan demokratis model Athena dan Roma ini kemudian
menyebar ke kota lain di sekitarnya, seperti Florence dan Veniece.
Kehadiran Kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia membawa
dua sisi dari koin peradaban Barat: Sisi Represi imprealisme-kapitalisme dan sisi
humanisme-demokrasi.
Sumber inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, sosiologi
demokrasi barat, memberikan landasan persatuan dan keragaman. Segala
keragaman ideologi-politik yang dikembangkan, yang bercorak keagamaan
maupun sekuler. Semuanya memiliki titik temu dalam gagasan-gagasan
demokrasi sosialitik (kekeluargan) dan secara umum menolak individualisme.

D. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang Bersumber


dari Pacasila
Kita dapat melihat postur demokrasi secara normatif pada konstitusi negara
kita. Indonesia mengalami perubahan konstitusi dimulai sejak berlakunya UUD
1945(I), Konstitusi RIS 1949, UUDS1950, Kembali ke UUD 1945(II) dan
akhirnya kita telah berhasil mengamandemen UUD 1945 sebanyak empat kali.
Untuk melihat demokrasi pada saat sekarang ini kita dapat melihat dari fungsi dan
peran lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat menurut UUD NRI Tahun
1945, MPR, DPR dan DPD.

8
Untuk memahami dinamika dan tantangan demokrasi di Indonesia, kita dapat
membandingkan aturan dasar dalam naskah asli UUD 1945 dan bagaimana
perubahannya berkaitan dengan MPR, DPR, dan DPD (Asshiddiqie dkk, 2008).

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat


· Sebelum UUD 1945 diamandemen MPR merupakan lembaga tertinggi
negara.
· Setelah UUD 1945 diamandemen MPR bukan lagi merupakan lembaga
tertinggi negara, tetapi sama halnya dengan lembaga negara lainnya.
· Kedudukan MPR berubah dari sistem vertikal hierarkis dengn prinsip
supremasi MPR menjadi sistem yang horizontal fundamental dengan
prinsip checks and balances (saling mengawasi dan mengimbangi) antar lembaga
negara.
· Setelah UUD 1945 diamandemen MPR tidak lagi berwenang menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
· Kewenangan baru MPR ialah melantik Presiden dan Wakil presiden (Pasal
3 ayat 2 UUD 1945). Serta memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya (Pasal 3 ayat 3 UUD 1945).
· MPR bisa mengisi lowongan jabatan presiden dan wakil presiden secara
bersama-sama atau bilamana wakil presiden berhalangan tetap Pasal 8 ayat 2 dan
ayat 3 UUD 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat


· Setelah UUD 1945 diamandemen yang berubah ialah anggota DPR dipilih
melalui pemilihan umum
· DPR memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-undang
· Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, Presiden turut andil dalam
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama Pasal 20
ayat 4.
· Kemudian perubahan UUD 1945 setelah amandemen ialah apabila
rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama tidak mendapat
persetujuan dari presiden selama dalam waktu 30 hari setelah perancangan maka

9
rancangan undang-unang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan. Pasal 20 ayat 5
· Berdasarkan pasal 20 A ayat 1 funsi DPR itu ada tiga yaitu fumgsi legislasi,
fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
· Berdasarkan Pasal 20 A ayat 2 DPR mempunyai hak yaitu, hak interplasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

3. Dewan Perwakilan Daerah


· Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum disetiap provinsi

· DPD dapat mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR yang


menyangkut tentang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
· DPD ikut mebahas rancangan Undang-Undang yang berkitan dengan
daerah. Serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-
undang.
· DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.

Demikianlah dinamika yang terjadi dengan lembaga permusyawaratan dan


perwakilan di negara kita yang secara langsung mempengaruhi kehidupan
demokrasi. Dinamika ini tentu saja kita harapkan dapat membuat semakin sehat
dan dinamisnya Demokrasi Pancasila yang tengah melakukan konsolidasi menuju
demokrasi yang matang.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berdasar Pancasila dan UUD
1945. Demokrasi Pancsila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-
nilai Pancasila dan dijalankan sesuai rumusan nilai dan norma dalam UUD 1945.
Praktik yang berjalan juga harus sesuai dengan dinamika perkembangan
kehidupan kenegaraan Indonesia. Sekalipun telah terumus dengan baik, namun
dalam kenyataannya praktik Demokrasi Pancasila mengalami pasang surut. Oleh
karena itu, perjuangan untuk menuju Indonesia menjadi lebih baik turut menjadi
tanggung jawab bersama melalui peran kita dalam mempertahankan Demokrasi
Pancasila sebagai ciri khas yang dimiliki Indonesia.

B. Saran
1. Otoritas tertinggi dalam sebuah negara yaitu pemerintah, hendaknya
mengetahui dan memahami dengan jelas hakikat dan makna dari Pancasila itu
sendiri serta berupaya mewujudkannya dalam mengayomi dan menyejahterakan
rakyatnya

2. Masyarakat juga hendaknya memahami betul makna Demokrasi Pancasila


sehingga dapat menjadi pedoman dan kehidupan berbangsa dan bernegara,
sehingga mampu untuk bisa lebih pro-aktif demi Indonesia yang lebih baik
kedepan

3. Mahasiswa sebagai akademisi hendaknya mampu menciptakan dan


mengawal proses berbangsa dan bernegara berdasarkan cita-cita dari Pancasila itu
sendiri, sehingga tercipta bangsa yang beradab dan memiliki potensi masa depan
yang cerah dan tidak mudah terprovokasi untuk merusak tatanan pancasila itu
sendiri.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Budiarjo Miriam. (1981). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.
Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
PARADIGMA.
Maarif Ahmad Syafii. (1996). Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Jakarta: Gema Insani Press.
Priyono AE dan Usman Hamid. (2014). Merancang Arah Baru Demokrasi.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
RISTEKDIKTI. ( 2016 ). Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi
dan Perguruan Tinggi.

Halaman Web
http://www.kompasiana.com/hildasaadatinis/terkekangnya-media-pers-saat-era-
orde-baru_55283e5d6ea834031d8b4590

12

Anda mungkin juga menyukai