Anda di halaman 1dari 17

RESUME SEJARAH MADZHAB

Mata Kuliah : Hukum Peribadatan Islam

Oleh : Muchammad Aldian Asmaradana

NIM : 05040120121

Prodi : Hukum Keluarga Islam-D

A. Gambaran Umum Madzhab Hanafi


1. Biografi Imam Abu Hanifah Serta Latar Belakang Pendidikannya
Nama lahir yang diberikan oleh orang tua Imam Hanafi adalah Abu Hanifah al-Nu’man bin
Tsabit Ibn Zutha. Kemudian beliau dikenal dengan panggilan Abu Hanifah. Imam Hanafi
adalah keturunan Persi. Ia lahir di kota Kuffah tahun 80H dan akhir hidupnya di Baghdad
tahun 150H. Beliau hidup pada dua lingkungan sosial-politik, dimana pertama pada masa
akhir pemerintahan dinasty Umaiyyah kemudian pada masa pemerintahan awal dinasty
Abbasiyah.1
Abu Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Imam
al-A’zham (imam besar). Imam Abu Hanifah dipanggil dengan nama Abu Hanifah
disebabkan karena beliau mempunyai seorang anak yang diberi nama Hanifah. Menurut
riwayat Yusuf Musa, ia disebut Abu Hanifah karena ia selalu berhubungan dengan tinta
(dawat), dan kata Hanifah menurut kaidah bahasa Arab berarti “tinta”. Abu Hanifah selalu
membawa tinta kemanapun ia pergi guna untuk menulis dan mencatat ilmu pengetahuan yang
ia dapatkan dari saudara-saudaranya.
Abu Hanifah pada awalnya suka belajar ilmu qira’at, hadits, nahwu, sastra, syi’ir, teologi dan
ilmu lainnya yang berkembang pada saat itu. Ilmu yang paling ia minati adalah ilmu teologi,,
sehingga ia terkenal sebagai seorang yang ahli dalam ilmu tersebut. Karena ketajaman
pemikirannya, ia dapat mengatasi serangan golongan aliran Khawarij yang doktrin ajarannya
sangat ekstrim. Abu Hanifah belajar ilmu fiqh di Kuffah yang pada masa itu menjadi pusat
pertemuan para ulama-ulama fiqh yang cendrung rasional. Di Irak terdapat Madrasah Kufah.
di Kufah dari pemimpin madrasah Kufah masa itu, Dai Hammad Ibn Sulaiman itulah Abu
Hanifah belajar ilmu fiqih dan hadits.

1
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu) , 95.
Selain itu Abu Hanifah juga menambah ilmunya di Hijaz dan menambah ilmu fiqih dan
hadits nya sebagai nilai tambahan dari apa yang ia pelajari di Kufah. Setelah meninggalnya
Hammad, Majlis Madrasah Kufah sepakat untuk mengangkat Abu Hanifah menjadi kepala
Madrasah. Selama itu ia mengabdi dan banyak mengeluarkan fatwa-fatwa dalam masalah
fiqh. Fatwa-fatwanya ini yang dikenal sampai sekarang dan sekaligus menjadi dasar-dasar
pemikiran mazhab Hanafi yang dikenal sampai sekarang.
Meskipun sebagian besar riwayat hidup imam Abu Hanifah adalah di Kufah, Abu Hanifah
pernah tinggal di Baghdad, pada saat tinggal di Baghdad beliau pernah ditawari menjadi
seorang Hakim/Qadhi oleh khalifah Marwan, tetapi beliau menolak tawaran tersebut dan atas
penolakannya tersbut beliau mendapatkan hukaman dari khalifah Marwan, kemudian Abu
Hanifah pernah belajar di Mekkah beberapa tahun, dan beliau meninggal dunia pada bulan
rajab tepatnya tahun 150 H.

2. Pola Pemikiran dan Dasar istinbath Hukum Mazhab Hanafi


Imam Abu Hanifah merasakan bahwa kota Kufah sebagai kota teror yang diwarnai
pertentangan politik. Kemudian kota Bashrah dan Kufah di Irak melahirkan banyak para
ilmuan dalam berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu sastra, teologi, tasawuf, tafsir, hadits
dan fiqqih. Kedua kota besar inilah yang menjadi warna intelektual imam Abu Hanifah. Oleh
karna itu pola pemikiran imam Abu Hanifah sangat dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupan serta pendidikannya dalam menetapkan hukum dan tidak terlepas dari sumber
hukum yang ada.
Abu Hanifah dalam menetapkan hukum islam dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi. Baik
yang disandarkan dari al-Qur’an ataupun dari hadits Nabi, ia banyak menggunakan nalarnya.
Beliau lebih mengutamakan nalar dari pada khabar ahad, apabila menemukan hadits
bertentangan, maka beliau dalam menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan.
Kemudian metode istidlal yang digunakan oleh imam Abu Hanifah sesuai dengan ucapannya
sendiri, “sesungguhnya saya mengambil kitab suci al Qur’an dalam menetapkan hukum,
apabila tidak ada dalam al-Qur’an, maka saya mengambil dari sunnah Nabi, yang shahih dan
tersiar dikalangan para orang orang terpercaya, apabila saya tidak menemukan dari keduanya,
maka saya mengambil pendapat orang orang terpercaya yang saya kehendaki, kemudian saya
tidak keluar dari pendapat mereka. Kemudian apabila urusan itu sampai kepada Ibrahim al-
Sya’by,Musayyab, maka saya berijtihad sebagaimana mereka berijtihad.”
Dari keterangan tersebut jelas bahwa imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum syara’
yang tidak ditetapkan dhalalahnya secara qath’iy dalam al-Qur’an atau dari hadits yang
diragukan keshahihannya, beliau selalu menggunakan ra’yu. Beliau berpegang pada qiyas
dan apabila tidak bisa ditetapkan berdasarkan qiyas maka beliau berpegang pada istihsan
selama hal itu dapat dilakukan, jika tidak maka beliau berpegang pada adat dan kebiasaan.
Berikut urutan prioritas istimbat yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam menetapkan
sebuah hukum :

a) Al-Qur’an : Sumber utama hukum islam


b) Al-Hadis : penjelasan dari sumber hukum utama Al-Qur’an yang bersifat umum
c) Ucapan para sahabat : perkataan para sahabat Nabi menurut imam Abu Hanifah
sangat penting karna beliau yang merupakan pembawa ajaran nabi Muhammad
setelah generasinya.
d) Qiyas : beliau menggunakan qiyas apabila terdapat suatu hukum yang belum ada pada
Al-Qur’an, Hadis dan ucapan para sahabat.
e) Istihsan : bentuk kelanjutan dari konsep Qiyas, yaitu meninggalkan Qiyas yang jelas
i’llatnya untuk mengamalkan qiyas yang bersifat samar atau belum jelas.
f) Ijma’ : adalah kesepakatan semua ulama atau mujtahid pada suatu masa tertentu
setelah masa generasi Rasulullah dalam menetapkan hukum syara’ terhadap masalah
tertentu.
g) Urf : apabila semua dasar hukum diatas dalam menetapkan suatu hukum tidak
ditemukan, maka beliau mengembalikannya pada ‘urf atau kebiasaan manusia.

3. Karya- karya dan Murid-murid Imam Hanafi


Dalam buku Hundred Great Muslems yang dikarang oleh Jamil Ahmad
mengemukakan, bahwasanya imam Abu Hanifah mennggalkan tiga karya besar,
adalah Fiqih akbar, al-‘Alim wa al-Muta’alim dan musnad fiqh akbar, Di samping itu
imam Abu Hanifah membentuk badan yang terdiri dari tikoh-tokoh cendekiawan dan
dia sebagai ketuanya. Badan ini berfungsi sebagai memusyawarahkan dan
menetapkan ajaran islam dalam membentuk tulisan dan mengalihkan syari’at islam
kedalam undang-undang. Kemudian menurut Syed Ameer Ali dalam kitabnya The
Spirt of Islam, karya-karya imam Abu Hanifah, baik terkait fatwa-fatwanya maupun
ijtihad ijtihadnya belum dikodifikasikan. Setelah beliau meninggal, buah pikirannya
dikodifikasikan oleh murid-muridnya dan pengikut-pengikutnya sehingga menjadi
mazhab ahli ra’yi yang hidup dan berkembang.
Abu Hanifah mempunyai beberapa murid yang paling terkenal, mereka
adalah:

1) Zufar bin al-Hudzail bin Qais al-Kufi


Guru pertamanya Zufar adalah imam Abu Hanifah kemudian ia belajar kepada Abu
Yusuf asy-Syaibani. Zafar terkenal dengan keahlian terhadap qiyas yang paling pintar
dari murid-murid imam Abu Hanifah yang lainnya.

2) Abu Yusuf Ya’kub bin Ibrahim al-Anshari


Yusuf mempunyai guru yang pertama adalah ibn Abi Laila selama 9 tahun lamanya.
Kemudian ia belajar kepada Abu Hanifah sehingga membuatnya menjadi seorang ahli
faqih, ulama dan ahli hadis. Yusuf pernah menjabat sebagai hakim pada beberapa
masa kepemimpinan Abbasiyah. Beliau banyak menciptakan beberapa buku tentang
permasalahan ibadah, hudud, jual beli dan lainnya.

3) Muhammad bin Al-hasan asy-syaibani


Hasan adalah murid imam Abu Hanifah yang sangat ahli dengan pemecahan istilah-
istilah dan ilmu berhitung. Hasan merupakan seorang penulis yang menciptakan
banyak sekali buku. Diantaranya yang paling terkenal adalah al-Kutub al-Sittah
(enam kitab).

4) Al-hasan bin Ziyad al-lu’lu


Beliau dikenal sebagai salah seorang periwayat hadis nabi. Ia merupakan murid imam
Abu Hanifah dan juga sebagai sahabat nya. Ia pernah menjadi hakim di Kufah tahuN
194 H dan menulis beberapa kitab.

B. Gambaran Umum Madzhab Maliki


1. Biografi Imam Malik dan Latar Belakang Pendidikannya
Imam Malik merupakan imam kedua dari imam-imam empat serangkai dalam islam kalau
dilihat dari segi umur. Beliau dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di negeri Hijaz tahun
93 H/12 M, dan wafat pada hari Ahad, 10 Rabi’ul Awal 179 H/798 M di Madinah pada masa
pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun al-Rasyid. Nama lengkapnya adalah
Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu ‘Amir ibn al-Harits. Imam Malik adalah
seseorang yang berbudi mulia, dengan pikiran cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan
kebenaran yang diyakininya. Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan
Khalifah Sulaiman ibn Abd Malik dari Bani Umaiyah VII. Pada waktu itu hidup beberapa
golongan pendukung islam, diantaranya adalah dari sahabat golongan anshar dan golongan
muhajirin serta para tokoh cendekiawan ahli hukum islam.

Dalam suasana seperti itulah imam malik tumbuh dan berkembang serta mendapatkan
pendidikan dari beberapa guru yang terkenal. Pelajaran pertama yang ia dapatkan adalah al-
Qur’an, yaitu tentang cara membacanya, memahami makna dan tafsirnya, dan menghafal nya.
Kemudian ia mempelajari hadits Nabi SAW, dengan tekun dan rajin sehingga ia mendapat
julukan sebagai ahli hadits. Adapun guru pertama dan bergaul sangat lama serta erat adalah
imam Abd Rahman ibn Hurmuz salah seorang ulama besar di Madinah. Kemudian beliau
belajar Fiqh kepada salah seorang ulama besar di kota Madinah, bernama Rabi’ah al-Ra’yi
(wafat tahun 136 H). Selanjutnya imam malik belajar ilmu hadits kepada imam Nafi’
Maulana Ibnu Umar (wafat pada tahun 117 H), juga belajar kepada Imam ibn Syihab al-
Zuhry.
2. Pola Pemikiran dan Dasar istinbath Hukum Mazhab Maliki
Imam Malik merupakan seorang ahli ibadah dan sekaligus mujtahid sebagaimana
halnya Imam Abu Hanifah. Imam Malik tumbh dan berkembang sebagai ulama yang
sangat terkemuka, terutama dalam hal imu hadis dan fiqh. sebagaimana ucapan al-
Dahlway, “Malik adalah orang paling ahli dalam bidang hadis di Madinah, yang
paling mengetahui keputusan Umar, yang paling mengetahui pendapat-pendapat
Abdullah ibn Umar,Aisyah R.A dan sahabat-sahabat lainnya.” Setelah ilmunya
mencapai tingkat tinggi, beliau mulai mengajar dan mulai menulis kitab Muwaththa
yang sangat populer, karena beliau merasa punya kewajiban dalam menyampaikan
pengetahuan kepada orang lainyang membutuhkan, banyak dari kalangan
muhadditsin besar mempelajari hadits beliau dan menjadi rujukan para ahli fiqh.
Imam Malik selaku mufti pada masanya sering menerima perlakuan keras dan
kekejaman dari penguasa pada waktu itu, karena ia sangat mempertahankan
pendapatnya tentang masalah “paksaan talak itu tidak sah”. Beliau tetap tidak
mencabut fatwanya yang bertentangan dengan khalifah alManshur dari Bani Abbas di
Baghdad,beliau di siksa dan di penjara. Imam Malik adalah seorang ulama alim besar
dalam ilmu hadis, sesuai dengan pernyataan imam Syafi’i “Apabila datang kepadamu
hadis dari Imam Malik, maka pegang teguhlah olehmu, karena dia menjadi hujjah
olehmu”. Berikut urutan prioritas istimbat yang digunakan oleh Imam Malik dalam
menetapkan sebuah hukum :
1) Al-Qur’an
Dalam memegang alqur’an meliputi pengambilan hukum berdasarkan zahir nash al-
Qur’an atau keumumannya,dengan memperhatikan illatnya.

2) Sunnah
Dalam berpegang kepada hadis sebagai dasar hukum, imam Malik berdasarkan pada
apa yang dilakukannya dalam berpegang kepada alqur’an. Apabila dalil syar’i
menghendaki adanya penta’dilan, apabila terjadi pertentangan antara makna zhahir al-
Quran dengan makna yang terkandung dalam hadits sekalipun jelas maka yang
dipegang adalah makna zhahir al Qur’an , akan tetapi apabila makna yang terkandung
dalam sunnah tersebut dikuatkan oleh ijma’ ahl-Madinah, maka ia lebih
mengutamakan makna yang terkandung dalam hadits dari pada zhahir al-Qur’an.

3) Ijma’ Ahl al-Madinah


Makna ini dibagi menjadi dua macam, yaitu Ijma’ ahl-Madinah yang asalnya dari al-
Naql, hasil dari mencontoh Rasulullah SAW, bukan dari hasil ijtihad ahl-
Madinah,seperti penentuan suatu tempat,(mimbar Rasulullah SAW), atau seperti
tempat dilakukannya amalan-amalan rutin seperti adzan di tempat yang tinggi dan
lain-lainnya. Menurut Ibnu Taimiyah, yang dimaksud dengan Ijma’ ahl al-Madinah
ini adalah pada masa lampau yang menyaksikan amalan-amalan yang berasal dari
Nabi SAW. Sedangkan kesepakatan ahl al-Madinah yang hidup di kemudian sama
sekali bukan merupakan hujjah.Dikalangan Mazhab Maliki, ijma’ ahl al-Madinah
lebih diutamakan daripada khabar ahad sebab ijma’ merupakan pemberitahuan oleh
jama’ah, sedangkan khabar ahad hanya pemberitahuan perorangan.

4) Fatwa Sahabat
Yang dimaksud dengan sahabat disini adalah para sahabat besar, yang mempunyai
pengetahuan terhadap suatu masalah itu di dasarkan pada alNaql. Menurut imam
malik para sahabat tersebut tidak akan memberikan fatwa, kecuali atas dasar apa
yang mereka pahami dari Rasulullah SAW. Namun demikian beliau mensyaratkan
fatwa tersebut tidak boleh bertentangan dengan hadis marfu’ yang dapat diamalkan
dan fatwa sahabat tersebut lebih didahulukan daripada Qiyas. Adakalanya juga imam
Malik menggunakan fatwa tabi’in besar sebagai pegangan dalam menentukan hukum.

5) Khabar Ahad dan Qiyas


Imam Malik menyatakan bahwa hkabar ahad yang diakui adalah khabar ahad yang
diakui dan dikenal oleh masyarakat Madinah, dan harus didukung oleh dalil-dalil
yang qath’iy. Dalam menggunakan khabar ahad imam Malik tidak selalu konsisten.
Kadang ia lebih mendahulukan qiyas dari pada khabar ahad, kalau khabar ahad itu
tidak dikenal atau tidak popular dikalangan masyarakat Madinah, maka hal ini
dianggap sebagai petunjuk dan tidak berasal dari Rasulullah SAW. Maka khabar ahad
tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar dalam menentukan hukum.

6) Al-Istihsan
Menurut Mazhab Maliki, istihsan adalah “menurut hukum dengan mengambil
maslahah yang merupakan bagian dari dalil-dalil yang bersifat menyeluruh dengan
maksud mengutamakan al-istidlal al-Mursal daripada qiyas”. Sebab menggunakan
istihsan tersebut tidak berdasarkan pada pertimbangan perasaan semata, melainkan
berdasarkan pertimbangannya pada maksud pembuat syara’ secara keseluruhan.
7) Sadd al-Zara’i
Imam Malik mengatakan semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang haram
maka hukumnya haram, serta sesuatu sebab yang menunjukkan kepada yang halal
maka hukumnya juga halal.

8) Istishab
Imam Malik menyatakan bahwa istishab sebagai landasan untuk menetapkan hukum,
Istishab adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau untuk
masa akan datang, berdasarkan atas ketentuan hukum yang sudah ada pada masa
lampau.

9) Syar’u Man Qablana Syar’un Lana

10) Al-Maslahah al-Mursalah

3. Karya- karya dan Murid-murid Imam Malik


Karya-karya imam Malik yang sangat terkenal adalah kitab al-Muwaththa’ kitab
tersebut ditulis pada tahun 144 H. Atas dasar anjuran Khalifah Ja’far al Manshur.
menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan
ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas
penolakannya untuk datang ke Baghdad, kemudian selain itu, beliau juga mempunyai
karya kitab Al Mudawwanah Al Kubra.
Kitab al-Muwaththa’ mengandung dua aspek yaitu aspek hadits dan aspek
fiqih.
Aspek hadits itu adalah karena al-Muwaththa’ banyak mengandung hadits
hadits yang bersanad kepada rasulullah SAW. Atau dari sahabat dan tabi’in.
Hadis-hadis ini diperoleh dari sejumlah orang yang yang diperkirakan sejumlah
95 orang yang kesemua dari penduduk Madinah. Hadis-hadis yang ada dalam
kitab ini ada yang bersanad lengkap, adapula yang mursal, ada pula yang
muttashil dan ada pula yang munqathi’.
Kemudian yang dimaksud aspek fiqih, adalah karna kitab al-Muwaththa’
itu disusun berdasarkan sistematika dengan bab-bab pembahasan seperti
layaknya kitab fiqih, ada bab kitab Thaharah, ada bab Nikah, bab Shalat, bab
Zakat, dan seterusnya.
Beberapa murid-murid Imam Malik yang dikenal adalah Az-Zuhri, Ayub
Asy-Syakh-fiyani, Abul Aswad, Rabi’ah bin Abi Abdul Rahman, Yahya bin
Said Al-Ansari, Musa bin ‘Uqbah dan Hisyam bin ‘Arwah. Nafii’i bin Abi
Nu’im, Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umaiyyah, Abu An-Nadri, Maula
Umar bin Abdullah dan lain-lainnya. Sufyan Ath-Thauri, Al-Liat bin Sa’d,
Hamad bin Salamah, Hamad bin Zaid, Sufyan bin Uyainah, Abu Hanifah, Abu
Yusuf, Syarik Ibnu Lahi’ah dan Ismail bin Kathir dan lain-lain.

C. Gambaran Umum Madzhab Syafi’i


1. Biografi Imam Malik dan Latar Belakang Pendidikannya
Imam Syafi'i adalah imam ketiga dari empat imam madzhabi menurut urutan
kelahirannya. Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris ibn Al -
Abbas ibn Usman ibn Syafi’i ibn Al - Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn
Abd Al - Muthalib ibn Abd Manaf. Lahir di Ghaza (suatu daerah dekat Palestina)
pada tahun 150 H/767M, kemudian dibawa oleh ibunya ke Makkah. Ia lahir pada
zaman Dinasti Bani Abbas, tepatnya pada zaman kekuasaan Abu Ja’far al Manshur
(137 - 159 H./754 - 774 M.), dan meninggal di Mesir pada tahun 204 H/820 M. Imam
Syafi'i berasal dari keturunan bangsawan yang paling tinggi dimasanya. Walaupun
hidup dalam keadaan sangat sederhana, namun kedudukannya sebagai putra
bangsawan, menyebabkan ia terpelihara dari Perangai - perangai buruk, tidak mau
merendahkan diri dan berjiwa besar. Ia bergaul rapat dalam masyarakat dan
merasakan penderitaan – penderitaan mereka.
Imam Syafi'i dengan usaha ibunya telah dapat menghafal Al - Qur'an dalam umur
yang masih sangat muda. Kemudian ia memusatkan perhatian menghafal hadiś. Imam
Syafi'i belajar pada ulama-ulama Mekkah, baik pada ulama ulama fiqih, maupun
ulama-ulama hadits, sehingga ia terkenal dalam bidang fiqh dan memperoleh
kedudukan yang tinggi dalam bidang itu. Gurunya Muslim Ibn Khalid Al-Zanji,
menganjurkan supaya Imam Syafi'I bertindak sebagai mufti.
Sampai kabar kepadanya bahwa di Madinah Al - Munawwarah ada seorang ulama
besar yaitu Imam Malik, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana dan
mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadits. Imam Syafi'i ingin pergi
belajar kepadanya akan tetapi sebelum pergi ke Madinah ia lebih dahulu menghafal
Al - Muwatta', susunan Imam Malik. Mulai ketika itu ia memusatkan perhatian
mendalami fiqh di samping mempelajari Al - Muwatta'.
Setelah sekian lama mengembara menuntut ilmu, pada tahun 186 H. Imam Syafi'i
kembali ke Makah. Di masjidil Haram ia mulai mengajar dan mengembangkan
ilmunya dan mulai berijtihad secara mandiri dalam membentuk fatwa-fatwa fiqihnya.
Dengan demikian ia sempat membentuk kader-kader yang akan menyebarluaskan ide
- idenya dan bergerak dalam bidang hukum Islam. Di antara murid - muridnya yang
terkenal ialah Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri madzhabi Hanbali), Yusuf bin Yahya
Al – Buwaiti (w. 231 H), Abi Ibrahim Ismail bin Yahya Al - Muzani (w. 264 H), dan
Imam Ar-Rabi bin Sulaiman Al - Marawi (174 – 270 H). tiga muridnya yang disebut
terakhir ini, mempunyai peranan penting dalam menghimpun dan menyebarluaskan
faham fiqih Imam Syafi'i. Imam Syafi'i wafat di Mesir, tepatnya pada hari Jum’at
tanggal 30 Rajab 204 H, setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada banyak
orang. Kitab - kitabnya hingga saat ini masih banyak dibaca orang, dan makamnya di
Mesir sampai detik ini masih diziarahi orang.

2. Pola Pemikiran dan Dasar istinbath Hukum Mazhab Syafi’i


Secara sederhana, dalil-dalil hukum yang digunakan Imam Syafi‟i dalam
Istinbāţ hukum, antara lain :
1. A-Quran
2. Sunnah
3. Ijmak
4. Menggunakan al-Qiyas dan at-Takhyir bila menghadapi ikhtilaf.

Menurut Rasyad Hasan Khalil, dalam istinbath hukum Imam Syafi‟i menggunakan
lima sumber, yaitu:
1) Nash-nash, baik Alquran dan sunnah yang merupakan sumber utama bagi fikih
Islam, dan selain keduanya adalah pengikut saja. Para sahabat terkadang sepakat atau
berbeda pendapat, tetapi tidak pernah bertentangan dengan Alquran atau sunnah.

2) Ijmak, merupakan salah satu dasar yang dijadikan hujjah oleh imam Syafi‟i
menempati urutan setelah Alquran dan sunnah. Beliau mendefinisikannya sebagai
kesepakatan ulama suatu zaman tertentu terhadap satu masalah hukum syar‟i dengan
bersandar kepada dalil. Adapun ijmak pertama yang digunakan oleh imam Syafi‟i
adalah ijmaknya para sahabat, beliau menetapkan bahwa ijmak diakhirkan dalam
berdalil setelah Alquran dan sunnah. Apabila masalah yang sudah disepakati.
bertentangan dengan Alquran dan sunnah maka tidak ada hujjah padanya.
3) Pendapat para sahabat. Imam Syafi‟i membagi pendapat sahabat kepada tiga
bagian. Pertama, sesuatu yang sudah disepakati, seperti ijmak mereka untuk
membiarkan lahan pertanian hasil rampasan perang tetap dikelola oleh pemiliknya.
Ijmak seperti ini adalah hujjah dan termasuk dalam keumumannya serta tidak dapat
dikritik. Kedua, pendapat seorang sahabat saja dan tidak ada yang lain dalam suatu
masalah, baik setuju atau menolak, maka imam Syafi‟i tetap mengambilnya. Ketiga,
masalah yang mereka berselisih pendapat, maka dalam hal ini imam Syafi‟i akan
memilih salah satunya yang paling dekat dengan Alquran, sunnah atau ijmak, atau
mrnguatkannya dengan qiyas yang lebih kuat dan beliau tidak akan membuat
pendapat baru yang bertentangan dengan pendapat yang sudah ada.

4) Qiyas. Imam Syafi‟i menetapkan qiyas sebagai salah satu sumber hukum bagi
syariat Islam untuk mengetahui tafsiran hukum Alquran dan sunnah yang tidak ada
nash pasti. Beliau tidak menilai qiyas yang dilakukan untuk menetapkan sebuah
hukum dari seorang mujtahid lebih dari sekedar menjelaskan hukum syariat dalam
masalah yang sedang digali oleh seorang mujtahid.

5) Istidlal. Imam Syafi‟i memakai jalan istidlal dalam menetapkan hukum, apabila
tidak menemukan hukum dari kaidah-kaidah sebelumnya di atas. Dua
sumber istidlal yang diakui oleh imam Syafi‟i adalah adat istiadat („urf) dan
undangundang agama yang diwahyukan sebelum Islam (istishab). Namun begitu,
kedua sumber ini tidak termasuk metode yang digunakan oleh imam Syafi‟i sebagai
dasar istinbath hukum yang digunakan oleh imam Syafi‟i.

3. Karya- Karya Imam Syafi’i


Karya - karya Imam Syafi'i yang berhubungan dengan judul di atas di antaranya:

1) Kitab Al - Umm.
Kitab ini disusun langsung oleh Imam Syafi'i secara sistematis sesuai dengan bab -
bab fiqih dan menjadi rujukan utama dalam Madzhab Syafi'i. Kitab ini memuat
pendapat Imam Syafi'i dalam berbagai masalah fiqih. Dalam kitab ini juga dimuat
pendapat Imam Syafi'i yang dikenal dengan sebutan Al - qaul Al - qadim (pendapat
lama) dan Al - qaul Al jadid (pendapat baru). Kitab ini dicetak berulang kali dalam
delapan jilid bersamaan dengan kitab usul fiqih Imam Syafi'i yang berjudul Ar-
Risalah. Pada tahun 1321 H kitab ini dicetak oleh Dar asy - Sya'b Mesir, kemudian
dicetak ulang pada tahun 1388H/1968M.

2) Kitab Al - Risalah.
Ini merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali dikarang dan
karenanya Imam Syafi'i dikenal sebagai peletak dasar ilmu ushul fiqih. Di
dalamnya diterangkan pokok-pokok pikiran Syafi’i dalam menetapkan
hukum.

3) Kitab Imla Al – Shagir,


4) Kitab Amali Al - Kubra,
5) Kitab Mukhtasar Al – Buwaithi.
6) Kitab Mukhtasar Al – Rabi,
7) Kitab Mukhtasar Al – Muzani,
8) Kitab Jizyah dan lain - lain kitab tafsir dan sastra.

D. Gambaran Umum Madzhab Hambali


1. Biografi Imam Malik dan Latar Belakang Pendidikannya
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah imam yang keempat dari fuqoha Islam. Dia
memiliki sifat-sifat yang luhur dan tinggi, imam umat Islam, imam Darussalam, Mufti
di Irak, Zahid dan saleh, sabar menghadapi cobaan, seorang ahli hadits dan contoh
teladan bagi orang-orang yang ahli hadits. Sayyid Rasyid Ridho berpendapat bahwa
Ahmad ibn Hanbal adalah seorang mujaddid (pembaharu) abad ketiga.Bahkan dalam
pandangan peneliti lainnya berpendapat bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal lebih utama,
dengan gelar tersebut, dari pada Ibnu Suraij, Syafi’i,Thahawy, al-Khilal dan an-
Nasa’i.

Imam Ahmad ibn Hanbal al-Syaibany dilahirkan di Baghdad tepatnya di kota


Maru/Mery, kota kelahiran sang ibu, pada bulan Rabiulawal tahun 164 H atau bulan
Nopember 780 Masehi. Nama lengkapnyaAbu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal ibn Hilal ibn Asad Ibn Idris ibn Abdillah ibn Hayyan ibn Abdillah bin Anas
ibn Awf ibn Qasitibn Mazin ibn Syaiban ibn Zulal ibn Ismail ibn Ibrahim. Dengan
kata lain, dia keturunan Arab dari suku bani Syaiban, sehingga diberi laqab al
Syaibany. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah SAW padanizar ibn
Ma’ad bin Adnan.
Ahmad ibn Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya di
kota tersebut hingga usia 19 tahun. Sejak kecil Ahmad disekolahkan kepada seorang
ahli Qiroat. Pada umur yang masih relatif muda ia sudah menghafalkan al-Quran,
sejak usia enam belas tahun Ahmad juga belajar hadits. Karena kecintaan Ahmad
terhadap hadits pagipagibuta dia selalu pergi ke masjid-masjid hingga ibunya
merindukannya.
Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal pergi ke beberapa kota dalamrangka mencari ilmu.
Dia pergi ke Kuffah pada tahun 183 H, kemudian keBashrah pada tahun 186, ke
Makkah pada tahun 187, dilanjutkan keMadinah, Yaman (197), Siria dan Mesa
Mesopotamia. Ibn Hanbalmempelajari hadits untuk pertama kalinya dari Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim al-Qodhi7, seorang ahl alra’yi pengikut Abu Hanifah. Dia
belajarfiqih dan hadits dari Abi Yusuf.Karena itulah Abu Yusuf terhitungsebagai guru
pertama bagi Ibn Hanbal.
Imam Syafi’i sebagai salah satu seorang guru dia dikatakan olehsebagian peneliti
adalah sebagai guru yang kedua.Dia bertemu denganImam Syafi’i di musim haji
ketika sedang mengajar di masjidil Haram.Kesempatan kedua kali mereka bertemu di
Baghdad. Waktu akan pindahke Mesir Imam Syafi’i menyarankan supaya mengikuti
dia ke Mesir. Diamenyetujui saran itu, tetapi tidak terlaksana. Ibn Hanbal belajar dari
ImamSyafi’i tentang pemahaman istinbath (pengambilan hukum) ataupenyimpulan
sebuah hukum hingga Muhammad bin Ishak bin Khuzimahberkata : “Ahmad ibn
Hanbal adalah murid imam Syafi’i.

2. Pola Pemikiran dan Dasar istinbath Hukum Mazhab Hambali


Imam Ahmad ibn Hanbal menganggap Imam Syafi’i sebagai guru besarnya, oleh
karena itu di dalam pemikiran ia banyak dipengaruhi oleh Imam Syafi’i. Thaha Jabir
Fayadl al-Ulwani mengatakan bahwa cara ijtihad Imam Ahmad ibn Hanbal sangat
dekat dengan cara ijtihad Imam as-Syafi’i. Ibn Qoyyim al-Jauziyyah menjelaskan
bahwa pendapatpendapat Imam Ahmad ibn Hanbal dibangun atas 5 dasar :
1. Al-Nushus yaitu al-Quran dan hadits.
2. Fatwa sahabat.
3. Pendapat sahabat yang dekat dengan al-Quran dan sunnah.
4. Hadits mursal dan hadits dhaif.
5. Qiyas

Adapun penjelasan dari masing-masing pokok gagasan yang digunakan Imam Ahmad
ibn Hanbal dalam membina madzhabnya adalah sebagai berikut:
1) Al-Nushus yaitu al-Quran dan hadits
Al-Quran yaitu perkataan Allah SWT yang diturunkan oleh ruhulamin ke dalam hati
Rasulullah dengan lafadz bahasa Arab, agar supaya menjadi hujjah bagi Rasulullah
bahwa dia adalah utusan Allah SWT. Al-Hadits yaitu segala ucapan, segala
perbuatan, dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW. Menurut Imam Ahmad ibn
Hanbal al-Quran adalah sumberpertama dalam menggali sumber hukum fiqh dia.
Sedangkan sunnahsendiri adalah penjelas al-Quran dan tafsir hukum hukumnya
makatidak aneh apabila ia menjadikan al-Quran an sunnah sebagai perintissumber
sumber bagi pendapat fiqh dia. Oleh karena itu ia menolakterhadap orang-orang yang
mengambil teks-teks al-Quran danmeninggalkan sunnah. Dalam pendahuluan
bantahannya ia berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad
danmenurunkan kitab-Nya dengan membawa petunjuk bagi yang mengikutinya.
”Rasulullah adalah penjelas dari kitab Allah SWT danpemberi petunjuk terhadap
makna-makna al Quran. Bila jawabanatas persoalan hukum sudah didapat dalam
nash-nash al-Quran danhadits, ia tidak beranjak ke sumber lain, tidak pula
menggunakan metode ijtihad.
2) Fatwa sahabat
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, sahabat sebagai generasi Islam pertama
meneruskan ajaran dan misi kerasulan. Sahabatmelakukan penelaahan terhadap
al-Quran dan sunnahdalammenyelesaikan suatu kasus. Apabila tidak didapatkan
dalam al-Quran dan sunnah, mereka melakukan ijtihad dalam menyelesaikan
kasusdisebut fatwa, yaitu suatu pendapat yang muncul karena adanya peristiwa
yang terjadi.Jadi fatwa sahabat merupakan ijtihad parasahabat dalam
menyelesaikan suatu kasus.

3) Pendapat sahabat yang dekat dengan al-Quran dan sunnah.


Apabila Imam Ahmad ibn Hanbal mendapatkan fatwa dari beberapa sahabat maka
ia mengambil pendapat yang menurutnya lebih dekat dengan al-Quran dan
sunnah. Ia tidak pernah meninggalkan pendapat-pendapat sahabat untuk membuat
ijtihad sendiri. Jika dia tidak yakin pendapat mana yang lebih dekat dengan al-
Quran dan as- Sunah maka dia menerangkan seluruh perbedaan pendapat tersebut
tanpa menegaskan pendapat mana yang harus diambil.

4) Hadits mursal dan dhaif.


Hadits ini dipakai apabila tidak ada keterangan atau pendapat yang menolaknya.
Pengertian mengenai hadits dhaif pada masa dahulu tidak sama dengan
pengertiannya di zaman sekarang. Pada masa Imam Ahmad ibn Hanbal hanya ada
dua macam hadits: hadits shahih dan hadis dhaif. Dimaksud dhaif disini bukan
dhaif yang batil dan yang mungkar, tetapi merupakan hadits yang tidak berisnad
kuat yang tergolong sahih atau hasan.Menurut Ahmad hadits tidak terbagi atas
sahih, hasan dan dhaif tetapi sahih dan dhaif.Pembagian hadits atas sahih, hasan,
dan dhaif dipopulerkan oleh al-Turmudzi35.Hadits-hadits dhaif ada bertingkat-
tingkat, yang dimaksud dhaif disini adalah pada tingkat yang paling atas.
Menggunakan hadits semacam ini lebih utama dari pada menggunakan qiyas.

5) Qiyas
Apabila hadits mursal dan hadits dhaif sebagaimana disyaratkandi atas tidak
didapatkan,Imam Ahmad ibn Hanbal menganalogikan(menggunakan qiyas)
dalam pandangannya, qiyas adalah dalil yangdipakai dalam keadaan terpaksa.

3. Karya- karya dan Murid-murid Imam Ahmad ibn Hanbal.


Ahmad ibn Hanbal adalah seorang ilmuwan yang produktif.Dia banyak menulis kitab.
Salah satu kitabnya yang paling agung dan monumental adalah kitab yang diberi
nama Musnad Ahmad ibn Hanbal.Yaitu kitab yang berupa kumpulan hadits
Rasulullah SAW yang berjumlah 40.000 hadits. Hadits-hadits tersebut dia kumpulkan
dari perawi-perawi yang dipercayai. Kitab tersebut dijadikan pedoman dalam
menyelidikihadits-hadits. Kitab dia yang lain adalah “Az Zuhdi” yang menjelaskan
sampaikemana kezuhudan Nabi
Nabi, sahabat-sahabat, khalifah-khalifah danimam yang bersumberkan hadits,
atsardan “akhbar”. Adapun kitab-kitab yang lainnya adalah :
1. Kitab al-‘Ilal
2. Kitab al-Tafsir
3. Kitab al-Nasikh wal Mansukh
4. Kitab Al-Zuhd
5. Kitab Al-Masail
6. Kitab Fadail al-Sahabah
7. Kitab Al-Faraid
8. Kitab Al-Manasik
9. Kitab Al-Imam
10. Kitab Al-Asyribah
11. Kitab Ta’at al-Rasul
12. Kitab Al-Rad ‘ala al-Jahmiyyah
Kitab yang disebut terakhir merupakan sebuah buku risalah darisurat Ahmad ibn
Hanbal dalam menanggapi pendapat golongan Jihamiyah, yang mengatakan bahwa :
al-Quran adalah percakapan Allah SWT yang hawadits. Dalam risalah tersebut Imam
Ahmad ibn Hanbal mengatakan bahwa golongan Jihamiyah dengan segala macam
pendapatnya itu kafir dan halal dibunuh.

Adapun murid-murid dan sahabatnya adalah sebagai berikut:


a. Al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin Hani al-Khurasani (w. 273 H)
b. Ahmad bin Muhammad bin al-Hajja al-Marwani (w. 275 H)
c. Ibn Ishak al Harbi (w. 285 H)
d. Al-Qasim Umar bin Ali al-Husain al-Khiraqi (w. 334 H)
e. Abdul Aziz ibn Ja’far (w. 363 H).

Anda mungkin juga menyukai