Anda di halaman 1dari 6

RESUME BAB THAHARAH

Mata Kuliah : Hukum Peribadatan Islam

Nama : Muchammad Aldian Asmaradana

NIM : 05040120121

Prodi : Hukum Keluarga Islam – D

A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang nyata
seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan bertayammum.
Suci dari hadats ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan tayammum. Suci dari najis
ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.

Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:


a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

‫ْض ۗ قُ ْل ُه َو اَ ًذ ۙى َف اعْ َت ِزلُوا ال ِّن َس ۤا َء ِفى‬ ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِحي‬ َ ‫َو َيسْ ٔـََٔلُ ْو َن‬
َّ‫ْض َواَل َت ْق َرب ُْوهُنَّ َح ٰ ّتى َي ْطهُرْ َن ۚ َف ِا َذا َت َطهَّرْ َن َف أْ ُت ْوهُن‬ۙ ِ ‫ْال َم ِحي‬
ُّ‫َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِنَّ هّٰللا َ ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِابي َْن َو ُيحِب‬ ُ ‫ِمنْ َحي‬
‫ْث اَ َم‬
‫ْال ُم َت َطه ِِّري َْن‬
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. (QS. 2:222).

Dan sabda Nabi Saw : “Kebersihan adalah setengah bagian keimanan. (H.R Muslim dan
Tarmidzi) dan sabda beliau pula sesungguhnya Allah Maha Baik lagi menyukai kebaikan.
Dia adalah Maha Bersih lagi menyukai kebersihan. Dia adalah Maha Dermawan lagi
menyukai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumah-rumah kalian dan jangan
menyerupai kaum yahudi.” (H.R Tarmidzi).

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis tergantung kepada
kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang. Bila najis atau hadas itu
tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan dirinya dengan berwudhu.
Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat maka ia harus
membersihkannya dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus membersihkannya
dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian
merupakan kunci penting untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah
merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.

B. Pembagian Thaharah
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan
badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara
hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat dengan memakai
pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak
terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki dilakukan dengan cara menghilangkan najis yang menempel,
baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah. Caranya bermacam-
macam tergantung jenis kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan
memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus
dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan,
disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya.
Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik
hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak
terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada
diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu
dipandang bersih secara hukum.
Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual. Seorang yang tertidur batal
wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia
wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual
tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar
mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya
dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari
mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik
memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci
untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’
atau mandi janabah.

C. Wudhu, Mandi, Dan Tayamum


1) Wudhu
Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah sholatnya
jika dia melakukan tanpa berwudlu.
Sementara menurut istilah fiqih, para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi
beberapa pengertian. Mazhab Al-Hanafiah mendeskripsikan Wudlu adalah membasuh
dan menyapu dengan air pada anggota badan tertentu. Al-Malikiah mendeskripsikan
Wudlu adalah thaharah dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu,
yaitu empat anggota badan, dengan tata cara tertentu. Sedangkan Asy-Syafi’iyah
mendeskripsikan Wudhu’ adalah penggunaan air pada anggotabadan tertentu dimulai
dengan niat. Serta Hambaliyah mendeskripsikan Wudhu adalah penggunaan air yang
suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan,kepala dan kedua kaki,
dengan tata cara tertentu seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan dengan
sisa furudh.
2) Pengertian Mandi
Mandi merupakan aktivitas mengalirkan air pada seluruh anggota tubuh dengan niat
tertentu. Menurut arti syara’ mandi adalah sampainya air yang suci keseluruh badan
dengan cara tertentu.
Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’i mendefisikan mandi yaitu mengalirkan
air keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun ulama’ bermadzhab Maliki juga
membuat suatu pengertian mandi yakni sampainya air keseluruh badan disertai dengan
proses menggosok dengan niat diperbolehkannya untuk melakukan sholat.
Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang
berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga membersihkan tubuh kita dari segala
kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh nabi seperti dalam hadist yang artinya “Kesucian
adalah sebagian dari iman”.
3) Pengertian Tayamum
Tayamum secara harfiah memiliki arti menyengaja. Sedangkan menurut syara, tayamum
adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan tangan sebagai pengganti wudlu,
mandi, atau membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat tertentu.
Di dalam Kamus Istilah Fiqh pula mendefinisikan tayammum yaitu menyapukan debu
atau tanah ke wajah dan kedua tangan hingga kedua siku dengan beberapa syarat, yang
berfungsi sebagai pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah (kemudahan) bagi mereka
yang berhalangan atau tidak dapat menggunakan air.

D. Macam Macam Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut istilah adalah
sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan
nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Untuk melakukan
kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis
terbagi atas tiga bagian:

1) Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah
dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang
dicampur dengan tanah.
2) Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia
dan binatang, kecuali air mani. Najis ini dibagi menjadi dua:
a) Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b) Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak
yang sudah kering dan sebagainya. Cara mensucikannya, dibilas dengan air
sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan rupanya)
3) Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum memakan
makanan apa-apa selain susu ibu saja. Mencuci benda yang kena najis ini sudah
memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun
kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI, kaifiat
mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu,
dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

E. Tujuan Thaharah
Tujuan thaharah dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1) Untuk membersihkan badan, pakaian dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah. Dengan bersih badan dan pakaian, seseorang tampak
cerah dan enak dilihat oleh orang lain karena Allah SWT. juga mencintai kebersihan
dan keindahan.
2) Menunjukkan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-
harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
3) Seseorang yang menjaga kebersihan baik badan, pakaian ataupun tempat tidak mudah
terjangkit penyakit.
4) Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya maupun
lingkungannya maka ia menunjukkan cara hidup sehat dan disiplin
F. Hikmah Thaharah
Diantara hikmah disyariatkannya bersuci (thaharah) dalam Islam adalah sebagaimana
uraian Syaikh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam buku karangan Muhibbuthabary sebagai
berikut:
“Orang akan merasa jijik bila pakaian dan badan kita terkena kotoran. Hati dan mata akan
berpaling. Begitu juga halnya bila seseorang hendak menemui seorang raja atau presiden.
Ia pasti akan mengenakan pakaian yang paling bagus dan bersih. Ia akan membersihkan
semua debu dan kotoran yang menempel di badan dan pakaiannya. Pokoknya, ia akan
tampil dengan sangat rapi agar tidak membuat sang presiden marah. Jika urusan sesama
manusia saja sudah begitu, apalagi bila kita hendak bertemu dengan Raja Diraja, Tuhan
semesta alam? Allah mewajibkan wudhu dan mandi agar manusia bersih dari noda dan
kotoran ketika menunaikan ibadah. Malaikat sangat benci menunaikan shalat dengan baju
kotor dan bau tidak sedap. Karena itu Allah mensyari’atkan mandi pada hari jum’at dan
dua hari raya. Pada hari-hari itu, kaum muslim berkumpul dan bercengkrama satu sama
lain. Seandainya kita pada hari itu kita tidak bersih dan berbau tidak sedap, kehadiran kita
pasti akan mengganggu kenyamanan dan kekhusyuan shalat orang lain.”1
Jika kita ingin menghadap Allah, maka pakaian kita harus suci, bersih dan rapi. Untuk
pergi bertamu kerumah kawan saja kita berpakaian bersih dan rapi, apalagi ketika kita
ingin beribadah kepada Allah Tuhan semesta alam. Jika kita pergi kerumah kawan
dengan memakai pakaian tidak bersih, bau, kotor dan tidak rapi, tentunya tuan rumah
akan tidak senang bahkan enggan menerima kita dirumahnya. Apalagi dengan Allah, kita
sudah siapkan permintaan kepada Allah. Jika kita berhadas dan memakai pakaian yang
kotor, bau dan tidak rapi apakah Allah mau menerima permintaan (doa) kita? Jangankan
menerima, mendengarkan saja mungkin tidak mau.

1
Muhibbuthabary, Fiqh Amal Islami Teoritis dan Praktis, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012), 14.

Anda mungkin juga menyukai