Anda di halaman 1dari 7

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BAB 4
RMK “TAX PLANNING PPH PASAL 22, PASAL 23/26 DAN PPH
FINAL”

Oleh :
Ni Luh Ayu Asih Tirta Devi (1833122109)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Warmadewa
Tahun Ajaran 2020/2021
1. Pendahuluan
Cara mudah yang dilakukan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk memungut pajak adalah
dengan cara mewajibkan wajib pajak melakukan pemungutan dan pemotongan atas pajaknya,
dari pihak lain (pihak ketiga), sesuai dengan kewajiban wajib pajak untuk melakukan
pemotongan atau pemungutan pajak, dan selanjutnya menyetorkan dan melaporkannya ke kantor
pajak setiap bulan berdasarkan ketentuan perpajakan.
Cara seperti ini dikenal dengan nama sistem withholding tax. Dengan cara ini, pemerintah
akan lebih mudah dan hemat mengumpulkan pajak tanpa upaya dan biaya besar. Tugas
pemerintah cukup mengawasi saja dan, dan bila ada wajib pajak yang tidak menjalankan
withholding tax dengan benar, Dirjen Pajak tinggal menerapkan sanski administrasi, yang akan
menambah pemasukan atau penerimaan negara.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
Tax Management Pemotongan dan Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur dalam KMK-254/KMK.03/2001 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan PMK No.08/PMK.03/2008, pajak ini menyangkut PPh Pasal 22 impor,
PPh Pasal 22 Bendahrawan dan BUMN/BUMD atas pembayran untuk pembelian dan penyerahan
barang yang dibebankan ke APBN/APBD, PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha lain.
PPh Pasal 21 impor ini menyangkut pemungutan pajak disektor impor, yang berhubungan
barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. Kalau perusahaan mengimpor barang,
harus membayar PPh Pasal 22 impor pada saat pembayran bea masuk, dan yang memungut
adalah Dirjen Bea Cukai atau bank devisa, PPh Pasal 22 impor merupakan kredit pajak yang
dapat dikurangkan dari PPh yang terutang di akhir pajak.
Dalam hal impor, tariff PPh Pasal 22 ini bervariasi, tergantung apakah perusahaan punya
angka pengenal impor (API) atau tidak, dan kalu tidak dikuasai artinya barang tak bertuan. Kalau
ada API tarifnya 2.5% dari nilai impor, kalau non API 7.5%, dan untuk barang tidak dikuasai dari
harga barang atau nilai CIF + BM (Cost Insurance & Freifht + Bea Masuk + Bea Masuk
Tambahan, jika ada).

2
Pengecualian-Pengecualian (Tax Exemption) PPH Pasal 22
Ada juga pengecualian-pengecualian pajak yang harus diperhatikan oleh tax planner yaitu :
(a) Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan
(b) Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dab atau Pajak Pertambahan
Nilai; sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
254/KMK.03/2001 yang telah diubah dengan KMK No.329/KMK.03/2001 dan
236/KMK.02/2003 dan 154/PMK.02/2007 dan terakhir diubah dengan PMK No.
08/PMK.03.2008.

Pengajuan SKB PPh Pasal 22


Sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak No. 192/PJ/2002, wajib pajak yang dapat mengajukan
permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak lain
kepada Direktur Jenderal Pajak karena :
a. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berajalan dapat menunjukkan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiscal.
b. Wajib pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiscal sepanjang kerugian tersebut
jumlahnya lebih besar dari perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan.
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan
terutang.
Secara garis besar pengenaan PPh Pasal 22 terdapat 4 kelompok, yaitu :
1. PPh Pasal 22 Impor
2. PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD
3. PPh Pasal 22 atas Kegiatan Usaha Lain.
4. PPh Pasal 22 atas Penjualan Barang yang tergolong sangat mewah.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23


Tidak jarang terjadi dispute dalam bisnis tentang kewajiban memungut PPh Pasal 23, dimana
perusahaan pemilik proyek atau penerima jasa mengharuskan adanya pemungutan atau
pemotongan PPh Pasal 23 dari pihak ketiga, sedangkan pihak pemberi jasa (kontraktor) tidak
bersedia dipotong pajaknya karena tidak ada pasal pemotongannya dalam kontrak perjanjian.

3
Apabila perusahaan pemilik proyek tidak memotong PPh Pasal 23, dan transaksi ini
ditemukan oleh fiskus pada saat dilakukan pemeriksaan pajak, maka perusahaan pemilik
proyek akan dikenal kewajiban untuk membayar PPh Pasal 23 (withholding tax) yang
terutang ditambah denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.

Pengenaan Pajak Atas Deviden


UU PPh No 10 Tahun 1994 menyebutkan, bahwa deviden yang diterima oleh Perseroan
dalam negeri (selain bank atau lembaga keuangan lainnya) tidak termasuk objek pajak PPh
Badan dengan syarat (1) deviden berasal dari laba yang ditahan dan (2) Kepemilikan saham
Perseroan yang menerima dividen tersebut paling sedikit memiliki 25% dari nilai saham yang
disetor dari badan yang membayar dividen (operating company).

Perubahan Tarif PPh Pasal 23


UU PPh yang baru No.36 Tahun 2008 telah menurunkan tariff PPh Pasal 23 yang semula
15% menjadi :
1. 15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalty, dan hadiah,
penghargaan,bonus,dan sejenisnya.
2. 2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa
konsultan, dan jasa lainnya.

Pengajuan SKB PPh Pasal 23


Sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak No.192/PJ/2002, di mana wajib pajak dapat
mengajukan permohonan pembebasan pemotongan dan atau pemungutan PPh Pasal 23 oleh
pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak dengan criteria seperti yang dimaksud dalam
keputusan Dirjen Pajak.

Penggunaan Metode Gross Up atas Pajak Penghasilan PPh Pasal 26/21/23 yang ditanggung
Oleh Pemberi Penghasilan/Pemberi Kerja
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk Pajak
Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali:

4
a. Pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi
tidak termasuk dividen.
b. Sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak.
Pajak penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 dapat
ditanggung oleh pemberi penghasilan atau pemberi kerja, ddengan perlakuan perpajakan
sebagai berikut :
 Dalam hal PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi penghasilan, sesuai dengan
ketentuan perpajakan, pajak tersebut diperlakukan sama seperti kenikmatan, yaitu
sebagai bukan biaya pemberi kerja dan bukan penghasilan pegawai yang
menerimanya.
 Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) kecuali dividen yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, dan
dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang pajak tersebut ditambahkan (gross-
up) pada penghasilan yang dipakai sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 26 tersebut.

4. Pajak Penghasilan Pasal 26


Objek pengenaan PPh Pasal 26 mirip dengan PPh Pasal 23. Perbedaannya adalah PPh Pasal 26
ini dikenakan kepada wajib pajak luar negeri (WPLN). Dalam PPh Pasal 26 ini tarif pemotongan
atas pembayaran kepada WPLN adalah 20%, dengan memperhatikan ada tidaknya tax treaty
(P3B, Perjanjian Penghindaran Oajak Berganda). Kalau tax treaty nilai efektifnya 10%, tapi bisa
juga 5% dan bisa juga 0%.

5. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 Final


Penjualan saham di bursa efek dikenai PPh Final dengan tariff 0.1%. Bursa pasar modal berusaha
agar obligasi diperlakukan sama dengan saham, supaya pasar obligasi bergairah. Usaha mereka
berhasil dengan dikeluarkannya PP 16 Tahun 2009 yang berlaku efektif 1 Januari 2009.

5
Objel PPh Final Pasal 4 ayat (2)
1. Diskonto/bunga obligasi dan surat utang negara
2. Penghasilan dari transaksi penjualan saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang
diperdagangkan di Bursa Efek
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
4. Penghasilan berupa hadiah atas undian
5. Penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan
6. Penghasilan dari usaha jasa kontruksi
7. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
8. Dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
9. Bunga dan/atau diskonto obligasi dan surat nerharga negara (SBN)
10. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
11. Penghasilan atas dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri.
12. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu.

6. PPh Pasal 15
Merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (NPK) atau deem
profit, yang meliputi :
1. PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri, tariff pajaknya 1.8% dari peredaran bruto dan
bersifat tidak final
2. PPh Final Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, tariff pajaknya 1.2% dari peredaran bruto
bersifat final
3. PPh final Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri, tariff Perwakilan Dagang
Indonesia, tariff pajaknya 0.44% dari nilai ekspor bruto bersifat final.
4. PPh Final atas wajib Pajak Luar negeri yang mempunyai kantor Perwakilan Dagang
Indonesia, tariff pajaknya 0.44% dari nilai ekspor bruto bersifat final
5. Penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas bumi,
tarifnya 15% dari peredaran bruto, bersifat tidak final.
7. Tax Planning PPh Pasal 22/23/26 dan PPh Final
Beberapa hal krusial dalam penanganan PPh Pasal 22/23/26 dan PPh Final :

6
1. Masalah Pembuatan Kontrak
2. Konfilk dalam withholding tax
3. Rekonsiliasi objek withholding tax dengan laporan keuangan
4. Klausul kontrak dengan WPLN

8. Tax Planning Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi


Sesuai Per-Menkeu No. 225/PMK.03.2008, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkam sebesar 0.75% dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut. Sedangkan untuk wajib
pajak masuk bursa dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat
laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tariff umum atas laba-rugi fiscal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan
Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu,
dibagi 12 (dua belas).

Anda mungkin juga menyukai