Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Karakteristik Perkembangan Moralitas Dan Keagamaan Pada


Masa Anak Dan Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan

Dosen Pengampun : Eva Meutia, S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

Layyinun Nabila (202028035)

Tasya Ramadhani (202028033)

Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe


Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
Jurusan Tadris Bahasa Indonesia
Tahun 2021
Kata Pengantar

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perkembangan Moralita
Dan Keagamaan Pada Masa Anak Dan Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan”
ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
bidang “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Perkembangan Moralita Dan Keagamaan Pada MAsa Anak
Dan Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eva Meutia, S.Psi., M.Psi., selaku
Dosen Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang sedang
saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh…

(Lhokseumawe, 03 April 2021)

Penulis

I
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................I
Dafta Isi............................................................................................................II
Bab I Pembahasan..........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
Bab II Pembahasan.........................................................................................2
A. Hakikat Perkembanngan.......................................................................2
B. Hakikat Anak dan Remaja....................................................................3
C. Hakikat Perkembangan Moralitas.........................................................4
D. Hakikat Perkembangan Keagamaan Anak dan Remaja.......................4
Bab III Pembahasan..........................................................................................
A.Karakteristik Perkembangan Moralitas Anak dan Remaja serta Implikasinya Dalam
Pendidikan.......................................................................................................6
1.Pengertian Moral........................................................................................6
2.Karakteristik Perkembangan Moral............................................................7
3.Faktor-Faktor Penghambat Moralitas Anak dan Remaja...........................7
4.Implementasi Perkembangan Moralitas Dalam Pendidikan.......................8
5.Upaya-Upaya Sekolah Dalam Mengembangkannya..................................8
B. Karakteristik Perkembangan Keagamaan Anak dan Remaja Serta
Implikasinya Dalam Pendidikan..................................................................10
1.Pengertian.................................................................................................10
2.Karakteristik Perkembangan Keagamaan..................................................11
3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi...........................................................13
4.Implementasi Perkembangan Keagamaan Dalam Pendidikan..................14
Bab Iv Penutup...............................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran.....................................................................................................18

II
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Remaja merupakan Masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, sehingga dalam
tahapan ini terjadi banyak perubahan. Di dalam psikologi, remaja dikenal sedang
berada pada masa storm and stress, yang artinya remaja sedang menghadapi “Badai”
dan “Topan” dalam kehidupan perasaan dan emosinya.
Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk memiliki moral yang kuat. Moral
merupakan aspek kepribadian seseorang yang diperlukan untuk menciptakan
kehidupan yang social dan harmonis.
Dan masa remaja adalah puncak perkembangan seruluh aspek-aspek kepribadian
anak. Sebab setelah melewati masa remaja ini anak tersebut akan menjadi seorang
yang dewasa yang boleh dikatakan telah berbentuk suatu pribadi yang relatif tetap.
Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembangan sangat pesat
pada masa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu
perkembangan hal-hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan perkembangan moralitas pada remaja?
2. Bagaimana peng-implikasi-an perkembangan moralitas dalam pemdidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan perkembangan keagamaan pada remaja?
4. Bagaimana implikasinya dalam pendidikan?
5. Bagaimakah karakteristik perkembangan moralitas dan keagamaan remaja serta
implikasinya dalam pendidikan?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Perkembangan Peserta
Didik;
2. Sebagai langkah untuk lebih mengenal karakter peserta didik khususnya pada usia
remaja;
3. Untuk menambah wawasan dan pengalaman.

1
Bab II
Pembahasan

A. Hakikat Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagagai satu proses perubahan dalam diri individu
atau organisme, baik fisik maupun psikis menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.
Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bresifat saling ketergantungan
atau memengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satu
kesatuan yang harmonis. Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat,
mendalam atau meluas, baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif
(psikis). Berkesinambungan berarti perubahan pada bagian fungsi organisme  berlangsung
secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat.
Perkembangan mempunyai ciri-ciri yaitu : terjadinya perubahan ukuran, terjadinya
perubahan proporsi, lenyapnya tanda-tanda lama dan munculnya tanda-tanda baru.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti, baik fisik maupun psikis
berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai masa kematangan
atau masa tua. Semua aspek perkembangan saling memengaruhi, yaitu setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, intelektual, emosi, sosial, spiritual maupun moral, satu
sama lainya saling memengaruhi dan terdapat hubungan korelasi yang positif antara aspek-
aspek tersebut. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu yaitu setiap tahap
perkembangan merupakan hasil perkembangan tahap sebelumnya dan merupakan prasyarat
bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan yaitu
perkembangan fisik dan psikis mencapai kematanganya terjadi pada waktu dan tempo yang
berbeda (ada yang cepat dan ada yang lambat).
Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas misalnya (a) sampai usia 2 tahun
anak memusatkan perhatianya untuk menguasi gerak-gerik fisik dan belajar berbicara. Dan
(b) usia 3-6 tahun, perkembangan di pusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul
dengan orang lain. Setiap individu yang normal akan mengalami
tahapan fase perkembangan, bahwa dalam menjalani kehidupanya yang normal dan berusia
panjang, individu akan mengalami masa atau fase perkembangan yaitu masa konsepsi bayi,
kanak-kanak, anak, remaja dan dewasa.

B. Hakikat Anak dan Remaja

2
Hakikat Anak sebagai Manusia
Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang lebih tinggi dari kedudukan harta dan
benda, bahkan jauh lebih berharga di atas segala sesuatu yang kita miliki. Di dalam diri
mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin “adolescence” yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan
oleh Piaget (Hurlock, 1980: 206)
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak, intelegensi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang
mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Sedangkan menurut Hurlock (1980: 206), remaja adalah mereka berada pada usia
berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun,
dan akhir masa remaja bermula dari usia tujuh belas atau tujuh belas tahun sampai delapan
belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja
merupakan periode yang sangat singkat.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pernyataan ini sudah
dikemukakan jauh pada masa lalu, yaitu di awal abad kedua puluh oleh Bapak Psikologi
Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall (dalam Santrock, 2003: 193) pada saat itu
yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang sampai sekarang banyak
dikutip orang.

C. Hakikat Perkembangan Moralitas


Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan
dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain (Santrock, 1995).
Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral, tetapi dalam dirinya terdapat
potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu melalui pengalamanya berinteraksi

3
dengan orang lain, anak belajar memahami tentang prilaku mana yang baik, yang boleh
dikerjakan dan tinglah laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban
(purwadarminto, 1957:957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu
dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan
dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah dengan
demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

D. Hakikat Perkembangan Keagamaan Anak dan Remaja


Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan
hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya
tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-
sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi
urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban
terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan
dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut pandangan sosial, seseorang
berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang
lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang
umum terhadapnya. Bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah
hidupnya.
Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak
mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya
kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan
awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-
praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943). Bagi remaja, agama
memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan
sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah
lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa
dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman,
terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa

4
awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang
cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan
berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa
remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang
Tuhan dan eksistensi.
Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia
telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka
mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan
tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh
perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.

5
Bab III
Pembahasan

A. Karakteristik Perkembangan Moralitas Anak dan Remaja Serta Implikasinya


Dalam Pendidikan

1. Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Moral dapat juga
diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai
baik, perlu dilakukan,dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu
dihindari
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan
tidak memiliki moral (immoral).  Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral
yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya  berinteraksi
dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak
belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
tingkah laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
a. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan
berjudi.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan

6
kendali dalam  bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan bermoral,
apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat
dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan
sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.

2. Karakteristik Perkembangan Moral Anak dan Remaja


Perkembangan moral Jean Piaget merupakan model teori pendekatan kognitif
yang secara intrinsik lebih sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang berpikir. Di
Indonesia secara umum teori pendekatan kognitif ini banyak menjadi model dan praktik
dalam pembelajaran, walaupun diterapkan kurang utuh; sehingga orientasi pembelajaran
difokuskan pada pengembangan kognitif secara sempit. Dari perspektif hakikat manusia di
atas model pendekatan kognitif Piaget, pada satu sisi, memiliki titik-titik similarisasinya yang
hakiki dalam nilai-nilai Islam. Tetapi pada sisi lain, teori Piaget memiliki titik-titik
kelemahan, karena perilaku moral tidak selalu merupakan refleksi pengetahuan moral. Maka
Islam menyediakan nilainilai komplementasi yang memberi ruang penerapan moral bagi anak
secara konsisten, walaupun memasuki tahap perkembangan moral autonomous yang bercorak
subjektif dan relatif.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa
sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan
berfikir operasional formal, yakni:
a. Mulai mampu berfikir abstrak;
b. Mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis,
maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral
yang menjadi dasar hidup mereka;
c. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh
kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang
ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu
mempertanggungjawabkannya secara pribadi;
d. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa
yang salah;

7
e.  Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan;
f.  Penilaian moral menjadi kurang egosentris;
g. Penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.

3.  Fakto-Faktor yang Menghambat Perkembangan Moralitas Anak dan


Remaja
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral:
a. Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan tempat penerapan 
pertama sebagai individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang
diajarkan di lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan
moral remaja.
b.  Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh kontrol dari yang  
mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggarnya.
c.  Lingkungan sosial, lingkungan sosial terutama lingkungan sosial terdekat
yang bisa sebagai pendidik dan pembina untuk memberi pengaruh dan
membentuk tingkah laku yang sesuai.
d.  Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang, maka makin
tinggi pula moral seseorang.
e. Peranan media massa dan perkembangan teknologi modern.  Hal ini
berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk
terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum diketahuinya.

4.  Implementasi Perkembangan Moralitas Anak dan Remaja dalam


Pendidikan
Pendidikan anak merupakan sesuatu yang urgen untuk diperhatikan. Karena anak
terlahir dengan memiliki potensi yang perlu untuk ditumbuhkembangkan. Selain
itu anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia.
Berkualitas atau tidaknya ia dimasa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses
pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. Oleh karena
itu pendidikan anak berarti perencanaan peradaban dan kemajuan bangsa.
Sehingga tanpa pendidikan anak sesungguhnya tidak akan pernah ada peradaban
dan kemajuan bangsa. Al-Ghazali memiliki konsep pendidikan anak yang holistik
yaitu mencakup aspek spiritual, moral, sosial, kognitif dan fisik. Tujuan
pendidikannya pun tidak terbatas pada taqorrub ila Allah tapi juga pengembangan

8
potensi jasmani dan rohani. Hal itu karena Al-Ghazali memandang anak sebagai
pribadi yang dilahirkan dengan potensi-potensinya dan mempunyai
kecenderungan fitrah ke arah baik dan buruk sehingga sangat memerlukan
pendidikan. Adapun materi pendidikan anak yang ditetapkan Al-Ghazali adalah
berdasarkan aspek-aspek pendidikan yang dirumuskannya. Sedangkan metode
pendidikan yang ditetapkannya adalah bervariasi dan tentunya hal itu disesuaikan
dengan periodisasi anak. Adapun implikasinya terhadap Pendidikan Agama Islam
adalah hendaknya pendidikan selalu disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan peserta didik seperti perkembangan kognitif dan moralnya. Karena
pendidikan merupakan proses sinergis antara pendidik, peserta didik, metode dan
materi dalam mencapai tujuan pendidikan Islam.
Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja adalah:
a. Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih teman;
b. Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan
sudah mulai mencari solusi terhadap permasalahan tersebut
c. Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain;
d. Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang menyentuh hati;
e.  Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan
nilai-nilai yang diyakininya.
5. Upaya-Upaya Sekolah Dalam Rangka Mengembangkannya
Ketika anak berada dalam masa perkembangan, pembentukan moralnya
dipengaruhi oleh lingkungannya. Dimulai dari lingkungan keluarga, dimana orang
tua mengenalkan nilai-nilai sederhana seperti kesopanan terhadap ayah dan ibu.
Saat pergaulan anak tersebut makin luas pada usia remaja, dia akan mengenal
lebih banyak nilai-nilai kehidupan melalui kejadian-kejadian di sekitarnya.
Remaja terdorong untuk mengidentifikasi peristiwa yang dialaminya sehingga
dapat membedakan sikap mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk
dilakukan.
Upaya membantu remaja menemukan identitas diri:
a. Berilah informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa
b. Membantu siswa menemukan sumber-sumber untuk memecahkan masalah
pribadinya (melalui guru konseling)
c. Bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja yang dipandang aneh. Caranya:
mendiskusikan tentang tatakrama dalam berpakaian

9
d. Memberi umpan balik yang realistis tentang dirinya
Caranya: berdiskusi dengan siswa, member contoh orang lain yang sukses
dalam hidup.
Menurut Kohlberg ;
a. Anak menganggap baik dan buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya
berupa kepatuhan dan hukuman atas kekuasaan yang tidak bisa diganggu
gugat. Misalnya, jika anak tidak mau belajar maka dia tidak akan diijinkan
untuk bermain dengan temannya.
b. Anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar
dirinya atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap
kejadian dapat dipandang dari berbagai sisi yaitu sisi manfaat dan
kerugiannya.
c. Anak mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan
orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh
orang lain.
d. Anak merasakan bahwa perbuatan baik yang diperlihatkan bukan hanya agar
dapat diterima lingkungan, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan atau norma sosial, contohnya seorang remaja yang
mulai belajar menghormati orang yang lebih tua dengan bersikap ramah dan
santun.
e. Remaja menyadari adanya hubungan timbal balik antara dirinya dengan
lingkungan sosial melalui kata hati yang dirasakannya. Maksudnya, jika dia
menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat maka lingkungan aka
memberikan perlindungan dan rasa nyaman padanya.
f.   (Prinsip Universal), remaja mengadakan penginternalisasian moral yaitu
remaja melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab
batin sendiri, menjadikan penilaian moral sebagai nilai-nilai pribadi yang
tercermin pada tingkah lakunya.
Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock
(1986: 322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan factor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun
cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi
orangtua. Ada beberapa alassan, mengapa sekolah memainkan peranan penting yang
berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu ;

10
a. Siswa harus hadir disekolah;
b. Sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan    masa
perkembangan ‘konsep dirinya”;
c.  Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat
lain di luar rumah;
d. Sekolah member kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses;
e. Sekolah member kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan
kemampuannya secara realistis.

B. Karakteristik Perkembangan Keagamaan Anak dan Remaja Serta Implikasinya


Dalam Pendidikan.

1. Pengertian
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama
mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di
dunia. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa latin religio, yang
berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullotta (1983), agama
memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia
ini, agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang
tengah mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang
mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai
arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada
proses pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama
merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada
Allah yang direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam
keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila
remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika
merasa berdosa.

11
Jadi kesimpulannya, perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi.
Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah
menjadi acuh tak acuh dan menentang (Zakiyah Darajat, 2003:96-96 dan Sururin,
2002:70).

2. Karakteristik Perkembangan Keagamaan


perkembangan keagamaan anak adalah sifat ketuhanan yang
dimiliki oleh anak sejak lahir dalam keadaan fitrah yang akan
berkembang bersamaan dengan berkembangnya sistem organ
tubuh yang lain. Keadaan fitrah yang dibawa anak sejak lahir
dibutuhkan bimbingan dari orang tua sehingga akan tumbuh dan
berkembang sesuai agama yang dianutnya.
Menurut Glock dan Stark dalam (Ancok, 2005), ada 5
dimensi religiusitas (keagamaan) yaitu :
a.Dimensi keyakinan / ideologik
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana
orang religious berpegang teguh pada pandangan teologis
tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Misalnya
keyakinan akan adanya malaikat, surga dan neraka.

b. Dimensi praktik agama / peribadatan


Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan,
pelaksanaan ritus formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal
yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya.
Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas
penting, yaitu :

1) Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan


keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang semua
mengharapkan para pemeluk melaksanakannya.

2) Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat


formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga

12
mempunyai seperangkat tindakan persembahan dan
kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan
khas pribadi.

c. Dimensi pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman
keagamaan, perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami
seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan
(atau masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil,dalam suatu esensi
ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir,dengan otoritas transedental.

d. Dimensi Pengetahuan Agama


Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang-orang
yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai
dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus,
kitab suci dan tradisi-tradisi.

e. Dimensi Konsekuensi
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat
keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan
seseorang dari hari ke hari. Dengan kata lain, sejauh mana
implikasi ajaran agama mempengaruhi perilakunya.
Dalam  pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja
terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak
berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan
rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:

a) Pertumbuhan pikiran dan mental

13
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari
masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis
terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka
pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan
norma-norma kehidupan lainnya.

b) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja.
Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati
berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius
akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang
religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat
pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi
dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual.
Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih
terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.

c) Pertimbangan sosia
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya
pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul
konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat
bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja lebih cenderung
jiwanya untuk bersikap materialis.

d) Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa
berdosa dan usaha untuk mencari perlindungan. Tipe moral yang juga
terlihat pada remaja juga mencakupi:
1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

14
3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral
dan agama.
4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan
moral.
5. Deviant,  menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan
masyarakat.   

e) Sikap dan minat


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh
dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil
dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil
minatnya).
Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000
remaja di Marlyand mengungkapkan sebagai berikut:
1. Remaja yang taat beribadah ke gereja secara terartur 45%;
2. Remaja yang tidak pernah kegereja 35%;
3. Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi
73%;
4. Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.
Perkembangan keagamaan remaja tergantung bagaimana dan apa yang
diperolehnya sejak masa anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan
agama yang diberikan kuat maka perkembangan keagamaan remaja
akan menjadi positif dan boleh jadi semakin kuat. Begitu pula
sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap
keagamaan, maka perkembangan keagamaan remaja tersebut akan
terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan
moral.
Ahli umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat
bahwa pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam
dua tahapan yang secara kualitatif menunjukan karakteristik yang
berbeda.
1. Masa remaja awal

15
a. Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis
melihat kenyataan orang-orang yang beragama secara
hipokrit;
b.  Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau
karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai
konsep dan pemikiran yang tidak cocok;
c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga
banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual

.
2. Masa remaja akhir
a. Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan
tercapainya kedewasaan intelektual;
b.  Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam
hal konteks agama yang dianutnya;
c. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang.

 Faktor- faktor yang Mempengaruhi


Tidak sedikit remaja yang bimbang dan ragu dengan agama yang diterimanya, W.
Sturbuck meneliti mahasiswa Middle Burg College. Dari 142 remaja yang berusia 11
26 tahun, terdapat 53% yang mengalami keraguan tentang:
a. Ajaran agama yang mereka terima.
b. Cara penerapan ajaran agama.
c. Keadaan lembaga-lembaga keagamaan.
d. Para pemuka agama
Menurut analisis yang dilakukan W.Starbuck, keraguan itu disebabkan oleh faktor:
 Kepribadian
Tipe kepribadian dan jenis kelamin, bisa menyebabkan remaja melakukan
salah tafsir terhadap ajaran agama.
Bagi individu yang memiliki kepribadian yang introvert, ketika mereka
mendapatkan kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan
menyebabkan mereka salah tafsir terhadap sifat Maha Pengasih dan Maha
Penyayangnya Tuhan.

16
Misalnya: Ketika berdoa’a tidak terkabul, maka mereka akan menjadi ragu
akan kebenaran sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang Tuhan
tersebut. Kondisi ini akan sangat membekas pada remaja yang introvert walau
sebelumnya dia taat beragama.
Untuk jenis kelamin Wanita yang cepat matang akan lebih menunjukkan
keraguan pada ajaran agama dibandingkan pada laki-laki cepat matang.
 Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini dipicu oleh “dalam kenyataannya, terdapat banyak organisasi
dan aliran-aliran keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal itu mengesankan
adanya pertentangan dalam ajaran agama. Selain itu remaja juga melihat
kenyataan “Tidak tanduk keagamaan para pemuka agama yang tidak
sepenuhnya menuruti tuntutan agama”.
 Pernyataan Kebutuhan Agama
Pada dasarnya manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah
ada), namun disisi lain, manusia juga memiliki dorongan curiosity (dorongan
ingin tahu).
Kedua sifat bawaan ini merupakan kenyataan dari kebutuhan manusia yang
normal. Apa yang menyebabkan pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan
dengan munculnya keraguan pada ajaran agama?
Dengan dorongan Curiosity, maka remaja akan terdorong untuk
mempelajari/mengkaji ajaran agamanya. Jika dalam pengkajian itu terdapat
perbedaan-perbedaan atau terdapat ketidaksejalanan dengan apa yang telah
dimilikinya (konservatif) maka akan menimbulkan keraguan.
 Kebiasaan
Remaja yang sudah terbiasa dengan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya
akan ragu untuk menerima kebenaran ajaran lain yang baru
diterimanya/dilihatnya.
 Pendidikan
Kondisi ini terjadi pada remaja yang terpelajar. Remaja yang terpelajar akan
lebih kritis terhadap ajaran agamanya. Terutama yang banyak mengandung
ajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi jika mereka memiliki kemampuan
untuk menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara lebih rasional.
 Percampuran Antara Agama dengan Mistik

17
Dalam kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat, kadang-kadang tanpa
disadari ada tindak keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh mistik dan
praktek kebatinan. Penyatuan unsur ini menyebabkan remaja menjadi ragu
untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik.
Penyebab keraguan remaja dalam bidang agama yang dikemukakan
oleh Starbuck diatas, adalah penyebab keraguan yang bersifat umum bukan
yang bersifat individual. Keraguan remaja pada agama bisa juga terjadi secara
individual. Keraguan yang bersifat individual ini disebabkan oleh:
a. Kepercayaan
Yaitu: Keraguan yang menyangkut masalah ke-Tuhanan dan
implikasinya. Keraguan seperti ini berpeluang pada remaja agama
Kristen,,yaitu: tentang ke-Tuhanan yang Trinitas.
b. Tempat Suci
Yaitu: keraguan yang menyangkut masalah pemuliaan dan
pengaguman tempat-tempat suci.
c. Alat Perlengkapan Agama
Misalnya: Fungsi salib pada ajaran agama Kristen
d. Fungsi dan Tugas dalam Lembaga Keagamaan
Misalnya: Fungsi pendeta sebagai penghapus dosa
e. Pemuka agama, biarawan dan biarawati
f. Perbedaan aliran dalam keagamaan
Jadi, Tingkat keyakinan dan ketaatan remaja pada agama sangat dipengaruhi
oleh kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang
terjadi dalam dirinya.
Dalam upaya mengatasi konflik batin, para remaja cenderung untuk bergabung
dalam peer groups-nya dalam rangka berbagi rasa dan pengalaman. Kondisi inipun
akan mempengaruhi keyakinan dan ketaatan remaja pada agama (Jalaluddin,
2002:78-81)
Faktor lain yang mempengaruhi adalah, adanya motivasi dari dalam diri
remaja itu sendiri. Menurut Yahya Jaya, motivasi beragama adalah usaha yang ada
dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan
dengan tujuan tertentu atau usaha yang menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur, manusia termotivasi untuk beragama atau melakukan tindak
keagamaan dalam 4 hal:

18
1. Didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi dalam kehidupan, baik:
· Frustasi karena kesukaran alam;
· Frustasi karena sosial;
· Frustasi karena moral;
· Frustasi karena kematian.
2. Didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
3. Didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu atau intelek ingin tahu
manusia.
4. Didorong oleh keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.

Implikasi Perkembangan Keagamaan Anak dan Remaja dalam Pendidikan


Spilka menyatakan bahwa penanaman agama yang terhenti sebelum seseorang
mencapai formal operation stage kadang akan sulit untuk diperbaiki. Oleh karena itu
pemberian materi agama bagi remaja harus tetap dilakukan dengan memperhatikan berbagai
aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja.
Sebagai faktor eksternal, maka pendidik harus memperhatikan dinamika
perkembangan remaja. Dalam hal ini dinamika perkembangan remaja dapat digunakan
sebagai dasar penyusunan materi yang akan diberikan kepada remaja beserta strategi dan
metode penyampaiannya. Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan
mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata
pelajaran yang lain  sehingga penyampaian materi agama harus disampaikan menggunakan
konsep yang luas, dengan mengaitkan berbagi cabang ilmu pengetahuan lain dan
disampaikan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan berbagai aspek perkembangan remaja
baik kondisi maupun kejiwaannya sehingga mampu mendorong minat beragama serta
menumbuhkan minat untuk menggali secara mendalam mengenai berbagai pengetahuan
agama, sehingga dapat menjawab segala pertanyaan mengenai suatu hal yang berkaitan
dengan keyakinannya dan menjawab semua persoalan pribadinya.
Dengan demikian maka materi pendidikan agama dapat diterima dengan baik  dan
dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari hari mereka, sehingga dapat meningkatkan
potensi spiritual serta membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia,

19
Pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari
program-program pendidikan yang diberikan di sekolah. Tanpa melalui pendidikan agama,
mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik.
Anak remaja memasuki masa kritis dan skeptis. Pengahayatan kehidupan keagamaan
sehari-hari dilakukan mungkin atas pertimbangan adannya semacam tuntutan yang memaksa
dari luar dirinya. Implikasi dari perkembangan perilaku, moral, dan keagamaan anak usia
sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok-
kelompok belajar, atau perkumpulan remaja yang positif. Sekolah hendaknya menciptakan
suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok
remaja yang mempunyai tujuan dan program-program kegiatan yang positif berdasarkan
minat siswa.

Bab IV
Penutup

A. Kesimpulan
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang
harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya
dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus
dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas. Masa
remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai mengambil peran

20
dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas segala akibat dari 
perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama, perkembangan pada usia anak-anak mempunyai
peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar
religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa
dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan
perkembangan agama usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan
kesanggupannya terhadap perkembangan agama usia remaja dan dewasa.

B. Saran
Sebagai akhir makalah ini, penulis akan menyampaikan saran yang mungkin dapat
berguna bagi para pembaca. Adapun saran-saran sebagai berikut:
1. Sebagai generasi muda, sudah selayaknya kita bersikap bijaksana dalam
melakukan segala hal, pertimbangkan resiko baik dan buruknya, bukan hanya
untuk diri kita sendiri melainkan untuk orang-orang disekeliling kita
2.   Diharapkan di sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal, agar
dapat membangun kreatifitas dan prestasi peserta didik agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti tawuran, bolos saat jam pelajaran berlangsung dan
lain-lain;
3. Diharapkan kepada pemerintah untuk senantiasa terus melakukan upaya
pengawasan ke tiap sekolah demi meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja
dari warga sekolah.

21

Anda mungkin juga menyukai