Anda di halaman 1dari 2

BERITA RISDA

Amerika Serikat telah kembali dalam Paris Agreement pada tanggal


19 Februari 2021, setelah empat tahun menarik diri pada
pemerintahan Donald Trump.
Paris Agreement sendiri menbutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
dirancang dan dikembangkan dalam Unites Nations Framework
Covention on Climate Changes (UNFCCC). Tujuan dari kesepakatan
ini adalah untuk menahan laju peningkatan temperatur global hingga
dibawah 2 derajat celcius sebelum masa Revolusi Industri demi
mengurangi risiko perubahan iklim. Paris Agreement juga berisikan
tujuan global yang tidak ada di dalam UNFCCC. Perjanjian ini
kemudian ditandatangani oleh 195 Pihak dan diratifikasi oleh 146
negara ditambah Uni Eropa.
AS sebagai negara dengan penghasil emisi gas rumah kaca (GRK)
terbesar kedua di dunia ini sendiri memilih bergabung pada Paris
Agreement dibawah pemerintahan Obama dan keluar di pemerintahan
Trump. Trump berpendapat bahwa Paris Agreement merupakan
kesepakatan yang buruk bagi AS dan akan berdampak pada daya
saing ekonomi hingga hilangnya lapangan kerja. Selain itu,
ketidakpercayaan Trump terhadap isu perubahan iklim mendorongnya
untuk mengubah kebijakan-kebijakan terhadap isu lingkungan.
Pernyataan Trump ini memicu kontra di masyarakat, dimana
masyarakat AS tetap mendukung AS berkomitmen dalam Paris
Agreement. Namun, persepsi negatifnya mengenai Paris Agreement
tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Studi OECD
menunjukan bahwa sebenarnya negara-negara G20 dapat memperoleh
manfaat dari dorongan 5% terhadap pertumbuhan pada tahun 2050
jika mereka mengejar pembangunan ekonomi yang tahan iklim dan
rendah karbon. Hasil dari studi ini kemudian menunjukan bahwa
persepsi dan anggapan Trump mengenai Paris Agreement atau
perubahan iklim adalah salah.
UNFCCC melalui Sekretariat mereka kemudian menyesalkan
pengumuman Trump terkait penarikan diri AS dari Paris Agreement.
Sekretariat UNFCCC lalu menyampaikan niatan mereka untuk
merundngkan kembali modalitas dan partisipasi AS dalam perjanjian
tersebut. Dalam hal ini, pihaknya siap untuk terlibat dalam dialog
dengan pemerintah AS terkait implikasi permasalahan ini.
Keluarnya AS dari Paris Agreement nyatanya tidak bertahan lama.
Pasca pelantikannya pada 20 Januari 2021, Presiden AS, Joe Biden
menyatakan bahwa AS akan segera kembali kedalam usahanya
melawan permasalahan lingkungan melalui Paris Agreement. Biden
menyatakan bahwa AS harus terus merespon krisis iklim yang akan
selalu menimbulkan ancaman dan Paris Agreement akan
menempatkan negara ini pada pijakan yang benar. Biden juga
kemudian mengeluarkan berbagai pernyataan dan kebijakan baru
terhadap kebijakan-kebjakan lama AS yang tidak sesuai dengan isi
Paris Agreement seperti pemblokiran pipa Keystone XL.
Kembalinya AS kedalam Paris Agreement ini mendapat tanggapan
baik dari banyak pihak salah satunya Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Jenderal PBB Antonio Gutteres juga menyatakan bahwa PBB
sangat menyambut baik langkah-langkah Presiden Joe Biden dalam
memasukan kembali AS kedalam Paris Agreement. Gutteres juga
menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan Biden untuk
mengatasi keadaan darurat ilkim, dan pemulihan dimasa COVID-19
ini. Kembalinya AS kedalam perjanjian Paris ini sendiri telah berlaku
sejak 19 Februari 2021.

Anda mungkin juga menyukai