Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada daerah

globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan

prasyarat mutlak untuk mencapai pembangunan. Salah satu wahana untuk

mencapai kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Dasar

pendidikan tinggi adalah belajar sepanjang hayat.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan

potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Undang-undang

sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan kehidupan manusia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan ketrampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan (UU Sisdiknas : 2003 )

Motivasi belajar (motivasion to learn) menentukan kualitas

interaksi siswa dengan kegiatan di kelas. Perhatian, respon dan kesungguhan

1
mengerjakan tugas-tugas belajar menjadi lemah dan pada gilirannya akan

menjadi akibat pada rendahnya prestasi sekolah. Sebaliknya, apabila motivasi

belajar remaja tinggi akan muncul gairah dan semangat belajar yang tampil

dalam bentuk perilaku antusias dalam mengerjakan berbagai tugas dan

akhirnya akan mendongkrak prestasi sekolah. Motivasi dapat berasal dari

faktor eksternal yang disebut motivasi ekstrinsik dan juga dapat berasal dari

individu itu sendiri yaitu motivasi intrinsik. Kedua jenis motivasi ini secara

signifikan memainkan peran dalam mendorong perilaku individu (Imam

syafi’I, 2006 )

McClelland (dalam salvin, 2004) mengatakan bahwa salah satu

jenis motivasi yang terpenting dalam dunia pendidikan adalah motivasi

berprestasi. Motivasi berprestasi dapat didefenisikan sebagai keinginan untuk

mencapai sukses, untuk melakukan lebih baik dari orang lain, dan untuk

menguasai tugas-tugas yang menantang (Murray, dalam Huffman,

Vernoy,2007). Adanya hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi

belajar telah dibuktikan oleh Ugorogolu & Walberg (dalam Gage & Berliner ,

2002) dimana hasil dari penelitiannya memperlihatkan bahwa tingkat

motivasi berprestasi yang tinggi akan mengarah kepada prestasi yang tinggi

juga.

Dari hasil penelitian sebelum diketahui bahwa perkembangan


motivasi belajar berprestasi bersumber dari masa kanak – kanak.
Perkembangan motivasi berprestasi ini dipengaruhi oleh cara orang tua
mengasuh anak (Winterbottom, dalam martaniah 2002). Penerapan disiplin

2
sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang
kurang nyaman, serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga
merupakan faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.yang
bersumber dari faktor manajemen sekolah.

Menurut Sieber e.al. (2007) kecemasan dianggap sebagai salah satu


faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-
fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat,
pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut,
gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti:
gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan
jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan.

Mengingat dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar

dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu

untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah.

I.2 Rumusan Masalah

Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya

adalah faktor internal psikologis berupa motivasi belajar. Hal tersebut didasari

oleh sebuah teori dari Hakim (2000:17) yang mengatakan bahwa faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik dari motivasi belajar merupakan salah satu tolak

ukur dari keberhasilan belajar siswa.

Masalah prestasi belajar siswa yang rendah pada siswa-siswa SMA PSKD

7 DEPOK TA 2010/2011 harus segera ditangani mengingat tanggung jawab

moral dan reputasi sekolah dan juga mewujudkan misi dari SMA PSKD 7

DEPOK.

3
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas maka penulis

berminat untuk meneliti bagaimana gambaran faktor – faktor yang

berhubungan dengan motivasi berprestasi belajar remaja di SMA PSKD 7

DEPOK TA 2010/2011.

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum.

Untuk mengetahui gambaran faktor - faktor yang berhubungan dengan

motivasi berprestasi belajar remaja di SMA PSKD 7 DEPOK TA

2010/2011.

I.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran karekteristik remaja (usia & jenis

kelamin)

1.3.2.2 Mengetahui hubungan usia remaja dengan motivasi belajar

1.3.2.3 Mengetahui hubungan jenis kelamin remaja dengan

motivasi belajar

1.3.2.4 Mengetahui hubungan minat dengan motivasi belajar

1.3.2.5 Mengetahui hubungan cita – cita dengan motivasi belajar

1.3.2.6 Mengetahui hubungan kondisi siswa dengan motivasi

belajar

1.3.2.7 Mengetahui hubungan ketakutan akan hukuman dengan

dengan motivasi belajar

4
1.3.2.8 Mengetahui hubungan penghargaan dan pujian dengan

motivasi belajar

1.3.2.9 Mengetahui hubungan peran orang tua dengan motivasi

belajar

1.3.2.10 Mengetahui hubungan peran pengajar dengan motivasi

belajar

1.3.2.11 Mengetahui hubungan lingkungan belajar dengan motivasi

belajar

I.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi SMA PSKD 7 DEPOK

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk

meningkatkan kualitas lulusan siswa - siswi SMA PSKD 7 DEPOK

melalui peningkatan kualitas proses belajar mengajar

1.4.2 Bagi pengajar (guru)

Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan agar para pengajar (guru)

lebih meningkatkan pengajaran dan kreatifitas ajar serta sebagai model

bagi siswa – siswi sehingga dapat meningkatkan minat belajar dan

menghasilkan siswa yang berkompeten

1.4.3 Manfaat sekolah

Pada siswa – siswi SMA PSKD 7 DEPOK mempunyai wawasan

tambahan mengenai adanya faktor - faktor yang dapat mempengaruhi

5
motivasi siswa – siswi untuk belajar sehingga diharapkan siswa dapat

meraih prestasi belajar yang lebih baik

1.4.4 Bagi orang tua

Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang adanya faktor – faktor

yang mempengaruhi motivasi belajar anak sehingga orang tua dapat

memberikan perhatian serta asuhan yang tepat untuk meningkatkan

prestasi belajar anak.

1.4.5 Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi tentang

pentingnya pemberian dukungan untuk meningkatkan motivasi belajar

anak.

1.4.6 Bagi penulis

Penelitian ini sebagai pengalaman belajar untuk meningkatkan ilmu

yang telah didapatkan serta ketrampilan penulis khususnya dalam

bidang penelitian

1.4.7 Bagi perawat

Penelitian ini sebagai masukan bagi perawat (khususnya perawat jiwa)

untuk memotivasi prestasi sekolah anak remaja melalui usaha kesehatan

jiwa sekolah sekaligus memberi dukungan bagi para siswa-siswi

bagaimana mempersiapkan diri menghadapi semua konsekuensi dalam

belajar.

6
I.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada siswa – siswi SMA

PSKD 7 DEPOK TA 2010/2011. Penelitian ini dilakukan pada bulan april

2011 sampai bulan juni 2011

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.Konsep Terkait

II.1. Motivasi Berprestasi

Ada beberapa definisi dari motivasi berprestasi, antara lain menurut

Woolfolk (2005), motivasi berprestasi adalah hasrat untuk berhasil, dorongan

bekerja keras untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan. Sedangkan menurut

Atkinson dan Feather (2004) motivasi berprestasi adalah keadaan yang

ditimbulkan seseorang untuk bekerja keras mencapai tujuan. Selanjutnya juga

berarti kekuatan kecenderungan untuk berbuat dalam cara tertentu dengan tujuan

mendapatkan apa yang diinginkan.

Salvin (2004) menyebutkan motivasi berprestasi adalah kecenderungan

untuk menunjukan inisiatif dan ketekunan dalam mencapai tujuan tertentu dan

meningkatkan kompetensi dengan sukses mencapai standar yang istimewa.

Pengertian ini serupa dengan yang diutarakan Ruhland dan Feld (2007) dalam

jurnalnya dimana motivasi berprestasi secara umum dipahami sebagai

kecenderungan secara menyeluruh untuk mengevaluasi performa dengan standar

ini dan mengalami kesenangan pada kesuksesan.

8
Dari beberapa definisi motivasi berprestasi diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan yang kuat untuk menunjukan

inisiatif dan ketekunan, mengevaluasi performa dengan standar yang unggul,

berjuang untuk menampilkan yang terbaik demi standar tersebut serta

meningkatkan kompetensi dalam rangka mencapai keberhasilan atau kesuksesan.

II.2. Motivasi belajar

II.2.1 Definisi

Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya

penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas – aktivitas

tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu

kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun Menurut Mc. Donald (dalam Muhibin

Syah, 2003) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai

dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya

tujuan.

Motivasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah dorongan yang

timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu

tindakan dengan tujuan tertentu (Sobour, 2003). Motivasi belajar antara siswa satu

dengan yang lainnya tidaklah sama. Pada diri siswa terdapat kekuatan mental

yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari

berbagai sumber. Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya.

Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi

pendidikan yang menyebut motivasi adalah kekuatan mental yang mendorong

9
terjadinya belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakan dan mengerahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.

Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan,

sasaran, dan insentif (dalam Muhibbin Syah, 2003).

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya

penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan

memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.

II.2.2 Jenis dan Komponen pokok motivasi

Para ahli psikologis berusaha menggolongkan motif – motif yang ada

dalam diri manusia atau suatu organisme kedalam beberapa golongan menurut

pendapatnya masing – masing. Woodworth ( dalam Sobour, 2003) mengolongkan

dan membagi motif – motif tersebut menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik. Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik mempunyai peranan

yang sama dalam membangkitkan motivasi (Winkel, W.S, 2009 : dalam

Sudarman & Paryati 2004). Kedua jenis motivasi ini saling kait – mengkait

menjadi satu membentuk satu sistem motivasi yang menggerakan siswa untuk

belajar.

II.2.2.1 Motivasi Intrinsik .

Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada

paksaan atau dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemampuan sendiri.

Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang timbul dari

dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat manfaat praktis dari

pelajaran (Alex Sobour,2003). Motivasi internal berlandaskan pada konsep

10
diri seseorang, yang mencermikan bagaiamana ia memandang dirinya secara

ideal, cara pandang dirinya sendiri saat ini dan bagaimana ia ingin dipandang

oleh orang lain serta kepuasan/kebanggaan dalam memandang diri sendiri.

Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari siswa

itu sendiri adalah (Ngalim Purwanto,2008.)

1). Minat

Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana

minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih

mudah dan cepat. Semiawan (2006) mengatakan bahwa minat berfungsi

sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan

tertentu yang spesifik. Minat adalah kecenderungan seseorang untuk merasa

tertarik pada objek tertentu yang dianggap penting. Dari rasa ketertarikan

terhadap sesuatu akan membentuk motivasi yang akhirnya teraktualisasi

dalam perilaku belajarnya (Yasin Setiawan, 2006). Syarat yang penting untuk

mulai sesuatu adalah minat terhadap apa yang mau dipelajari. Tanpa minat

dan hanya didasari atas rasa terpaksa, maka tidak akan tercipta motivasi

belajar sehingga hasil yang didapat tidak akan optimal meskipun cara belajar

yang digunakan sudah efektif.

Hilgar dan Slameto (2007) mengatakan bahwa minat merupakan

suatu proses yang tetap untuk memperhatikan dan memfokuskan diri pada

sesuatu yang diminatinya dengan perasaan senang dan rasa puas, selain itu

minat adalah suatu campuran dari perasaan, harapan, rasa takut atau

kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pikiran tertentu.

11
Pelajar yang termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai

tugas belajar yang sedang mereka kerjakan, menunjukan ketekunan yang

tinggi serta variasi aktivitas belajar mereka pun lebih banyak (Purwanto,

2002). Minat merupakan salah satu dimensi dari aspek efektif yang banyak

berperan juga dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam kehidupan belajar

seorang murid. Dalam proses belajar, minat yang merupakan salah satu aspek

psikologis yang berperan penting dalam menumbuhkan motivasi belajar dan

makin besar minat makin tinggi prestasi seseorang (Setiawan, 2008).

2). Cita-cita

Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral,

kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan serta oleh perkembangan

kepribadian. Cit-cita untuk menjadi seseorang (gambaran ideal) akan

memperkuat semangat belajar, dan mengarahkan perilaku belajar (Semiawan,

2008:). Seseorang dengan kemauan besar serta didukung oleh cita-cita yang

sesuai maka akan menimbulkan semangat dan dorongan yang besar untuk bisa

meraih apa yang diinginkan.

3). Kondisi siswa

Wlodkowski (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa motivasi

belajar adalah usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya

(kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan

pembelajaran. Kondisi-kondisi tersebut baik kondisi fisik maupun emosi yang

dihadapi oleh peserta didik akan mempengaruhi keinginan individu untuk

12
belajar dan ini tentunya akan melemahkan dorongan untuk melakukan sesuatu

dalam kegiatan belajar. Kondisi fisik serta pikiran yang sehat akan

menumbuhkan motivasi belajar sehingga dapat mengarahkan perilaku belajar.

Sehat berarti dalam keadaan baik, segenap badan beserta bagian – bagiannya

atau bebas dari penyakit serta keadaan akal yang sehat. Proses belajar

seseorang akan terganggu jika kesehatan terganggu.

Keadaan emosional dan sosial berupa perasaan tertekan, yang selalu

dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan karena

emosi – emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula anak yang

tidak sukai oleh teman dan lingkungan sosialnya akan menemui kesulitan

belajar. Sutikno mengatakan bahwa kendala dan masalah hidup yang dihadapi

oleh orang dewasa merupakan hal yang harus dijalani. Terkadang dapat

diatasi, terkadang tidak. Mereka yang mengalami masalah yang tidak

tertanggulangi biasanya akan cepat frustasi. Peserta didik seperti ini tentu

fokus utamanya menghadapi masalah hidupnya yang sedang carut marut itu.

Motivasi untuk terus belajar akan menurun sejalan dengan rasa frustasi.

II.2.2.2 Motivasi Ekstrinsik.

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,

apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga

dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor – faktor luar yang turut

mendukung munculnya gairah belajar. Elliot et all berpendapat bahwa

motivasi ekstrinsik disebabkan oleh penghargaan dan penghukuman.

13
Secara ringkas faktor – faktor ekstrinsik yang mempengaruhi

motivasi belajar dapat dikelompokan menjadi :

1). Kecemasan terhadap hukuman

Seperti yang dikatakan Santrock (2001) bahwa motivasi ekstrinsik


berkenaan dengan insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman.
Motivasi belajar bisa muncul jika ada kecemasan atau hukuman yang
menyertai atau melandasi pembelajaran. Konsep motivasi belajar berkaitan
erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan
(reinforcement) dimasa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang
dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau
perilaku yang terkena hukuman (punishment). Sunaryo (2004 :145)
mengatakan bahwa motivasi dengan kekerasan (motivating by force) yaitu
memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan agar
yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan. Mengingat
dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan
fisik atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu untuk
mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat
dilakukan melalui :

1. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.


Pembelajaran dapat menyenangkan apabila bertolak dari potensi,
minat dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, strategi pembelajaran
yang digunakan hendaknya berpusat pada siswa, yang
memungkinkan siswa untuk dapat mengkspresikan diri dan dapat
mengambil peran aktif dalam proses pembelajarannya.
2. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru seharusnya dapat
mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun para siswanya.
Kendati demikian, lelucon atau “joke” yang dilontarkan tetap harus
berdasar pada etika dan tidak memojokkan siswa.
3. Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi “game” atau
“ice break” tertentu, terutama dilakukan pada saat suasana kelas

14
sedang tidak kondusif.. Dalam hal ini, keterampilan guru dalam
mengembangkan dinamika kelompok tampaknya sangat
diperlukan.
4. Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran di luar kelas, sehingga dalam proses pembelajaran
tidak selamanya siswa harus terkurung di dalam kelas.
5. Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat
kesulitan yang moderat. Dalam arti, tidak terlalu mudah karena
akan menyebabkan siswa menjadi cepat bosan dan kurang
tertantang, tetapi tidak juga terlalu sulit yang dapat menyebabkan
siswa frustrasi.
6. Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas,
dimana siswa dapat mengembangkan pola hubungan yang akrab,
ramah, toleran, penuh kecintaan dan penghargaan, baik dengan
guru maupun dengan sesama siswa. Sedapat mungkin guru
menghindari penggunaan reinforcement negatif (hukuman) jika
terjadi tindakan indisipliner pada siswanya.
7. Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian
diri (self assessment) atas tugas dan pekerjaan yang telah
dilakukannya. Pada saat berlangsungnya pengujian, ciptakan
situasi yang tidak mencekam, namun dengan tetap menjaga
ketertiban dan objektivitas. Berikanlah umpan balik yang positif
selama dan sesudah melaksanakan suatu asesmen atau pengujian.
8. Di hadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang
otoritas yang dapat memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru
seharusnya berupaya untuk menanamkan kesan positif dalam diri
siswa, dengan hadir sebagai sosok yang menyenangkan, ramah,
cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi sumber
ketakutan.
9. Pengembangan menajemen sekolah yang memungkinkan
tersedianya sarana dan sarana pokok yang dibutuhkan untuk
kepentingan pembelajaran siswa, seperti ketersediaan alat tulis,
tempat duduk, ruangan kelas dan sebagainya. Di samping itu,
ciptakanlah sekolah sebagai lingkungan yang nyaman dan terbebas

15
dari berbagai gangguan, terapkan disiplin sekolah yang manusiawi
serta hindari bentuk tindakan kekerasan fisik maupun psikis di
sekolah, baik yang dilakukan oleh guru, teman maupun orang-
orang yang berada di luar sekolah.
10. Mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Pelayanan bimbingan dan konseling dapat dijadikan sebagai
kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan mengatasi kecemasan
siswa Dalam hal ini, ketersediaan konselor profesional di sekolah
tampaknya menjadi mutlak adanya.

Melalui upaya – upaya di atas diharapkan para siswa dapat terhindar dari
berbagai bentuk kecemasan dan mereka dapat tumbuh dan berkembang
menjadi individu yang sehat secara fisik maupun psikis, yang pada
gilirannya dapat menunjukkan prestasi belajar yang unggul

2). Penghargaan dan pujian

Baik orangtua maupun pengajar memiliki cara yang berbeda – beda

untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Selain dengan hukuman juga bisa

dilakukan pemberian penghargaan atau pujian. Motivasi bisa muncul jika

terdapat penghargaan atau pujian yang layak yang menyertai atau melandasi

pembelajaran. Lepper et al, 2003 (dalam Muhibin syah, 2003) berpendapat

bahwa adanya penghargaan (reward) menimbulkan berbagai efek, diantaranya

yaitu : (1) penghargaan dapat menimbulkan proses belajar, penghargaan

secara spesifik memindahkan atau mengalihkan perhatian atau konsentrasi

para siswa dari bidang yang harus dipelajari karena faktor penghargaan dan

secara tepat hal ini mengganggu atau merusak proses belajar itu sendiri ; (2)

penghargaan mempunyai efek negatif atas keinginan individu untuk mencoba

tugas – tugas yang menantang ; (3) penghargaan dapat mempertahankan

16
perilaku tertentu hanya dalam jangka waktu pendek. Harter dan Kohn (dalam

Muhibin Syah, 2003) berpendapat bahwa penghargaan mempunyai efek

negatif atas keinginan individu untuk mencoba tugas – tugas yang menantang

dan penghargaan dapat mempertahankan perilaku tertentu hanya dalam jangka

waktu pendek. Perilaku yang diberikan penghargaan biasanya terjadi hanya

bertahan dalam jangka pendek. Apabila penghargaan itu tidak diberikan dalam

jangka waktu panjang maka perilaku itu akan menghilang, karena

penghargaan eksternal kadang mengurangi motivasi intrinsik.

3). Peran orang tua

Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

belajar siswa. Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan seseorang adalah keluarga. Banyak waktu dan kesempatan bagi

anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga. Perjumpaan dan

interaksi tersebut sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi

seseorang. Seiring dengan perkembangan jaman, dalam kenyataan tidak terasa

lelah terdapat pergeseran fungsi peran orang tua pendidikan anaknya.

Kebanyakan para orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya

pada sekolah. Padahal seharusnya orang tua memberikan perhatian dan

semangat belajar yang lebih sehingga dapat memunculkan motivasi belajar

anak karena waktu dirumah lebih banyak dari pada di sekolah. Keterlibatan

orang tua dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa perlu diusahakan, baik

berupa perhatian bimbingan kepada anak dirumah maupun berpartisipasi

secara individual dan kolektif terhadap sekolah dan kegiatannya, serta

17
memperhatikan kesulitan yang dialami anak dalam proses belajar. Orang tua

adalah sebagai pembuka kemungkinan terselenggaranya pendidikan bagi

anaknya serta berperan sebagai guru bagi mereka. Orang tua yang mampu

mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian

terhadap anak, tahu kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak dan mampu

menciptakan hubungan baik dengan anak – anaknya akan berpengaruh besar

terhadap keinginan anak untuk belajar atau sebaliknya (Sunaryo, 2004 : 172).

4). Peran pengajar

Peran pengajar adalah membangkitkan motivasi dalam diri peserta

didiknya agar semakin aktif belajar. Strategi utama dalam membangkitkan

motivasi belajar pada dasarnya terletak pada guru atau pengajar itu sendiri.

Membangkitkan motivasi belajar tidak hanya terletak pada bagaimana peran

pengajar, namun banyak hal yang mempengaruhinya (Semiawan,2003).

Kreatifitas serta aktifitas pengajar harus mampu menjadi inspirasi bagi para

siswa sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya

dan berkreasi. Pengajar bertanggung jawab memperkuat motivasi belajar

siswa lewat penyajian bahan pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi

dengan siswanya. Dalam hal ini pengajar melakukan apa yang disebut dengan

menggiatkan anak dalam belajar (Sutikno,.2008). Peranan pengajar untuk

mengelola motivasi belajar siswa sangat penting, dan dapat dilakukan melalui

berbagai aktivitas belajar. Seperti yang diungkapkan oleh McKeachie (Hakim

& Thursan, 2002) bahwa kemampuan pengajar menjadikan dirinya model

18
yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan dalam diri

peserta didik merupakan aset utama dalam membangkitkan motivasi.

5). Kondisi Lingkungan

Sebagai anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh

lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar itu berupa keadaan alam, tempat

tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu kondisi

lingkungan belajar yang sehat turut mempengaruhi motivasi belajar. Seperti

yang diungkapkan oleh (Permadi 2007), bahwa karakteristik fisik lingkungan

belajar, keterjangkauan dan ketersediaan sumber daya manusia dan materi

dapat mempengaruhi tingkat motivasi seseorang dan lingkungan juga dapat

membentuk atau mengurangi kondisi penerimaan pembelajaran. Lingkungan

yang menyenangkan, nyaman, dan bisa disesuaikan sendiri dapat

menumbuhkan dorongan untuk belajar. Sebaliknya lingkungan yang kurang

menyenangkan seperti kegaduhan, kekacauan, dan tidak adanya privasi dapat

mengganggu kapasitas untuk berkonsentrasi dan menumbuhkan keinginan

untuk belajar.

19
Dalam motivasi terdapat 3 komponen pokok (Muhibidin Syah,

2003) yaitu :

1) Menggerakan, yang berarti menimbulkan kekuatan pada individu atau

memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, misalnya

kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif dan kecenderungan

mendapatkan kesenangan.

2) Mengarahkan, yang berarti motivasi menyediakan orientasi tujuan. Atau

dengan kata lain tingkah laku seseorang diarahkan terhadap sesuatu.

3) Menopang, yang berarti pada pengaruh lingkungan yang dapat

menguatkan intensitas dan arah/dorongan serta kekuatan individu. Dalam

konteks studi psikologi, Hakim dan Thursan,(2003) mengemukakan

bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa

indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3)

persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam

menghadapi rintangan dan kesulitan; (5) denovasi dan pengorbanan untuk

mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan

yang dilakukan.

II.2.3 Manfaat motivasi belajar

II.2.3.1 Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir.

II.2.3.2 Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, bila dibandingkan

dengan teman sebaya.

II.2.3.3 Mengarahkan kegiatan belajar

20
II.2.3.4 Membesarkan semangat belajar

II.2.3.5 Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar

II.2.4 Karakteristik siswa dengan motivasi berprestasi

Menurut para ahli yaitu McClelland dan Winter (dalam McClelland, 2007)

Gage dan Berliner (2002), Santrok (2001), Kingston dan Pintrich dan Schunk

(1996) Karakteristik tersebut antara lain :

II.2.4.1 Pemilihan Tugas

1). Tingkat Kesulitan tinggi

Dalam Hermans (2007) dijelaskan bahwa individu dengan

motivasi berprestasi memiliki penetapan standar yang tinggi

selama itu dengan motivasi berprestasi memiliki batas

kemampuannya. Issacson (2004) dalam Hermans, 2007)

menemukan bahwa siswa dengan kebutuhan motivasi berprestasi

yang tinggi yang diukur dengan thematic apperception test (TAT)

lebih menyukai tugas dengan tingkat kesulitan menengah.

Sedangkan tugas dengan tingkat kesulitan yang mudah atau sangat

susah lebih dipilih individu dengan tingkat motivasi berprestasi

yang rendah. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi

tidak suka pada tugas yang terlalu mudah dan tidak memiliki

tantangan (Gage & Berliner,2001). Kesimpulannya, seseorang

dengan motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas dengan

tingkat kesulitan menengah dimana mereka bisa menampilkan

keunggulan dalam mengerjakan tugas tersebut.

21
2). Tugas-tugas yang menantang

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi suka untuk

menampilkan yang terbaik. Oleh karena itu, mereka menyukai

pada tugas yang menantang dan memiliki kebutuhan kompetisi

yang tinggi.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senang

dengan tugas-tugas yang menantang, dan sebaliknya individu

dengan motivasi berprestasi rendah menghindari tugas-tugas yang

menantang. Hal ini disebabkan target yang yang menantang

tersebut membuat keterampilan mereka meningkat yang juga yang

dapat menandakan bahwa mereka semakin pandai (Eggen &

Kauchak, 2007).

3). Tugas-tugas yang memperlihatkan keunggulan

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi juga cenderung

melakukan hal yang berbeda dari yang biasa dilakukan orang lain

pada umumnya, lebih kreatif dan inovatif (Kingston & White,

dalam setiawati 2006). Dengan keunggulan yang dimilikinya.

Salah satu keinginan seseorang dengan motivasi berprestasi tinggi

adalah mengungguli orang lain, sehingga dalam memilih tugas,

individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan tertarik dan

memilih tugas yang melibatkan persaingan dimana mereka

berkesempatan untuk bersaing dengan orang lain karena dalam

22
situasi persaingan terdapat kemungkinan untuk unggul dan

melebihi orang lain.

II.2.4.2 Kebutuhan akan umpan balik

Untuk karakteristik ini, para ahli menekankan kepada individu

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dimana individu dengan motivasi

berprestasi tinggi menerima dan menginginkan umpan balik yang bersifat

korektif. Dengan penerimaan akan adanya umpan balik tersebut, maka

membuka kemungkinan akan mencoba lagi dan menginginkan adanya

kesempatan kedua (Eggen & Kauchak 2007)

II.2.4.3 Ketangguhan dalam mengerjakan tugas

Seseorang dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki usaha yang

keras melalui mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, mereka menyukai hasil

pekerjaan yang merupakan kinerja. Ketika tingkat kesulitan tugas berada

dalam level menengah, individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi lebih

tekun dalam mengerjakan tugas tersebut daripada individu dengan tingkat

motivasi berprestasi yang rendah (Hermans, 2007)

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu berusaha

mengatasi rintangan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, terutama

pada hal yang bersifat prestatif, dan tidak mudah menyerah (Kingson & White

dalam setiawati 2006). Selain itu individu dengan motivasi berprestasi tinggi

gigih dalam mengejar waktu yang mereka tetapkan untuk mengerjakan tugas-

tugas yang sulit dan gigih untuk bekerja dengan baik di sekolah (Santrok

23
2001). Mereka juga akan berusaha lebih keras apabila hasil kerja yang

sekarang berpengaruh juga pada masa yang akan datang (Kingston & White

dalam setiawati 2006)

Selanjutnya, French dan Thomas (dalam Hermans 2007)

menemukan bahwa individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan

mengambil lebih banyak waktu dalam menyelesaikan tugas atau ketika ujian

sekolah

II.2.4.4 Pengambilan tanggung jawab

Setelah mengalami pengalaman kegagalan, seseorang dengan

motivasi berprestasi tinggi cenderung melanjutkan tugas yang belum

terselesaikan. Sedangkan pada motivasi rendah cenderung melanjutkan tugas

yang belum terselesaikan jika diikuti pengalaman kesuksesan. (McClleland &

Winter, yang tinggi cenderung bertanggung jawab, dalam arti menghubungkan

kegagalan dengan kurangnya usaha sendiri.

II.2.4.5 Penambahan usaha-usaha tertentu

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk

memperbesar usahanya agar berhasil seperti bertanya kepada guru ketika

mengalami kesulitan dan meminta umpan balik saat mengalami kegagalan

(Printrich & Schunk 2006)

24
II.2.4.6 Prestasi yang diraih

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi menetapakan standar

kemampuan yang lebih tinggi ketika standar yang terdahulu telah dapat

dilampaui. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah

mempunyai standar nilai yang rendah (Eggen & Kauchak, 2007)

II.2.4.7 Kepuasan dalam mengerjakan tugas

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi merasa berhasil dan

puas apabila telah mengerjakan tugas sebaik mungkin yang secara umum

didasarkan pada keunggulan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri (Kingston &

White dalam setiawati, 2006)

II.2.4.8 Sikap terhadap kegagalan

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki harapan

untuk sukses yang lebih kuat daripada ketakutan akan kegagalan (Ormrod

2003), sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung

merasakan ketakutan atau keresahan dalam sebuah situasi ujian dan juga

mereka melakukan perlindungan dari perasaan malu pada saat melakukan

kegagalan (Eggen & Kauchak, 2007)

II.2.5 Karakteristik remaja

Piaget (dalam Kiranawati, 2002) mengatakan bahwa adolescence adalah

suatu fase hidup dengan perubahan – perubahan tercakup yang dalam

perkembangan fase kognitifnya, secara psikologis remaja adalah usia dimana

25
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, individu memiliki hak yang

sama dengan orang dewasa, individu mengalami perubahan intelektual yang

menonjol.

E. H. Erikhson (dalam Hendriani,2006) mendefinisikan remaja sebagai

masa timbulnya perasaan baru tentang identitas. Pada fase ini terbentuk gaya yang

khas sehubungan dengan penempatan dirinya. Sedangkan Calon (dalam Monks,

2001) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang menunjukan dengan

jelas sifat – sifat masa transisi atau peralihan, karena pada masa ini remaja belum

memperoleh stasus dewasa tetapi tidak lagi memperoleh status kanak – kanak.

Selaras dengan pendapat Haditono (dalam Hendriyani,2006) yang

mengatakan bahwa masa remaja bagaikan masa yang bergolak. Dalam masa ini

yang berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun banyak terjadi perubahan, baik

fisik maupun psikis. Perubahan – perubahan tersebut dapat menyebabkan

kekacauan batin remaja. Masa remaja juga disebut dengan transisi dari masa

kanak – kanak ke masa dewasa yang menimbulkan perubahan yang menegangkan.

Remaja merasa tidak puas, selalu ingin penampilan yang berbeda serta timbul

konflik dalam dirinya.

Prestasi belajar pada remaja sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar

kurang mendukung, maka prestasi belajarnya pun kurang baik. Ramplein (dalam

Haditono dkk 2002) berpendapat bahwa masa remaja dibagi menjadi beberapa

batasan usia yaitu :

II.2.5.1 Masa pubertas, berlangsung pada usia 10,5 tahun sampai 13 tahun

untuk wanita dan 12 – 14 tahun untuk pria

26
II.2.5.2 Masa remaja awal, berlangsung pada usia 13 – 15,5 tahun untuk

wanita dan 14 – 16 tahun untuk pria

II.2.5.3 Masa krisis remaja, berlangsung pada usia 15,5 – 16,5 tahun untuk

wanita dan 16 – 17 tahun untuk pria

II.2.5.4 Masa adolescence, berlangsung pada usia 16,5 – 20 tahun untuk

wanita dan 17 – 21 tahun untuk pria

Cole (dalam Hendriyani 2006) membagi tahap perkembangan remaja

sebagai berikut :

1). Masa remaja awal : usia 13 – 15 tahun

2). Masa remaja pertengahan : usia 15 – 19 tahun

3). Masa remaja akhir : usia 19 – 21 tahun

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan

masa transisi atau peralihan, karena pada masa ini seseorang belum memperoleh

stasus dewasa tetapi tidak lagi memperoleh stasus kanak – kanak. Karena remaja

berada pada masa transisi, maka dalam mencapai prestasi belajar remaja sangat

membutuhkan dukungan dari lingkungan terutama dari orang tua, tanpa adanya

lingkungan yang mendukung sulitlah rasanya remaja dapat mencapai prestasi

yang baik.

II.2.6 Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wati jumaiyah (2006) yang

berjudul Faktor – faktor yang Mempengaruhi Belajar Mahasiswa Akademi

27
Perawatan RSIJ Universitas Muhammadiyah Jakarta 2006. Dari hasil penelitian

sebanyak 43 orang terdapat faktor-faktor yang berpengaruh yaitu faktor internal :

Kesehatan 19,51%, Perhatian 80,49%, Minat 53,46%, Motivasi yag tinggi

63,41%, Cara belajar (visual 73,17% dan kinestik 58,54%) sedangkan faktor

ekternal : faktor Keluarga 58,54%, Lingkungan pendidikan 56,1%, Masyarakat

63,91% yang memiliki pengaruh terhadap proses belajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Helen Permata (2006) di

Fakultas Fakultas Ilmu Keperawatan UI yang berjudul : “Motivasi Belajar

Mahasiswa Program Ektensi Sore Tahun 2006 Untuk Melanjutkan Pendidikan di

FIK UI ” diperoleh data sebagai berikut : dari hasil penelitian diketahui bahwa 67-

70% memiliki korelasi motivasi belajar, 61,05% motivasi berprestasi mahasiswa

yang bekerja disektor formal, dibandingkan dengan non formal 38,95%,

sedangkan 84,4% memiliki minat dan kemauan yang tinggi untuk belajar dan

melanjutkan pendidikan tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitria Malili (2005) yang

berjudul : Hubungan Cara Dan Kesiapan Belajar Terhadap Prestasi Belajar

Mahasiswa Ekstensi Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Data hasil penelitian

diketahui bahwa Faktor intrinsik : cara belajar 75%, Kesiapan belajar 50,82%,

Prestasi belajar 92%, Faktor ekstrinsik : Cara belajar terhadap prestasi belajar

75%, Kesiapan belajar terhadap prestasi belajar 92%.

28
II.2.7 Kerangka Teori

Skema II.2.7

Kerangka teori penelitian

Faktor Eksternal Faktor Internal

1. Kecemasan terhadap 1. Minat

hukuman 2. Cita-cita

2. Penghargaan & 3. Kondisi siswa

pujian

3. Peran orang tua

4. Peran pengajar

5. Kondisi lingkungan
Motivasi

1. Motivasi intrinsik

2. Motivasi ekstrinsik

Proses Belajar

Prestasi Belajar

1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi

29
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

III. 1. Kerangka Konsep

Pada bab ini akan dijelaskan tentang beberapa konsep yang mendasari

penelitian yang dibuat dalam kerangka agar mudah dipahami dan menjadi acuan

dalam penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka

hubungan antara konsep – konsep yang ingin diamati atau diukur melalui

penelitian (setiadi, 2007).

30
Skema III.1

Kerangka konsep penelitian

Variabel independent

Faktor intrinsik :

- Minat

- Cita – cita

- Kondisi jasmani/rohani
Variabel Dependent
Faktor ekstrinsik :

- Kecemasan terhadap Motivasi


Belajar
hukuman

- Penghargaan dan pujian

- Peran orang tua

- Peran pengajar

- Kondisi Lingkungan

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan

daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan

31
dan memberikan arah dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar dapat berasal dari

dalam individu sendiri (faktor intrinsik) yaitu minat , cita – cita dan kondisi siswa

serta yang berasal dari dari luar (faktor ekstrinsik) yaitu ketakutan dan hukuman,

penghargaan dan pujian, peran orang tua, upaya pengajar dan kondisi lingkungan.

Dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik tersebut maka dapat dilihat gambaran

motivasi belajar pada remaja khususnya pada siswa SMA TA 2011/2012.

III.2. Hipotesa Penelitian

Menurut PPKI (2001 : 12) “hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan

paling tingggi tingkat kebenaranya”. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

motivasi berprestasi belajar remaja di SMA PSKD 7 Depok ”

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

III.2.1 Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada Faktor-faktor Yang Berhubungan

Dengan Motivasi Berprestasi Belajar Remaja di SMA PSKD 7 Depok”

III.3. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Variabel yang telah didefinisikan perlu didefinisikan secara operasional,

sebab setiap istilah (variabel) dapat diartikan berbeda – beda oleh orang yang

berlainan sehingga dapat diukur sesuai dengan parameter yang dipakai, yang

dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

32
Tabel III.3
Definisi Operasional

Varibel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional

Usia Penentu umur Kuesioner Siswa diminta Nilai dalam lnterval


seseorang mengisi skor
berdasarkan kuesioner
kelahiran

Jenis kelamin Identitas responden Kuesioner Siswa diminta 1= laki-laki Nominal


sesuai kondisi mengisi
biologis/ fisikalnya kuesioner 2=Perempuan
laki-laki dan
perempuan

Motivasi Dorongan yang Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu Interval


belajar timbul pada diri mengisi saya lakukan
remaja secara sadar kuesioner. 3 = sering
atau tidak sadar saya lakukan
untuk melakukan 2 = kadang
suatu tindakan saya lakukan
dengan tujuan 1 = tidak
tertentu pernah saya
lakukan
Minat Rasa ketertarikan Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
responden terhadap mengisi lakukan
sesuatu yang akan kuesioner 3 = sering saya
membentuk tentang minat lakukan
motivasi yang 2 = kadang
teraktualisasi dalam saya lakukan
perilaku 1 = tidak
pernah saya
lakukan
Cita – cita Keinginan dalam Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
diri untuk mengisi lakukan
membuktikan kuesioner 3 = sering saya
eksistensi diri tentang cita – lakukan
sehingga cita 2 = kadang
menimbulkan saya lakukan

33
semangat dan 1 = tidak
dorongan untuk pernah saya
meraih yang lakukan
diinginkan

Varibel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional

Cita – cita Keinginan dalam Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
diri untuk mengisi lakukan
membuktikan kuesioner 3 = sering saya
eksistensi diri tentang cita – lakukan
sehingga cita 2 = kadang
menimbulkan saya lakukan
semangat dan 1 = tidak
dorongan untuk pernah saya
meraih yang lakukan
diinginkan

Kondisi siswa Keadaaan kesehatan Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
fisik maupun mengisi lakukan
emosi/perasaan kuesioner 3 = sering saya
yang dapat tentang lakukan
mempengaruhi kondisi 2 = kadang
kondisi responden jasmani/rohani saya lakukan
untuk belajar 1 = tidak
pernah saya
lakukan
Kecemasan Salah satu faktor Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
terhadap yang berasal dari mengisi lakukan
hukuman luar individu untuk kuesioner 3 = sering saya
menumbuhkan tentang lakukan
semangat dan ketakutan 2 = kadang
keinginan untuk akan hukuman saya lakukan
belajar 1 = tidak
pernah saya
lakukan

34
Penghargaan/ Dorongan untuk Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
pujian melakukan mengisi lakukan
pembelajaran atas kuesioner 3 = sering saya
dasar imbalan/ tentang lakukan
penghargaan yang penghargaan / 2 = kadang
akan didapat pujian saya lakukan
1 = tidak
pernah saya
lakukan

Varibel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional

Peran orang Salah satu fungsi Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
tua dalam keluarga mengisi lakukan
untuk memberikan kuesioner 3 = sering saya
semangat/ dorongan tentang peran lakukan
untuk orang tua 2 = kadang
menumbuhkan saya lakukan
keinginan untuk 1 = tidak
belajar pernah saya
lakukan

Peran Salah satu tugas Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval
pengajar pengajar dalam mengisi lakukan
pendidikan untuk kuesioner 3 = sering saya
memberikan tentang peran lakukan
semangat/ dorongan pengajar 2 = kadang
untuk saya lakukan
menumbuhkan 1 = tidak
keinginan untuk pernah saya
belajar lakukan

Kondisi Kondisi lingkungan Kuesioner Siswa diminta 4 = selalu saya Interval


Lingkungan belajar yang dapat mengisi lakukan
mempengaruhi kuesioner 3 = sering saya
motivasi responden tentang lakukan
untuk belajar lingkungan 2 = kadang
belajar saya lakukan
1 = tidak
pernah saya
lakukan

35
BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional dipilih karena

pendekatannya suatu waktu dan tidak diikuti terus menerus selama kurun waktu

tertentu dimana variabel bebas dan variabel terikat diteliti pada waktu yang

bersamaan. Data penelitian diperoleh berdasarkan satu kali survey dengan

menggunakan perangkat kuesioner terhadap sampel yang dipilih dari siswa –

siswi SMA PSKD 7 Depok TA 2011/2012. Keuntungan metode penelitian cross

sectional adalah kemudahan penelitian untuk dilakukan dan lebih efisien.

IV.2. Lokasi dan waktu penelitian

IV.2.1 Lokasi

36
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di SMA PSKD 7 DEPOK, dengan

pertimbangan pemilihan lokasi karena selama ini belum pernah dilakukan

penelitian terhadap para siswa – siswi SMA PSKD 7 DEPOK TA 2011/2012

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi berprestasi remaja.

Selain itu karena memang tempat ini adalah tempat dimana peneliti menempuh

pendidikan saat masih SMA sehingga memberikan banyak kemudahan seperti

waktu dan dana yang dibutuhkan akan lebih efisien.

IV.2.2 Waktu

Penelitian ini akan dilakukan dari bulan April 2011 sampai bulan Juni

2011.

IV.3. Populasi dan sampel

IV.3.1 Populasi

Populasi adalah keselurahan objek penelitian yang akan diteliti

(Setiadi,2007). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa – siswi

SMA PSKD 7 DEPOK khususnya kelas X dan XI TA 2011/2012 yang berjumlah

124 siswa.

IV.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Dalam pengambilan sampel

penelitian ini digunakan cara atau tehnik – tehnik tertentu sehingga sampel

37
tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Menurut Polit dan Hungler

(Setiadi, 2007) bahwa semakin besar sampel yang digunakan semakin baik dan

representative hasil yang diperoleh. Dalam penelitian ini tehnik penetuan sampel

yang peneliti gunakan adalah random sampling yang sering disebut juga sampling

tidak jenuh atau sebagian total sampling yang berarti tidak seluruh populasi yang

digunakan adalah siswa – siswi.

SMA PSKD 7 DEPOK TA 2011/2012 yang berjumlah 124 responden

Rumus :
N
n =
Keterangan : 1+ N (d²)

n : Besar sampel

N : Besar populasi

D : Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang

diinginkan, biasanya 0,05

Banyaknya populasi kelas X dan XI adalah 180

n = 180
1+ 180 (0,05)²

= 180
1+ 180 (0,0025)

= 180
1+ 0,45

= 180
1,45

= 124, 13 = 124 +10% = 124 responden

38
Setelah dilakukan perhitungan maka jumlah sampelnya sebesar 124

responden. Klasifikasi untuk menentukan berapa responden perkelas yang akan

dijadikan sampel maka menggunakan rumus sebagai berikut :

ni = Ni x n

Keterangan :

ni = Jumlah sampel menurut stratum

n = Jumlah sampel seluruhnya

Ni = Jumlah populasi menurut stratum

N = Jumlah populasi seluruhnya (Arikunto 2005)

Tabel IV.3.2

Sampel perkelas

NO Kelas Jumlah populasi kelas Jumlah sampel


perkelas

1. Xa 27 27x124 = 19
180

2. Xb 26 26x124 = 18
180

3. Xc 25 25x124 = 17
180

4. XI IPA 34 34x124 = 23

39
180

5. XI IPS 1 33 33x124 = 23
180

6. XI IPS 2 35 35x124 = 24
180

Jumlah 180 124

Adapun Kriteria sampelnya adalah sebagai berikut :

IV.3.2.1 Siswa – siswi SMA PSKD 7 DEPOK TA 2011/2012

IV.3.2.2 Bisa baca dan tulis

IV.3.2.3 Sehat mental

IV.3.2.4 Bersedia mengisi atau berpartisipasi dalam mengisi angket.

IV.4. Cara Pengumpulan Data

Cara pengambilan data yang digunakan yaitu cross sectional, variabel

sebab atau resiko dan variabel akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian

diukur atau disimpulkan secara simultan atau dalam waktu bersamaan. Responden

dibiarkan untuk mengisi angket sendiri. Hal ini agar responden dapat lebih jujur

dalam memberikan informasi tanpa tekanan dari pihak manapun. Jenis data yang

digunakan pada penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil sumber

langsung yang dirumuskan melalui kuesioner atau angket yang diisi langsung oleh

responden.

40
IV.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk

pengumpulan data agar intrumen valid dan reliable maka sebelum digunakan

perlu diuji coba terlebih dahulu. Valid merupakan instrument sebagai alat ukur

benar – benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner yang memuat

pertanyaan yang tidak jelas bagi responden termasuk tidak valid. Sedangkan

reliable adalah instrumen sebagai alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang

tetap. Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan angket atau

kuesioner yang diberikan langsung kepada responden. Sebelum pengumpulan data

dilakukan uji coba untuk menghindari adanya kesulitan dalam mengartikan

pertanyaan. Waktu yang diperlukan untuk pengisian angket atau kuesioner

diperkirakan 15 menit setiap angketnya.

Jenis instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner yang dibuat

sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori dan konsep. Lembar kuesioner

terdiri dari 40 pertanyaan :

IV.5.1 Karakteristiknya responden sebanyak 2 pertanyaan yang terdiri dari

usia dan jenis kelamin.

41
IV.5.2 Pertanyaan tentang faktor – faktor yang berhubungan motivasi

berprestasi belajar remaja sebanyak 40 pertanyaan dengan kriteria

kuesioner dan skala likert :

IV.5.2.1 Data demografi responden terdiri dari usia dan jenis

kelamin

IV.5.2.2 Variebel dependent motivasi belajar

IV.5.2.3 Varibel independent terdiri dari pernyataan :

1). Pernyataan positif : Selalu saya lakukakan (SL) = 4,

Sering saya lakukan (SR) = 3, Kadang saya lakukan (KD) =

2, Tidak pernah saya lakukan (TP) = 1

2). Pernyataan negatif : Selalu saya lakukan (SL) = 1,

Sering saya lakukan (SR) = 2, Kadang saya lakukan (KD) =

3, Tidak pernah saya lakukan (TP) = 4

Sebelum pengumpulan data dilakukan uji coba untuk menghindari adanya

kesulitan dalam mengartikan pertanyaan.

Uji coba dilakukan pada 30 orang yang bukan responden tetapi

memiliki kriteria sama. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengisian angket

ini diperkirakan 15 menit setiap angketnya. Pengumpulan data dilakukan sendiri

oleh peneliti

42
Tabel IV.5.2

Kisi – kisi kuesioner

NO Variebel/Indikator Pemetaan Jumlah

kuesioner kuesioner
1. Motivasi belajar
Faktor intrinsik :
- Minat No.1-5 5 soal
- Cita – cita/ aspirasi No. 6-10 5 soal
- Kondisi siswa No.10-15 5 soal
Faktor ekstrinsik :
- Kecemasan No.15-20 5 soal
terhadap hukuman
- Penghargaan No. 20-25 5 soal
dan pujian
- Peran orang tua No. 25-30 5 soal
- Peran pengajar No. 30-35 5 soal
- Kondisi lingkungan No. 35-40 5 soal
Total 40 Soal

IV.6. Validitasi dan Reliabilitas

IV.6.1 Uji Validitasi

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur ini benar – benar

mengukur apa yang diukur. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi

product moment, dengan rumus :

43
r

Keterangan :

r = Koefisien validitas item yang dicari

n = Jumlah responden

X = Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

Y = Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

Nilai r tabel untuk n= 30 adalah 0,361 Jadi untuk nilai corerrected Item –

Total correctected dibawah nilai 0,361 ditanyakan tidak valid dan dikeluarkan dari

kuesioner untuk penelitian selanjutnya.

IV.6.2 Uji Reliabilitis :

Untuk menguji reliebilitas adalah dengan menggunakan metode alpha

cronbach’s ( α ) merupakan tehnik penguji reliabilitas suatu tes atau angket yang

paling sering digunakan oleh karena dapat digunakan pada tes atau angket –

angket yang jawaban atau tanggapan berupa pilihan, pilihannya dapat terdiri dari

dua pilihan atau lebih (Kontur, Ronny. 2005 hal 58).

44
Cronbach’s alpha diperoleh dengan rumus (ikbal, 2004 :51)

−∑ σ ²item
¿( NN−1 )(1 σ ² total
¿ )
N −∑ σ ²item
N −1 )( )
¿( 1 ¿
σ ² total

Keterangan :

α = Cronbach’alpha

σ²item = Varience dari pertanyaan

σ²total = Varience dari skor

N = Banyaknya pertanyaan

Tabel IV.6.2
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

45
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 Kurang Reliabel
>0,20 s.d 0,40 Agak Reliabel
>0,40 s.d 0,60 Cukup Reliabel
>0,60 s.d 0,80 Reliabel
>0,80 s.d 1,00 Sangat Reliabel

Uji reliebilitas didapatkan nilai cronbach alpha pada kuesioner b 0,967 dan

kuesioner c 0,922 sehingga menurut tabel diatas nilai ini berarti sangat reliable

dan layak untuk disebarkan kepada responden.

IV.7. Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah

dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang

diperlukan. Dalam pengolahan data ada beberapa langkah – langkah yaitu, sebagai

berikut :

IV.7.1 Editing adalah setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa

setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner telah terisi semua.

IV.7.2 Coding adalah pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul

dalam kuesioner untuk memudahkan proses pengolahan data.

IV.7.3 Processing adalah melakukan pemindahan atau memasukan data dari

kuesioner kedalam komputer untuk diproses. Memasukkan data kedalam

komputer dilakukan dengan SPSS.

46
IV.7.4 Cleaning adalah proses yang dilakukan setelah data masuk ke komputer,

data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak.

IV.7.5 Tabulasi langsung adalah sistem pengolahan langsung karena data

langsung ditabulasi peneliti. Pengolahan data ini juga merupakan metode

yang paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain.

Tabulasi dilakukan dengan memasukan data dari kuesioner kedalam

kerangka tabel yang telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lainnya.

Tabulasi langsung biasanya dikerjakan dengan sistem tally yaitu cara

menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain

adalah kuesioner dikelompokan menurut jawaban yang diberikan,

kemudian dihitung jumlahnya, lalu dimasukkan kedalam tabel yang telah

disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa dapat teratasi,

kelemahannya adalah pengaturannya menjadi rumit bila jumlah

klasisifikasi dan sampelnya besar.

IV.7.6 Komputer

Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti terlebih dahulu perlu

menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program

yang sudah disiapkan secara khusus dapat ditambahkan bahwa dalam ilmu

– ilmu sosial banyak sekali digunakan program SPSS (stastical product

and service solution). Dengan menggunakan program tersebut dapat

dilakukan tabulasi sederhana. Tabulasi silang, regresi, korelasi, analisa

faktor dan berbagai tes statistik. Tabulasi dengan komputer mempunyai

beberapa keuntungan bila dibandingkan sistem lain karena : jumlah

47
sampel penelitian dan jumlah variebel dapat sebanyak mungkin, dan dapat

menghemat tenaga dan waktu.

IV.8. Analisa Data

Analisa deskriptif berfungsi untuk meringkas, mengklasifikasikan dan

menyajikan data. Analisis ini merupakan langkah awal untuk melakukan analisis

dan uji statistik lebih lanjut.

IV.8.1 Rata – rata hitung (Mean)

Rumus untuk data yang tidak dikelompokkan :

Rata – rata hitung

Keterangan :

X́ = rata – rata hitung sampel

Xi = nilai dalam suatu sampel

n = total banyaknya pengamatan dalam suatu sampel

Rumus untuk data yang dikelompokan :

48
Rata-rata hitung

Keterangan :

Xi = tanda kelas atau nilai tengah interval (bila merupakan interval)

fi = frekuensi yang sesuai dengan nilai tengah interval xi (bila

merupakan interval).

IV.8.2 Median (nilai tengah)

Rumus data yang tidak dikelompokan :

a. Bila banyaknya pengamatan ganjil, median terlatak pada urutan ke :

n = banyak pengamatan

b. Bila banyaknya pengamatan genap, median terletak pada urutan ke :

n = banyak pengamatan

Rumus data yang dikelompokan :

49
Rumus median :

Median =

Keterangan :

L = batas bawah kelas median yaitu kelas dimana median terleta

C = panjang kelas median

n = banyak data atau pengamatan

∑f = jumlah semua frekuensi dari semua kelas dibawah kelas median

f = frekuensi kelas median

IV.8.3 Modus :

Mo =

Keterangan :

Lo = Batas bawah kelas modal yaitu kelas dengan frekuensi

terbanyak

C = Panjang kelas

d¹ = Selisih frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval

sebelum kelas

50
d² = Selisih frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval

sesudah kelas

Tabel IV.8.3

Analisis data Variabel Penelitian

No Variebel Variebel Analisa Data


Independent Dependent

1. Usia Motivasi belajar T-test


dependent

2. Jenis kelamin T-test


independent

3. Minat T-test
dependent

4. Cita- cita T-test

51
dependent

5. Kondisi siswa T-test


dependent

6. Kecemasan T-test
terhadap hukuman dependent

7. Penghargaan dan T-test


pujian dependent

8. Peran orang tua T-test


dependent

9. Peran pengajar T-test


dependent

10. Kondisi lingkungan T-test


dependent

Skala motivasi berprestasi

Min = 36x1= 36

Max = 36x4 = 144

Luas jarak sebaran 144 – 36 = 108

Satuan standar deviasi (σ) = 108/6 = 18

Mean teoritis = 36 x 2,5 = 90 (π)

a. Motivasi rendah
X < π – (1. σ)
X< π – (18)
X<72

b. Motivasi tinggi
X > π + (1. σ)
X> 90 + 18
X> 108

Skala motivasi belajar


Min 22x1 = 22

52
Max 22x4 = 88
Luas jarak sebaran 88-22 = 66
Satuan standar deviasi (σ) 66/6 = 11
Mean teoritis 22x2.5 = 55 (π)
a. Motivasi rendah

X< π - (1. σ)
X < 55 - 11
X< 44
b. Motivasi tinggi

X > π + (1. σ)
X > 55 + 11
X> 66

BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1. Analisis Deskriptif

Deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik


populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.

Analisis deskriptif ini terdiri dari :

V.1.1 Hasil Penelitian Univariat

V.1.1.1 Karakteristik Responden

Dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari 124 responden yang
dijadikan sampel . Analisis deskriptif karakteristik responden terdiri atas tabel
berikut :

1). Usia Responden

53
TABEL V.1

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Pada Siswa SMA PSKD 7


Depok Tahun 2011

(n=124)

Variabel
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

umur -
motivasi 124 -1.621 2.353 0.211
belajar

Dari tabel diatas menunjukan responden adalah siswa – siswi SMA

PSKD 7 Depok TA 2011/2012. Dapat diketahui jumlah responden yang

berusia 15 tahun 70 orang atau 56,5%, 16 tahun 53 orang atau 42,7% dan 17

tahun 1 orang atau 0,8 %

2). Jenis Kelamin

TABEL V.2

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Pada Siswa SMA


PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

54
Jenis Std. Std. Error
kelamin n Mean Deviation Mean
laki laki 70 67.21 8.007 0.957
perempuan 54 67.33 9.171 1.248

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas jenis kelamin


responden di SMA PSKD 7 Depok TA 2011/2012 adalah laki-laki yaitu
sebanyak 70 responden atau 56,5%,dengan nilai mean 67,21, standar deviation
8.007 dan standar eror 0,957, dan jumlah responden perempuan adalah
sebanyak 54 responden atau 43,5% dengan nilai mean 67,73 , standar
deviation 9.171 dan standar eror 1.248.

V.1.2 Hasil Penelitian Bivariat

V.1.2.1 Analisis Faktor-Faktor yang berhubungan dengan motivasi


berprestasi belajar remaja

1). Minat

Variabel independent adalah faktor minat dengan jenis data

numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel dependent

adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik menggunakan skala

interval maka menggunakan analisis data T test dependent

TABEL V.3

55
Analisis Hubungan antara Minat dengan Motivasi Belajar pada Siswa SMA
PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

Variabel P Value 95% CI


Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

Minat 124 -55.508 0.000 8.217 0.738 -56.969 -54.047

motivasi
belajar

Rata-rata minat -55,508 dengan standar deviasi 8,217 sedangkan

untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti < 0,05 dengan

95% CI (-56,969 ; -54,047). Dapat disimpulkan adanya hubungan yang

bermakna antara minat dengan motivasi belajar.

2). Cita-cita

Variabel independent adalah faktor cita-cita dengan jenis data

numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel dependent

adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik menggunakan skala

interval maka menggunakan analisis data T test dependent

TABEL V.4

Analisis Hubungan antara Cita-cita dengan Motivasi Belajar pada Siswa


SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

56
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

cita cita 124 -5.306 0.000 2.567 0.231


-5.763 -4.850
motivasi
belajar

Rata-rata cita-cita -5,306 dengan standar deviasi 2,567 sedangkan

untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti < 0,05 dengan

95% CI (-5,763 ; -4,850). Dapat disimpulkan adanya hubungan yang

bermakna antara cita-cita dengan motivasi belajar.

3). Kondisi siswa

Variabel independent adalah faktor kondisi siswa dengan jenis data

numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel dependent

adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik menggunakan skala

interval maka menggunakan analisis data T test dependent

TABEL V.5

Analisis Hubungan antara Kondisi Siswa dengan Motivasi Belajar pada


Siswa SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

57
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

kondisi
124 -4.032 0.000 2.699 0.242
siswa
-4.512 -3.553
motivasi
belajar

Rata-rata cita-cita -4,032 dengan standar deviasi 2,699 sedangkan

untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti < 0,05 dengan

95% CI (-4,512 ; -3,553). Dapat disimpulkan adanya hubungan yang

bermakna antara kondisi siswa dengan motivasi belajar.

4). Kecemasan terhadap hukuman

Variabel independent adalah faktor ketakutan dan hukuman dengan

jenis data numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel

dependent adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik

menggunakan skala interval maka menggunakan analisis data T test

dependent

TABEL V.6

Analisis Hubungan antara Kecemasan terhadap Hukuman dengan Motivasi


Belajar pada Siswa SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

58
(n=124)

Variabel P Value 95% CI


Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

Kecemasan
terhadap 124 -1.476 0.000 3.265 0.293
hukuman
-2.056 -.895
motivasi
belajar

Rata-rata ketakutan dan hukuman -1,476 dengan standar deviasi

3,265 sedangkan untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti

< 0,05 dengan 95% CI (-2,056 ; -895). Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara ketakutan dan hukuman dengan motivasi

belajar.

5). Penghargaan dan pujian

Variabel independent adalah faktor penghargaan dan pujian dengan

jenis data numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel

dependent adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik

menggunakan skala interval maka menggunakan analisis data T test

dependent

TABEL V.7

Analisis Hubungan antara Penghargaan dan Pujian dengan Motivasi Belajar


pada Siswa SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

59
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

penghargaan
124 -2.605 0.000 2.963 0.266
dan pujian
-3.131 -2.078
motivasi
belajar

Rata-rata penghargaan dan pujian -2,605 dengan standar deviasi

2,963 sedangkan untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti

< 0,05 dengan 95% CI (-3,131 ; -2,078). Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara penghargaan dan pujian dengan motivasi

belajar.

6). Peran orang tua

Variabel independent adalah faktor peran orang tua dengan jenis

data numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel dependent

adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik menggunakan skala

interval maka menggunakan analisis data T test dependent

TABEL V.8

Analisis Hubungan antara Peran Orang Tua dengan Motivasi Belajar pada
Siswa SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

60
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

peran
orang 124 -7.677 0.000 2.695 0.242
tua -
-8.156 -7.198
motivasi
belajar

Rata-rata peran orang tua -7,677 dengan standar deviasi 2,695

sedangkan untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti <

0,05 dengan 95% CI (-8,156 ; -7,198). Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan motivasi belajar.

7). Peran pengajar

Variabel independent adalah faktor peran pengajar dengan jenis

data numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel dependent

adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik menggunakan skala

interval maka menggunakan analisis data T test dependent

TABEL V.9

Analisis Hubungan antara Peran Pengajar dengan Motivasi Belajar pada


Siswa SMA PSKD 7 Depok Tahun 2011

(n=124)

61
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

peran
124 -3.806 0.000 2.565 0.230
pengajar
-4.262 -3.350
motivasi
belajar

Rata-rata peran pengajar -3,806 dengan standar deviasi 2,565

sedangkan untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti <

0,05 dengan 95% CI (-4,262 ; -3,350). Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara peran pengajar dengan motivasi belajar.

8). Kondisi lingkungan

Variabel independent adalah faktor kondisi lingkungan dengan

jenis data numerik, menggunakan skala interval sedangkan variabel

dependent adalah motivasi belajar dengan jenis data numerik

menggunakan skala interval maka menggunakan analisis data T test

dependent

TABEL V.10

Analisis Hubungan antara Kondisi Lingkungan dengan Motivasi Belajar


pada Siswa SMA PSKD 7 Depok TA 2011

(n=124)

62
Variabel P Value 95% CI
Std. Std. Error
n Mean Deviation Mean Lower Upper

kondisi
124 -4.137 0.000 2.754 0.247
lingkungan
-4.627 -3.648
motivasi
belajar

Rata-rata kondisi lingkungan -4,137 dengan standar deviasi 2,754

sedangkan untuk hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,00, berarti <

0,05 dengan 95% CI (-4,627 ; -3,648). Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara kondisi lingkungan dengan motivasi

belajar.

BAB VI

PEMBAHASAN

63
Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti

melakukan penelitian kemudian membandingkan antara teori dengan hasil

penelitian. Pada pembahasan ini, peneliti hanya membandingkan hasil penelitian

dengan teori terkait saja karena peneliti tidak menemukan hasil penelitian lain

yang sama dengan penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi berprestasi belajar remaja di

SMA PSKD 7 Depok TA 2011/2012

Sistematika pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi pembahasan

hasil penelitian dan keterbatasan penelitian.

VI.1. Karakteristik responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 124 orang siswa yang diambil

dari siswa-siswi SMA PSKD 7 Depok TA 2011/2012. Dari penelitian didapatkan

data bahwa umur responden pada penelitian ini dari 15-17 tahun yaitu tergolong

remaja usia awal dan pertengahan. Remaja usia awal adalah 13-15 tahun dan

remaja usia pertengahan adalah 15-19 tahun. Remaja yang berusia 15 tahun

sebanyak 70 responden atau 56,4%, responden usia 16 tahun sebanyak 53

responden atau 42,7% dan responden usia 17 tahun sebanyak 1 responden atau

1,2%. Rata-rata usia responden dengan batasan seperti yang dikutip dari Cole

adalah remaja awal. Dilihat dari jenis kelamin menunjukan proporsi laki-laki lebih

banyak dibandingkan dengan proporsi perempuan yaitu laki-laki sebanyak 70

orang atau 56,4%, sedangkan perempuan 54 orang atau 43,6%.

64
VI.1.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi
Berprestasi Belajar Remaja.

VI.1.1.1 Minat

Berdasarkan faktor intrinsik yaitu tentang minat belajar siswa,

didapatkan hasil yaitu pada tabel 5.3 hasil uji statistik P value = 0,00 yang

memiliki minat dalam belajar. Maprare dan Slameto (2006) mengatakan

bahwa minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu

campuran dari perasaan, harapan, dan rasa takut atau kecenderungan lain

yang mengarahkan individu kepada suatu pikiran tertentu. Pelajar yang

termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai tugas

belajar yang sedang mereka kerjakan, menunjukan ketekunan yang tinggi

serta variasi aktivitas belajar mereka pun lebih banyak (Ngalim Purwanto,

2002). Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan dan didapat

hasil yaitu pada tabel 5.3 bahwa minat memiliki hubungan yang bermakna

dengan motivasi belajar. Minat merupakan salah satu dimensi afektif yang

banyak berperan juga dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam

kehidupan belajar seorang murid. Dalam proses belajar, minat merupakan

salah satu aspek psikologis yang berperan penting dalam menumbuhkan

motivasi belajar dan makin besar minat makin tinggi prestasi seseorang

(Yasin Setiawan, 2008).

VI.1.1.2 Cita-cita

65
Dari faktor intrinsik kedua yaitu cita-cita, didapatkan hasil yaitu

pada tabel 5.4 bahwa hasil uji statistik P value = 0,00 yang memiliki cita-

cita dalam belajar. Timbulnya cita-cita disertai oleh perkembangan akal,

moral, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan, serta oleh

perkembangan kepribadian (Semiawan, 2008)

Seseorang dengan kemauan dan cita-citanya sesuai maka akan

menimbulkan semangat dan dorongan yang besar untuk bisa meraih apa

yang diinginkan. Dari tabel 5.4 menunjukan bahwa cita-cita mempunyai

hubungan yang bermakna dengan motivasi belajar.

VI.1.1.3 Kondisi siswa

Faktor intrinsik yang ketiga yaitu kondisi siswa baik jasmani

maupun rohani, didapatkan hasil yaitu pada tabel 5.5 bahwa hasil uji

statistik P value = 0,00. Wlodkowski (dalam Sobour, 2003) mengatakan

bahwa motivasi belajar adalah usaha-usaha seseorang (siswa) untuk

menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau

atau ingin melakukan pembelajaran. Kondisi-kondisi terebut baik kondisi

fisik maupun kondisi emosi yang dihadapi oleh peserta didik akan

mempengaruhi keinginan individu untuk belajar dan ini tentunya akan

melemahkan dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar.

Kondisi fisik serta pikiran yang sehat akan menumbuhkan motivasi belajar

sehingga dapat mengarahkan perilaku belajar. Dari tabel 5.5 menunjukan

bahwa kondisi siswa mempunyai hubungan yang bermakna dengan

motivasi belajar.

66
VI.1.1.4 Kecemasan terhadap hukuman

Dalam menumbuhkan motivasi belajar, selain dari faktor intrinsik


juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar,
yang salah satunya adalah kecemasan terhadap hukuman yang menyertai
pelajaran. Dari hasil penelitian yaitu pada tabel 5.6 bahwa hasil uji statistik
P value = 0,00. Sunaryo (2004) mengatakan bahwa motivasi dengan
kekerasan (motivating by force) yaitu motivasi dengan menggunakan
ancaman hukuman atau kekerasan agar yang dimotivasi dapat melakukan
apa yang harus dilakukan. Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana
pun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami
siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau
kecemasan moral. Kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak
tampak ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siswa
mengalami kecemasan atau tidak, diperlukan penelaahan yang seksama,
dengan berusaha mengenali simptom atau gejala-gejalanya, beserta faktor-
faktor yang melatar belakangi dan mempengaruhinya. Target kurikulum
yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian
tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat
menjadi faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor
kurikulum. Selain itu sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat,
galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya
kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan
disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim
sekolah yang kurang nyaman, serta sarana dan pra sarana belajar yang
sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu terbentuknya
kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
Menurut Sieber e.al. (2007) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor
penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi
kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan
konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala

67
kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan
pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung,
sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan. Menurut penelitian terkait dari
Wati Jumaiyah, Helen Permata, Fitria Malili dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh dan berhubungan
dengan motivasi belajar dan salah satunya kecemasan terhadap hukuman
yang mana dari hasil penelitian yaitu pada tabel 5.6 menunjukan bahwa
kecemasan terhadap hukuman memiliki hubungan yang bermakna dengan
motivasi belajar.
VI.1.1.5 Penghargaan dan pujian

Faktor ekstrinsik yang kedua penghargaan dan pujian didapatkan

dari hasil penelitian yaitu pada tabel 5.7 bahwa hasil uji statistik P value =

0,00. Harter dan Kohn (dalam Muhibin Syah, 2003) berpendapat bahwa

penghargaan mempunyai efek negatif atas keinginan individu untuk

mencoba tugas-tugas menantang dan penghargaan dapat mempertahankan

perilaku tertentu hanya dalam jangka waktu pendek. Dalam artian bahwa

perilaku yang diberikan penghargaan biasanya terjadi hanya pada kondisi

penghargaan (reward condition) dan hal ini hanya bertahan dalam jangka

pendek. Dari hasil penelitian penghargaan dan pujian memiliki hubungan

bermakna dengan motivasi belajar tetapi menyatakan bahwa kegiatan

belajar yang dilakukan responden bukan hanya karena ada penghargaan

dan pujian.

VI.1.1.6 Peran orang tua

Faktor ekstrinsik ketiga peran orang tua didapatkan dari hasil

penelitian yaitu pada tabel 5.8 bahwa hasil uji statistik P value = 0,00.

68
Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan, dan

perkembangan seseorang adalah keluarga karena banyak waktu dan

kesempatan bagi anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga.

Perjumpaan dan interaksi tersebut sangat besar pengaruhnya bagi perilaku

dan prestasi seseorang (Wikipedia 2008). Orang tua mampu mendidik

dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian

terhadap anak, tahu tentang kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak

dan mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-anaknya akan

berpengaruh besar terhadap keinginan anak untuk belajar atau sebaliknya

(Sunaryo, 2004). Dari hasil penelitian peran orang tua mempunyai

hubungan yang bermakna dengan motivasi belajar.

VI.1.1.7 Peran pengajar

Faktor ekstrinsik keempat peran pengajar didapatkan hasil

penelitian hasil uji statistik P value = 0,00. McKeachie (Hakim & Thursan

2002) mengatakan bahwa kemampuan pengajar menjadikan dirinya model

yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan dalam diri

peserta didik merupakan aset utama dalam membangkitkan motivasi.

Membangkitkan peran pengajar tidak hanya terletak pada bagaimana peran

pengajar, namun banyak hal yang mempengaruhinya (Semiawan 2006).

Peran pengajar untuk mengelola motivasi belajar siswa sangat penting, dan

dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada

pengenalan guru ke siswa secara individual. Hal ini dapat dilakukan

dengan dukungan yang bersifat membangun motivasi untuk belajar siswa.

69
Dari hasil penelitian peran pengajar mempunyai hubungan yang bermakna

dengan motivasi belajar.

VI.1.1.8 Kondisi lingkungan

Faktor ekstrinsik terakhir kondisi lingkungan didapatkan hasil

penelitian hasil uji statistik P value = 0,00. Menurut Dadi Permadi (2007)

bahwa karakteristik fisik lingkungan belajar, keterjangkauan, dan

ketersediaan sumber daya manusia dan materi dapat mempengaruhi

tingkat motivasi seseorang dan lingkungan juga dapat membentuk atau

mengurangi penerimaan pembelajaran. Dari hasil penelitian kondisi

lingkungan mempunyai hubungan yang bermakna dengan motivasi

belajar.

Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik mempunyai peranan yang

sama dalam membangkitkan motivasi (Winkel W.S 2009 dalam

Sudarman, Paryati 2004). Kedua jenis motivasi ini saling kait mengkait

menjadi satu membentuk satu sistem motivasi yang menggerakan siswa

untuk belajar. Berdasarkan faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik diatas,

maka motivasi belajar siswa dapat digolongkan menjadi 2 yaitu motivasi

tinggi dan rendah.

Dari hasil penelitian yang didapat, sebagian besar responden

memiliki motivasi yang tinggi. Dalam proses pembelajaran,

menumbuhkan motivasi belajar melibatkan berbagai pihak, diantaranya

yaitu siswa, pendidik, orang tua/keluarga, dan lingkungan. Siswa

bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk meningkatkan motivasi

70
belajar pada dirinya agar memperoleh hasil yang memuaskan, pengajar

bertanggung jawab memperkuat motivasi belajar siswa melalui penyajian

bahan pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi dengan siswanya.

Keluarga dapat memberikan perhatian dan semangat belajar yang lebih

sehingga dapat memunculkan motivasi belajar anak karena waktu dirumah

lebih banyak daripada di sekolah.

VI.2. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai keterbatasan

penelitian. Beberapa keterbatasan penelitian yang ada diantaranya :

VI.2.1 Keterbatasan desain penelitian

Mengingat penelitian ini adalah penelitian individu dan keterbatasan

kemampuan peneliti sebagai penenliti pemula serta kurangnya

pemahaman peneliti mengenai statistik maka desain penelitian yang

digunakan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional

(potong lintang). Desain penelitian cross sectional mempunyai

kelemahan yaitu memungkinkan kesalahan interpretasi hasil karena hasil

yang didapatkan adalah ditentukan secara bersamaan ( Setiadi,2007)

VI.2.2 Keterbatasan Kuesioner

71
Dari pembuatan kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan motivasi berprestasi belajar, peneliti belum menemukan standar

baku instrumen variabel tersebut dibuat berdasarkan pemahaman dan

pengalaman dari peneliti sendiri yang tentunya masih terbatas sebagai

peneliti pemula.

BAB VII

72
PENUTUP

VII.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap 124 orang

responden pada siswa SMA PSKD 7 Depok TA 2011/2012 dapat disimpulkan

sebagai berikut :

VII.1.1 Karakteristik responden

Dari 124 responden, rentang usia paling banyak 15 tahun diantaranya 70

orang, 16 tahun 53 orang, 17 tahun 1 orang. Jenis kelamin responden

mayoritas adalah laki-laki yaitu sebanyak 70 orang atau 56,5%

sedangkan perempuan 54 orang atau 43,5%.

VII.1.2 Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi berprestasi

belajar remaja di SMA PSKD 7 Depok yaitu dari faktor intrinsik dilihat

dari minat yang mempunyai hubungan yang sangat signifikan yaitu 11,76

dengan standar deviasi 2,268 dan motivasi belajar 67,27 dengan standar

deviasi 8,498 sedangkan dilihat dari faktor ekstrinsik berupa adanya

kecemasan terhadap hukuman didapatkan bahwa sebanyak 15,59 dengan

standar deviasi 2,894 dan motivasi belajar 17,06 dengan standar deviasi

2,226. Berdasarkan faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa responden memiliki motivasi belajar yang

tinggi sebanyak 15,59 dan 9,39 memiliki motivasi belajar rendah.

73
VII.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, ada beberapa

pertimbangan agar penelitian selanjutnya menjadi lebih sempurna diantaranya:

VII.2.1 Bagi masyarakat (para orang tua)

Tugas memotivasi belajar bukan hanya tanggung jawab pendidik semata,

tetapi orang tua juga berkewajiban memotivasi anak untuk lebih giat

belajar. Memotivasi anak bisa dilakukan dengan cara pemberian

dukungan dalam proses belajar dan partisipasi aktif terhadap kegiatan

yang dilakukan anak.

VII.2.2 Bagi sekolah

Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami

oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau

bantuan kepada siswa. Dalam hal ini sekolah hendaknya menyediakan

pembimbing akademik untuk memfasilitasi dan mencari jalan keluar atas

masalah yang dihadapi oleh peserta didik.

VII.2.3 Bagi pendidik

Pendidik bertanggung jawab memperkuat motivasi belajar siswa melalui

penyajian bahan pembelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi

dengan siswanya. Kreatifitas serta aktivitas pendidik harus mampu

menjadi inspirasi bagi para siswanya, sehingga siswa akan lebih terpacu

motivasinya untuk belajar, berkarya, dan berkreasi. Lebih jelasnya,

seorang pendidik harus mempunyai starategi pendekatan yang mampu

mempengaruhi siswa dalam belajar.

74
VII.2.4 Bagi siswa

Siswa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk meningkatkan

motivasi belajar pada dirinya agar memperoleh hasil belajar yang

memuaskan. Motivasi berupa tekad yang kuat dari dalam diri siswa untu

sukses secara akademis, akan membuat proses belajar semakin giat dan

penuh semangat.

VII.2.5 Bagi penelitian

Untuk peneliti selanjutnya dengan tema yang sama, Diadakan penelitian

lanjutan yang lebih sempurna dari penelitian ini dan tidak hanya analisa

bivariat saja, tapi juga menggunakan analisa univariat untuk mencari

pengaruh antar variabel agar lebih sesuai dengan judul yang akan diteliti

VII.2.6 Bagi perawat (perawat jiwa)

Perawat bertanggung jawab berikan motivasi kepada peserta didik

melalui seminar, atau cara-cara lain yang dapat memotivasi peserta didik

terutama mentalya agar mampu beradaptasi dengan lingkungan

pendidikan dan memiliki motivasi yang tingi untuk belajar

75
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


PT.Rineka Cipta.
Ardana, 2002 .Prosedur Penelitian Edisi Revisi V. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Wayan, 2006 . Prosedur Penelitian Edisi Revisi VI. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik. EGC; Jakarta

Effendi.2005. Filsafat Komunikasi.Bandung;Remaja. Rosdakarya.

Hakim, Thursan , (2000). Belajar Secara Efektif.Puspa Swara; Jakarta

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Notoadmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jogjakarta :
PT. Rineka Cipta.
Purwanto Ngalim. 2008. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Permadi , Dadi 2007. http://www.blogger.com/email. Diakses tanggal15 Maret
2011.
Raharjo, Maryanto. 2007. http ://www.duniaguru.com. Diakses tanggal 8 Maret
2011
Sarlito Wirawan Sarwono.2005. Psikologi Remaja.Jakarta : PT. Raja Gafindo
Persada
Sandang, Prof,Dr.2001.Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta : Bina Aksara

Semiawan. 2008. http://e-psikologi.com. Diakses tanggal 15 maret 2011

Setiadi. 2007 . Konsep dan Penulisan Riset Penelitian.Surabaya : Graha Ilmu.

Setiawan, Yasin. 2006. http://www.google.co.id. Diakses tanggal 2 April 2011

Sobour, Alex, Drs. 2003. Psikologi Umum.Bandung : Pustaka Setia

Sudarman, Paryati.2004. Belajar Efektif di Perguruan Tinggi.Simbiosa Rekatama


Media;Bandung

76
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Sunaryo, Drs.Mkes.2004. (http://www. PsikologiKeperawatan..com). Diakses


tanggal 15 Mei 2011
Syah, Muhibin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Syafi’i, Imam. 2006. http://www.geocities.com. Diakses tanggal 2 April 2011

Winardi. 2001. http://motivasibelajar.wordpress.com. Diakses tanggal 15 Mei


2011

77

Anda mungkin juga menyukai