Anda di halaman 1dari 38

Departemen Keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSIS KISTA OVARIUM DI RUANG OPERASI KAMAR


RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

Oleh:

RULYANIS S.Kep

NIM: 70900120014

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan terkait Kista Ovarium dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.
Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kista Ovarium. penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar ,15 April 2021

Rulyanis, S.Kep
Daftar Isi
Sampu

l..........................................................................................................................................1

Kata Pengantar...................................................................................................................2

Daftar Isi............................................................................................................................3

BAB I Konsep Dasar Penyakit..........................................................................................4

A. Definisi...................................................................................................................4

B. Klasifikasi...............................................................................................................5

C. Etiologi...................................................................................................................7

D. Manifetasi Klinis....................................................................................................9

E. Patofiologi..............................................................................................................9

F. Pathway................................................................................................................12

G. Komplikasi............................................................................................................14

H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................15

I. Penatalaksanaan....................................................................................................16

J. Pencegahan...........................................................................................................18

BAB II Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................................19

A. Penkajian..............................................................................................................19

B. Diagnosis Keperawatan........................................................................................27

C. Intervensi..............................................................................................................28
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Kista ovarium adalah kantong tertutup berdinding membrane yang berlapis dan
cairan atau semi cairan dengan berbagai bentuk, permukaannya bisa rata, halus,
licin, da nada yang dapat digerakkan ataupun tidak tumbuh di dalam rongga
ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksinya. Sebagian
besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormone yang terjadi selama siklus
haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium[CITATION Pra09 \l 1033 ].
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium)[ CITATION Nug15 \l 1033 ].
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa
kehamilan [ CITATION Bil12 \l 1033 ].
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam
jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah
telur dilepaskan sewaktu ovulasi [ CITATION Yat08 \l 1033 ]

B. Klasifikasi
Menurut Nugroho (2015), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak
ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan
dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa
subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh
sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan
hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista
korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan
dapat menghilang sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.
2. Tipe Kista Abnormal
a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan
nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista
coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti
kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di
kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak
menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang
berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya
lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat,
terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein
yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
Terdapat 2 jenis kista lutein, yaitu kista granulosa dan kista teka.
1) Kista granulosa lutein
Kista granulosa merupakan pembesaran non-neoplastik ovarium. Setelah
ovulasi, dinding sel garnulosa mengalami luteinisasi. Pada tahap
berikutnya vaskularisasi baru, darah terkumpul di tengah rongga
membentuk korpus hemoragikum. Reabsorpsi darah ini menyebabkan
terbentuknya kista korpus luteum. Kista lutein yang persisten dapat
menimbulkan nyeri lokal dan tegang dinding perut yang juga disertai
amenorea atau menstruasi terlambat yang menyerupai gambaran
kehamilan ektopik. Kista lutein juga dapat menyebabkan torsi ovarium
sehingga menimbulkan nyeri hebat atau perdarahan.
2) Kista theka lutein
Biasanya bersifat bilateral dan berisi cairan jernih kekuningan. Kista
sering kali bersamaan dengan ovarium polisistilk, mola hodatidosa, koro
karsinoma, terapi hCG dan klomifen sitrat. Tidak banyak keluhan yang
ditimbulkan oleh kista ini. Pada umunya tidak diperlukan tindakan
pembedahan untuk menangani kista ini karena kista dapat menghilang
secara spontan setelah evakuasi mola, terapi korio karsinoma, dan
penghentian stimulasi ovulasi dengan klomifen. Walaupun demikian,
apabila terjadi ruptur kista dan terjadi perdarahan ke dalam rongga
peritoneum maka diperlukan tindakan laparatomi untuk menyelamatkan
penderita.
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik
ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk
mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa
sakit.

C. Etiologi
Menurut Nugroho (2015), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari
FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista
granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional
dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang
berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya
bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain
adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya
pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
[ CITATION Nur151 \l 1033 ] mengatakan faktor resiko pembentukan kista ovarium
terdiri dari:
1. Usia
Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) pada wanita kelompok
usia reproduktif. Kista ovarium bersifat ganas sangat jarang, akan tetapi wanita
yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki
kista ovarium ganas.
2. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak
aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause
yang rendah.
3. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan dengan
induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat kesuburan). Gonadotropin
yang terdiri dari FSH dan LH dapat menyebabkan kista berkembang.
4. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua pada
puncak kadar hCG (human chorionic gonadotrpin).
5. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitary memproduksi TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan faktor
yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
6. Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan kista
ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin
menurun indeks massa tubuh (BMI) jika seseorang merokok.
7. Ukuran massa
Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5 cm dan akan
menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita pascamenopause,
kista ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan besar bersifat ganas.
8. Kadar serum petanda tumor CA-125
Kadar CA 125 yang meningkat menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut
bersifat ganas. Kadar abnormal CA125 pada wanita pada usia reproduktif dan
premenopause adalah lebih dari 200 U/mL, sedangkan pada wanita menopause
adalah 35 U/mL atau lebih.
9. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium, payudara, dan kolon
menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah keluarga yang memiliki
riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan keluarga, maka
semakin besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium.
10. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista ovarium,
karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar estrogen yang
meningkat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel.
11. Obesitas
Wanita obesitas (BMI besar sama 30kg/m2 ) lebih beresiko terkena kista
ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak memproduksi banyak jenis
zat kimia, salah satunya adalah hormone estrogen, yang dapat mempengaruhi
tubuh. Hormone estrogen merupakan faktor utama dalam terbentuknya kista
ovarium

D. Manifetasi Klinis
Manifestasi Klinis Kista Ovarium kebanyakan wanita yang memiliki kista
ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang
dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak
[ CITATION Nug15 \l 1033 ]

E. Patofiologi
Perkembangan ovarium setelah lahir didapatkan kurang lebih sebanyak
1.000.000 sel germKinal yang akan menjadi folikel, dan sampai pada umur satu
tahun ovarium berisi folikel kistikdalam berbagai ukuran yang dirasngsang oleh
peningkatan gonadotropin secara mendadak, bersamaan dengan lepasnya steroid
fetoplasental yang merupakan umpan balik negative pada hipotalamuspituitari
neonatal. Pada awal pubertas sel germinal berkurang menjadi 300.000 sampai
500.000 unit dari selama 35-40 tahun dalam masa kehidupan reproduksi, 400-500
mengalamai proses ovulasi, folikel primer akan menipis sehingga pada saat
menopause tinggal beberapa ratus sel germinal pada rentang 10-15 tahun sebelum
menopause terjadi peningkatan hilangnya folikel berhubungan dengan peningkatan
FSH. Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan peningkatan stimulasi
FSH.
Pada masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel yang khas termasuk ovulasi
dan pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi akibat interaksi hipotalamus-
hipofisis-gonad di mana melibatkan folikel dan korpus luteum, hormone steroid,
gonadotropin hipofisis dan faktor autokrin atau parakrin bersatu untuk menimbulkan
ovulasi. Kista ovarium yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal. Kista ini terjadi karena
kegagalan ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorpsi
kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat terjadi secara
artificial dimana gonatropin diberikan secara berlebihan untuk menginduksi ovulasi.
Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin releasing hormone (GnRH), yang
disekresi secara pulpasi dalam rentang kritis. Kemudian GnRH memacu hipofisis
untuk menghasilkan gonadotropin (FSH dan LH) yang disekresi secara pulpasi juga.
Segera setelah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa. Terjadi
peningkatan FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali lipat dan kadar
maksimal dicapai 1-3 tahun pasca menopause, selanjutnya terjadi penurunan yang
bertahap walaupun sedikit pada kedua gonadotropin tersebut. Peningkatan kadar
FSH dan LH pada saat kehidupan merupakan bukti pasti terjadi kegagalan ovarium
[CITATION Pra09 \l 1033 ].
Ukuran kista ovarium bervariasi, misalnya kista korpus luteum yang berukuran
sekitar 2 cm-6 cm, dalam keadaan normal lambat laun akan mengecil dan menjadi
korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri,
perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi
cairan bewarna merah coklat tua karena darah tua. Korpus luteum dapat
menimbulkan gangguan haid, berupa amnorea diikuti perdarahan tidak teratur.
Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan
perdarahan berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur [ CITATION Wij09 \l
1033 ].
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap
hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel
de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm
akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum,
yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus
luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut
kista fungsional dan selalu jinak [ CITATION Nug15 \l 1033 ].
F. Pathway

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


 Tanpa gejala  Anamnesa  Pembenjolan perut
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Perdarahan
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene
 Infeksi
Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2015)
G. Komplikasi
Menurut [CITATION Han11 \l 1033 ], komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor
atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak
bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam
perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan
gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi
dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang
menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat
berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya
unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak
melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling
sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri
mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat
terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa
dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap
kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut,
maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda
abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya
asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang
setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah
menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan
pelvik menjadi penting.

H. Pemeriksaan Penunjang
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian
sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang
tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan
differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis adalah
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal
dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau
solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium
Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-penyakit-
kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista
bila dinding kista tertusuk. [ CITATION Bil12 \l 1033 ]

I. Penatalaksanaan
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1
-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah
satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker)
[ CITATION Nug15 \l 1033 ].
2. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan pada klien tentang pemilihan pengobatan nyeri
dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti, kompres hangat pada abdomen,
dan teknik relaksasi napas dalam [ CITATION Pra09 \l 1033 ].
3. Pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti ibu profen dapat diberikan
kepada pasien dengan penyakit kista untuk mengurangi rasa nyeri [ CITATION
Man13 \l 1033 ].
4. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut,
tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki
kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko
terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup
besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi
ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium
termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung
pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan
jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan
menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat
pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium
menurut Yatim [ CITATION Yat08 \l 1033 ].
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,
(2008) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter
melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi
dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil
pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar
limfe.
J. Pencegahan
Menurut Nugroho (2015), adapaun cara pencegahan penyakit kista yaitu:
1. Mengkonsumsi banyak sayuran dan buah karena sayuran dan buah banyak
mengandung vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan stamina tubuh.
2. Menjaga pola hidup sehat, khususnya menghindari rokok dan sering olahraga.
3. Menjaga kebersihan area kewanitaan, hal tersebut untuk menghindari infeksi
mikroorganisme dan bakteri yang dapat berkembang disekitar area kewanitaan.
4. Mengurangi makanan yang berkadar lemak tinggi. Apabila setiap individu
mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi, hal tersebut dapat
menyebabkan gangguan hormon khususnya gangguan hormon kortisol pemicu
stress dan dapat pula terjadi obesitas.
5. Mengunakan pil KB secara oral yang mengandung hormon estrogen dan
progesteron guna untuk meminimalisir risiko terjadinya kista karena mampu
mencegah produksi sel telur.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua
informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen
kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan
data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien[ CITATION Mus09 \l 1033 ].
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat :Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui
permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan
reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang
dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini
diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan
reproduksi terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau
tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan
dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan
harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang
terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini
digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh
pada penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah
menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau
tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan
tubuh terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari.
Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta
pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau
tidak, pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik
atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau
tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret
atau tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau
tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak :Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
i) Dada :Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
j) Abdomen :Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek
patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau
tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan
muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,
digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan
penyakit.
2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu,
umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar
meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman
(Purwandari, 2008:79).
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi.
Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan
harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun,
dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi
dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009:
117).
5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah
ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari,
2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa
yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah
sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap
wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek
asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu
perawat dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien
merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah
ini tugas perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan
ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat
tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu
dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009:
118).
7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi
dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif,
sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan
ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal setiap
asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak efektif serta
melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta orientasi
proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi
klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis,
tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008:
83).
Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan
manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan
singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)
dari data subjektif dan objektif.
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya.
B. Diagnosis Keperawatan
[ CITATION Nur151 \l 1033 \m SDK17], kemungkinan diagnosa yang muncul pada
pasien dengan kista ovarium adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
C. Intervensi
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :


cidera biologi selama 3x24 jam diharapkan nyeri Pain Management
pasien berkurang - Lakukan pengkajian nyeri secara
NOC : komprehensif termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain control, kualitas dan faktor presipitasi

 Comfort level - Observasi reaksi nonverbal dari

Kriteria Hasil : ketidaknyamanan

- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi

penyebab nyeri, mampu terapeutik untuk mengetahui

menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien

nonfarmakologi untuk mengurangi - Kaji kultur yang mempengaruhi


nyeri, mencari bantuan) respon nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Evaluasi pengalaman nyeri masa
dengan menggunakan manajemen lampau
nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim
- Mampu mengenali nyeri (skala, kesehatan lain tentang
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Menyatakan rasa nyaman setelah lampau
nyeri berkurang - Bantu pasien dan keluarga untuk
- Tanda vital dalam rentang normal mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
diagnosis dan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi Anxiety Reduction (penurunan
pembedahan terkontrol kecemasan)
NOC : - Gunakan pendekatan yang
 Anxiety control menenangkan
 Coping - Nyatakan dengan jelas harapan
Kriteria Hasil : terhadap pelaku pasien
- Klien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
- Mengidentifikasi, mengungkapkan - Temani pasien untuk memberikan
dan menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontol cemas - Berikan informasi faktual mengenai
- Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
- Dorong keluarga untuk menemani
- Postur tubuh, ekspresi wajah, anak
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas - Lakukan back / neck rub
menunjukkan berkurangnya - Dengarkan dengan penuh perhatian
kecemasan - Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

Post Operasi

 RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :
pencedera fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Monitor TTV
berkurang - Lakukan pengkajian nyeri secara
NOC : komprehensif termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
 Pain control, dan faktor presipitasi

 Comfort level - Observasi reaksi nonverbal dari

Kriteria Hasil : ketidaknyamanan

- Mampu mengontrol nyeri - Gunakan teknik komunikasi terapeutik

(tahu penyebab nyeri, mampu untuk mengetahui pengalaman nyeri

menggunakan tehnik pasien

nonfarmakologi untuk - Kaji kultur yang mempengaruhi respon

mengurangi nyeri, mencari nyeri

bantuan) - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

- Melaporkan bahwa nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim

berkurang dengan kesehatan lain tentang ketidakefektifan

menggunakan manajemen kontrol nyeri masa lampau


nyeri - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
- Mampu mengenali nyeri dan menemukan dukungan
(skala, intensitas, frekuensi - Kontrol lingkungan yang dapat
dan tanda nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Menyatakan rasa nyaman pencahayaan dan kebisingan
setelah nyeri berkurang - Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Tanda vital dalam rentang - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
normal (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :
penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
NOC : pasien lain
 Immune Status - Pertahankan teknik isolasi
 Knowledge : Infection - Batasi pengunjung bila perlu
control - Instruksikan pada pengunjung untuk
 Risk control mencuci tangan saat berkunjung dan

Kriteria Hasil : setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Klien bebas dari tanda dan - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

gejala infeksi tangan

- Mendeskripsikan proses - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah

penularan penyakit, factor tindakan kperawtan

yang mempengaruhi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

penularan serta pelindung

penatalaksanaannya, - Pertahankan lingkungan aseptik selama

- Menunjukkan kemampuan pemasangan alat

untuk mencegah timbulnya - Ganti letak IV perifer dan line central dan

infeksi dressing sesuai dengan petunjuk umum

- Jumlah leukosit dalam batas - Gunakan kateter intermiten untuk

normal menurunkan infeksi kandung kencing

- Menunjukkan perilaku hidup - Tingktkan intake nutrisi

sehat - Berikan terapi antibiotik bila perlu


Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
mobilisasi fisik Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
berhubungan diharapkan hambatan mobilitas - Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan kelemahan fisik dapat teratasi. latihan dan lihat respon pasien saat
fisik NOC : Mobilitas latihan
Kriteria Hasil : - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
1. Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik - Kaji kemampuan pasien dalam
2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas - Latih pasien dalam pemenuhan
3. Memverbalisasikan perasaan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
dalam meningkatkan kemampuan
kekuatan dan kemampuan - Ajarkan pasien bagaimana merubah
berpindah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
Daftar Pustaka

Bilotta, K. (2012). Kapita Selekta Penyakit dan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Manuaba, C., & dkk. (2013). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

Muslihatun, N. W. (2009). Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya.

Nugroho, T. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit


Dalam . Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawat Berdasarkan Diagnose Medic
Dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Prawirohardjo, S. (2011). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono, W. H. (2010). Pengantar Ilmu Kebidanan Ed 3. Yogyakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja
SDKI DPP PPNI.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja
DPP PPNI.

SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja DPP
PPNI.

Wiknjosatro, H. (2011). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina.

Yatim, F. (2008). Penyakit Kandungan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai