Anda di halaman 1dari 5

KEPERAWATAN ANAK II

KASUS 4

OLEH :
KELOMPOK 3
KEPERAWATAN B
ABD. WAHAB BR
ULFA WILDANA HASAN
A.ARDIANSYAH
TEZA AINUN RAISY
NURFADILAH
UMRAH
HIKMAWATI

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
Kasus Pemicu Sistem Urinari pada Anak:

Anak laki-laki usia 5 tahun diantar ke UGD karena lemas setelah beberapa mengalami muntah-
muntah. Hasil inspeksi anak tampak pucat dan terdapat edema palpebra. Hasil pemeriksaan lab
diperoleh Hb 8 gr/dl, LFG 30 mL/menit, ureum dan kreatinin meningkat. Pengukuran tanda vital
didapatkan tekanan darah meningkat diatas batas normal.

L1: Menjelaskan istilah dan konsep


1. Muntah : pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya kontraksi
abdomen.
2. Edema palpebra : akumulasi abnormal cairan di dalam ruang intersitial (celah antar sel)
bagian palpebra.
3. Hb : protein yang kaya akan zat besi.
4. LFG :
5. Ureum : hasil akhir metabolisme protein dalam tubuh
6. Kreatinin : metabolisme endogen yang berguna untuk menilai fungsi glomerulus
7. Tekanan darah : tekanan yang dihasilkan oleh pompa jantung untuk menggerakkan darah
ke seluruh tubuh
8. Pucat : suatu keadan yang terjadi akibat penurunan jumlah hb didalam sirkulasi atau
vasokontraksi pembuluh darah kulit.
(Suraatmaja, 2010), (Schwartz, 2005), (Suryawan, Arjani., & Sudarmanto, 2016)

L2: Menetapkan masalah/problem dasar pada skenario dan membuat pertanyaan untuk
membantu menentukan masalah yang ada.
1. Bagaimana patofisiologi terjadinya edema palpebra?
2. Apa yang menyebabkan Hb dari anak menurun sedangkan
3. Apa yang menyebabkan tekanan darah pada anak meningkat?
4. Apa yang menyebabkan ureum dan kreatinin pada anak?
5. Apa diagnosa yang muncul pada kasus tersebut?

L3: Menganalisis masalah dengan menjawab pertanyaan


1. Patofisiologi terjadinya edema
Hipertensi menyebabkan penurunan perfusi renal yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan parenkim ginjal. Hal ini menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan
angiotensin II, selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu: peningkatan
aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron, akan
meningkatkan reabsorpsi natrium, natrium akan meningkat di cairan ekstraseluler sehingga
menyebabkan retensi air dan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Pada vasokonstriksi
arteriol terjadi, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju fiiltrasi
glomerulus menurun. Sebagai kompensasi dari penurunan LFG, maka kerja nefron yang
masih normal akan meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorpsi cairan tubulus menurun,
protein di tubulus di eksresikan ke urine (proteinuria) yang menyebabkan penurunan protein
plasma (hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan penurunan tekanan onkotik kapiler.
Penurunan tekanan onkotik kapiler ini yang menyebabkan edema anasarka yang salah
satunya adalah edema palpebra (Guyton, 1997).

2. Penyebab Hb anak menurun


Kita ketahui bersama, fungsi utama hemoglobin adalah untuk mengangkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan dan kemudian mnegangkut CO2 kembali ke jaringan paru-paru.
Penderita gagal ginjal akan mengalami penurunan hemoglobin akibat kekurangan hormon
yang menstimulasi pembentukan hemoglobin yaitu eritroprotein (M, 1978).

3. Penyebab tekanan darah anak meningkat


Salah satu kerja ginjal adalah memproduksi enzim angiotension. Selanjutnya yang
diubah menjadi angiotension II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut atau
menjadi keras. Pada saat seperti inilah terjadi hipertensi atau tekanan darah yang berada
diatas normal.

4. Penyebab ureum dan kreatinin meningkat


Penderita gagal ginjal kronik dengan asupan protein yang tidak cukup tubuh cenderung
akan menggunakan simpanan protein dalam otot sehingga akan terjadi katabolisme protein.
Pemecahan protein darah yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan kadar ureum
dan kadar kreatinin dalam darah (Martini, 2010).
Kadar ureum darah penderita GGK yang melebihi 90/100 mg/dL dan kadar kreatinin
yang tinggi menimbulkan rasa mual, muntah dan selera makan yang menurun (anoreksia).
Kondisi ini menyebabkan asupan protein penderita gagal ginjal kronik tidak adekuat,
sehingga terjadi malnutrisi protein. Malnutrisi protein penderita gagal ginjal kronik dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Martini, 2010).
5. Diagnosa yang muncul pada kasus ini adalah gagal ginjal kronik (GGK)

L4: Menarik kesimpulan dari L3


Gagal ginjal kronik adalah Penyakit yang bisa timbul karena kerusakan pada filtrasi dan
sekresi ginjal akan berujung pada gagal ginjal kronik atau disebut chronic kidney disease
(CKD). Chronic kidney disease sendiri di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu hipertensi,
glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati diabetic, nefropati refluk, ginjal polikistik,
obstruksi dan gout (Mansjoer, 2009).
Ginjal memiliki peran penting untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi
elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk
mengekskresikan produk-produk akhir atau sisa metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan
kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut dibiarkan menumpuk, zat tersebut bisa menjadi
racun bagi tubuh, terutama ginjal (Suryawan et al., 2016).
Pada pasien gagal ginjal biasanya dilengkapi dengan pemeriksaan darah sebagai penguat
diagnosis dari penyakit pasien. Salah satu parameter yang biasanya diperiksakan adalah kadar
ureum dan kreatinin serum. Ureum dan kreatinin merupakan prosuk sisa dari metabolisme tubuh.
Kadar kreatinin yang tinggi delapan kali lebih umum ditemukan di antara para pengidap hipertensi
dibandingkan individu lain yang tekanan darahnya normal. Penyakit ginjal dan hipertensi dapat
menjadi penyakit ginjal kronik dan bila tidak diatasi akan berkembang ke gagal ginjal termin yang
memerlukan terapi pengganti fungsi ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suryawan et al.,
2016)

L5: Merumuskan sasaran pembelajaran


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan patosiologi terjadinya GGK
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada
penyakit tersebut.
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui tanda dan gejala dari penyakit terseut.
4. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang bisa muncul pada kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (9, Ed.). Jakarta: EGC.
M, P. (1978). Electrostatic effects in proteins. Science.
Mansjoer. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aescalapius.
Martini. (2010). HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN
KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA.
Schwartz, M. W. (2005). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Suraatmaja, S. (2010). Gastroenterologi Anak (3rd ed.). Jakarta: Sagung Seto.
Suryawan, D. G. A., Arjani., I. A. M. S., & Sudarmanto, I. G. (2016). GAMBARAN KADAR
UREUM DAN KREATININ SERUM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG
MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD SANJIWANI GIANYAR. Meditory, 4 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai