Anda di halaman 1dari 6

Acara : 03 dan 04

Pokok Bahasan : Manajemen Agroindustri Kakao


Judul Praktikum : Implementasi Manajemen Pada Agroindustri Kakao
(Kunjungan/Praktek Lapang)
Alokasi Waktu : 2 x 120 menit

1. Tujuan Instruksional Khusus


Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Memahami dan menjelaskan tentang cara pengolahan kakao menjadi coklat siap
konsumsi
b. Memahami dan menjelaskan tentang implementasi/penerapan ilmu manajemen pada
suatu agroindustri kakao .

2. Teori
Coklat berasal dari biji buah coklat (cacao bean). Tanaman coklat (Theobroma cacao)
dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu jenis Criollo, Forastero dan Trinitario. Criollo
menghasilkan biji kakao dengan aroma yang sangat kuat tanpa rasa pahit, tetapi sensitif
terhadap perubahan iklim dan serangan hama penyakit dengan jumlah produksi relatif rendah.
Berbeda dengan criollo, forastero lebih tahan perubahan iklim dan serangan hama, jumlah
produksinya relatif besar tetapi bijinya memiliki aroma yang lemah dengan rasa yang pahit.
Biji kakao Indonesia sendiri sebagian besar masuk dalam jenis Trinitario yang merupakan
hasil persilangan dari Criollo dan Forastero dengan sifat yang mirip dengan Criollo.
Buah kakao berbentuk bulat panjang (panjang sekitar 15 – 25 cm dan lebar 7 – 10 cm)
dengan kulit yang relatif tebal (10 – 15 mm). Warnanya yang hijau pada saat masih muda
berganti menjadi kuning, oranye, merah atau ungu ketika masak, walaupun pada beberapa
varietas warnanya tetap hijau ketika buah masak. Pulp atau daging buah menutupi 20 – 40
buah biji kakao. Pada buah yang masak, pulp memiliki konsistensi lunak dan berlendir
dengan rasa yang manis dan warna putih seperti susu. Biji kakao sendiri berbentuk oval pipih.
Panjang biji sekitar 2 cm dengan lebar sekitar 1 cm dan berat ± 1 gram jika dikeringkan.
Tanaman coklat mulanya tumbuh liar di hutan hujan tropis Amerika. Adalah
masyarakat kuno di Amerika Tengah dan Mexico, termasuk diantaranya bangsa Maya dan
Aztec, yang menemukan rahasia keistimewaan biji kakao ini lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Pada masa itu, hancuran biji coklat disangrai dan dicampur dengan jagung dan berbagai
rempah diantaranya paprika, vanilla atau kayu manis lalu ditambah air untuk menghasilkan
minuman rempah coklat yang berbusa.
Memasuki akhir abad ke-15, coklat bertransformasi menjadi resep baru. Cortez yang
memimpin ekspedisi ke Aztec, kembali ke Spanyol dengan membawa biji kakao sekaligus
dengan resep pembuatan minumannya. Di Eropa, minuman ini menjadi populer setelah
formula minuman diubah: rempah dihilangkan dan diganti dengan gula.
Jika awalnya coklat diperlakukan sebagai barang mewah, maka penemuan teknik
pemisahan lemak coklat dan teknik pembuatan coklat bubuk pada awal abad ke-19 telah
menyebabkan coklat berkembang sebagai komoditas pangan. Selanjutnya, inovasi produk
coklat terus berkembang sejalan dengan makin berkembangnya pemahaman mengenai
karakteristik coklat.

PEMBUATAN COKLAT
Proses pembuatan coklat melibatkan berbagai tahapan proses. Untuk memperoleh
coklat dengan hasil terbaik, buah kakao dipanen dalam kondisi masak sempurna. Buah
dipotong dan ditumpuk dengan hati-hati, lalu dibelah dan diambil bijinya. Di tingkat petani,
biji coklat difermentasi dan dikeringkan sebelum dikirim ke pabrik coklat untuk pengolahan
lebih lanjut.

Persiapan Biji Coklat (Cocoa Bean)


Biji ditumpuk di lantai atau wadah (keranjang bambu, kotak kayu) dan difermentasi
selama 2 – 8 hari. Secara periodik, dilakukan pengadukan biji agar oksigen yang dibutuhkan
untuk proses fermentasi bisa masuk dan tersebar merata diseluruh tumpukan biji. Selama
fermentasi, suhu biji naik menjadi 45 - 50°C yang mematikan biji (menghentikan germinasi)
dan meningkatkan keasaman biji. Selain itu juga terjadi pembentukan warna dan flavor serta
degradasi parsial komponen penyebab rasa pahit dan kelat. Pulp yang menempel pada biji
coklat terdekomposisi secara enzimatis menjadi cairan yang larut air. Fermentasi dikatakan
sempurna jika warna biji kakao berubah dari warna terang menjadi coklat gelap yang
homogen dan biji mudah dipisah dari kulit bijinya.
Setelah fermentasi selesai, biji dikeringkan hingga kadar air mencapai 6 – 8%. Proses
pengeringan bisa dilakukan dengan cara penjemuran atau menggunakan oven pengering (55 –
66oC). Di beberapa negara, termasuk Indonesia, dilakukan pencucian biji sebelum
dikeringkan. Walaupun akan memperbaiki penampakan biji, tetapi pencucian yang
berlebihan beresiko untuk meningkatkan kerapuhan biji.
Biji kakao kering dibagi dalam beberapa kelas mutu. Mutu terbaik adalah biji yang
masuk dalam kategori kelas mutu A.

Pembuatan Pasta Coklat (Cocoa Liquor)


Pembuatan pasta coklat melibatkan tahapan proses pembersihan biji, pemisahan kulit
dan penyangraian. Pembersihan ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang mungkin
terbawa, seperti pasir, batu, partikel-partikel tanaman dan sebagainya. Keberadaan pengotor
ini tidak diinginkan. Jika pengotor yang keras hanya potensial untuk merusak peralatan
proses, maka pengotor organik juga bisa merusak flavor coklat selama proses penyangraian.
Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 150oC, selama 10 – 35
menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan diolah menjadi coklat
(chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif dibandingkan dengan biji yang
akan diolah untuk menjadi coklat bubuk (cocoa powder). Apapun metode penyangraian yang
dipilih, proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan merusak flavor. Selama proses
penyangraian, kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan terjadi pembentukan flavor coklat.
Biji akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih
mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses ekstraksi
lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk membunuh kontaminan
yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya.
Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan yang
berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan lembaganya dengan
menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara mekanis). Keberadaan kulit ari dan
lembaga tidak diinginkan karena akan merusak flavor dan karakteristik produk olahan coklat.
Setelah penyangraian, biji coklat (nib) mengalami proses penggilingan (pelumatan).
Proses ini dilakukan secara bertingkat sebanyak 2 – 3 tahap untuk memperoleh pasta coklat
(cocoa liquor atau cocoa mass) dengan tingkat kehalusan tertentu.
Pada pembuatan pasta coklat, kadang juga dilakukan proses alkalisasi sebelum proses
penggilingan. Tujuan proses alkalisasi adalah untuk melembutkan flavor dengan menetralkan
sebagian asam-asam bebas, juga untuk memperbaiki warna, daya basah (wettability) dan
dispersibilitas coklat bubuk (cocoa powder) sehingga mencegah pembentukan endapan dalam
minuman coklat. Pada proses alkalisasi, nib sangrai direndam dalam larutan alkali encer
(konsentrasi 2 – 2.5%) pada suhu 75 – 100oC lalu dinetralkan untuk selanjutnya dikeringkan
sampai kadar air menjadi 2%, atau di adon (kneading). Proses ini menyebabkan
penggembungan pati dan menghasilkan massa coklat dengan struktur sel berbentuk sponge
dan porous.

Pembuatan Coklat (Chocolate) Siap Konsumsi


Coklat (chocolate) dibuat dengan menggunakan pasta coklat, yang ditambahkan
dengan sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain (flavoring agent,
kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Bahan-bahan ini dicampur dalam sebuah
mixer atau paster, sehingga dihasilkan pasta coklat yang kental yang selanjutnya mengalami
proses pelembutan (refining) dengan mesin tipe roll sampai diperoleh massa coklat dengan
tekstur yang halus (ukuran partikel kurang dari 20 µm).
Massa coklat hasil dari refining berbentuk bubuk dan kering pada suhu ruang dengan
flavor yang asam. Untuk memperbaiki konsistensi tekstur dan flavornya, maka massa coklat
kadang-kadang diperam selama 24 jam pada suhu hangat (45 – 50 oC) sebelum masuk
ketahapan proses penghalusan (conching). Proses pemeraman ini dikenal dengan sistem
dutch, kadang dilakukan untuk membuat coklat bubuk.
Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk menghasilkan
coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya dilakukan dua tahap, proses
dilakukan pada suhu 80oC selama 24 – 96 jam. Adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan
lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan coklat. Pada tahapan
ini, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel
coklat, gula dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus.
Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses pendinginan yang
dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika pemadatan (kristalisasi) coklat
cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak terkontrol, akan dihasilkan coklat padat
dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna kelabu dipermukaan.
Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk memperoleh
coklat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal-kristal lemak berukuran kecil dengan
titik leleh yang tinggi. Adonan lemak cair didinginkan dari 50oC menjadi 18oC dalam waktu
10 menit dengan pengadukan konstan. Adonan lalu didiamkan di suhu dingin selama sekitar
10 menit untuk membentuk lemak coklat dengan kristal tipe ẞ yang bersifat stabil. Suhu
selanjutnya dinaikkan menjadi 29 – 31oC, dalam waktu 5 menit. Proses ini bisa bervariasi,
tergantung komposisi bahan yang digunakan.
Sebelum pencetakan, suhu coklat cair dijaga pada 30 – 32oC untuk dibawa ke wadah-
wadah pencetakan. Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk memadatkan coklat dan
coklat dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai 10oC. proses pendinginan terkontrol
akan menghasilkan coklat padat dengan kristal lemak yang halus dan struktur yang stabil
terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan permukaan yang mengkilap.

PENYIMPANAN PRODUK COKLAT


Semua produk coklat, mulai dari kakao (mentah) sampai produk olahannya disimpan
ditempat dingin, kering dan dengan sirkulasi udara ruangan yang baik, terlindungi dari
cahaya dan bahan-bahan berbau tajam. Suhu 10 – 12oC dengan kelembaban 55 – 65% adalah
kondisi ruang penyimpanan coklat yang ideal.
Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak tepat akan memiliki
warna permukaan yang kusam keabuan. Pembentukan spot-spot gula (sugar bloom)
disebabkan oleh penyimpanan coklat pada kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena
terjadinya penumpukan uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di
permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar ketika terjadi proses
evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada kondisi suhu penyimpanan diatas 30 oC
dan berfluktuasi mengakibatkan lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang
lebih besar. Fat bloom juga mungkin terjadi karena proses tempering dan pendinginan yang
tidak tepat.

3. Alat dan Bahan


a. BKPM (Buku Kerja Praktik Mahasiswa) Manajemen Agroindustri Perkebunan
b. Kertas CD HVS ukuran folio 8 lembar per kelompok
c. Peralatan tulis
d. LCD projector, laptop
e. Literatur yang mendukung

4. Pelaksanaan Praktek
a. Mahasiswa membentuk kelompok yang beranggotakan 5-6 orang.
b. Saat tiba di lokasi industri (perusahaan agroindustri), mahasiswa diajak untuk melihat
proses produksi biji kakao menjadi cokelat siap konsumsi.
c. Mahasiswa diminta untuk mengerjakan lembar kerja dan menyusun laporan
kunjungan lapang (dikumpulkan pada minggu depan).
d. Setiap kelompok membuat rumusan hasil diskusi dalam bentuk laporan kelompok.
Presentasi dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
5. Tugas
Jelaskan implementasi (penerapan) manajemen bahan baku, manajemen produksi
(pengolahan), manajemen mutu, manajemen SDM, manajemen pemasaran serta manajemen
penanganan limbah suatu agroindustri kakao

Note : Dikumpulkan minggu depan sesi pertama pada jadwal praktikum


masing2 golongan pada email sy naning_retnowati@polije.ac.id dan email
Bapak/Ibu Teknisi, dan tolong agar tugas praktikum dikumpulkan masing2
golongan dalam satu folder.. Terima kasih.
.

Anda mungkin juga menyukai