Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

ANALISA KASUS

4.1 Pembahasan

Pasien berusia 1 tahun 1 bulan, perempuan dengan berat 6 kg dengan


kesan gizi kurang. Aloanamnesa dilakukan terhadap ibu pasien. Pasien
mengalami sesak nafas sejak satu hari yang lalu, pasien juga mengalami demam
dan tidak mau menyusu. Pasien sempat dua kali muntah setelah menyusu. Pasien
juga mengalami batuk berdahak berwarna putih. Demam dikeluhkan naik turun
tidak menentu.

Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan


58x /menit, suhu 38 oC, terdapat retraksi sub costae. Pada auskultasi paru
terdapat ronchi kasar, wheezing, eksperium memanjang. Pada pemeriksaan
laboratorium terdapat trombositosis, lekositosis dan hitung jenis terdapat
penurunan netrofil batang yang dapat menggambarkan adanya infeksi.

Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis


adalah riwayat batuk pilek sebelumnya, demam subfebris, sesak, tetapi tidak
tampak sianosis dan tidak ada riwayat mengi sebelumnya. Adanya retraksi
dinding dada, terdengar suara rhonki basah kasar, wheezing, eksperium
memanjang juga mendukung diagnosis bronkiolitis. Sesuai dengan teori bahwa
bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian bawah dengan
karakteristik klinis berupa batuk, takipnea, wheezing, dan / atau ronkhi. Mula-
mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.
Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu
makan berkurang. Pasien akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan
minum. Pasien dapat mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali
dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.
26
27

Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis


bronkopneumoni. Diagnosis bronkopneumonia dapat disingkirkan pada kasus ini,
pada bronkopneumonia biasnya terjadi demam tinggi, sesak yang bertahap yang
semakin lama semakin memberat, dan adanya rhonki basah halus nyaring.
Sedangkan pada kasus tidak ditemukan gejala dari bronkiolitis.

Pada penatalaksanaan pada kasus ini diberikan :

 Oksigen dengan kecepatan aliran 1 – 2 liter/menit, bertujuan untuk


mengatasi hipoksemia, mengurangi kehilangan air insensibel akibat
takipneu, mengurangi dispneu, menghilangkan kecemasan dan
kegelisahan. Jika keadaannya lebih berat, oksigen sebaiknya diberikan
menggunakan head box yang dipantau dengan pulse oximetri, dan
kemudian konsentrasi oksigen diturunkan sesuai perbaikan saturasinya.
Penderita ini tidak terdapat sesak nafas yang hebat, tidak sampai
sianosis, sehingga diberikan oksigen 1 liter dengan nasal canul.

 Menjamin hidrasi yang adekuat melalui cairan parenteral maupun


enteral untuk mengimbangi pengaruh dehidrasi akibat takipnu.
Penderita ini selama sakit makan dan minumnya berkurang, sehingga
diberi cairan parenteral berupa IVFD D5 1/4% NS kec 24 cc/ jam.

 Pemberian kortikosteroid sebagai anti inflamasi sehingga dapat


meringankan obstruksi pada bronkiolus. Obat yang dipilih adalah
deksametason inisial 0,5 mg/KgBB, dilanjutkan 0,5 mg/KgBB/hari
dibagi 3 – 4 dosis, atau hidrokortison 5 – 10 mg/KgBB/hari tiap 6 – 8
jam sampai klinis membaik. Pada kasus diberikan Injeksi Dexamethason
3 x 2 mg.

 Penderita ini datang dengan distres respirasi, maka diberikan


bronkodilator nebulizer salbutamol diberikan setiap 8 jam.
28

 Antibiotika sebenarnya tidak mempunyai nilai terapeutis, tetapi karena


sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri, antibiotika tetap diberikan
secara empris, terutama pada keadaan umum yang kurang membaik dan
kecurigaan adanya infeksi sekunder. Biasanya diberikan kloramphenicol
atau gentamicin dan dilanjutkan peroral jika sesak hilang, dosis
disesuaikan. Bila dapat diberikan langsung peroral eritromisin 30-50
mg/kgBB/24 jan dalam 2-3 dosis. Pada penderita diberikan gentamicin 2
x 12 mg perhari.

 Paracetamole sirup diberikan karena pasien mengalami demam, namun


pada pasien diberikan 2 x ½ dengan catatan jika temperature lebih dari
38°C. Namun pada bronkiolitis umunya mengalami demam dengan tipe
subfebris.

Anda mungkin juga menyukai