Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata
"blefaritis" berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan
akhiran itis Yunani, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan
dalam bahasa Inggris. Peradangan adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan proses dimana sel-sel darah putih dan zat kimia yang diproduksi
dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera, atau infeksi. Respon
tubuh normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat pembengkakan,
kemerahan, nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi.1
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak
pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis
ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat
kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam
keadaan normal ditemukan di kulit.1
Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tetapi dapat terjadi pada segala
usia. Meskipun tidak nyaman, blefaritis tidak menular dan umumnya tidak
menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan. Blefaritis menyebabkan
mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan ketombe seperti sisik
pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang disebabkan oleh
bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat rosacea.2
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit,
eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada
mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan,
kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin
bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat
ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar
meibom.3
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau
beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya dikenal
adalah blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis. Blefaritis
sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum
diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan
antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis,
keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Palpebra


Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk tear film di depan kornea
serta menyebarkan tear film yang telah diproduksi ini ke konjungtiva dan
kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan mata,
karena kelopak mata juga berfungsi untuk menyebarkan tear film ke
konjungtiva dan kornea.5

Gambar 2.1 Anatomi Palpebra

Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan


sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal.4

Pada kelopak terdapat bagian-bagian:


1. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh
jaringan ikat yang halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga
kulit dengan mudah dapat digerakkan dari dasarnya. Dengan
demikian, maka edema dan perdarahan mudah terkumpul disini,
sehingga menimbulkan pembengkakan palpebra.4
2. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat,
kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada
tarsus dan bermuara pada tepi kelopak mata.4
3. Otot seperti:
a. M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M.
Orbicularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.
facialis.4
b. M. Rioland. Merupakan otot orbicularis oculi yang ada di tepi
margo palpebra. Bersamaan dengan M. Orbicularis oculi berfungsi
untuk menutup mata.4
c. M. Levator palpebrae berjalan kearah kelopak mata atas, berorigo
pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada lempeng tarsus
atas dengan sebagian menembus M. Orbicularis Oculi menuju kulit
kelopak bagian tengah. Bagian kulit yang tempat insersi M.
Levator palpebrae terlihat sebagai sulcus palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi mengangkat kelopak mata
atau membuka mata. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan
pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis) 4
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae.
Inervasinya oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan
M. Mulleri adalah untuk mengangkat kelopak mata 4
4. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada
margo palpebra.4

5. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima


orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.4
6. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat
yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom
(40 buah dikelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah ).4

7. Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae.4


8. Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus
frontal n.V, sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V.4

Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat


dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsl melalui forniks
menutupi bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang
mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin.6

2.2. Fisiologi Palpebra


1. Silia dan alis mata.
Fungsi proteksi palpebra yang pertama adalah silia dan alis mata pada
folikel silia dikelilingi pleksus saraf yang sangat rendah ambang
rangsangannya, sehingga bila silia tersentuh akan timbul refleks berkedip.7
2. Sekresi palpebra.
Fungsi proteksi palpebra yang kedua dilakukan oleh sekresi kelenjar
palpebra oleh kelenjar meibon yang terdapat pada lempeng tarsal, yang
jumlahnya kira-kira 30 pada tiap tarsus. 7
3. Pergerakan normal palpebra.
M. levator palpebra, m. orbicularis oculi dan m. muller’s pada palpebra
superior dan inferior mempunyai peranan dalam fungsi pergerakan bola
mata. Gerakan palpebra menutup dan terbuka dapat secara volunter
(disadari) maupun secara refleks.8
4. Elevasi.
Pada saat mata dibuka, palpebra superior terangkat kira-kira 10 mm
melawan gravitasi dan terlipat di bawah tepi orbita pada lipatan palpebra.
Gerakan ini terutama diakibatkan oleh kontraksi dari m.levator palpebra
yang diinervasi oleh sistem simpatis.9
5. Menutup mata.
Gerakan menutup palpebra dilakukan oleh m. orbicularis oculi yang
diinervasi oleh nervusfacialis (N.VII). Ada tiga jenis gerakan menutup
mata yang dihasilkan oleh kombinasi-kombinasi yang berbeda dari serabut
m. orbicularis oculi dan muskulus yang menggerakkan alis mata yaitu
berkedip, menutup mata dengan sadar dan blefarospasme. Gerakan
menutup mata secara sadar (voluntary winking) adalah gerakan satu mata.
Gerakan ini dihasilkan oleh kontraksi m. orbicularis oculi bagian palpebra
dan orbital secara simultan. Sedangkan pada blefarospasme, dihasilkan
oleh kontraksi m. orbicularis oculi pars palpebra dan otot-otot pada alis
mata.10

2.3. Blefaritis
2.3.1 Definisi
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering
terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang
bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan
kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak
berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit.1

Gambar 2.2 Blefaritis

2.3.2 Epidemiologi
Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia. Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak
diketahui, tetapi penyakit dengan angka kematian yang dikenal, seperti
lupus eritematosus sistemik, mungkin terdapat blefaritis sebagai bagian dari
gejala yang ditemukan. Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual,
kesejahteraan, dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Proses penyakit dapat mengakibatkan kerusakan pada pelupuk
mata dengan trichiasis, entropion notching, dan ectropion. Kerusakan
kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut, hilangnya
kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan. Jika
peradangan yang parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak
ada studi yang diketahui menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian
blefaritis. Rosacea mungkin lebih umum di orang berkulit putih, meskipun
temuan ini mungkin hanya karena lebih mudah dan sering didiagnosis pada
ras ini.11
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit
mata yang ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini
dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih
sering muncul pada usia tua tapi dapat terjadi pada semua umur.11
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui
perbedaan dalam insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis
seboroik lebih sering terjadi pada kelompok usia yang lebih tua dengan usia
rata-rata adalah 50 tahun.8 Akan tetapi apabila dibandingkan dengan bentuk
lain, blefaritis staphylococcal ditemukan pada usia lebih muda (42 tahun)
dan sebagian besar adalah wanita (80%).12

2.3.3 Etiologi
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi,
kondisi lingkungan, atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik:3
1. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar
kelopak. Infeksi biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa
disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus,
pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui
demodex folliculorum sebagai vektor).
2. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahkan bahan kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau
sistemik. Pada banyak orang juga dapat disebabkan oleh karena paparan
hewan seperti anjing atau kucing.
3. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret
kuning atau kehijauan.
4. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit
dari berbagai jenis.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus
blefaritis) atau ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal
ini juga dapat terjadi karena kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi
atau kutu dari bulu mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan oleh produksi
minyak tidak teratur oleh kelenjar pada kelopak mata (meibomian blefaritis)
yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk pertumbuhan
bakteri. Hal ini juga dapat berkembang sebagai akibat dari kondisi kulit
lainnya seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala.13
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan
pintu dari kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin
ada keterlibatan tepi luar dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan
kulit atau dan tepi bagian dalam kelopak mata yang bersentuhan dengan
bola mata. Perubahan pada kulit kelopak mata atau permukaan mata itu
sendiri biasanya bisa menjadi penyebab sekunder yang mendasari terjadinya
kelainan pada kelopak mata.1
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar
minyak di kelopak. Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas
dan bawah. Ketika kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak, terlalu
sedikit, atau salah jenis minyak, tepi kelopak mata dapat menjadi meradang,
iritasi, dan gatal.9

2.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata
karena adanya pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat
kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang
dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi
mikrobakteri secara langsung pada jaringan di sekitar kelopak mata,
mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang
disebabkan oleh produksi toksin bakteri, sisa buangan dan enzim.
Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat dengan adanya dermatitis
seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.14
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata
dan mungkin disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama
dianggap hasil dari respon mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel
S. Aureus yang mungkin juga bertanggung jawab untuk mata merah dan
infiltrat kornea perifer yang ditemukan pada beberapa pasien. Blefaritis
seboroik sering dikaitkan dengan dermatitis seboroik umum yang mungkin
melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial, belakang telinga, dan sternum.
Karena hubungan erat antara kelopak dan permukaan okular, blefaritis
kronis dapat menyebabkan perubahan inflamasi dan mekanik sekunder di
konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior disebabkan oleh
disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar meibomian.
Lipase bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas. Hal
ini meningkatkan titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari
kelenjar, sehingga berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan
mungkin memungkinkan pertumbuhan S. Aureus. Hilangnya fosfolipid dari
tear film yang bertindak sebagai surfaktan mengakibatkan meningkatnya
penguapan air mata dan osmolaritas, juga ketidakstabilan tear film.15
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan:15
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reaction terhadap antigen bakteri
Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan
disfungsi sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan
meibum, lapisan lipid eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab
untuk mengurangi penguapan tear film dan mencegah kontaminasi. Pada
perubahan struktural contoh kegagalan kelenjar di blepharitis posterior telah
ditunjukkan dengan meibography, selain itu, kelenjar epitel dari hewan
model penyakit kelenjar meibomian menunjukkan hiperkeratinisasi yang
dapat menghalangi kelenjar atau menyebabkan deskuamasi sel epitel ke
dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan konstriksi kelenjar.
Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya
mengganggu fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam
blepharitis posterior, terjadi perubahan komposisi meibum di mana
perubahan rasio asam lemak bebas untuk ester kolesterol telah terbukti.
Hasil sekresi yang berubah ini bisa memiliki titik leleh yang lebih tinggi
dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga menyebabkan menutupnya
muara kelenjar.16

2.3.5 Klasifikasi
Blefaritis mempunyai 2 bentuk yaitu :
a. Blefaritis Ulseratif
Blefaritis ulseratif atau stafilokok adalah infeksi yang terjadi pada
kelopak mata. Penyebabnya Staphylococcous aureus atau stafilokokus
epidermidis. Pada kasus ini bulu mata rontok dan tidak diganti oleh yang
baru karena ada destruksi folikel rambut. Pada pangkal rambut terdapat
sisik kering (krusta) berwarna kuning pada bulu mata. Jika sisik
dilepaskan tampak ulkus-ulkus kecil disepanjang /tepian palpebra.
Palpebra merah (mata “bertepi merah”). Apabila menetap akan
menyebabkan distorsi permanen dan folikel-folikel rambut dan akhirnya
akan terjadi pertumbuhan bulu mata yang mengarah ke dalam atau ke
arah bola mata (trikiasis) yang akan menyebabkan ulserasi kornea.
Infeksi ini dapat juga timbul oleh karena kesehatan atau kebersihan yang
buruk dan malnutrisi.
b. Blefaritis Seboreik
Blefaritis Seboreik atau non-ulseratif adalah inflamasi kelenjar kulit di
daerah bulu mata kelenjar bulu mata. Penyebabnya adalah kelainan
metabolisme dan jamur pitirusporum ovale. Pada kasus ini bulu mata
cepat jatuh tetapi dapat diganti yang baru karena tidak ada destruksi
folikel rambut. Pada pangkal bulu mata tidak tampak krusta tetapi
didapatkan skuama (sisik berminyak), tidak terjadi ulserasi dan tepian
palpebra tidak begitu merah. Seborea/ketombe di kepala, alis mata
atau telinga seringkali menyertai blefaritis seboreik. Sering terlihat
pada anak-anak dan remaja. Kondisi dapat diperberat dengan
menggosok atau mengucek palpebra.17

2.3.6 Manifestasi Klinis


Blefaritis biasanya mengenai kedua bola mata dengan tanda dan gejala :18
a. Merasa ada sesuatu dimata
b. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas, dan menjadi merah
c. Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu
mata rontok
d. Mata menajdi merah, berair dan peka terhadap cahaya
e. Kelopak mata sukar dibuka
f. Skuama pada tepi kelopak
g. Jumlah bulu mata berkurang
h. Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
i. sekresi meibom keruh
j. Injeksi pada tepi kelopak

2.3.7 Diagnosis
Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang
komprehensif. Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak
mata dan permukaan depan bola mata, termasuk :
1. Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan
adanya masalah kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap
masalah mata.
2. Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan
penampilan bulu mata.
3. Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan
kelenjar meibomian menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
4. Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.19

2.3.8 Tatalaksana
Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga
kebersihan kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter
harus memastikan bahwa pasien mengerti bahwa penanganan blefaritis
adalah sebuah proses, yang harus dilakukan untuk jangka waktu yang
lama.20
Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini
termasuk variasi dari 3 langkah penting.20
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan
untuk memicu evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat
penting. Pasien umumnya diarahkan untuk menggunakan kompres
hangat basah dan menerapkannya pada kelopak berulang kali. Air hangat
di handuk, kain kassa direndam, atau dimasak dengan microwave, kain
yang telah direndam dapat digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk
menghindari penggunaan panas yang berlebihan.20
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan
yang menempel, seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan
lubang kelenjar. Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau
dengan kain kasa. Air biasa sering digunakan, meskipun beberapa dokter
lebih suka bahwa beberapa tetes shampo bayi dicampur dalam satu tutup
botol penuh air hangat untuk membentuk larutan pembersih. Harus
diperhatikan untuk menggosok-gosok lembut atau scrubbing dari tepi
kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin
berbahaya.20
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok.
Umum digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep
antibiotik kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun
penggunaannya kurang tepat untuk pengelolaan jangka panjang.20
Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan.
Kasus refrakter blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral.
Satu atau dua bulan penggunaan tetrasiklin sering membantu dalam
mengurangi gejala pada pasien dengan penyakit yang lebih parah.
Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk mengurangi kolonisasi bakteri tetapi
juga untuk mengubah metabolisme dan mengurangi disfungsi kelenjar.
Penggunaan metronidazol sedang dipelajari.21
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata
buatan, salep air mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait,
seperti herpes simplex, varicella-zoster, atau penyakit kulit staphilokokal,
bisa memerlukan terapi antimikroba spesifik berdasarkan kultur. Penyakit
seboroik sering ditingkatkan dengan penggunaan shampoo dengan
selenium, meskipun penggunaannya di sekitar mata tidak dianjurkan.
Dermatitis alergi dapat merespon terapi kortikosteroid topikal.21
Konjungtivitis dan keratitis dapat menjadi komplikasi blefaritis dan
memerlukan pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata.
Campuran antibiotik-kortikosteroid dapat mengurangi peradangan dan
gejala konjungtivitis. Infiltrat kornea juga dapat diobati dengan antibiotik-
kortikosteroid tetes. Ulkus tepi kelopak yang kecil dapat diobati secara
empiris, tetapi ulkus yang lebih besar, parasentral, atau atipikal harus
dikerok dan spesimen dikirim untuk diagnostik dan untuk kultur dan
pengujian sensitivitas.22
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis
dapat memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan
notching kelopak dapat mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis
diobati dengan pencukuran bulu, perusakan folikel melalui arus listrik, laser,
atau krioterapi, atau dengan eksisi bedah. Entropion atau ectropion dapat
mengembangkan dan mempersulit situasi klinis dan mungkin memerlukan
rujukan ke ahli bedah oculoplastics.Perawatan bedah untuk blefaritis
diperlukan hanya untuk komplikasi seperti pembentukan kalazion, trichiasis,
ektropion, entropion, atau penyakit kornea.23
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal,
bacitracin atau kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut
tetapi terbatas dalam kasus-kasus lama. Setelah kelopak dibersihkan salep
harus digosok ke tepi kelopak anterior dengan cotton bud atau jari yang
bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari selama tiga hari) dapat
membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif.23
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan
pengobatan tetapi tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun
atau pada wanita hamil atau menyusui karena disimpan dalam tulang dan
gigi tumbuh, dan dapat menyebabkan noda pada gigi dan hipoplasia gigi
(eritromisin adalah alternatif). Alasan untuk penggunaan tetrasiklin adalah
kemampuan mereka untuk memblokir produksi lipase stafilokokal jauh di
bawah konsentrasi penghambatan minimum antibakteri. Tetrasiklin
terutama diindikasikan pada pasien dengan phlyctenulosis berulang dan
keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan mungkin diperlukan.
Contohnya: Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu, Doksisiklin
100 mg b.d. selama satu minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12
minggu, Minocycline 100 mg sehari selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit
dapat berkembang setelah penggunaan jangka panjang). Erythromicin 250
mg perhari atau b.d digunakan untuk anak-anak.23

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yang
paling sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkin
sebaiknya disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain
seperti kaca mata sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang.24
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata
merah (konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa
memproduksi air matayang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat.
Ini bisa menyebabkan mata kekurangan air dan menjadi meradang.
Syndrome mata kering dapat terjadi karena dipengaruhi gejala blefaritis,
dermatitis seboroik, dan dermatitis rosea, namun dapat juga disebabkan
karena kualitas air mata yang kurang baik
3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang
meradang atau salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus)
di kornea. Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya,
meskipun defisiensi tear film kadang dapat mengaburkan penglihatan,
menyebabkan berbagai derajatpenglihatan berfluktuasi sepanjang hari.24

2.3.10 Prognosis
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi.
Perawatan kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan.
Harus cukup nyaman untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis
sering merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan dengan
penyebab yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati
kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang
memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh
sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat
terjadi.25

BAB III
KESIMPULAN

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering


terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang
bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan
kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan
di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang
disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tetapi dapat terjadi pada
segala usia. Meskipun tidak nyaman, blefaritis tidak menular dan umumnya
tidak menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan. Blefaritis
menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum
yang disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit
kepala atau jerawat rosacea.
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi.
Perawatan kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus
cukup nyaman untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering
merupakan kondisi kronis. Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab
yang mendasari seperti ketombe atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi
tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada pasien yang memiliki beberapa
episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh sepenuhnya. Bahkan dengan
pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum.


17th ed. Jakarta: EGC; 2009.
2. Johnson, Stephen, M, MD. Blepharitis. Midwest Eye Institute. Available at :
http://smjohnsonmd.com/Blepharitis.html. Accessed September 30, 2014.
3. Dougherty, J.M., McCulley, J.P., Silvany,R.E. and Meyer,D.R (2015) The role
of tetracycline in chronic blepharitis. Inhibition of lipase production in
staphylococci. Investigative Opthalmology & Visual Science 32(11), 2970-
2975.
4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2014.
5. James, Bruce. Lecture Notes On Opthalmology. 9 th ed. Blackwell publishing,
Australia : 2013;page 52-54.
6. Vaughan D. General Opthalmology. Widya Medika. Jakarta : 2013; page 78-
80.
7. Kikkawa DO, Lucarelli MJ, Shoplin JP, Cook BE, Lemke BN. Opthalmic
Facial Anatomy and Physiology of the Eye. St.louis (USA) : Mosby: 2013.
8. Lang GK, Wayner P. The Eyelids. In : Opthalmology A Pocket Textbook.
Thieme Stutgart. New York : 2014.
9. Sehu KW, Lee WR. Eyelid and Lacrimal Sac. In : Opthalmic Pathology An
ilustrated guide for clinicians. Blackwell Publishing. UK : 2015.
10. Oyster, CW. The Eyelids and the Lacrimal System. In : The Human Eye
Structure and Function. Sunderland (USA) : Sinauer Associates,Inc. 2012.
11. Kanski JJ. Blepharitis. In : Clinical Opthalmology. Butterworth Heinemann.
Philadelphia; 2011.
12. Feder, Robert S, MD, Chair et all. Blepharitis Limited Revision In Preffered
Practice Pattern. American Academy Opthalmology; 2012.
13. Dolfus H, Varloes A. Development anomalies of the lids. In : Pediatric
opthalmology. Philadelphia (USA) : Elsevier Saunders : 2017.
14. Liesegang TJ, Skuata GL. Cantor LB. Fundamental and principle of
ofthalmology. American Academy of opthalmology. San Fransisco.
15. Larrabe WF, Makielski KH, Henderson JL. Eyelid, Anterior Orbit and
Lacrimal System. Lippicont Williams & Wilkins. Philadelphia (USA) : 2016.
16. Kiranantawat K, Suhk JH, Nguyen AH. The Asian Eyelid. Seminar Plastic
Surgery 2014.
17. Popham, Jerry MD. Eyelid. In cosmetic facial and eye plastic surgery. 2013.
18. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care
of the Patient with Blepharitis, 2007.
19. Orge FH BC. The lacrimal system. Pediatric Clinic North America. 2014
62(3):543-549
20. Fredrick DR. Blepharitis. British Journal of Ophthalmology. 2002;324:1195.
21. Ali MJ, Paulsen F. Human lacrimal drainage system reconstruction,
Recanalization, and Regeneration.Current Eye Research. 2015: 2-8
22. Liang C-L, Yen E, Su J-Y, Liu C, Chang T-Y, Park N, et al. Blepharitis.
2004;45:3446-52.
23. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts. The Eye basic science.
2013.
24. Amato MM, Monheit B, John W. Blepharitis. In : Duane’s Clinical
Opthalmology. Lippicontt Williams & Wilkins. USA : 2013
25. Allen, JH et all. Blepharitis. In best Practice British Medicine Journal. 2014

Anda mungkin juga menyukai