Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini banyak sekali masyarakat yang tidak peduli akan kesehatan dirinya.
Sehingga memunculkan masalah-masalah kesehatan terutama gangguan pada indra
penglihatan, salah satunya adalah bagian kelopak mata. Biasanya masyarakat
menganggap remeh penyakit ini karena mereka beranggapan bahwa penyakit ini akan
segera hilang. Padahal bila tidak ditangani dengan serius maka akan muncul berbagai
komplikasi dari penyakit ini seperti blefaritis salah satunya. Selain itu, penyakit ini
juga dapat mengganggu pencitraan dirinya. Disinilah peran tenaga medis sangat
dibutuhkan bagi masyarakat sebagai upaya memperbaiki tingkat kesehatan
masyarakat.

Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata.Kata


"blefaritis" berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan
akhiran itis Yunani, yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam
bahasa Inggris. Peradangan adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan proses dimana sel - sel darah putih dan zat kimia yang diproduksi
dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera, atau infeksi. Respon tubuh
normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat pembengkakan, kemerahan,
nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi (Vaughan, 2009).

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata.Radang yang sering terjadi pada
kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak
pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar didekat kelopak mata yang
merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di kulit (Vaughan, 2009).

1
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan
pembentukan ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang
umum yang disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala
atau jerawat rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak
nyaman, blefaritis tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan
permanen pada penglihatan (Johnson, 2014).

Berdasarkan penelitian Werdich et al 2011 melaporkan survei pasien blefaritis


menunjukkan prevalensi yang sama tinggi masing-masing 86% dan 94%. Prevalensi
temuan klinis sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan gejala yang dilaporkan
sendiri. Empat belas persen dari total pasien melaporkan tidak ada gejala dan enam
persen tidak memiliki tanda-tanda klinis blefaritis. Data normalisasi menunjukkan
bahwa kebanyakan pasien memlikiki penyakit ringan sampai sedang berdasarkan
kedua gejala dan temuan pemeriksaan klinis. Insidensi adalah 50% dan 36% untuk
ringan, 32% dan 50 % sedang, dan hanya 4% dan 8% untuk gejala yang parah dan
tanda blefaritis masing-masing.

Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan
bahan kosmetik. Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa
atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya dikenal
adalah blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis (Ilyas, 2014).

Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya


blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian
diberikan antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah
konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis (Ilyas, 2014).

2
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini ialah untuk meningkatkan
pengetahuan keilmuan dokter muda agar dapat memahami anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, penetapan diagnosis kerja maupun diagnosis banding
serta penatalksanaan hingga prognosis pasien pada pasien blefaritis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi Palpebra

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta


mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk tear filmdi depan kornea serta
menyebarkan tear film yang telah diproduksi ini ke konjungtiva dan kornea. Palpebra
merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan mata, karena kelopak mata juga berfungsi
untuk menyebarkan tear film ke konjungtiva dan kornea (Ilyas, 2014).

Gambar 1 : Anatomi kelopak mata

Sumber : Allen, JH et all, Patophosiology Blepharitis in Best Practice British Medicine Journal.

4
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di
bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal (Ilyas,
2014).
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Satu lapisan permukaan kulit. Tipis dan halus, dihubungkan oleh jaringan ikat
yang halus dengan otot yang ada dibawahnya, sehingga kulit dengan mudah dapat
digerakkan dari dasarnya. Dengan demikian, maka edema dan perdarahan mudah
terkumpul disini, sehingga menimbulkan pembengkakan palpebral (Ilyas, 2014).
2. Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar
zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus dan bermuara pada
tepi kelopak mata (Ilyas, 2014).
3. Otot seperti:
a. M. Orbicularis oculi yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbicularis berfungsi menutup
bola mata yang dipersarafi N. facialis (Ilyas, 2014).
b. M. Rioland. Merupakan otot orbicularis oculi yang ada di tepi margo palpebra.
Bersamaan dengan M. Orbicularis oculi berfungsi untuk menutup mata (Ilyas,
2014).
c. M. Levator palpebrae berjalan kearah kelopak mata atas, berorigo pada
annulus foramen orbita dan berinsersi pada lempeng tarsus atas dengan
sebagian menembus M. Orbicularis Oculi menuju kulit kelopak bagian tengah.
Bagian kulit yang tempat insersi M. Levator palpebrae terlihat sebagai sulcus
palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi mengangkat kelopak
mata atau membuka mata. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan -
perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis) (Ilyas,
2014).
d. M. Mulleri, terletak di bawah tendon dari M. Levator palpebrae. Inervasinya
oleh saraf simpatis, fungsi M. Levator palbebrae dan M. Mulleri adalah untuk
mengangkat kelopak mata (Ilyas, 2014).

5
4. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebral (Ilyas,
2014).
5. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosus berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan (Ilyas, 2014).
6. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran permukaan orbita. Tarsus terdiri atas jaringan ikat yang merupaka
jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 buah dikelopak atas dan
20 buah di kelopak bawah ) (Ilyas, 2014).
7. Pembuluh darah yang memperdarainya adalah a. palpebrae (Ilyas, 2014).
8. Persarafan sensorik kelopaka matas atas didapatkan dari ramus frontal n.V,
sedangkan kelopaka bawah oleh cabang ke II saraf ke V (Ilyas, 2014).
Konjungtiva tarsal yang terletak dibelakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak.Konjungtiva tarsl melalui forniks menutupi bulbus
okuli.Konjungtiva merupaka membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang
menghasilkan musin (Vaughan, 2003).

Histologi dan Fisiologi Palpebra

Bola mata terletak di dalam tulang orbita dan terbuka ke sebelah anterior,
ditutup oleh kelopak mata bagian atas dan bawah, jika keduanya merapat bertemu
pada fissura palpebra. Palpebra menutup permukaan anterior kornea dan melipat pada
bagian tepinya yang kemudian melapisi permukaan dalam palpebra. Lipatan di
superior dan inferior disebut fornix konjungtiva. Ketika kelopak mata menutup
terbentuk sakus konjungtiva, merupakan ruang sebelah anterior mata dan terisi sedikit
cairan (Junqueira, 2004).
Tiap kelopak mata terdiri atas lempeng jaringan ikat dan otot skelet di tengah
sebagai penyokong, disebelah luar dilapisi oleh kulit dan disebelah dalam dilapisi
oleh membran mukosa (konjungtiva palpebra). Kulit disini tipis mempunyai rambut
halus, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan dermis yang mengadung banyak serat
elastin yang halus. Dermis sedikit menebal di tepi kelopak mata dan mengandung tiga

6
atau empat deretan rambut-rambut yang kaku disebut bulu mata, folikelnya terdapat
sampai dermis. Bulu mata mengalami pergantian setiap 100 – 150 hari. Terdapat
kelenjar sebasea kecil berhubungan dengan bulu mata, sedangkan M. Arektor pili
tidak ada (Junqueira, 2004).
Di bawah kulit terdapat lapisan otot skelet M. Orbicularis oculi (bagian
terbesar) dan lebih ke dalam lagi terdapat lapisan jaringan ikat (fasia palpebra) yang
merupakan lanjutan tendo M. Levator paplebrae. Juga terdapat lapisan otot polos
yang tipis di tepi atas palpebra superior yaitu M. Tarsalis superior Müller, melekat
pada tepi tarsus. Di belakang folikel bulu mata terdapat M. Siliaris Riolani (muskular
skelet) (Junqueira, 2004).
Sebelah belakang lapisan otot terdapat lapisan fibrosa yang tipis di bagian
perifer disebut septum orbital dan lempeng tarsus. Tarsus merupakan lempeng
jaringan ikat yang padat melengkung mengikuti bentuk bola mata, berbentuk seperti
huruf D yang bagian horizontalnya sesuai dengan tepi palpebra. Tarsus pada palpebra
superior lebarnya 10 -12 mm, sedangkan tarsus pada palpebra inferior lebarnya 5 mm.
Pada kedua tarsus ini terbenam sebaris kelenjar sebasea yang sangat besar yaitu
kelenjar tarsalis Meibom. Permukaan posterior tarsus menjadi satu dengan
konjungtiva palpebra. Bentuk palpebra dipertahankan oleh tarsus ini (Junqueira,
2004).
Epitel konjungtiva berlapis silindris dengan sel – sel goblet, ketebalannya
bervariasi tergantung pada letaknya. Konjungtiva bulbi di tepi kornea, epitelnya
menjadi berlapis gepeng identik dengan epitel kornea. Pada fornix konjungtiva
epitelnya lebih tebal (Junqueira, 2004).

7
Gambar 2 : Histologi palpebra
Sumber :https://secure.health.utas.edu.au/intranet/cds/histoten/Practicals/CHG

M. Orbicularis oculi jalannya melingkar, mendapat persarafan dari N. VII dan


berfungsi untuk menutup kelopak mata. M. Levator palpebra dipersarafi oleh N. III
melekat pada tarsus dan kulit, berfungsi untuk mengangkat palpebra superior. M.
Tarsalis superior Müller dipersarafi oleh saraf simpatis (Junqueira, 2004).
Ada 3 jenis kelenjar pada palpebra, yaitu Kelenjar Meibom adalah kelenjar
sebasea yang panjang dalam lempeng tarsus. Kelenjar ini tidak berhubungan dengan
folikel rambut. Pada palpebra superior ada sekitar 25 dan pada palpebra inferior ada
sekitar 20, tampak sebagai garis vertikal warna kuning di sebelah dalam konjungtiva
palpebra. Saluran keluar kelenjar Meibom bermuara ke tepi palpebra, merupakan satu
deretan pada peralihan antara kulit dan konjungtiva. Ke dalam saluran utama ini
bermuara beberapa saluran yang pendek dari alveoli kelenjar sebasea. Kelenjar
Meibom menghasilkan sebum yang membentuk apisan berminyak pada permukaan
air mata, berfungsi untuk mencegah penguapan air mata (Junqueira, 2004).
Kelenjar Moll merupakan kelenjar apokrin tak bercabang, terletak di antara
dan di belakang folikel – folikel bulu mata. Pars terminalis kelenjar Moll tidak
berkelok-kelok dan saluran keluarnya bermuara ke folikel rambut. Fungsi kelenjar ini
tidak diketahui (Junqueira, 2004).

Kelenjar Zeiss lebih kecil, merupakan modifikasi kelenjar sebasea dan


berhubungan dengan folikel rambut mata (Junqueira, 2004).

8
2.2 DEFINISI
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak
mata (palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif,
dan bahkan bahan kosmetik, sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman
streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan
staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor) (Ilyas, 2014).

Gambar 3 : Radang pada kelopak mata (blefaritis)


Sumber : Weinstock, Frank J., MD, FACS and Melissa Conrad Stöppler, MD. Eyelid
Inflammation “Blepharitis”

2.3 EPIDEMIOLOGI

Blefaritis adalah gangguan mata yang umum di Amerika Serikat dan di


seluruh dunia. Hubungan yang tepat antara blefaritis dan kematian tidak diketahui,
tetapi penyakit dengan angka kematian yang dikenal, seperti lupus eritematosus
sistemik, mungkin terdapat blefaritis sebagai bagian dari gejala yang ditemukan.
Morbiditas termasuk kehilangan fungsi visual, kesejahteraan, dan kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses penyakit dapat mengakibatkan
kerusakan pada pelupuk mata dengan trichiasis, entropion notching, dan ectropion.
Kerusakan kornea dapat mengakibatkan peradangan, jaringan parut, hilangnya

9
kehalusan permukaan, dan kehilangan kejelasan penglihatan.Jika peradangan yang
parah berkembang, perforasi kornea dapat terjadi. Tidak ada studi yang diketahui
menunjukkan perbedaan ras dalam kejadian blefaritis. Rosacea mungkin lebih umum
di orang berkulit putih, meskipun temuan ini mungkin hanya karena lebih mudah dan
sering didiagnosis pada ras ini (Weinstock, 2014).
Blefaritis biasanya dilaporkan sekitar 5% dari keseluruhan penyakit mata yang
ada pada rumah sakit (sekitar 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan sebagai penyakit
penyerta pada penyakit mata). Blefaritis lebih sering muncul pada usia tua tapi dapat
terjadi pada semua umur (Lowery, 2014).
Belum ditemukan penelitian yang dirancang untuk mengetahui perbedaan
dalam insiden dan klinis blefaritis antara jenis kelamin. Blefaritis seboroik lebih
sering terjadi pada kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata adalah 50
tahun. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan bentuk lain, blefaritis staphylococcal
ditemukan pada usia lebih muda (42 tahun) dan sebagian besar adalah wanita (80%)
(Weinstock, 2014).

2.4 ETIOLOGI
Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, alergi, kondisi
lingkungan, atau mungkin terkait dengan penyakit sistemik (Ilyas, 2014) :
a. Blefaritis inflamasi terjadi akibat peningkatan sel radang kulit di sekitar kelopak.
Infeksi biasanya disebabkan oleh kuman Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, pseudomonas, demodex
folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex folliculorum sebagai vektor).
b. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan
bahan kosmetik, atau dengan banyak obat, baik mata atau sistemik. Pada banyak
orang juga dapat disebabkan oleh karena paparan hewan seperti anjing atau
kucing.
c. Bentuk ulseratif (blefaritis menular) sering ditandai dengan adanya sekret kuning
atau kehijauan.

10
d. Blefaritis dapat disebabkan oleh kondisi medis sistemik atau kanker kulit dari
berbagai jenis.
Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh bakteri (stafilokokus blefaritis)
atau ketombe pada kulit kepala dan alis (blefaritis seboroik). Hal ini juga dapat terjadi
karena kombinasi faktor, atau mungkin akibat alergi atau kutu dari bulu mata.
Blefaritis posterior dapat disebabkan oleh produksi minyak tidak teratur oleh kelenjar
pada kelopak mata (meibomian blefaritis) yang menciptakan lingkungan yang
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.Hal ini juga dapat berkembang sebagai
akibat dari kondisi kulit lainnya seperti jerawat rosacea dan ketombe kulit kepala
(Weinstock, 2014).
Blefaritis melibatkan tepi kelopak mata, di mana bulu mata tumbuh dan pintu
dari kelenjar minyak kecil dekat pangkal bulu mata berada. Mungkin ada keterlibatan
tepi luar dari tepi kelopak mata yang berdekatan dengan kulit atau dan tepi bagian
dalam kelopak mata yang bersentuhan dengan bola mata. Perubahan pada kulit
kelopak mata atau permukaan mata itu sendiri biasanya bisa menjadi penyebab
sekunder yang mendasari terjadinya kelainan pada kelopak mata (Vaughan, 2015)
Penyebab kebanyakan kasus blefaritis adalah kerusakan kelenjar minyak di
kelopak. Ada sekitar 40 kelenjar ini di setiap kelopak mata atas dan bawah. Ketika
kelenjar minyak memproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit, atau salah jenis minyak,
tepi kelopak mata dapat menjadi meradang, iritasi, dan gatal (Lowery, 2014).

2.5 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata
karenaadanya pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak
matayang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam
keadaannormal ditemukan di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri
secaralangsung pada jaringan di sekitar kelopak mata, mengakibatkan kerusakan

11
sistemimun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri,
sisabuangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat
denganadanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom (Allen,
2013).
Blefaritis anterior mempengaruhi daerah sekitar dasar dari bulu mata dan
mungkin disebabkan infeksi stafilokokus atau seboroik. Yang pertama dianggap hasil
dari respon mediasi sel abnormal pada komponen dinding sel S. Aureus yang
mungkin juga bertanggung jawab untuk mata merah dan infiltrat kornea perifer yang
ditemukan pada beberapa pasien. Blefaritis seboroik sering dikaitkan dengan
dermatitis seboroik umum yang mungkin melibatkan kulit kepala, lipatan nasolabial,
belakang telinga, dan sternum. Karena hubungan erat antara kelopak dan permukaan
okular, blefaritis kronis dapat menyebabkan perubahan inflamasi dan mekanik
sekunder di konjungtiva dan kornea. Sedangkan blefaritis posterior disebabkan oleh
disfungsi kelenjar meibomian dan perubahan sekresi kelenjar meibomian. Lipase
bakteri dapat mengakibatkan pembentukan asam lemak bebas. Hal ini meningkatkan
titik leleh dari meibum yang menghambat ekspresi dari kelenjar, sehingga
berkontribusi terhadap iritasi permukaan mata dan mungkin memungkinkan
pertumbuhan S. Aureus. Hilangnya fosfolipid dari tear film yang bertindak sebagai
surfaktan mengakibatkan meningkatnya penguapan air mata dan osmolaritas, juga
ketidakstabilan tear film (Allen, 2013).
Tiga mekanisme patofisiologi blefaritis anterior yang telah diusulkan (Allen, 2013):
a. Infeksi bakteri langsung
b. Respons melawan toksin bakteri
c. Delayed hypersensitivity reactionterhadap antigen bakteri

Patofisiologi blefaritis posterior melibatkan perubahan struktural dan disfungsi


sekresi dari kelenjar meibomian. Kelenjar Meibom mengeluarkan meibum, lapisan
lipid eksternal dari tear film, yang bertanggung jawab untuk mengurangi penguapan
tear film dan mencegah kontaminasi. Pada perubahan struktural contoh kegagalan

12
kelenjar di blepharitis posterior telah ditunjukkan dengan meibography, selain itu,
kelenjar epitel dari hewan model penyakit kelenjar meibomian menunjukkan
hiperkeratinisasi yang dapat menghalangi kelenjar atau menyebabkan deskuamasi sel
epitel ke dalam lumen, duktus kelenjar sehingga menyebabkan konstriksi kelenjar.
Hiperkeratinisasi dapat mengubah diferensiasi sel asinar dan karenanya mengganggu
fungsi kelenjar. Disfungsi sekretorik contohnya dalam blepharitis posterior, terjadi
perubahan komposisimeibum di mana perubahan rasio asam lemak bebas untuk ester
kolesterol telah terbukti. Hasil sekresi yang berubah ini bisa memiliki titik leleh yang
lebih tinggi dari pada yang tampak di kelopak mata sehingga menyebabkan
menutupnya muara kelenjar (Allen, 2013).

2.6 KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS

Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi:

1. Blefaritis Anterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat
dimana bulu mata tertanam. Blefaritis anterior biasanya disebabkanoleh infeksi
bakteri (stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis
sebore).Walaupun jarang, dapat juga disebabkan karena alergi (Johnson, 2014).

13
Gambar 4 : Blefaritis Anterior
Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

2. Blefaritis Posterior: blefaritis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian
yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan
karena produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis
meibom) yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan
bakteri untuk bertumbuh. Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang
lain seperti jerawat atau ketombe (Johnson, 2014).

Gambar 5 : Blefaritis Posterior


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya :


A. Blefaritis bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai dengan berat. Diduga
sebagian besar infeksi kulit superfisial kelopak diakibatkan streptococcus. Bentuk
infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eksematoid.
Pengobatan pada infeksi ringan ialah dengan memberikan antibiotik lokal dan
kompres basah dengan asam borat. Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian

14
kompres hangat. Infeksi yang bert perlu diberikan antibiotik sistemik (Ilyas,
2014).
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas
basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual
kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertainya (Ilyas, 2014).
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema
pada tepi kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata.Infeksi
kronis dapat disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya
blefaritis ulseratif. Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea
termasuk erosi epitelial, neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak
(Kanski, 2011).
2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan (Ilyas, 2014).
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan
jaringan keropeng (Ilyas, 2014).
Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada
kelopak mata depan, dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis
seboroik pada alis dan kulit kepalanya. The American Academy of
Dermatology mencatat bahwa penyebab kondisi ini belum dipahami dengan
baik. Tapi dermatitis sebore terkadang muncul pada orang dengan sistem
kekebalan yang lemah.Jamur atau ragi jenis tertentu yang memakan minyak

15
(lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis seboroik, dengan blefaritis
menyertainya (Feder, 2011).

Gambar 6 : Blefaritis sebore


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 5

Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan


membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas
lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan dengan nitras argenti 1%. Salep
sulfonamid berguna pada aksi keratolitiknya. Kompres hangat selama 5-10
menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampo bayi.Pada
blefaritis sebore diberikan antibiotik lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral
4 kali 250 mg. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal,
tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis (Ilyas, 2014).
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang
mengenai kulit didaerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitis seboroik.

16
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur
(Ilyas, 2014).
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal.
Terdapat sisik berwarna halus–halus dan penebalan margo palpebra disertai
dengan madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa
mengakibatkan perdarahan (Ilyas, 2014).

Gambar 7 :Squamous Blepharitis


Sumber :http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatannya ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan


shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki
metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi antara lain: keratitis,
konjungtivitis (Ilyas, 2014).

4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang
terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan
disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih
lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan
rontok (madarosis) (Ilyas, 2014).

17
Gambar 8 :Ulcerative Blepharitis
Sumber :http://www.icarehospital.org/oculoplasty_details.php

Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada


blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin.
Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus.Apabila
ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi
roboransia (Ilyas, 2014).
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak
folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan
kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan
parut yang juga dapat berakibat trikiasis (Ilyas, 2014).

5. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut
kelopak mata atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak
mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan
padafungsi punctum lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau Moraxella lacunata (Ilyas, 2014).
Seringkali gejala yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi
kelopak mata, bersisik, maserasi dan kulit pecah-pecah di kantus lateral dan

18
medial, juga dapat terjadi konjungtivitis folikuler dan papil. Biasanya kelainan
ini bersifat rekuren (Ilyas, 2014).

Gambar 9 : Blefaritis angularis


Sumber : Kanski in Clinical Ophthalmology edisi 7

Blefaritis angularis diobati dengan sulfa (kloramfenikol, eritromisin),


tetrasiklin dan sengsulfat. Penyulit terjadi pada punctum lakrimal bagian
medial sudutmata yangakan menyumbat duktus lakrimal (Ilyas, 2014).

6. Meibomianitis.
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan
tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut (Ilyas, 2014).

19
Gambar 10 : Meibomianitis
Sumber : Atlas of Opthalmology

Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan


dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik local (Ilyas,
2014).

B. Blefaritis virus
1. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri
saraf trigeminus. Biasanya akan mengenai orang usia lanjut. Bila yang terkena
ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada
mata dan kelopak mata atas (Ilyas, 2014).
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda
yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan
berasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea
bila mata terkena.Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf trigeminus
superfisial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata
(Ilyas, 2014).

Gambar14 : Herpes Zoster Ophthalmica


Sumber :http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-zoster-
ophthalmicus.html

Pengobatan hanya asimtomatik; steroid superfisial untuk mengurangi


gejala radang dan analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Pemberian steroid
dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. Penyulit yang mungkin

20
terjadi adalah uveitis, parese otot perggerak mata, glaukoma dan neuritis optic
(Ilyas, 2014).
2. Herpes simplek
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan
yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal
bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi kelopak ringan dengan
terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan
kedua kelopak lengket (Ilyas, 2014).

Gambar 15 : Herpes Zoster Ophthalmica


Sumber :http://medilinks.blogspot.com/2012/01/photos-for-herpes-simpleks-
ophthalmicus.html

Tidak terdapat pengobatan spesifik pada penyakit ini. Bila terdapat


infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sitemik atau topikal. Pemberian
kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan
menularnya herpes pada kornea. Asiclovir dan IDU dapat diberikan terutama
pada infeksi dini (Ilyas, 2014).
C. Blefaritis jamur
1. Infeksi Superfisial
Biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk
epidermomikosis, diberikan 0.5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau
dibagi rata diteruskam 1-2 minggu. Kandida dengan nistatin topikal 100.000
unit per gram (Ilyas, 2014).

21
2. Infeksi Jamur Profundus
Pengobatan menggunakan obat sistemik. Actinomyces dan Nocardia
efektif menggunakan sulfonamid, penicillin atau antibiotik spektrum luas.
Spesies lain bisa digunakan Amfoterisin B dimulai dengan 0.05-0.1mg/kgBB
iv lambat 6-8 jam dilarutkan dekstrose 5% dalam air (Ilyas, 2014).

2.7 DIAGNOSIS
Blefaritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mata yang komprehensif.
Pengujian, dengan penekanan khusus pada evaluasi kelopak mata dan permukaan
depan bola mata, termasuk :
- Riwayat pasien untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien dan
adanya masalah kesehatan umum yang mungkin berkontribusi terhadap
masalah mata.
- Pemeriksaan mata luar, termasuk struktur kelopak mata, tekstur kulit dan
penampilan bulu mata.
- Evaluasi tepi kelopak mata, dasar bulu mata dan pembukaan kelenjar
meibomian menggunakan cahaya terang dan pembesaran.
- Evaluasi kuantitas dan kualitas air mata untuk setiap kelainan.

22
Gambar 21 : Algoritma untuk mendiagnosis pasien dengan kelopak mata merah
Sumber : Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid, 2007

Kondisi yang berkaitan dengan blefaritis kronis (Lowery, 2014) :


1. Ketidakstabilan tear film ditemukan pada 30-50% pasien, mungkin sebagai
akibat dari ketidakseimbangan antara komponen cair dan lipid dari tear film
memungkinkan peningkatan penguapan. Waktu pemecahan tear film biasanya
berkurang.
2. Chalazion, yang mungkin multipel dan berulang, umumnya terjadi terutama
pada pasien dengan blefaritis posterior.

23
3. Penyakitmembran epitel basal dan erosi epitel berulang dapat diperburuk oleh
blepharitis posterior.
4. Kulit:
A. Jerawatrosacea sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar meibomian.
B. Dermatitis seboroik terdapat pada>90% dari pasien dengan blefaritis
seboroik.
C. Pengobatan acne vulgarisdengan isotretinoin dikaitkan dengan
perkembangan blepharitis pada sekitar 25% dari pasien; hal itu mereda
ketika pengobatan dihentikan.
5. Keratitis bakteri dikaitkan dengan penyakit sekunderpermukaan okularuntuk
blefaritis kronis.
6. Atopik keratokonjungtivitis sering dikaitkan dengan blefaritis stafilokokus.
Pengobatan blefaritis sering membantu gejala konjungtivitis alergi dan
sebaliknya.
7. Intoleransi lensa kontak. Pemakaian jangka panjang lensa kontak berhubungan
dengan penyakit tepi pelupuk mata posterior. Penghambatan gerakan tutup
dan ekspresi normal dari minyak meibomian bisa menjadi penyebabnya. Ada
juga mungkin terkait konjungtivitis giant papil membuat pemakaian lensa
tidak nyaman. Blefaritis juga merupakan faktor risiko untuk keratitis
bakteriterkait lensa kontak.

2.8 PENATALAKSAAN
Sebuah penanganan yang sistematis dan jangka panjang dalam menjaga
kebersihan kelopak mata adalah dasar dari pengobatan blefaritis. Dokter harus

24
memastikan bahwa pasien mengerti bahwa penanganan blefaritis adalah sebuah
proses, yang harus dilakukan untuk jangka waktu yang lama (Weinstock,2014).
Banyak sistem mengenai kebersihan kelopak mata, dan semua ini termasuk
variasi dari 3 langkah penting (Weinstock,2014) :
1. Aplikasi panas untuk menghangatkan sekresi kelenjar kelopak mata dan untuk
memicu evakuasi dan pembersihan dari bagian sekretorik sangat penting. Pasien
umumnya diarahkan untuk menggunakan kompres hangat basah dan
menerapkannya pada kelopak berulang kali. Air hangat di handuk, kain kassa
direndam, atau dimasak dengan microwave, kain yang telah direndam dapat
digunakan. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari penggunaan panas yang
berlebihan (Weinstock,2014).
2. Tepi kelopak mata dicuci secara mekanis untuk menghilangkan bahan yang
menempel, seperti ketombe, dan sisik, juga untuk membersihkan lubang kelenjar.
Hal ini dapat dilakukan dengan handuk hangat atau dengan kain kasa. Air biasa
sering digunakan, meskipun beberapa dokter lebih suka bahwa beberapa tetes
shampo bayi dicampur dalam satu tutup botol penuh air hangat untuk membentuk
larutan pembersih. Harus diperhatikan untuk menggosok-gosok lembut atau
scrubbing dari tepi kelopak mata itu sendiri, bukan kulit kelopak atau permukaan
konjungtiva bulbi. Menggosok kuat tidak diperlukan dan mungkin berbahaya
(Weinstock,2014).
3. Salep antibiotik pada tepi kelopak mata setelah direndam dan digosok. Umum
digunakan adalah salep eritromisin atau sulfacetamide. Salep antibiotik
kortikosteroid kombinasi dapat digunakan, meskipun penggunaannya kurang tepat
untuk pengelolaan jangka panjang (Weinstock,2014).

Situasi klinis tertentu mungkin memerlukan pengobatan tambahan.Kasus


refrakter blefaritis sering respons dengan penggunaan antibiotik oral. Satu atau dua
bulan penggunaan tetrasiklin sering membantu dalam mengurangi gejala pada pasien
dengan penyakit yang lebih parah. Tetrasiklin diyakini tidak hanya untuk mengurangi

25
kolonisasi bakteri tetapi juga untuk mengubah metabolisme dan mengurangi disfungsi
kelenjar. Penggunaan metronidazol sedang dipelajari (Weinstock,2014).
Disfungsi tear film dapat mendorong penggunaan solusi air mata buatan, salep
air mata, dan penutupan pungtum. Kondisi yang terkait, seperti herpes simplex,
varicella-zoster, atau penyakit kulit staphilokokal, bisa memerlukan terapi
antimikroba spesifik berdasarkan kultur. Penyakit seboroik sering ditingkatkan
dengan penggunaan shampoo dengan selenium, meskipun penggunaannya di sekitar
mata tidak dianjurkan. Dermatitis alergi dapat merespon terapi kortikosteroid topical
(Weinstock,2014).
Konjungtivitis dan keratitis dapat menjadi komplikasi blefaritis dan
memerlukan pengobatan tambahan selain terapi tepi kelopak mata. Campuran
antibiotik-kortikosteroid dapat mengurangi peradangan dan gejala konjungtivitis.
Infiltrat kornea juga dapat diobati dengan antibiotik-kortikosteroid tetes. Ulkus tepi
kelopak yang kecil dapat diobati secara empiris, tetapi ulkus yang lebih besar,
parasentral, atau atipikal harus dikerok dan spesimen dikirim untuk diagnostik dan
untuk kultur dan pengujian sensitivitas (Weinstock,2014).
Serangan berulang dari peradangan dan jaringan parut dari blefaritis dapat
memngakibatkan penyakit kelopak mata posisional. Trichiasis dan notching kelopak
dapat mengakibatkan gejala keratitis berat. Trichiasis diobati dengan pencukuran
bulu, perusakan folikel melalui arus listrik, laser, atau krioterapi, atau dengan eksisi
bedah. Entropion atau ectropion dapat mengembangkan dan mempersulit situasi klinis
dan mungkin memerlukan rujukan ke ahli bedah oculoplastics. Perawatan bedah
untuk blefaritis diperlukan hanya untuk komplikasi seperti pembentukan kalazion,
trichiasis, ektropion, entropion, atau penyakit kornea (Weinstock,2014).
Untuk blefaritis anterior, antibiotik natrium asam fusidic topikal, bacitracin
atau kloramfenikol digunakan untuk mengobati folikulitis akut tetapi terbatas dalam
kasus-kasus lama. Setelah kelopak dibersihkan salep harus digosok ke tepi kelopak
anterior dengan cotton bud atau jari yang bersih. Oral azitromisin (500 mg setiap hari

26
selama tiga hari) dapat membantu untuk mengontrol penyakit blefaritis ulseratif
(Lowery, 2014).
Pada blefaritis posterior, tetrasiklin sistemik merupakan andalan pengobatan
tetapi tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun atau pada wanita
hamil atau menyusui karena disimpan dalam tulang dan gigi tumbuh, dan dapat
menyebabkan noda pada gigi dan hipoplasia gigi (eritromisin adalah alternatif).
Alasan untuk penggunaan tetrasiklin adalah kemampuan mereka untuk memblokir
produksi lipase stafilokokal jauh di bawah konsentrasi penghambatan minimum
antibakteri. Tetrasiklin terutama diindikasikan pada pasien dengan phlyctenulosis
berulang dan keratitis tepi, meskipun berulang pengobatan mungkin
diperlukan.Contohnya: Oxytetracycline 250 mg b.d. selama 6-12 minggu, Doksisiklin
100 mg b.d. selama satu minggu dan kemudian setiap hari selama 6-12 minggu,
Minocycline 100 mg sehari selama 6-12 minggu; (pigmentasi kulit dapat berkembang
setelah penggunaan jangka panjang). Erythromicin 250 mg perhari atau b.d digunakan
untuk anak-anak (Lowery, 2014).

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang berat karena blefaritis jarang terjadi. Komplikasi yangpaling
sering terjadi pada pasien yang menggunakan lensa kontak. Mungkinsebaiknya
disarankan untuk sementara waktu menggunakan alat bantu lain sepertikaca mata
sampai gejala blefaritis benar-benar sudah hilang (Hadrill, 2014).
1. Mata merah : blefaritis dapat menyebabkan serangan berulang mata merah
(konjungtivitis).
2. Keratokonjungtivissica adalah kondisi dimana mata pasien tidak bisa
memproduksi air mata yang cukup, atau air mata menguap terlalu cepat. Ini bisa
menyebabkan mata kekurangan air dan menjadi meradang. Syndrome mata kering
dapat terjadi karena dipengaruhi gejala blefaritis, dermatitis seboroik,
dandermatitis rosea, namun dapat juga disebabkan karena kualitas air mata yang
kurang baik

27
3. Ulserasi kornea: iritasi yang terus menerus dari kelopak mata yang meradang atau
salah arah bulu mata dapat menyebabkan goresan (ulkus) di kornea.
Blefaritis tidak mempengaruhi penglihatan pada umumnya, meskipun
defisiensi tear film kadang dapat mengaburkan penglihatan, menyebabkan berbagai
derajat penglihatan berfluktuasi sepanjang hari (Hadrill, 2014).

2.10 PROGNOSIS
Kebersihan yang baik (pembersihan secara teratur daerah mata) dapat
mengontrol tanda-tanda dan gejala blefaritis dan mencegah komplikasi. Perawatan
kelopak mata yang baik biasanya cukup untuk pengobatan. Harus cukup nyaman
untuk menghindari kekambuhan, karena blefaritis sering merupakan kondisi
kronis.Jika blefaritis berhubungan dengan penyebab yang mendasari seperti ketombe
atau rosacea, mengobati kondisi-kondisi tersebut dapat mengurangi blefaritis. Pada
pasien yang memiliki beberapa episode blefaritis, kondisi ini jarang sembuh
sepenuhnya. Bahkan dengan pengobatan yang berhasil, kekambuhan dapat terjadi
(Hadrill, 2014).

28

Anda mungkin juga menyukai