Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
dengan judul “GANGGUAN BIPOLAR”
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ 1
Daftar isi.................................................................................................................. 2
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang....................................................................................... 3
BAB II : Pembahasan
A. Definisi.................................................................................................. 5
B. Epidemioogi.......................................................................................... 6
C. Etiologi...................................................................................................7
D. Perjalanan penyakit............................................................................. 10
E. Gambaran klinis atau manifestasi klinis............................................. 11
F. Kriteria diagnosis................................................................................ 14
G. Pemeriksaan penunjang....................................................................... 20
H. Differensial diagnosis.......................................................................... 22
I. Penatalaksanaan.................................................................................. 24
J. Prognosis............................................................................................. 38
K. Kompikasi............................................................................................39
L. Peranan dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar.............. 42
Kesimpulan............................................................................................................44
Daftar pustaka........................................................................................................45
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani
kuno. Emil Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai
manik-depresif. la melihat adanya perbedaan antara manik- depresif
dengan skizofrenia. Awitan manik-depresif tiba-tiba dan perjalanan
penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan yang relatif normal di antara
episode, terutama di awal-awal perjalanan penyakit. Sebaliknya, pada
skizofrenia, bila tidak diobati, terdapat penurunan yang progresif tanpa
kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian, pada keadaan
akut kedua penyakit terlihat serupa yaitu adanya waham dan halusinasi.1
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau
hipomanik dengan depresi. Istilah GB sebenamya kurang tepat karena ia
tidak selalu merupakan dua emosi yang berlawanan dari suatu waktu yang
berkesinambungan. Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua
dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada derajat berat tertentu.
Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40% pasien dengan
GB memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran yaitu suatu
kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau
pergantian emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat sehingga
disebut juga mania disforik.1
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II.
gangguan siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis.
Karena salah atau tidak terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif
sehingga menjadi beban keluarga, disabilitas psikososial jangka panjang,
3
dan tingginya risik;o bunuh diri. Sekitar 20%-50% pasien yang mulanya
didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar ternyata adalah GB.
Bila manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan diagnosisnya
lebih mudah. Meskipun demikian, mania akut sulit dibedakan dengan
skizofrenia.1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat
episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran,
biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas
dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya angka mortalitas disebabkan
oleh seringnya terjadi komorbiditas antara GB dengan penyakit fisik,
misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker.
Komorbiditas dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya
misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga turut
berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya
mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita
gangguan bipolar pemah melakukan percobaan bunuh diri, paling
sedikitsatu kali dalam kehidupannya. Oleh karena itu, penderita GB harus
diobati dengan segera dan mendapat penanganan yang tepat.1,2
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran,
biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.1-4
Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah
perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi
(dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi
(suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini
biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat
aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap
perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan
tersebut.5
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II.
gangguan siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang
dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau
campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai satu atau lebih
episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan
polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode
paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.1
B. Epidemiologi
Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar
antara 0,3-4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%.
5
Total prevalensi spectrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6-
7,8%.1,2
Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif
bipolar I mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang
dilakukan dengan komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini
konsisten di beragam budaya dan kelompok etnis. Gangguan bipolar II
mempengaruhi sekitar 0,5% dari populasi. Sementara gangguan bipolar II
tampaknya lebih umum pada wanita hal ini dperkirakan dipengaruhi oleh
hormon, efek dari melahirkan, stressor psikososial untuk wanita, dan
pembelajaran budaya yang mengajarkan wanita tidak dapat berusaha
sendiri (behavioral models of learned helplessness), gangguan bipolar I
mempengaruhi pria dan wanita cukup merata. Ini perkiraan prevalensi
dianggap konservatif. Episode manik lebih banyak didapatkan pada pria
dan depresi lebih umum pada wanita. Saat seorang wanita mengalami
episode manik gelaja yang timbul dapat bercampur antara manik dan
depresi. Pada wanita juga lebih sering ditemukan siklus cepat atau rapid
cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam 1 tahun periode. 3,4
Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21
tahun untuk gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang
bertingkat menjadi interval 5 tahun, usia puncak pada timbulnya gejala
pertama jatuh antara usia 15 dan 19, diikuti oleh usia 20 - 24. Onset mania
sebelum usia 15 telah kurang dipelajari. Gangguan bipolar mungkin sulit
untuk mendiagnosis pada kelompok usia ini karena presentasi atipikal
dengan ADHD. Dengan demikian, benar usia saat onset bipolar disorder
masih belum jelas dan mungkin lebih muda dari yang dilaporkan untuk
sindrom penuh, karena ada ketidakpastian tentang presentasi gejala pada
anak-anak. Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan
gangguan bipolar dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal
pada anak-anak. Onset mania setelah usia 60 kurang mungkin terkait
dengan riwayat keluarga gangguan bipolar dan lebih mungkin untuk
6
dihubungkan dengan diidentifikasi faktor medis umum, termasuk stroke
atau lainnya pusat sistem saraf lesi.3
Bukti dari studi epidemiologi dan kembar sangat menunjukkan
bahwa gangguan bipolar adalah penyakit diwariskan. Kerabat tingkat
pertama pasien dengan gangguan bipolar memiliki pengaruh signifikan
tinggi gangguan mood daripada kerabat kelompok pembanding yang tidak
menderita gangguan psikis. Namun, modus warisan tetap tidak diketahui.
Dalam praktek klinis, keluarga dengan gangguan mood, terutama dari
gangguan bipolar, memberikan bukti-bukti yang nyata yang kuat dari
potensi gangguan mood primer pada pasien dengan sebaliknya didominasi
fitur psikotik. Demikian juga, besarnya peran yang dimainkan oleh stres
lingkungan, terutama di awal perjalanan penyakit, masih belum jelas.
Namun, ada bukti yang berkembang bahwa fitur lingkungan dan gaya
hidup dapat berdampak pada tingkat keparahan dan perjalanan penyakit.
Peristiwa stres kehidupan, perubahan jadwal tidur-bangun, dan alkohol
saat ini atau penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
dan memperpanjang waktu untuk pemulihan.3,
C. Etiologi
Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin,
dopamine, serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti
hingga saat ini. Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah
neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan
mood ini.1,3,4
- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan
penurunan sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal
ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti depresan yang cukup
baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari system
noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor β 2
presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan
penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak pada
7
neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan
serotonin. 3
- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective
serotonin reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya
kadar serotonin dapat menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien
dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin yang
rendah dalam cairan cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi
rendah uptake serotonin pada platelet. 3
- Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga
diduga memiliki peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas
dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Dua
teori mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jalur mesolimbic
dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor
D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 3
- Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan
penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging
(MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah
substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks
prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale
dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood
dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin
berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui,
oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus
akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf.
Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan
komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.3
Faktor genetik
8
- Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua
dengan gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25%
untuk menderita gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita
gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko
ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya
daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat
meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih
spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3
- Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya
menjelaskan 50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini
menunjukan rentang gangguan mood pada monozigot sekitar 70-90%
dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%.1,3,4
Faktor psikososial
9
atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu stress yang
kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.3
D. Perjalanan penyakit
Rapid Cycling
Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputran cepat kemungkinan
adalah wanita dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik,
cenderung pada gangguan pada faktor ekternal bukan dari genetik. Pada
fase ini episode manik dan depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali
setahun dan pada kasus yang parah, bisa mencapai sejumlah siklus
sehari.rapid cycling cenderung untuk timbul lebih sering pada wanita dan
pada pasien bipolar II. Umumnya, rapid cycling bermula pada fase
depresi, dan episode depresi yang sering dan parah bisa menjadi ciri khas
dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena
antidepresan bisa mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan
pola melingkar.1
Dengan Pola Musiman
Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya
cenderung mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu
tahun, biasanya pada musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu
tahun. Bisa juga terjadi remisi penuh dimana adanya perubahan dari
depresi menjadi mania atau hipomania.1,6
Onset pasca persalinan
10
Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca
persalinan jika onset gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan
mental pasca persalinan biasanya adalah gangguan psikotik.1,3
11
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan
sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang). 1-3,6-9
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta
adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang
sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat
kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki
gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan
aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi. 1-3,6-9
Episode Campuran
12
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan
depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih
sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat,
agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas,
hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-
kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk
melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan
mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan. 1-3,6-9
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan
mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala
(empat gejala bila mood irritable) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau
pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak
mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan
oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga. 1-3,6-9
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik
yang paling sering yaitu:1-3,6-9
13
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya
simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan
bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya
merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan
bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk
seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan
mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang
buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat
anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin
memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis. 1-3,6-9
F. Kriteria diagnosis
14
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizifreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4
15
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat
ini
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
16
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling
sedikit satu episode hipomanik. 1,3,4,8
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode
dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan
gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk
Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja
durasinya paling sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas
dari gejala-gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada
suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode
campuran, selama dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang
tindih dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I
dan Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi
mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat
ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak
dapat diklasifikasikan.
17
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
zat atau kondisi medic umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara
klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam
social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya. 1,3,4,8
Pembagian menurut PPDGJ III:1,2,5,8
F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia
lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya
(adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal
(F30). 1,2,5,8
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk
hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
1,2,5,8
18
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
1,2,5,8
19
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau. 1,2,5,8
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian
dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang sama-
sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit
yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-
kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya
satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau
campuran). 1,2,5,8
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 1,2,5,8
G. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui
anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan
antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan sel darah merah dan sel darah putih untuk
mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat menyebabkan
peningkatan sel darah putih yang reversibel.6,7
- Elektrolit
20
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah
diagnostic, terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi.
Hiponatremi dapat bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan
dengan lithium dapat berakibat pada masalah ginjal dan gangguan
elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada peningkatan
kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat
untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium,
mengecek elektrolit merupakan indikasi. 6,7
- Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi
yang berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid).
Hiperparatiroid, yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah,
mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline,
mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium
sangat penting. 6,7
- Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai
hasil dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan
meningkatkan bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini
hanya memiliki sedikit protein untuk diikat. 6,7
- Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan
hipotiroid (depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan
hipotiroid, yang berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 6,7
- Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN
dapat meningkat. 6,7
21
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat
memperlihatkan sebagai mania atau depresi. Contohnya,
penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat timbul sebagai mania,
dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai depresi. 6,7
- EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik,
dapat berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium
juga dapat berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi
pada T wave pada EKG. 6,7
- EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 6,7
EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan
masalah neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan
kejang dan tumor otak.
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG
sebagai indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik,
penemuan abnormal dari EEG dapat memprediksi respons dari
asam valproate.
Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan,
terutama antidepresan. 6,7
H. Diffrensial diagnosis
- Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga
dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi,
dan pengaruh mood lebih banyak ditemukan pada episode manik
dibandingkan pada skizofrenia. Kombnasi dari mood manik, cara
bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang berlebihan daapt ditemukan
dalam episode manik. Onset pada episode manik berlangsung cepat
22
dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku pasien.
Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase depresif
gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter
harus teliti dengan riwayat sebelumnya untuk manik atau episode
depresi serta riwayat keluarga dengan gangguan mood. 3
- Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi
berat, perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau
depresi yang merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari
kedua gangguan ini hampir sama dimana seseorang mengalai afek
depresi, kehilangan semangat, putus asa dan tidak bersemangat
ditambah gelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun dan lain
sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk
menggali apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik
sebelumnya dan apakah pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai
dengan episode manik, sehingga dapat dibedakan antara depresi yang
berdiri sendiri dangan depresi yang menjadi bagian dari gangguan afek
bipolar.3,6
- Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik.
Selain itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu
keadaan depresif.1,6,7
- Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun
episode depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan
pasien menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar.
Pada hipertiroid pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat
terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik pada
gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami
penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat.
23
Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau
hipotiroid, penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti
penurunan berat badan cepat adanya pembesaran pada leher maupun
gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat membedakan kedua gangguan
ini.6,7
- Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari
yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama,
dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.6,7
I. Penatalaksanaan
24
merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan interpersonal. Problem
interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala depresi.
Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada
fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal.
Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan
pola berpikir hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada
hubungan interpersonal tersebut.8
- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari
masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian
pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana
mereka mendapatkan dorongan positif. 8
- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman,
mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta
kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara luas. 8
- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan
pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani
oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran suasana hati
teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari seluruh
keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam
pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki
tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika
mereka tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 1,3,4,8
- Rawat Inap
25
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat
adalah apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat
jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh diri atau
pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya untuk
makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset yang
berkembang cepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk rawat
inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi ringan
atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin
dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan
berat badan, atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien
harus kuat, tidak ada menarik diri dari pasien. Setiap perubahan
negatif dalam gejala-gejala pasien atau perilaku mungkin cukup untuk
menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan mood
sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin
harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat
membuat keputusan karena pemikiran mereka melambat,
Weltanschauung negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien
yang manik sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan
mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi
mereka.3,8
Farmakoterapi
26
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah
menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara
dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan
menurunkan biaya bagi penderita.1,2
Episode mania atau Episode depresi
hipomania 1. Antidepresan
1. Mood Stabilizer 2. Mood stabilizer
2. Antipsikotik atipikal 3. Antipsikotik atipikal
3. Mood stabilizer + 4. Mood stabilizer + antidepresan
antipsikotik atipikal. 5. Antipsikotik atipikal +
1,2
antidepresan1,2
27
satu jarum suntik.
28
atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI, litium +
divalproat
Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat +
lamotrigin
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin,
litium atau divalproat + venlafaksin, litium + MAOI,
ECT, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium
atau divalproat atau karbamazepin + SSRI +
lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi
direkomendasikan
29
atipik + antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang
jarang mengalami hipomania)
30
Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya,
gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 1,2
Perbaikan klinis
7-14 hari
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium,
dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat
irreversible. Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi
misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi
intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak
tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium,
polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang
mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien
dianjurkan untuk banyak meminum air. 1,2
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan
fungsi tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di
atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus
diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama.
Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan
atau bila ada indikasi. 1,2
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi
janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih
dini. Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium,
dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar
litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk
memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus
disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi,
31
risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus
didiskusikan. 1,2
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 1,2
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut
yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke
dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 1,2
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam
dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi
divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa.
Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan.
Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak
dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. 1,2
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam
serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania
dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap
3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping,
32
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta
trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi
rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-
100 mg/mL. 1,2
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,
terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium,
siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat
ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering
terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau
dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi
pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan
dengan tablet salut sodium divalproat. 1,2
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia
menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 1,2
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati
sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10%
lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh. 1,2
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari. 1,2
Efek Samping
33
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit.1,2
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif
sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut
adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1,2
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika
atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. 1,2
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. 1,2
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk
orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per
dua minggu. 1,2
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
1,2
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,
34
mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya
hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi
pada pemberian risperidon. 1,2
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. 1,2
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan
GB. 1,2
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya
sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko
terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika
atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi,
misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik. 1,2
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta
reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan
relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.1,2
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100
mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga
tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 1,2
35
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan
efek samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 1,2
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 1,2
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A
serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada
reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik,
histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat
dengan reseptor muskarinik kolinergik. 1,2
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila
ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan
tolerabilitas. 1,2
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai
terapi tambahan pada GB I, episode depresi. 1,2
Efek Samping
36
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan
oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya
tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan
kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering
mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak
ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan
aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai.
Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QT. 1,2
Antidepresan
1) Derivat trisiklik
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan
sampai maksimum 250-300 mg sehari)
• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap
sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari). 1,2
2) Derivat tetrasiklik
• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis
maksimum 90 mg/ hari). 1,2
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis
dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 1,2
37
5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)
• Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan
menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 1,2
J. Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang
baik dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1
memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun
episode pertama. Walaupun dnegan penggunaan litium sebagai profilaksis
meningkatkan prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien
mencapai control signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien
bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung,
ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin
laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek
dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan
prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar
tidak memiliki gejala rekuren; 45% memilii lebih dari 1 episode, dan 40%
memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2 hingga 30 episode,
walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40% dari
keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up
jangka panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup
dengan baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30%
pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis. 1,3,4
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan
penelitian. Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi
penatalaksana jangka panjang. ,3,4
K. Komplikasi
38
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki
episode depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga
sering timbul pada pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga
sering menderita fobia. 6
Suicide
Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan
yang tidak menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I
melakukan percobaan bunuh diri, dengan risiko tertinggi saat episode
depresi atau campuran. Beberapa studi memperlihatkan risiko suicide pada
pasien dengan bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat.
Pasien yang menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi
untuk suicide. 6-8
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki
masalah yang bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang,
kecepatan memproses informasi, dan fleksibilitas mental. Masalah seperti
ini bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah ini cenderung lebih
parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering. 6-8
Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan
kenaikan produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara
berpikir dan penilaian yang merupakan karakterisik dari episode manik
dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti: 6-8
- Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan
finansial
- Mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan
- Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang
Perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan
harga diri, yang diderita saat fase depresi. 6-8
Penyalahgunaan zat
39
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada
pasien bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik.
Beberapa dokter berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai
self-medication karena efek spesifik pada otak. 6-8
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan
zat lain (paling sering merupakan alcohol, diikuti marijuana atau kokain)
pada suatu titik dalam perjalanan penyakitnya. 6-8
Beberapa factor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat
pada pasien dengan bipolar: 6-8
- Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania
murni
- Laki-laki dengan bipolar. 6-8
Efek pada orang yang disayangi
Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap.
Mereka memiliki efek langsung pada orang sekitar mereka. Sangat sulit
bahkan bagi keluarga atau pengasuh untuk objektif dan secara konsisten
simpatis dengan individu yang secara periodic dan tidak terduga membuat
kekacauan disekitar mereka. 6-8
Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima
episode ini sebagai bagian dari penyakit dan bukan hal ekstrim, tapi
normal, karakteristik. Penyangkalan seperti itu sering dibesar-besarkan
oleh pasien yang pintar, yang dapat menjustifikasi kelakuan destruktif
mereka, tidak hanya kepada orang lain, namun juga kepada diri mereka
sendiri. 6-8
Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial
dengan fakta bahwa memiliki kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa
dipaksa untuk menyembunyikan informasi ini dari kenalan mereka. 6-8
Asosiasi dengan gangguan fisik
Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada
banyak kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru
lainnya, kelainan gastrointestinal, infeksi kulit, diabetes, hipertensi,
40
migraine, sakit kepala, hipotiroid, dan kanker. Pasien dengan bipolar lebih
jarang mendapatkan penanganan medis dibanding orang dengan gangguan
mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alcohol, dan
penyalahgunaan obat, juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini,
termasuk mengurangi akses kepada penanganan medis. Pengobatan untuk
bipolar bisa meningkatkan resiko untuk masalah medis.6-8
Diabetes didiagnosa hamper 3x lebih sering pada orang dengan
bipolar dibanding pada populasi umum. Banyak pasien dengan biporal
mengalami overweight, dengan 25%-nya berkriteria obesitas. Mengalami
overweight merupakan factor resiko besar untuk diabetes. Obat yang
digunakan untuk menangani bipolar bisa juga menyebabkan kenaikan
berat badan dan diabetes. Factor genetic dalam diabetes dan bipolar dapat
menyebabkan gangguan yang jarang seperti wolfram syndrome dan
masalah lainnya yang terkait metabolisme karbohidrat.6-8
Hipertensi. Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk
hipertensi dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari
hipertensi diantara pasien dengan bipolar juga memperbesar resiko untuk
penyakit dan kematian akibat kondisi yang berkaitan dengan jantung. 6-8
Migraine. Migraine merupakan masalah umum pada pasien
dengan gangguan mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan bipolar
II. Pasien dengan bipolar II menderita dari migraine lebih sering dibanding
pasien bipolar I, diperkirakan bahwa berbagai factor biologis dapat terlibat
dengan berbagai bentuk bipolar. 6-8
Hipotiroid. Hipotiroid merupakan efek samping yang sering
terjadi pada lithium, penanganan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga
menyatakan bahwa pasien, terutama wanita, memiliki resiko lebih besar
untuk memiliki kadar tiroid rendah terlepas dari obat apa yang digunakan.
Hipotiroidism dapat menjadi factor resiko untuk bipolar pada beberapa
pasien.6-8
Beban ekonomi. Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan.
Diperkirakan bahwa gangguan tersebut menimbulkan kerugian pada sector
41
industry di US sebesar 14,1 miliar dollar per tahun akibat hilangnya
produktivitas, sebagian besar akibat rendahnya fungsi kerja. Berdasarkan
studi pada tahun 2006 yang disponsori US National Institute of Mental
Health, bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya produktivitas
sebagai Major Depressive Disorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih
sering terjadi. Setiap pekerja dengan bipolar kehilangan 66 hari kerja
setahun dibandingkan 27 hari kerja setahun orang dengan MDD.
Penelitian memperlihatkan episode depresi pada bipolar lebih merusak
produktivitas dibanding episode manik. 6-8
42
menjadi yang pertama mendeteksi gangguan afektif, selain itu dokter
umum dan puskesmas dapat memberikan pengobatan pendahuluan seperti
pemberian obat antipsikotik atau mood stabilizer yang tersedia, dokter
umum diharusnya dapat memahami gejala dan membuat diagnosis
gangguan bipolar dan dapat membuat rujukan pada psikiatri untuk
penanganan lebih lanjut.10
Selain pada pemberian obat dokter umum dan puskesmas sebagai
lini pertama dapat memberikan informasi mengenai gangguan ini, hingga
saat ini di Indonesia paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa
masih buruk, tidak jarang pandangan dan paradigma masyarakat terhadap
pasien gangguan jiwa menjadikan sering terjadinya pemasungan terhadap
pasien. Dokter puskesmas dan dokter umum dapat berperan sebagai
pemberi informasi dan mediator dengan tokoh masyarakat lainnya untuk
menyebarluarkan informasi yang benar mengenai gangguan jiwa terutama
dalam hal ini gangguan afektif bipolar sehingga masyarakat dapat lebih
meyadari dan mengetahui keadaan serta mengenali gejala sehingga pasien-
pasien gangguan jiwa dapat ditolong dan mendapatkan penanganan yang
tepat sedini mungkin dan mengurangi sikap yang memusuhi apalagi
memasung pasien dengan gangguan jiwa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
43
pada usia 20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin
muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk
mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk
penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri,
apakah itu fase manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara
dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan
membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan
diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana
dengan obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.
2.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana
gangguan bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar;
2010.hlm.2-21.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral sciences and clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia:
Lippincott William and Wilkins;2007.p.527-62.
44
4.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20
April 2013.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
1993.hlm.140-50.
6.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
7.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 24 April 2013.
8.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
9.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
10.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012.
Diunduh dari pdk3mi.org, 5 Mei 2013.
45