ENTROPION
Oleh:
Preseptor:
KATA PENGANTAR
Aassalamualaikum wr. wb, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyusun makalah Case
Report Session mengenai Entropion. Makalah ini disusun dengan tujuan agar dapat
menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Entropion serta
sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Keberhasilan dalam penyusunan Case Report Session ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, ucapan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Weni Helvinda, Sp.M (K) selaku pembimbing beserta rekan calon sejawat yang turut
membantu dalam menyelesaikan penulisan ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah- Nya
kepada berbagai pihak yang turut membantu. Akhir kata, segala kritik dan saran akan
penulis terima demi kesempurnaan penyusunan Case Report Session ini.
Dengan demikian, penulis berharap agar Case Report Session ini dapat
bermanfaat dalam menambah wawasan penulis dan pembaca.
Penulis
Entropion kelopak mata atau palpebral inferior lebih sering terjadi daripada
palpebral superior. Hal ini dikarenakan pada proses involusional pada proses penuaan,
sedangkan pada mata atas lebih sering karena sikatrikal (jaringan ikat yang
menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang) seperti akibat trakoma.
Entropion dapat ditemukan pada seluruh kelompok umur, dan lebih sering pada wanita,
ini mungkin disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan
pada pria. Entropion dapat unilateral ataupun bilateral. 1,3
2. Otot-otot Palpebra:
- M. Orbikularis Okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di
bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot
orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis
berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasialis.
- M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus
Atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi
untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.2,3
c. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (tediri atas jaringan
ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak mata atas dan 20 buah di kelopak bawah)
e. Persarafan sensorik kelopak mata atas dapat dibedakan dari remus frontal
N. V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (N. V2).
2.2 Entropion
2.2.1 Definisi
Entropion adalah inversi atau melipatnya margo palpebra kearah dalam. Hal ini
dapat menyebabkan trikiasis, dimana bulu mata diarahkan ke posterior kearah bola
mata, Keadaan ini merupakan salah satu malposisi kelopak mata atau deformitas
anatomi palpebral yang paling umum. Malposisi ini dapat menyebabkan kerusakan
kornea dan konjungtiva yang menyebabakan abrasi kornea, jaringan parut, penipisan
kornea atau neovaskularisasi kornea.
Gambar 2: Entropion
2.2.2 Epidemiologi
Data prevalensi entropion di Indonesia masih belum diketahui secara pasti.
Entropion dapat ditemukan pada seluruh kelompok umur. Namun, dari beberapa
penelitian mendapatkan, semakin bertambahnya usia, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya entropion. Entropion dapat terjadi unilateral dan bilateral.
Pada penelitian di RSUD Dr. Mohammad Husein Palembang Entropion didapatkan
lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan
perempuan cenderung memiliki lempeng tarsal lebih kecil dibandingkan pria. 3,4
2.2.3 Etiologi
Entropion dapat disebabkan oleh kelemahan kelopak mata horizontal, atenuasi
atau disinsersi retraktor kelopak mata, ditimpa oleh otot orbicularis oculi preseptal,
operasi sebelumnya, infeksi, peradangan, atau asal bawaan. Perubahan involusi adalah
penyebab paling umum dari entropion. Seiring bertambahnya usia, tendon canthal
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi tergantung pada jenis entropion yang terlihat. Secara umum,
palpebral inferior distabilkan dari retraktor palpebral inferior, orbicularis, tarsus, dan
tendon kantus. Tendon kantus dan lempeng tarsal secara horizontal menstabilkan
palpebra. Melemahnya struktur ini, memungkinkan inversi kelopak. Retraktor
palpebral inferior stabil secara vertikal.
Pada palpebral superior, levator aponeurosis dan otot Mueller berperan dalam
hal ini. Retraktor palpebra inferior terhubung ke otot orbicularis dan kulit di atasnya.
Saat ekstensi ini melemah, orbicularis preseptal dapat berjalan ke superior dan
menimpa otot pretarsal yang menyebabkan margin kelopak mata berputar melawan
mata. Inversi margo palpebra juga diduga karena atrofi tarsal dengan hilangnya
dukungan dari kelopak kelopak mata dan atrofi lemak orbital.
2.2.5 Klasifikasi
Entropion berdasakan penyebab dibagi atas :
1. Entropion Involusi
Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring dengan
meningkatnya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan fibrous dan
elastik kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering ditemukan pada
kelopak mata bawah dan merupakan akibat kelemahan struktur horizontal
Entropion involusi pada kelopak mata atas juga dapat terjadi. Penelitian
Jorge GC et al disimpulkan bahwa karakteristik anatomi yang khas kelopak
mata atas pada populasi. Kelemahan horizontal dari kelopak mata dapat
diketahui dengan kekuatan kelopak mata yang lemah dan menurunnya
kemampuan menarik kelopak mata lebih dari 6 mm. Asia merupakan
predisposisi entropion involusi kelopak mata atas.8
2. Entropion Sikatrik
Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan oleh
jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu
memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini paling
sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti trakoma.
Berbagai kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya entropion sikatrik
adalah penyakit autoimun (sikatrik pemfigoid dan sindrom steven johnson),
inflamasi, infeksi (herpes zooster, trakoma), tindakan bedah (enukleasi, koreksi
ptosis) dan trauma (luka bakar dan trauma kimia).
Penggunaan obat glaukoma dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan konjungtivitis kronis yang menyebabkan pemendekan
konjungtiva secara vertikal sehingga terjadi entropion sikatrik sekunder.
Entropion sikatrik dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah. 4,9
3. Entropion Kongenital
Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang ditemukan.
Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik dan
blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan
terbentuknya ulkus pada bayi. Pada entropion kongenital, tepi kelopak mata
memutar kearah kornea, sementara pada epiblefaron kulit dan otot pratarsalnya
menyebabkan bulu mata memutari tepi tarsus. Entropion kongenital sering
sering juga terdapat kelainan pada system kardiovaskular, musculoskeletal, dan
system saraf pusat. Entropion kongenital berbeda dengan entropion didapat.
Entropion didapat terjadi pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal
dominan. 7,10,11.
Keluhan yang sering timbul adalah rasa tidak nyaman seperti adanya sensasi
benda asing, mata berair, mata merah, gatal, mata kabur atau pandangan buram dan
fotofobia. Entropion kronis dapat menyebabkan sensitifitas terhadap cahaya dan angin,
dapat menyebabkan infeksi mata, abrasi kornea atau ulkus kornea. 8,12, 13
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis entropion umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis,
manifestasi klinis, dan pemeriksaan fisik. Manifestasi klinis antara lain sesuatu yang
mengganjal di mata dan terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain antara lain epifora,
fotofobia, mata merah, kelopak mata menjadi keras, kotoran mata, dan pandangan
buram.3,4 Perlu ditanyakan riwayat trauma dan riwayat tindakan bedah pada mata.8,9
Pada inspeksi palpebra, harus diperhatikan adanya tanda-tanda iritasi atau
inflamasi kulit dan spasme otot-otot wajah. Pada pemeriksaan oftalmologi, margo
palpebra harus diperhatikan untuk evaluasi adanya trikiasis, distikiasis, dan epiblefaron
yang dapat menyerupai entropion. Dapat ditemukan kerusakan epitel konjungtiva atau
kornea akibat trauma, hiperemia konjungtiva terlokalisasi, injeksi konjungtiva dan/atau
siliar, blefarospasme, kelemahan kelopak mata (entropion involusional), jaringan parut
pada konjungtiva (entropion sikatriks), atau pertumbuhan kelopak mata bawah
abnormal (entropion kongenital). Pemeriksaan kornea juga harus dilakukan untuk
menilai adanya abrasi, jaringan parut, penipisan, atau neovaskularisasi pada kornea. 3,4
Tes diagnosis sederhana antara lain tes snapback, medial canthal laxity test, dan
lateral canthal laxity test. Tes snapback dilakukan dengan cara menarik kelopak mata
dengan hati-hati ke arah luar lalu dilihat apakah dapat kembali ke posisi semula,
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.3,8,12 Medial canthal laxity test dilakukan
dengan menarik palpebra inferior ke sebelah lateral dari kantus medial; sedangkan
lateral canthal laxity test dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah medial
dari kantus lateral. Jarak pergeseran yang makin besar menunjukkan palpebra yang
➢ Manajemen Pembedahan
1. Entropion Involusional
Pada prosedur jahitan Quickert, jahitan tiga double-kromik 5-0
ditempatkan horizontal 3 mm melebar ke lateral, tengah, dan medial kelopak
mata bawah. Jahitan melewati forniks sampai batas di bawah perbatasan
inferior tarsal lalu keluar sampai kulit. Masing-masing jahitan ditegangkan
untuk koreksi.19,21 Prosedur Quickert dapat dimodifikasi dengan lateral
tarsal strip untuk menurunkan risiko rekurensi dan memperbaiki laxitas
horizontal palpebra lebih baik dibandingkan prosedur konvensional. Tingkat
rekurensi entropion prosedur Quickert yang dimodifikasi adalah 9,1%, lebih
rendah dibandingkan prosedur konvensional (25,5%).22 Entropion
involusional juga dapat dikoreksi dengan memperketat muskulus orbikularis
okuli. Lidokain 1% mengandung 0,01% epinefrin disuntikkan subkutan ke
seluruh palpebra inferior, kemudian palpebra inferior didiseksi dari orbikularis
okuli dengan insisi subsiliar. Orbikularis okuli preseptal diperbaiki dan
2. Entropion Kongenital
Entropion kongenital dapat diperbaiki dengan pemasangan kembali fascia
kapsulopalpebra, dan perbaikan epiblefaron jika terdapat keratopati atau
simptomatik.
4. Entropion Sikatriks
Pada prosedur Wies, dilakukan pemotongan palpebra secara transversa
untuk membentuk jaringan sikatrik fibrosa yang akan mencegah pergerakan
otot preseptal keatas. Hal ini dikombinasikan dengan jahitan eversi yang akan
memendekkan retraktor palpebra inferior dan memindahkan tarikannya ke
tarsus bagian atas. Teknik ini dilakukan pada Entropion dengan horizontal lid
laxity atau kekenduran pada kelopak mata. Tindakan ini diindikasikan untuk
tindakan jangka Panjang (lebih dari 18 bulan) yaitu pada Entropion dngan
sedikit kelemahan kelopak horizontal. Rekurensi dapat terjadi jika kekenduran
sangat besar, dapat dikoreksi dengan pengikatan bagian horizontal palpebra
lebih erat lagi sedangkan jika terjadi koreksi yang berlebihan, maka dapat
dilakukan jahitan yang dapat dilepas dengan cepat.
2.2.11 Prognosis
Usia pasien serta kondisi kesehatan pasien harus dipertimbangkan dalam
memutuskan modalitas antara manajemen yang kurang atau lebih invasif. Banyak
prosedur bedah telah dijelaskan dalam literatur dengan tingkat kekambuhan yang
bervariasi. Efektivitas terapi tergantung etiologi dan tingkat keparahan. Entropion
umumnya memiliki prognosis yang baik. Apabila sudah menimbulkan komplikasi
pada kornea, segera rujuk ke dokter spesialis mata agar prognosisnya lebih baik.
3.10 Penatalaksanaan
Edukasi
- Mengedukasi pasien untuk selalu menjaga kebersihan tangan sebelum
memegang area wajah terutama sekitar mata.
- Mengedukasi pasien untuk menghindari kebiasaan menggosok-gosok
mata.
Farmakologi
DISKUSI
Seorang laki-laki usia 57 tahun datang ke poli mata dengan keluhan utama
kedua mata terasa tidak nyaman pada kedua mata sejak dua tahun yang lalu. Rasa tidak
nyaman seperti ada benda asing terjadi karena kelopak mata bagian bawah melipat ke
dalam. Pasien mengeluhkan kedua mata merah, sering berair, dan terasa gatal. Pasien
juga mengeluhkan banyak kotoran pada kedua mata yang sakit dan penglihatan kanan
lebih kabur dari kiri. Pasien sudah pernah berobat di RSUD Duri dan diberikan obat
tetes mata kloramfenikol 0,5% yang digunakan 4 kali sehari dan salep mata
kloramfenikol yang dipakai setiap malam hari, namun tidak ada perbaikan. Riwayat
menggunakan kacamata ada. Tidak terdapat riwayat operasi mata sebelumnya. Tidak
terdapat riwayat trauma dan kemasukan benda asing di mata. Pasien memiliki riwayat
kolesterol sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.
Dari pemeriksaan fisik pasien, status generalisata dalam batas normal. Pada
status oftalmologi didapatkan madarosis, trikiasis, entropion palpebra mata bawah,
sekret, konjungtiva tarsalis dan forniks hiperemis, dan injeksi konjungtiva di kedua
mata. Pada pemeriksaan lensa mata kanan didapatkan keruh subkapsular posterior.
Temuan-temuan tersebut sesuai dengan keadaan entropion involusional yang terjadi
akibat penuaan dan sering pada palpebra inferior.
Anjuran terapi yang dapat diberikan pada pasien adalah repair entropion dengan
pembedahan. Selain itu, pasien diberi edukasi untuk menjaga kebersihan tangan
sebelum berkontak dengan mata dan mengindari menggosok-gosok area mata untuk
mencegah terjadinya infeksi berkelanjutan.
1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Periocular Malpositions and Involutional
Changes. In: Basic Science and Clinical Course 2015-2016, Section 7, Orbit,
Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2015. pp.236-242
2. Brillianningtyas L. Komplikasi Pasien dengan Entropion pada Wanita Usia 61
Tahun. Lampung: Universitas Lampung; 2015. Available from:
http://jukeunila.com/ wp-content/uploads/2015/11/lintang.pdf
3. Yelena. Entropion involusional. Medicinus. 2015; 4 (7): 19-26.
4. Weber AC, Chundury RV, Perry JD. Entropion. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology; 2016. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Entropion
5. Sullivan JH. Lids lacrimal apparatus. In: Riordan-Eva P, Cunningham E.
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18thed. New York: The
McGraw-Hill Professional; 2011. pp.67-82
6. Levine MR, El-Toukhy E, Schaefer AJ. Entropion. Available at:
http://sites.surgery.northwestern.edu/reading/documents/curriculum/back_rec
on_eyes/ Di470_0401271607.pdf
7. Rubin PAD. Eyelids and Lacrimal System. In: Pavan-Langston D. Manual of
Ocular Diagnosis and Therapy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. pp. 52-58
8. Nagaraju G, Chhabria KP, Samhitha HR. Dynamics of Lower Lid Malpositions.
Journal of Evidence based Medicine and Healthcare. 2015; 2 (9): 1295-1301.
9. Faria-e-Sousa SJ, Vieira MdPG, Silva JV. Uncovering intermittent entropion.
Clin Ophthalmol. 2013; 7: 385–388.
10. Maman DY, Taub PJ. Congenital entropion. Ann Plastic Surg. 2011 Apr; 66
(4): 351-353.
11. Lo C, Glavas I. Diagnosis and management of involutional entropion. Eyenet
Magazine. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016.