Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

ENTROPION

Oleh:

Farina Angelia 2040312148


Rahmadhya Khairina Rianti 2040312149
Huriyah Fauzani 2040312166

Preseptor:

dr. Weni Helvinda, Sp. M (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Case Report Session

KATA PENGANTAR

Aassalamualaikum wr. wb, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyusun makalah Case
Report Session mengenai Entropion. Makalah ini disusun dengan tujuan agar dapat
menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Entropion serta
sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.

Keberhasilan dalam penyusunan Case Report Session ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, ucapan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Weni Helvinda, Sp.M (K) selaku pembimbing beserta rekan calon sejawat yang turut
membantu dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah- Nya
kepada berbagai pihak yang turut membantu. Akhir kata, segala kritik dan saran akan
penulis terima demi kesempurnaan penyusunan Case Report Session ini.

Dengan demikian, penulis berharap agar Case Report Session ini dapat
bermanfaat dalam menambah wawasan penulis dan pembaca.

Padang, Oktober 2021

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Case Report Session
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelopak atau palpebra mata berfungsi untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata, serta berfungsi mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Entropion merupakan
suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam
(inversi) sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan kornea. Melipatnya
kelopak mata bagian tepi ini dapat menyebbakan kelopak mata bagian lain ikut
melipat.1

Berdasarkan etiologinya, entropion diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu


senilis/involusional, akut spastik, sikatriks, dan kongenital. Tipe yang paling banyak
ditemukan adalah entropion senilis/involusional, biasanya pada umur diatas 60 tahun
dan tidak ada perbedaan gender. Entropion akut spastik muncul setelah iritasi atau
inflamasi okular yang menyebabkan kontraksi orbikularis okuli yang menetap.
Entropion sikatriks dapat disebabkan oleh inflamasi, infeksi, autoimun, trauma, dan
tindakan bedah. Entropion kongenital jarang, biasanya terkait dengan kelainan-
kelainan seperti hipoplasia tarsus atau mikroftalmia. Masing-masing tipe entropion
memiliki patofisiologi yang berbeda.2,9

Entropion kelopak mata atau palpebral inferior lebih sering terjadi daripada
palpebral superior. Hal ini dikarenakan pada proses involusional pada proses penuaan,
sedangkan pada mata atas lebih sering karena sikatrikal (jaringan ikat yang
menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang) seperti akibat trakoma.
Entropion dapat ditemukan pada seluruh kelompok umur, dan lebih sering pada wanita,
ini mungkin disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan
pada pria. Entropion dapat unilateral ataupun bilateral. 1,3

Entropion dapat menimbulkan komplikasi seperti konjungtivitis, keratitis,


ulkus kornea, dan komplikasi bedah seperti perdarahan, infeksi, dan nyeri.9-11 Beberapa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


Case Report Session
kondisi seperti retraksi palpebra (misalnya pada penyakit Graves), distikiasis, trikiasis,
dermatokalasis, dan epiblefaron dapat menyerupai entropion.12 Pada umumnya,
entropion memiliki prognosis baik apabila didiagnosis lebih dini dan ditatalaksana
dengan tepat.13,14

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang anatomi, fisiologi palpebral mata, defisnisi
entropion, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi, pathogenesis-patofisiolgi,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, tatalaksana, komplikasi prognosis
beserta laporan kasus dan diskusi terhadap entropion.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para dokter
muda mengenai entropion.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


Case Report Session
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra Mata


Kelopak mata atau palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan
jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang
rentan.1,2Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea serta menyebarkan
film air mata yang telah di produksi ini ke konjungtiva dan kornea. 1,2 Palpebra di
bagian depan memiliki lapisan kulit yang tipis, sedangkan di bagian belakang terdapat
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. 3

Gambar 1: Anatomi Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Case Report Session
Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar :
a. Kelenjar Sebasea

b. Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat

c. Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel


rambut dan juga menghasilkan sebum. Zeis adalah kelenjar kecil di
kelopak mata yang melepaskan sekresi lemak berminyak yang
membentuk bagian luar lapisan film air mata, untuk mencegah
penguapan air mata.

d. Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus.


Meibom adalah kelenjar sebasea yang membujur di kelopak mata yang
melepaskan sekresi lemak berminyak untuk membentuk bagian luar
sebagian besar lapisan film air mata, mencegah penguapan air mata.

2. Otot-otot Palpebra:
- M. Orbikularis Okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di
bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot
orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis
berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasialis.

- M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus
Atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi
untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.2,3

3. Di dalam kelopak mata terdapat :


a. Tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau
kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


Case Report Session
b. Septum Orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan

c. Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (tediri atas jaringan
ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak mata atas dan 20 buah di kelopak bawah)

d. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah A. Palpebrae

e. Persarafan sensorik kelopak mata atas dapat dibedakan dari remus frontal
N. V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (N. V2).

f. Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat


dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks
menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang
mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin.2,3

2.2 Entropion

2.2.1 Definisi
Entropion adalah inversi atau melipatnya margo palpebra kearah dalam. Hal ini
dapat menyebabkan trikiasis, dimana bulu mata diarahkan ke posterior kearah bola
mata, Keadaan ini merupakan salah satu malposisi kelopak mata atau deformitas
anatomi palpebral yang paling umum. Malposisi ini dapat menyebabkan kerusakan
kornea dan konjungtiva yang menyebabakan abrasi kornea, jaringan parut, penipisan
kornea atau neovaskularisasi kornea.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Case Report Session

Gambar 2: Entropion

2.2.2 Epidemiologi
Data prevalensi entropion di Indonesia masih belum diketahui secara pasti.
Entropion dapat ditemukan pada seluruh kelompok umur. Namun, dari beberapa
penelitian mendapatkan, semakin bertambahnya usia, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya entropion. Entropion dapat terjadi unilateral dan bilateral.
Pada penelitian di RSUD Dr. Mohammad Husein Palembang Entropion didapatkan
lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan
perempuan cenderung memiliki lempeng tarsal lebih kecil dibandingkan pria. 3,4

Berdasarkan klasifikasinya, entropion yang paling banyak ditemukan adalah


entropion senilis atau involusional, salah satunya akibat kulit palpebral mengalami
atrofi dikarenakan degernerasi progresif jaringan fibrosa dan berkurangnya elastisitas
plapebra.4,5

2.2.3 Etiologi
Entropion dapat disebabkan oleh kelemahan kelopak mata horizontal, atenuasi
atau disinsersi retraktor kelopak mata, ditimpa oleh otot orbicularis oculi preseptal,
operasi sebelumnya, infeksi, peradangan, atau asal bawaan. Perubahan involusi adalah
penyebab paling umum dari entropion. Seiring bertambahnya usia, tendon canthal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


Case Report Session
mengendur, dan retraktor kelopak mata menipis, menyebabkan kesalahan posisi
margin kelopak mata.1 Infeksi, iritasi, dan peradangan adalah penyebab utama
entropion spastik akut. Kondisi ini paling sering terjadi setelah operasi intraokular pada
pasien yang memiliki perubahan kelopak mata involusional yang tidak diketahui
sebelum operasi.2,3

Kontraksi otot orbicularis oculi yang terus menerus menyebabkan rotasi ke


dalam dari margin kelopak mata. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan iritasi mata,
khususnya kornea, karena menggosok bulu mata yang melanggengkan masalah.
Kontraktur tarsokonjungtiva menyebabkan entropion sikatrikal. Mekanisme apa pun
yang menghasilkan peningkatan pembentukan jaringan parut dapat menempatkan
seseorang pada risiko pembentukan entropion sikatrik. Beberapa faktor risiko umum
adalah sebagai berikut: luka bakar sebelumnya, trauma, infeksi, atau peradangan6,7

2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi tergantung pada jenis entropion yang terlihat. Secara umum,
palpebral inferior distabilkan dari retraktor palpebral inferior, orbicularis, tarsus, dan
tendon kantus. Tendon kantus dan lempeng tarsal secara horizontal menstabilkan
palpebra. Melemahnya struktur ini, memungkinkan inversi kelopak. Retraktor
palpebral inferior stabil secara vertikal.

Pada palpebral superior, levator aponeurosis dan otot Mueller berperan dalam
hal ini. Retraktor palpebra inferior terhubung ke otot orbicularis dan kulit di atasnya.
Saat ekstensi ini melemah, orbicularis preseptal dapat berjalan ke superior dan
menimpa otot pretarsal yang menyebabkan margin kelopak mata berputar melawan
mata. Inversi margo palpebra juga diduga karena atrofi tarsal dengan hilangnya
dukungan dari kelopak kelopak mata dan atrofi lemak orbital.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Case Report Session

Gambar 3: Gambaran otot pada palpebra.

2.2.5 Klasifikasi
Entropion berdasakan penyebab dibagi atas :
1. Entropion Involusi
Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring dengan
meningkatnya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan fibrous dan
elastik kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering ditemukan pada
kelopak mata bawah dan merupakan akibat kelemahan struktur horizontal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Case Report Session
kelopak mata, penipisan dan disinsersi otot-otot rektraksi kelopak mata,
tumpang tindih muskulus orbikularis preseptal.4,6,7

Gambar 4. Entropion involusi kelopak mata bawah.4

Entropion involusi pada kelopak mata atas juga dapat terjadi. Penelitian
Jorge GC et al disimpulkan bahwa karakteristik anatomi yang khas kelopak
mata atas pada populasi. Kelemahan horizontal dari kelopak mata dapat
diketahui dengan kekuatan kelopak mata yang lemah dan menurunnya
kemampuan menarik kelopak mata lebih dari 6 mm. Asia merupakan
predisposisi entropion involusi kelopak mata atas.8

2. Entropion Sikatrik
Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan oleh
jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu
memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini paling
sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti trakoma.
Berbagai kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya entropion sikatrik
adalah penyakit autoimun (sikatrik pemfigoid dan sindrom steven johnson),
inflamasi, infeksi (herpes zooster, trakoma), tindakan bedah (enukleasi, koreksi
ptosis) dan trauma (luka bakar dan trauma kimia).
Penggunaan obat glaukoma dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan konjungtivitis kronis yang menyebabkan pemendekan
konjungtiva secara vertikal sehingga terjadi entropion sikatrik sekunder.
Entropion sikatrik dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah. 4,9

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


Case Report Session

Gambar 5. Entropion sikatrik kelopak mata bawah.4

3. Entropion Kongenital
Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang ditemukan.
Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik dan
blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan
terbentuknya ulkus pada bayi. Pada entropion kongenital, tepi kelopak mata
memutar kearah kornea, sementara pada epiblefaron kulit dan otot pratarsalnya
menyebabkan bulu mata memutari tepi tarsus. Entropion kongenital sering
sering juga terdapat kelainan pada system kardiovaskular, musculoskeletal, dan
system saraf pusat. Entropion kongenital berbeda dengan entropion didapat.
Entropion didapat terjadi pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal
dominan. 7,10,11.

Gambar 6. Entropion kongenital kelopak mata bawah.4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Case Report Session
4. Entropion Spastik Akut
Entropion spastik akut biasanya terjadi pada iritasi maupun inflamasi
okuli dimana terjadi pembengkakan pada kelopak mata dan spasme otot
orbikularis. Keadaan ini juga paling sering terjadi setelah operasi intraokuler
pada pasien dengan kelopak mata preoperatif tidak menyadari atau memiliki
kelopak mata yang sedikit menekuk ke arah bola mata. Kontraksi otot
orbikularis kelopak mata yang tertahan menyebabkan rotasi ke dalam tepi
kelopak mata. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya iritasi dari yang telah
ada sebelumnya.
Taping pada kelopak mata, kauterisasi atau teknik penjahitan dapat
digunakan sementara tetapi karena perubahan itu biasanya menetap sebainya
dilakukan tindakan operasi untuk menghilangkan entropion secara permanen.
Namun pada beberapa kasus dapat digunakan toksin botullinum tipe A (Botox)
untuk memberikan efek paralisis pada otot orbikularis septal di sekitarnya. 6

2.2.6 Manifestasi Klinis


Rambut yang mengiritasi mata dan menyebabkannya produksi air mata yang
berlebih sehingga mata sangat lembab. Rambut dapat mengikis kornea, menyebabkan
ulkus kornea. Ulkus kornea ini sulit untuk sembuh karena rambut yang terus
menggosok. Ulkus menyebabkan pembuluh darah untuk tumbuh di kornea normal
jelas, dan ini dapat menyebabkan jaringan parut, yang mengganggu penglihatan. 5

Keluhan yang sering timbul adalah rasa tidak nyaman seperti adanya sensasi
benda asing, mata berair, mata merah, gatal, mata kabur atau pandangan buram dan
fotofobia. Entropion kronis dapat menyebabkan sensitifitas terhadap cahaya dan angin,
dapat menyebabkan infeksi mata, abrasi kornea atau ulkus kornea. 8,12, 13

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Case Report Session
Dari pemeriksaan fisik akan tampak berupa :14
1. Kerusakan pada epitel konjungtiva atau kornea akibat trauma.
2. Hiperemia pada konjungtiva yang terlokalisasi.
3. Kelemahan kelopak mata (involusional entropion).
4. Jaringan parut pada konjungtiva (sikatrik entropion).
5.Pertumbuhan kelopak mata bawah yang abnormal (kongenital entropion).

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis entropion umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis,
manifestasi klinis, dan pemeriksaan fisik. Manifestasi klinis antara lain sesuatu yang
mengganjal di mata dan terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain antara lain epifora,
fotofobia, mata merah, kelopak mata menjadi keras, kotoran mata, dan pandangan
buram.3,4 Perlu ditanyakan riwayat trauma dan riwayat tindakan bedah pada mata.8,9
Pada inspeksi palpebra, harus diperhatikan adanya tanda-tanda iritasi atau
inflamasi kulit dan spasme otot-otot wajah. Pada pemeriksaan oftalmologi, margo
palpebra harus diperhatikan untuk evaluasi adanya trikiasis, distikiasis, dan epiblefaron
yang dapat menyerupai entropion. Dapat ditemukan kerusakan epitel konjungtiva atau
kornea akibat trauma, hiperemia konjungtiva terlokalisasi, injeksi konjungtiva dan/atau
siliar, blefarospasme, kelemahan kelopak mata (entropion involusional), jaringan parut
pada konjungtiva (entropion sikatriks), atau pertumbuhan kelopak mata bawah
abnormal (entropion kongenital). Pemeriksaan kornea juga harus dilakukan untuk
menilai adanya abrasi, jaringan parut, penipisan, atau neovaskularisasi pada kornea. 3,4
Tes diagnosis sederhana antara lain tes snapback, medial canthal laxity test, dan
lateral canthal laxity test. Tes snapback dilakukan dengan cara menarik kelopak mata
dengan hati-hati ke arah luar lalu dilihat apakah dapat kembali ke posisi semula,
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.3,8,12 Medial canthal laxity test dilakukan
dengan menarik palpebra inferior ke sebelah lateral dari kantus medial; sedangkan
lateral canthal laxity test dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah medial
dari kantus lateral. Jarak pergeseran yang makin besar menunjukkan palpebra yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Case Report Session
makin lemah. Pergeseran normal berkisar antara 0-1 mm untuk kantus medial dan 0-2
mm untuk kantus lateral.3,8
Entropion dapat tidak tampak, sehingga perlu tes provokasi, yaitu meminta
pasien untuk menatap ke bawah, kemudian palpebra superior ditahan setinggi mungkin
oleh pemeriksa, kemudian pasien diminta memejamkan matanya serapat mungkin. Tes
ini dapat dilakukan dengan atau tanpa instilasi zat anestetik tetrakain.15 Pemeriksaan
penunjang umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis, namun dapat mengidentifikasi
kelainan-kelainan yang mendasari atau didasari entropion. Pemeriksaan slit lamp dapat
mengidentifikasi lipatan tepi palpebra, kelemahan palpebra, enoftalmus, injeksi
konjungtiva, trikiasis, entropion memanjang, keratitis punctata superfisial yang dapat
menjadi ulkus dan membentuk pannus, serta keratinisasi tepi palpebra dan simblefaron
pada entropion sikatriks.3,10,11 Tes lain adalah tes Schirmer untuk menilai produksi air
mata, tes fluorescein untuk melihat tanda-tanda kerusakan kornea akibat gesekan bulu
mata atau kulit palpebra, dan eksoftalmometri untuk menilai enoftalmus relatif. 3,4
Pemeriksaan histopatologis pada entropion involusional menunjukkan adanya
degenerasi kolagen, serat-serat kolagen tersusun tidak teratur, dan elastogenesis yang
abnormal. Hal ini karena seiring pertambahan usia, komposisi tarsus berubah dari
sebagian besar tersusun dari serat kolagen menjadi serat elastis, akibatnya terjadi
peningkatan laxitas horizontal palpebra dan atrofi tarsus.1,3,16 Namun, entropion juga
dapat memiliki tarsus yang menebal, mungkin disebabkan inflamasi atau disinsersi M.
retractor palpebra.17

2.2.8 Diagnosis Banding


Entropion harus dibedakan dari epiblefaron (suatu keadaan yang sama-sama
menunjukkan adanya trikiasis namun tidak ditemukan gangguan insersi ligamentum
kapsulopalpebra dan margo palpebra tidak berputar kea rah bola mata), trikiasis (bulu
mata yang tumbuh di tempat normal, namun mengarah ke dalam menyentuh bola mata)
dan distikiasis (pertumbuhan bulu mata yang tidak normal, biasanya pada kelenjar
Meibom)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Case Report Session
2.2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan entropion umumnya nonfarmakologis. Terapi sementara yaitu
dengan penarikan kulit palpebra ke arah pipi, sehingga menjauh dari bola mata,
pencukuran bulu mata di lokasi trikiasis, lensa kontak untuk melindungi kornea, dan
air mata artifisial dan salep mata lubrikan untuk melindungi permukaan mata, peletakan
tape untuk mengurangi laxitas tarsus horizontal dan memungkinkan eversi tepi
palpebra, dan kauterisasi termal untuk menginduksi pemendekan retraktor palpebra
inferior dan orbikularis.6,18-21 Namun, setiap tindakan memiliki level of evidence
rendah dan strength of recommendation berbeda-beda.12
Terapi definitif adalah dengan tindakan bedah untuk eversi palpebra. Setiap tipe
entropion diterapi dengan prosedur bedah yang berbeda-beda.6,18-21 Intervensi bedah
diindikasikan apabila terdapat salah satu dari kondisi klinis berikut muncul secara
persisten, yaitu iritasi okular berulang, konjungtivitis bakteri, refleks hipersekresi air
mata, keratopati superfisial, keratitis, dan ulkus kornea. 13

➢ Manajemen Pembedahan
1. Entropion Involusional
Pada prosedur jahitan Quickert, jahitan tiga double-kromik 5-0
ditempatkan horizontal 3 mm melebar ke lateral, tengah, dan medial kelopak
mata bawah. Jahitan melewati forniks sampai batas di bawah perbatasan
inferior tarsal lalu keluar sampai kulit. Masing-masing jahitan ditegangkan
untuk koreksi.19,21 Prosedur Quickert dapat dimodifikasi dengan lateral
tarsal strip untuk menurunkan risiko rekurensi dan memperbaiki laxitas
horizontal palpebra lebih baik dibandingkan prosedur konvensional. Tingkat
rekurensi entropion prosedur Quickert yang dimodifikasi adalah 9,1%, lebih
rendah dibandingkan prosedur konvensional (25,5%).22 Entropion
involusional juga dapat dikoreksi dengan memperketat muskulus orbikularis
okuli. Lidokain 1% mengandung 0,01% epinefrin disuntikkan subkutan ke
seluruh palpebra inferior, kemudian palpebra inferior didiseksi dari orbikularis
okuli dengan insisi subsiliar. Orbikularis okuli preseptal diperbaiki dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Case Report Session
diperketat dengan cara menjahit orbikularis okuli pretarsal dan preorbital
dengan benang 6-0 non-absorbable. Tujuan prosedur ini adalah untuk
menciptakan dinding otot yang kuat di depan lemak periorbital.23

2. Entropion Kongenital
Entropion kongenital dapat diperbaiki dengan pemasangan kembali fascia
kapsulopalpebra, dan perbaikan epiblefaron jika terdapat keratopati atau
simptomatik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


Case Report Session
3. Entropion Akut Spastik
Entropion spastik kadang-kadang menghilang spontan. Koreksi
sementara dapat dicapai dengan tape adhesif atau suntikan toksin botulinum 5-
10 unit ke dalam otot pretarsal. Tindakan pembedahan menggabungkan
beberapa teknik seperti memperpendek kelopak mata horizontal atau
mengangkat pretarsal serat-serat otot orbikularis okuli dan memperpendek kulit
vertikal.12,25

4. Entropion Sikatriks
Pada prosedur Wies, dilakukan pemotongan palpebra secara transversa
untuk membentuk jaringan sikatrik fibrosa yang akan mencegah pergerakan
otot preseptal keatas. Hal ini dikombinasikan dengan jahitan eversi yang akan
memendekkan retraktor palpebra inferior dan memindahkan tarikannya ke
tarsus bagian atas. Teknik ini dilakukan pada Entropion dengan horizontal lid
laxity atau kekenduran pada kelopak mata. Tindakan ini diindikasikan untuk
tindakan jangka Panjang (lebih dari 18 bulan) yaitu pada Entropion dngan
sedikit kelemahan kelopak horizontal. Rekurensi dapat terjadi jika kekenduran
sangat besar, dapat dikoreksi dengan pengikatan bagian horizontal palpebra
lebih erat lagi sedangkan jika terjadi koreksi yang berlebihan, maka dapat
dilakukan jahitan yang dapat dilepas dengan cepat.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Case Report Session
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi mirip dengan komplikasi akibat trikiasis, yaitu abrasi kornea
rekuren, kekeruhan kornea superfisial, vaskularisasi kornea dan ulkus kornea yang
tidak dapat sembuh.

2.2.11 Prognosis
Usia pasien serta kondisi kesehatan pasien harus dipertimbangkan dalam
memutuskan modalitas antara manajemen yang kurang atau lebih invasif. Banyak
prosedur bedah telah dijelaskan dalam literatur dengan tingkat kekambuhan yang
bervariasi. Efektivitas terapi tergantung etiologi dan tingkat keparahan. Entropion
umumnya memiliki prognosis yang baik. Apabila sudah menimbulkan komplikasi
pada kornea, segera rujuk ke dokter spesialis mata agar prognosisnya lebih baik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


Case Report Session
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 57 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Duri

Seorang pasien laki-laki berusia 57 tahun datang dengan,


3.2 Keluhan Utama
Kedua mata tidak nyaman karena kelopak mata bawah melipat ke dalam sejak 2
tahun yang lalu

3.3 Riwayat Penyakit Sekarang


• Pasien datang ke poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan rasa
tidak nyaman pada kedua mata
• Rasa tidak nyaman pada kedua mata karena kelopak mata bagian bawah melipat
ke dalam telah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dan semakin meningkat sejak
1 bulan yang lalu
• Kedua mata merah, berair, dan terasa gatal
• Rasa mengganjal pada kedua mata
• Pasien juga mengeluhkan banyak kotoran pada kedua mata yang sakit
• Penglihatan pada mata kanan lebih kabur daripada mata kiri
• Pasien sudah pernah berobat di RSUD di Duri, diberikan tetes mata warna pink
(Kloramfenikol 0,5%) yang digunakan 4x sehari dan salep mata Kloramfenikol
yang dipakai setiap malam tapi tidak ada perubahan
• Sakit kepala disangkal
• Adanya penglihatan silau dan ganda disangkal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Case Report Session
3.4 Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat menggunakan kacamata
• Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
• Riwayat trauma disangkal
• Riwayat penyakit DM dan Hipertensi disangkal
• Riwayat Kolesterol tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu

3.5 Riwayat Penyakit Keluarga


• Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa

3.6 Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi


• Pasien memiliki riwayat merokok dan telah berhenti sejak 5 tahun yang lalu
• Pasien memiliki riwayat pekerjaan di bengkel dengan lingkungan yang banyak
debu

3.7 Pemeriksaan Fisik


◼ Vital Sign
- Keadaaan Umum : Sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis cooperatif
- Tekanan dara : 120/90
- Frekuensi Nadi : 85x / menit
- Frekuensi Nafas : 20x / menit
- Suhu : 36,8 C
◼ Status Generalisata : Dalam batas normal
◼ Status Optalmikus
STATUS OPHTALMIKUS OD OS
Visus tanpa koreksi 20/50 pin (-) 20/20
Visus dengan koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fundus + +

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Case Report Session
Silis/supersilia Trichiasis (+), Madarosis Trichiasis (+), Madarosis
(+), Diskiasis (-), Krusta (-) (+), Diskiasis (-), Krusta (-)
Palpebra superior Edema (-), Hiperemis (-), Edema (-), Hiperemis (-),
Massa (-) Massa (-)
Palpebra inferior Edema (-), Hiperemis (-), Edema (-), Hiperemis (-),
Massa (-), Entropion (+) Massa (-), Entropion (+)
Margo palpebra Sekret (+), Krusta (-) Sekret (+), Krusta (-)
Aparat lakrimalis Edema (-), tanda inflamasi Edema (-), tanda inflamasi
(-) (-)
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (+), folikel (-), Hiperemis (+), folikel (-),
papil (-), edema (-), benda papil (-), edema (-), benda
asing (-) asing (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (+), folikel (-), Hiperemis (+), folikel (-),
edema (-), benda asing (-) edema (-), benda asing (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-), injeksi Injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (+), benda konjungtiva (+), benda
asing (-), simblefaron (-), asing (-), simblefaron (-),
perigium (-) perigium (-)
Sclera Putih, ikterik (-), injeksi Putih, ikterik (-), injeksi
siliar (-) siliar (-)
Kornea Jernih, cahaya kornea: Jernih, cahaya kornea:
ortho ortho
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Cokelat, Rugae (+) Cokelat, Rugae (+)
Pupil Bulat, diameter 2-3 mm, Bulat, diameter 2-3 mm,
refleks +/+ refleks +/+
Lensa Keruh subkapsular Bening
posterior

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


Case Report Session
Korpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus:
- Papil optikus Bulat, batas tegas, 0.3/0.4 Bulat, batas tegas, 0.3/0.4
- Media Jernih Jernih
- Retina Perdarahan (-), Eksudat (-) Perdarahan (-), Eksudat (-)
- Makula Fovea (+) Fovea (+)
- aa/ vv retina 2:3 2:3
Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Snap back Test 20 detik 20 detik
Distraction Test 7 mm 7 mm
Lateral Laxity Test 2 mm 2 mm
Media Laxity Test 1 mm 1 mm

3.8 Foto Klinis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


Case Report Session

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Case Report Session
3.9 Diagnosis
Entropion Involusional ODS

3.10 Penatalaksanaan
Edukasi
- Mengedukasi pasien untuk selalu menjaga kebersihan tangan sebelum
memegang area wajah terutama sekitar mata.
- Mengedukasi pasien untuk menghindari kebiasaan menggosok-gosok
mata.
Farmakologi

- Repair entropion (operasi).


3.11 Prognosis
- Quo ad Vitam : bonam.
- Quo ad Sanationam : bonam.
- Quo ad functionam : bonam.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Case Report Session
BAB 4

DISKUSI

Seorang laki-laki usia 57 tahun datang ke poli mata dengan keluhan utama
kedua mata terasa tidak nyaman pada kedua mata sejak dua tahun yang lalu. Rasa tidak
nyaman seperti ada benda asing terjadi karena kelopak mata bagian bawah melipat ke
dalam. Pasien mengeluhkan kedua mata merah, sering berair, dan terasa gatal. Pasien
juga mengeluhkan banyak kotoran pada kedua mata yang sakit dan penglihatan kanan
lebih kabur dari kiri. Pasien sudah pernah berobat di RSUD Duri dan diberikan obat
tetes mata kloramfenikol 0,5% yang digunakan 4 kali sehari dan salep mata
kloramfenikol yang dipakai setiap malam hari, namun tidak ada perbaikan. Riwayat
menggunakan kacamata ada. Tidak terdapat riwayat operasi mata sebelumnya. Tidak
terdapat riwayat trauma dan kemasukan benda asing di mata. Pasien memiliki riwayat
kolesterol sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.

Dari pemeriksaan fisik pasien, status generalisata dalam batas normal. Pada
status oftalmologi didapatkan madarosis, trikiasis, entropion palpebra mata bawah,
sekret, konjungtiva tarsalis dan forniks hiperemis, dan injeksi konjungtiva di kedua
mata. Pada pemeriksaan lensa mata kanan didapatkan keruh subkapsular posterior.
Temuan-temuan tersebut sesuai dengan keadaan entropion involusional yang terjadi
akibat penuaan dan sering pada palpebra inferior.

Anjuran terapi yang dapat diberikan pada pasien adalah repair entropion dengan
pembedahan. Selain itu, pasien diberi edukasi untuk menjaga kebersihan tangan
sebelum berkontak dengan mata dan mengindari menggosok-gosok area mata untuk
mencegah terjadinya infeksi berkelanjutan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


Case Report Session
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Periocular Malpositions and Involutional
Changes. In: Basic Science and Clinical Course 2015-2016, Section 7, Orbit,
Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2015. pp.236-242
2. Brillianningtyas L. Komplikasi Pasien dengan Entropion pada Wanita Usia 61
Tahun. Lampung: Universitas Lampung; 2015. Available from:
http://jukeunila.com/ wp-content/uploads/2015/11/lintang.pdf
3. Yelena. Entropion involusional. Medicinus. 2015; 4 (7): 19-26.
4. Weber AC, Chundury RV, Perry JD. Entropion. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology; 2016. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Entropion
5. Sullivan JH. Lids lacrimal apparatus. In: Riordan-Eva P, Cunningham E.
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18thed. New York: The
McGraw-Hill Professional; 2011. pp.67-82
6. Levine MR, El-Toukhy E, Schaefer AJ. Entropion. Available at:
http://sites.surgery.northwestern.edu/reading/documents/curriculum/back_rec
on_eyes/ Di470_0401271607.pdf
7. Rubin PAD. Eyelids and Lacrimal System. In: Pavan-Langston D. Manual of
Ocular Diagnosis and Therapy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. pp. 52-58
8. Nagaraju G, Chhabria KP, Samhitha HR. Dynamics of Lower Lid Malpositions.
Journal of Evidence based Medicine and Healthcare. 2015; 2 (9): 1295-1301.
9. Faria-e-Sousa SJ, Vieira MdPG, Silva JV. Uncovering intermittent entropion.
Clin Ophthalmol. 2013; 7: 385–388.
10. Maman DY, Taub PJ. Congenital entropion. Ann Plastic Surg. 2011 Apr; 66
(4): 351-353.
11. Lo C, Glavas I. Diagnosis and management of involutional entropion. Eyenet
Magazine. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


Case Report Session
Available from: https://www.aao.org/eyenet/article/diagnosis-management-of-
involutional-entropion CDK-261/ vol. 45 no. 2 th. 2018 TEKNIK CDK-261/
vol. 45 no. 2 th. 2018 155
12. The College of Optometrists. Clinical Management Guidelines: Entropion.
Version 5. London, United Kingdom; 2015. Available from:
http://www.collegeoptometrists.org/guidance/clinical-management-
guidelines/entropion.html
13. Sari FP. Entropion kelopak bawah mata kanan pada Wanita usia 78 tahun. J
MedulaUnila. 2016 Jan; 4(4): 58-6
14. Pereira MG, Rodrigues MA, Rodrigues SA. Eyelid entropion. Semin
Ophthalmol. 2010 May; 25 (3): 52-8.
15. Kennedy AJ, Chowdhury H, Athwal S, Garg A, Baddeley P. Are You Missing
an Entropion? The Test of InducedEntropion 2. Ophthal Plast Reconstr Surg.
2015; 31 (6): 437-439.
16. Kocaoglu FA, Katircioglu YA, Tok OY, Pulat H, Ornek F. The histopathology
of involutional ectropion andentropion. Can J Ophthalmol. 2009; 44: 677–9.
17. Miletic D, Elabjer BK, Busic M, Tvrdi AB, Petrovic Z, Bosnar D, Bjelos M.
Histopathological changes in involutional lower eyelid entropion: the tarsus is
thickened! Can J Ophthalmol. 2016 Dec; 51 (6): 482-486.
18. Fea A, Turco D, Actis AG, De Sanctis U, Actis G, Grignolo FM. Ectropion,
entropion, trichiasis. Minerva Chir. 2013 Dec; 68 (6 Suppl 1): 27-35.
19. Boboridis KG, Bunce C. Interventions for Involutional Lower Eyelid
Entropion. Cochrane Database Syst Rev. 2011 Dec 7; (12): CD002221.
20. Wozniak K, Sommer F. Surgical management of entropion. Ophthalmologe.
2010 Oct; 107 (10): 905-10.
21. Borrelli M, Geerling G. Current concepts of ocular adnexal surgery. GMS
Interdiscip Plast Reconstr Surg DGPW. 2013; 2: Doc06.
22. Baek JS, Choi SC, Jang SY, Lee JH, Choi HS. Comparison of Surgical
Outcome Between Quickert Suture and Quickert Suture With Modified Lateral

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


Case Report Session
Tarsal Strip in Involutional Lower Eyelid Entropion. J Craniofac Surg. 2016;
27 (1): 198–200.
23. Nemoto H, Togo T, Maruyama N, Miyabe K, Nakae S, Sumiya N,
Orbicularisoculi muscle tightening for involutional entropion [accepted
manuscript]. British Journal of Plastic Surgery; 2017.
24. Nakauchi K, Mimura O. Fish-tail resection for treating congenital entropion in
Asians. Clinical Ophthalmology. 2012; 6: 831–836.
25. Deka A, Saikia SP. Lower lid entropion correction with botulinum toxin
injection. Oman J Ophthalmol. 2010; 3 (3): 158-159.
26. Chi M, Kim HJ, Vagefi R, Kersten RC. Modified tarsotomyfor the treatment
ofsevere cicatricialentropion. Eye. 2016; 1-6.
27. Cruz AAV, Akaishi PMS, Al-Dufaileej M, Galindo-Ferreiro A. Upper lid
crease approach for margin rotation in trachomatous cicatricialentropion
without external sutures. Arq Bras Oftalmol. 2015; 78 (6): 367-70.
28. Sakamoto Y, Nakajima H, Imanishi N, Okumoto T, Kato T, Kishi K. A
hammock flap: A modified backflip flap for the surgical correction of cicatricial
entropion. J Plast Reconstr Aesthet Surg. 2015; 68 (5): 738-40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29

Anda mungkin juga menyukai