Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir di setiap wilayah Indonesia terdapat banyak sungai besar maupun
kecil yang menguasai hampir 80% hajat hidup masyarakat Indonesia, terutama
petani sebagai basis dasar negara Agraris. Kebutuhan akan ketersediaan air pada
suatu daerah sangatlah perlu diperhatikan dikarenakan air merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya.
Indonesia merupakan daerah yang memiliki dua musim yakni musim kemarau dan
musim penghujan. Sehingga perlu dikembangkan potensi - potensi sungai tersebut
guna meningkatkan hasil produksi pertanian, salah satunya dengan merencanakan
bendung dan bangunan irigasi.
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Bangunan utama yang dapat
didefinisikan sebagai “Semua bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai
atau aliran untuk membelokkan air kedalam jaringan irigasi agar dapat di pakai
untuk keperluan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa
mengurangi sedimen yang berlebihan serta kemungkinan untuk mengukur air
masuk”. Bendung sebagai salah satu contoh bangunan air mencakup hampir
keseluruhan aspek bidang ketekniksipilan, yaitu struktur, air, tanah, geoteknik,
dan manajemen konstruksi didalam perencanaan teknis strukturnya. Untuk
mendapatkan struktur bendung yang tepat perlu dilakukan analisis dan
perhitungan yang detail dan menyeluruh, hal ini dikarenakan adanya hubungan
saling ketergantungan dari banyak aspek dalam pelaksanaannya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat pada laporan ini yaitu bagaimana
merencanakan jaringan irigasi dan desain hidraulik bangunan irigasi?
1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan agar mahasiswa dapat merencanakan
jaringan irigasi dan desain hidraulik bangunan irigasi.

1.4 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan
akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai irigasi
dan bangunan air serta syarat-syarat perencanaannya.
BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Irigasi


Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian, pemberian dan penggunaannya. Berkaitan dengan sistem irigasi yang
telah dibahas pada bab 1, maka jaringan irigasi yang akan dibahas pada bab ini
termasuk sistem irigasi permukaan.

Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan
tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam
petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan
irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.

2.1.1 Teknik Irigasi


Irigasi (PP 77/2001) adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Irigasi secara umum adalah penyaluran
air secara teknis melalui saluran-saluran pembawa ke daerah pertanian dan setelah
air tersebut diambil manfaatnya air tersebut disalurkan ke saluran pembuangan
selanjutnya dibuang kembali ke sungai. Irigasi Teknis adalah jaringan air yang
mendapatkan pasokan air terpisah dengan jaringan air pembuang dan pemberian
airnya dapat diukur, diatur, dan terkontrol pada beberapa titik tertentu dapat
dilihat pada Gambar 2.1 sistem pemberian air irigasi. Semua bangunannya
bersifat permanen. Luas daerah irigasinya diatas 500 hektar.
Gambar 2.1 Salah Satu Cara Pemberian Air
(Marwadi, 2006)

2.1.2 Sistem Jaringan Irigasi


Sistem irigasi di Indonesia yang umumnya bergantung kepada cara
pengambilan air sungai dan dimaskudkan untuk mengairi persawahan dapat
dibedakan menjadi irigasi pedesaan dan irigasi pemerintah. Pembedaan itu
berdasarkan pengolahanya. Sistem irigasi desa bersifat komunal dan tidak
menerima bantuan dari pemerintah pusat. Pembangunan dan pengolahan seluruh
jaringan irigasi dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Sedangkan sistem irigasi
yang tergantung pada bantuan pemerintah dibagi ke dalam tiga kategori : irigasi
teknis, semi teknis dan sederhana.

2.1.3 Saluran Irigasi


Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi
pembawa dan saluran pembuang. Saluran irigasi pembawa ditinjau dari letaknya
dapat dibedakan menjadi saluran garis tinggi dan saluran garis punggung. Ditijau
dari jenis dan fungsi saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran
primer,sekunder,tersier dan kuarter. Berdasarkan standart perencanaan irigasi
bagian jaringan irigasi KP-01, saluran irigasi tersebut dapat didefinisikan seperti
berikut :
1. Saluran Primer
Saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder
dan ke petak-petak tersier yang diairi. Saluran ini berakhir pada
bangunan bagi yang terakhir.
2. Saluran Skunder
Saluran yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini
yaitu bangunan sadap terakhir.
3. Saluran Muka Tersier
Saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya.
4. Saluran Tersier
Saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini
berakhir pada boks kuarter yang terakhir.
5. Saluran Kuarter
Saluran yang membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan
sadap tersier.

2.1.4 Peta Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi biasanya dibuat berdasarkan peta topografi yang
dituangkan ke peta ikhtisar berskala 1:25000. Peta ikhtisar detai tersebut dikenal
di lingkungan perencanaan dengan istilah peta petak. Pada peta petak tergambar
petak tersier, petak skunder dan petak primer.
Gambar 2.2 Skema Petak Primer Dan Sekunder
(Mawardi, 2010)

1. Petak Tersier
Petak yang dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Terdiri dari beberapa petak
sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer.
2. Petak Sekunder
Petak yang menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Terdiri dari beberapa petak tersier yang dilayani
oleh satu saluran sekunder.
3. Petak Primer
Petak yang menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier.

2.2 Bangunan Utama Irigasi


Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air
untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber
airnya, bangunan utarna dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
Bendung, pengambilan bebas, pengambilan dari waduk dan stasiun pompa.

2.2.1 Bendung
Bangunan bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai
atau sudetan sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkan. Bendung dan
kelengkapannya berfungsi antara lain untuk meninggikan taraf muka air, agar air
sungai dapat disadap sesuai dengan kebutuhan, dan untuk menegendalikan aliran,
mengendalikan angkutan sedimen dan geometri sungai, sehingga air dapat
dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, dan optimal.

Gambar 2.3 Tata Letak Bendung


(Mawardi, 2010)

1. Fungsi kelengkapan bendung mencakup :


a) Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk
meninggikan taraf muka air sehingga diperoleh tinggi tekan; tinggi
tekan membantu mengalirkan air ke bangunan pengambil dan
membantu pembilasan sedimen di bangunan bilas bendung dan kantong
sedimen; tubuh bendung harus stabil dan kuat menahan beban-beban
yang bekerja baik statik maupun dinamik.
b) Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk
mengatur, membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang
terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air adalah
Daun pintu (gate leaf), Rangka pengatur arah gerakan (guide frame),
Angker (ancorage) dan Hoist.
c) Peredam energi berfungsi untuk meredam energi air akibat
pembendungan agar air dihilir bendung tidak menimbulkan
penggerusan setempat yang membahayakan konstruksi; peredam energi
harus diperhitungkan selain terhadap energi potensial dan kinetik juga
harus diperhitungkan terhadap kemungkinan terjadinya proses
perubahan morfologi sungai di udik dan di hilir bendung, antara lain
proses degradasi (penurunan dasar sungai) di hilir bendung, agrasi
(penaikan dasar sungai) berliku di udik sungai.
d) Lantai udik berfungsi untuk mengurangi bahaya rembesan yang
mengalir di bawah tubuh bendung dan bahaya erosi buluh (gejala
hanyutnya material tanah akibat rembesan dibawah atau disamping
bangunan) .
e) Tembok pangkal bendung berfungsi sebagai penahan tanah, pencegah
rembesan samping, pengarah arus atau aliran sungai di udik, dan
sebagai batas bruto bentang bendung.
f) Tembok sayap hilir berfungsi sebagai tambahan pencegah aliran
samping, pengarah aliran dari bendung ke hilir, penahan tanah tebing,
atau sebagai pengamanan terhadap longsoran tebing; bentuk dan ukuran
tembok sayap harus didesain sesuai dengan bentuk dan ukuran peredam
energi dan keadaan geometri sungai.

Gambar 2.4 Bangunan Utama


(Mawardi, 2010)

2. Syarat-Syarat Konstruksi Bendung


Syarat bendung harus memenuhi beberapa faktor yaitu:
a) Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu
banjir.
b) Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung
tanah di bawahnya.
c) Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh
aliran air sungai dan aliran air yang meresap ke dalam tanah.
d) Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air
minimum yang diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.
e) Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa
pasir, kerikil dan batu-batu dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan
kerusakan pada tubuh bendung.

3. Bendung Berdasarkan Tipe Struktur


1. Bendung Tetap
Adalah bangunan untuk meninggikan muka air di sungai pada
ketinggian yang deperlukan, agar air dapat mengalir ke saluran
pembawa sampai ke petak tersier. Bendung Tetap ini ada yang
permanen (misal dari pasangan batu atau beton), semi permanen (misal
dari bronjong), ataupun tidak permanen (misal dari tumpukan batu atau
kayu). Bendung Tetap dilengkapi dengan Kantong Lumpur yang
berfungsi untuk menampung dan mengendapkan bahan endapan
(lumpur, kerikil dan pasir) agar bahan-bahan tersebut tidak terbawa
masuk ke saluran di hilirnya. Untuk bendung tetap tambong dapat
dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Bendung Tetap Takir Songgon


(Dokumentasi, 2016)
2. Bendung Gerak
Adalah bangunan di sungai yang sebagian besar konstruksinya terdiri dari
pintu-pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur ketinggian muka air di
sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke
saluran pembawa sampai ke petak tersier. Untuk bendung gerak Mrican
Kediri dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Bendung Merican Kediri


(Erwanto, 2003)

3. Bendung Kembang Kempis/Bendungan Karet


Adalah bangunan di sungai yang sebagian besar konstruksinya terdiri dari
pintu-pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur ketinggian muka air di
sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke
saluran pembawa sampai ke petak tersier. Termasuk jenis ini adalah
Bendung Karet yang pengatur muka airnya dilakukan dengan
mengembang kempiskan tubuh bendung yang terbuat dari bahan karet.
Untuk bendung karet Jatimlerek Jombang dapat dilihar pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Bendung Karet Jatimlerek Jombang


(Erwanto, 2003)
4. Bendung Kombinasi
Adalah bangunan di sungai yang dapat dikombinasikan misalnya bendung
tetap yang dikombinasukan dengan bendung gerak. Konstruksinya terdiri
dari bangunan-bangunan beton dan pintu-pintu yang dapat digerakkan
untuk mengatur ketinggian muka air di sungai sampai pada ketinggian
yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran pembawa sampai ke
petak tersier. Untuk bendung kombinasi dapat dilihat pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Bendung Kombinasi


(Erwanto, 2003)

5. Bendung Bottom Intake


Adalah bangunan di sungai yang konstruksinya tidak ada pintu-pintu yang
mengatur ketinggian muka air di sungai sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran pembawa sampai ke petak
tersier. Untuk bendung bottom intake dapat dilihat pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Bendung Bottom Intake


(Erwanto, 2003)

Konstruksi sebuah bendung memiliki bagian-bagian tertentu. Bagian-


bagian ini menopang seluruh konstruksi bendung. Setiap bagian memiliki
detail dan fungsi yang khusus. Bagian-bagian inilah yang akan bekerja
agar operasional suatu bendung dapat berjalan dengan baik.

2.2.2 Tubuh Bendung (Mercu Bendung)


Tubuh bendung diletakan kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai saat
banjir besar dan sedang, maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan
yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-
pusaran aliran di udik bangunan pembilas (penguras) dan pengambilan (intake).
Pusaran aliran ini dapat menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake dan
pembilasan sedimen. Bila aliran utama yang keluar dari bendung ke hilir tidak
merata, maka akan dapat menimbulkan penggerusan setempat di hilir bendung
lebih dalam di satu bangian dari bangian lainnya. Tubuh bendung harus didesain
kuat untuk menahan beban-beban statik dan dinamik. Bidang miring tubuh
bendung bagian udik dan hilir dapat didesain tegak atau miring, gemuk atau
ramping dengan memperhatikan faktor kekuatan material yang dipakai, bahaya
beban, benturan sedimen dan batu, tipe peredam energi, rembesan, stabilitas dan
kekuatan struktur. Tubuh bendung anatara lain terdiri dari ambang tetap dan
mercu bendung.
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik
dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di
sungai bagian udik bendung; sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah
aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan
tegak lurus arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi merata.
Mercu bendung harus didesain sederhana sesuai dengan kriteria desain untuk
memudahkan pelaksanaan, bentuk mercu bendung dapat didesain berupa mercu
bulat (dengan satu atau dua radius) atau ambang lebar. Kriteria desain yang
dimaksud menyangkut parameter aliran, debit rencana untuk kapasitas limpah,
kemungkinan kavitasi (gejala mengelupasnya permukaan bangunan akibat
tersedot oleh tekanan negatif aliran yang melampaui batas kekuatan material
bangunan), dan benturan batu. Untuk Mercu Bendung tipe Oge dapat dilihat pada
Gambar 2.10 (a) dan Mercu Bendung Takir dapat dilihat pada Gambar 2.10 (b)
(a) (b)
Gambar 2.10 (a) Bentuk Mercu Ogee (Marwadi, 2006)
(b) Mercu Bendung Takir (Dokumentasi, 2016)

2.2.3 Bangunan Intake


Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi
sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta
menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke saluran bangunan
pengambil. Air irigasi dibelokan dari sungai melalui bangunan ini. Dimensi
bangunan pengambil atau lubangnya harus ditentukan berdasarkan kebutuhan air
maximum, baik untuk pemasokan maupun pembilasan dengan membatasi
kecepatan aliran masuk. Bangunan ini perlu dilengkapi dengan pintu pengatur
debit, perlengkapan pengendali sedimen dan sampah. Bangunan pengambil harus
didesain bersama-sama sebagai satu kesatuan dengan bangunan pembilas.
Bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka
untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu
tergantung pada kecepatan aliran masuk yang di ijinkan. Komponen utama
bangunan intake terdiri dari :
a. Ambang/lantai dinding bangunan tembok sayap
b. Pintu dan perlengkapannya serta dinding penahan banjir
c. Pilar penempatan pintu bila pintu lebih dari satu buah
d. Saringan sampah
e. Sponeng dan sponeng cadangan
f. Jembatan pelayanan dan rumah pintu.

Tata letak intake diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi fungsinya


dan biasanya diatur seperti berikut :
a. Sedekat mungkin dengan bangunan pembilas
b. Merupakan satu kesatuan dengan pembilas
c. Tidak menyulitkan penyadapan aliran
d. Tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi aliran di udik
intake.

Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan kebutuhan tata letak intake
sebaiknya dipelajari dengan uji model hidraulik. Pertimbangan yang utama dalam
merencanakan tata letak intake adalah kebutuhan penyadapan debit dan
mengelakkan sedimen agar tidak masuk ke saluran, selain itu harus dipikirkan
pula kemungkinan pengembangan, kehilangan tinggi tekan dan sebagainya.
Berkaitan dengan pengurangan angkutan sedimen ke saluran terutama fraksi pasir
atau yang lebih besar dari itu maka bangunan intake adalah pertama-tama untuk
pengendaliannya. Dalam kaitan ini mulut intake diatur sedemukian rupa sehingga
terletak tidak terlalu dekat dan tidak pula terlalu jauh dari pintu pembilas. Kalau
terlalu dekat dengan pintu pembilas maka pengaliran ke intake akan terganggu
oleh tembok baya-baya, dan bila terlalu jauh mengakibatkan bangunan
undersluice akan semakin panjang. Untuk Tata letak intake pada bendung tetap
dapat dilihat pada Gambar 2.11 (a) dan Pintu Intake Bendung Takir Songgon
dapat dilihat pada Gambar 2.11 (b)
(a) (b)
Gambar 2.11 (a) Tata letak Intake Pada Bendung Tetap (Marwadi, 2006),
(b) Pintu Intake Bendung Takir Songgon (Dokumentasi, 2016)

Dalam pengaturan tata letak intake perlu diperhatikan pula pengaturan


letak dan panjang tembok pangkal dan tembok sayap udik, ini untuk
menghindarkan turbulensi aliran sebanyak mungkin dan untuk mengupayakan
agar aliran menjadi mulus menuju intake. Pintu intake diletakan tepat dihilir
lengkung tembok pangkal atau berada ditikungan luar aliran, sehingga pada
keadaan sungai banjir, angkutan sedimen dasar yang mendekat ke intake akan
terlempar ke tikungan dalam menjauhi intike. Hal ini dapat membentuk daerah
bebas endapan di udik intake dan menghilangkan gangguan penyadapan aliran.
Arah intake terhadap sumbu sungai dapat diatur tegak lurus terhadap sumbu
sungai, menyudut membentuk sudut antara 450 – 600 terhadap sumbu sungai, atau
keadaan tertentu yang ditetapkan berdasarkan hasil uji model hidraulik di
laboratorium. Arah intake yang tegak lurus dibandingkan dengan arah yang
menyudut ditinjau dari segi hidraulik lebih menguntungkan arah yang tegak lurus
terhadap sumbu sungai.

Elevasi mercu bendung direncanakan 0,01 diats elevasi pengambilan


untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang. Elevasi amabng
bangunan pengambilan di tentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang
direncanakan diatas dasar dengan ketentuan berikut :

a) 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau


b) 1,00 m bila sungai mengangkut pasir dan kerikil

c) 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah

Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar


sebaiknya dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih
mulus seperti pada Gambar 2.12 dan letak Pilar Bendung Takir Songgon dapat
dilihat pada Gambar 2.12 (b)

(a) (b)
Gambar 2.12 (a) Letak Pilar Pengambilan (Marwadi, 2006)
(b) Letak Pilar Bendung Takir Songgon (Dokumentasi, 2016)

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di


kedua sisi pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan-keperluan
perbaikan dan pemeliharaan. Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut,
puncak bukaan ditencanakan di bawah muka air hulu.

2.2.4 Bangunan Pembilas


Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang
terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Bangunan pembilas
berfungsi untuk mengontrol pergerakan sedimen, menghindarkan angkutan
muatan dasar, dan mengurangi angkutan muatan layang masuk ke bangunan
pengambil. bangunan pembilas dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) : .
a) Bangunan pembilas tipe konvensional
b) Bangunan pembilas dengan undersluice
c) Bangunan pembilas shunt undersluice
Bangunan pembilas yang akan dipakai pada desain bendung ini adalah
bangunan pembilas dengan undersluice (bangunan bilas bawah). Tipe ini banyak
digunakan pada bendung-bendung di Indonesia, ditempatkan pada bentang
dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung. Pembilas bawah
direncanakan untuk mencegah masuknya angkutan sedimen dasar dan fraksi pasir
yang lebih kasar ke dalam pengambilan. Undersluice ini adalah suatu plat beton
yang diletakan mendatar setinggi ambang intake, didepan ambang diantara pintu
intake, pintu penguras dan pilar (pyler) pintu penguras. Dengan danya plat beton
ini pusaran air yang sering terjadi didepan ambang intake akan di tiadakan,
sehingga angkutan sedimen benda-benda kasar tidak akan naik dan masuk
kedalam saluran. Untuk Bangunan pembilas dengan tiga lubang dengan dinding
banjir kombinasi dapat dilihat pada Gambar 2.13 (a) dan Bangunan Pembilas
dengan Satu Lubang pada Bendung Takir Songgon dapat dilihat pada Gambar
2.13 (b)

(a) (b)
Gambar 2.13 (a) Bangunan pembilas dengan tiga lubang dengan dinding banjir
kombinasi pada bendung Cisokan, Cianjur – Jawa Barat (Marwadi, 2006),
(b) Bangunan Pembilas dengan Satu Lubang pada Bendung Takir Songgon
(Dokumentasi, 2016)

2.2.5 Bangunan Peredam Energi/Kolam Olak


Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir
tubuh bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan kanan kirinya dibatasi
oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan temboksayap hilir dengan
bentuk tertentu. Fungsi bangunan yaitu untuk meredam energi air akibat
pembendungan, agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan
setempat yang membahayakan struktur. Prinsip pemecah energi air pada
bangunan peredam energi adalah dengan cara menimbulkan gesekan air dengan
lantai dan dinding struktur, gesekan air dengan air, membentuk pusaran air
berbalik vertikal arah keatas dan ke bawah serta pusaran arah horizontal dan
menciptakan benturan aliran ke struktur serta membuat loncatan air didalam ruang
olakan. Peredam energi harus didesain dengan memperhatikan tinggi terjunan,
penggerusan lokal dan degradasi dasar sungai, benturan dan abrasi sedimen dan
benda padat lainnya, rembesan dan debit rencana sesuai dengan kriteria keamanan
dan resiko akibat penggerusan, pelimpah dan kekuatan struktur.
Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe diantaranya
yaitu :

a) Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir (tipe MDO)
b) Cekung masif dan cekung bergigi
c) Berganda dan bertangga
d) Kolam bantalan air, dan lain-lain.

(b)

(a)
Gambar 2.14 (a) Peredam Energi Tipe MDO di Bendung Plawon Yogyakarta
(Marwadi, 2006)
(b) Peredam Energi Tipe MDO di Bendung Takir Songgon
(Dokumentasi, 2016)

Bila sebuah konstruksi bendung dibangun pada aliran sungai baik pada
palung maupun pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi
loncatan air. Kecepatan pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan
gerusan setempat (local scauring). Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu,
dibuat suatu konstruksi peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan
suatu bentuk pertemuan antara penampang miring, penampang lengkung, dan
penampang lurus. Secara garis besar konstruksi peredam energi dibagi menjadi 4
tipe, yaitu:
a) Ruang Olak Tipe Vlughter
Ruang olak ini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai tidak
membawa batuan besar. Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi oleh
tinggi energi di hulu di atas mercu dan perbedaan energi di hulu dengan
muka air banjir hilir.

Gambar 2.15 Ruang Olak Tipe Vlughter


(Marwadi, 2006)

b) Ruang Olak Tipe Schoklitsch


Peredam tipe ini mempunyai bentuk hidrolis yang sama sifatnya dengan
peredam energi tipe Vlughter. Berdasarkan percobaan, bentuk hidrolis
kolam peredam energi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu tinggi
energi di atas mercu dan perbedaan tinggi energi di hulu dengan muka air
banjir di hilir.

Gambar 2.16 Ruang Olak Tipe Schoklitsch


(Marwadi, 2006)
c) Ruang Olak Tipe Bucket
Kolam peredam energi ini terdiri dari tiga tipe, yaitu solid bucket, slotted
rooler bucket atau dentated roller bucket, dan sky jump. Ketiga tipe ini
mempunyai bentuk hampir sama dengan tipe Vlughter, namun
perbedaanya sedikit pada ujung ruang olakan. Umumnya peredam ini
digunakan bilamana sungai membawa batuan sebesar kelapa (boulder).
Untuk menghindarkan kerusakan lantai belakang maka dibuat lantai yang
melengkung sehingga bilamana ada batuan yang terbawa akan melanting
ke arah hilirnya.

Gambar 2.17 Ruang Olak Tipe Bucket


(Marwadi, 2006)

d) Ruang Olak Tipe USBR


Tipe ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari 10 meter.
Ruang olakan ini memiliki berbagai variasi dan yang terpenting ada empat
tipe yang dibedakan oleh rezim hidraulik aliran dan konstruksinya. Tipe-
tipe tersebut, yaitu ruang olakan tipe USBR I merupakan ruang olakan
datar dimana peredaman terjadi akibat benturan langsung dari aliran
dengan permukaan dasar kolam.
Gambar 2.18 Ruang Olak Tipe USBR Type I
(Marwadi, 2006)

Ruang olakan tipe USBR II merupakan ruang olakan yang memiliki blok-
blok saluran tajam (gigi pemencar) di ujung hulu dan di dekat ujung hilir
(end sill) dan tipe ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis lebih
besar dari 60 m, Terjadinya peredaman energi yang terkandung di dalam
aliran adalah akibat gesekan diantara molekul-molekul air di dalam kolam
dan dibantu oleh perlengkapan-perlengkapan yang dibuat berupa gigi
pemencar aliran dipinggir udik dasar kolam dan ambang bergerigi di
pinggir hilirnya. Cocok digunakan untuk aliran dengan tekanan hidrostatis
60 m, debit < 45 m3/dt, dan bilangan Froude > 4,5.

Gambar 2.19 Ruang Olak Tipe USBR Type II


(Marwadi, 2006)

Ruang olakan tipe USBR III merupakan ruang olakan yang memiliki gigi
pemencar di ujung hulu, pada dasar ruang olak dibuat gigi penghadang
aliran, di ujung hilir dibuat perata aliran, dan tipe ini cocok untuk
mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis rendah, Prinsip kerja sama
dengan type II, akan tetapi lebih sesuai untuk mengalirkan air dengan
tekanan hidrostatis rendah dan debit yang kecil Q < 18,5 m3/dt, Kecepatan
aliran V < 18 m/dt dan bilangan Froude > 4,5.

Gambar 2.20 Ruang Olak Tipe USBR Type III


(Marwadi, 2006)

Dan ruang olakan tipe USBR IV merupakan ruang olakan yang dipasang
gigi pemencar di ujung hulu, di ujung hilir dibuat perata aliran, cocok
untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis rendah, Sistem kerja
sama dengan type III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok
adalah untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang
besar per unit lebar, yaitu untuk aliran dalam kondisi super kritis dengan
bilangan Froude antara 2,5 s/d 4,5.

Gambar 2.21 Ruang Olak Tipe USBR Type IV


(Marwadi, 2006)
e) Ruang Olak Tipe The SAF Stilling Basin (SAF = Saint Anthony Falls)
Ruang olakan tipe ini memiliki bentuk trapesium yang berbeda dengan
bentuk ruang olakan lain dimana ruang olakan lain berbentuk melebar.
Bentuk hidrolis tipe ini mensyaratkan Fr (Bilangan Froude) berkisar antara
1,7 sampai dengan 17. Pada pembuatan kolam ini dapat diperhatikan
bahwa panjang kolam dan tinggi loncatan dapat di reduksi sekitar 80%
dari seluruh perlengkapan. Kolam ini akan lebih pendek dan lebih
ekonomis akan tetapi mempunyai beberapa kelemahan, yaitu faktor
keselamatan rendah (Open Channel Hidraulics, V.T.Chow : 417-420)
Pemilihan tipe kolam peredam energi tergantung pada beberapa faktor atau
beberapa kondisi, misalnya keadaan tanah dasar atau kondisi tanah dasar,
tinggi perbedaan muka air hulu dan hilir, dan sedimen yang diangkut aliran
sungai.

Gambar 2.22 Ruang Olak Tipe The SAF Stilling Basin


(Mawardi, 2010)

2.2.6 Kantong Lumpur


Walaupun telah ada usaha untuk merencanakan sebuah bangunan
pengambilan dan pengelak sedimen yang dapat mencegah masuknya sedimen ke
dalam jaringan saluran irigasi, manun masih ada banyak partikel-partikel halus
yang masuk ke jaringan tersebut. Yang pertama-tama mencegah masuknya
sedimen ke dalam saluran irigasi adalah pengambilan dan pembilas, dan oleh
karena itu pengambilan yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi
pembuatan kantong lumpur. Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap
di seluruh saluran irigasi, bagian awal dari saluran primer persis dibelakang
pengambilan direncanakan untuk berfungsi sebagai kantong lumpur. Penangkap
dan kantong sedimen berfungsi untuk memberikan tempat pengendapan sedimen
agar tidak masuk kesaluran irigasi; pada prinsipnya butiran pasir dan kerikil agar
dihindarkan masuk ke saluran jaringan pengairan, endapan dikantong dapat
dibuang secara hidraulik atau dengan tenaga manusia.
Kontong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran
(diperdalam atau diperbesar) sampai panjang tertentu untuk mengurangi
kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen untuk mengendap.
Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu dengan cara membilas
sedimen keluar saluran dengan aliran terkonsentrasi yang berkecapatan tinggi.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendimensi kantong lumpur adalah
Untuk Bangunan kantong lumpur dapat dilihat pada Gambar 2.23 (a) dan
Kantong Lumpur Pada Bendung Takir dapat dilihat pada Gambar 2.23 (b):
 Kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah,
sehingga partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi
 Turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah
 Kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan
melintang, sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata
 Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,3 m/dt, guna mencegah
tumbuhnya vegetasi
 Peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong ke
saluran primer harus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.
(a) (b)
Gambar 2.23 (a) Kantong Lumpur (Marwadi, 2006), Kantong Lumpur Pada
Bendung Takir (Dokumentasi, 2016)

2.2.7 Bangunan Pengelak dan Kelengkapanya


Bangunan pengelak adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar
dibangun di dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan
dibelokannya air sungai ke jaringan irigasi dengan jalan menaikan muka air di
sungai, selain itu juga dipakai untuk mengatur elevasi air disungai. Tipe bangunan
pengelak yang paling umum dipakai di Indonesia adalah bendung pelimpah, dan
pada pembahasan laporan ini tipe bendung yang dipakai atau direncanakan adalah
bendung tetap. Bendung ini dibuat melintang sungai untuk menghasilkan elevasi
air minimum agar air tersebut bisa dielakan. Beberapa tipe bendung yang dikenal
antara lain :
Tipe vlugter, dipakai pada tanah dasar aluvial dengan sungai yang tidak
banyak membawa batu-batu yang besar. Tipe ini adalah tipe yang banyak
digunakan di Indonesia dan ternyata dari beberapa konstruksi yang telah dibangun
menunjukan hasil yang baik.
Tipe schoklitach, tipe ini adalah sama sifatnya dengan tipe vlugter, dan
dipakai apabila tinggi mercu diukur dari hilir bendung terlalu besar, sehingga
penggalian untuk lantai ruang olakan terlalu dalam.
2.2.8 Bangunan Pelimpah
Bangunan untuk membuang air kelebihan dari saluran irigasi ke sungai
atau saluran pembuang.
1. Macam pelimpah :
f) Pelimpah samping; dengan struktur merendahkan ketinggian mercu
tanggul saluran sampai pada ketinggian muka air rencana.
g) Pelimpah hevel; bangunan yang dapat bekerja secara penuh sebelum
air banjir mencapai puncaknya dan bekerja secara otomatis.
h) Bangunan pembuang; bangunan pembuang yang dilengkapi dengan
pintu-pintu yang bekerja dengan pengoperasian oleh operator pintu.

Gambar 2.24 Bendung Pelimpah (Spillway)


(Marwadi, 2006)
BAB 6
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil survey yang dilakukan pada bendung tetap yaitu pada bendung
Takir Songgon dapat disimpulkan bahwa :
a. Perhitungan Hidraulik Bendung Takir Beton :
Elevasi mercu bendng : + 274
Panjang Mercu Bendung : 30 m
Lebar Pembilas 1 x 3 m :3m
Lebar Pembilas 2 x 1,5 m :3m
Panjang Bendung Total : 36 m
Tinggi Muka Air di Udik Bendung :5m
Elevasi Muka Air Banjir : + 279
Tinggi Bendungan :5
Kemiringan Tubuh Bendung : 1:1
Jari-Jari Mercu Bendung :4
b. Perhitungan Dimensi Hidraulik Bendung :
z ( perbedaan tinggi muka air udik dan hilir : 6,4 m
E (parameter Energi) : 0,368
Panjang Lantai dan Kedalaman Lantai Peredam Energi
Ls : 15 m
D :9m
D2 : 4,16 m
a (Tinggi Ambang Akhir) : 1,3 m
b (Lembang Ambang Akhir) : 2,6 m
c. Perhitungan Hidarulik Bangunan Intake :
b (Lebar Bukaan) :1m
Lebar Bukaan Pintu Intake : 1m
Tinggi Bukaan Lubang Intake : 0,2 m
V ( Kecepatan Aliran) : 6 m/det
D ( diameter Partikel) : 8,427 m
h (kedalaman Limpahan Akhir) : 0,249 m 0,5/det
d. Perhitungan Panjang Lantai Udik :
∆H : 10,3 m
Lv : 30,23
LH : 41,3 m
Lp : 43,99
Lp = 43,99 > Lb = 41,22 (ok)
Ujung Tembok Pangkal Bendung : 12,35 m
Elevasi Dekzerk : 285,5
Panjang Tembok Sayap Hilir : 22,5 m
Elevasi Dekzerk Tembok Sayap Hilir : + 274

5.2 Saran
1. Sebaiknya pada saat pengukuran survey Bendung dilakukan dengan teliti
agar nilai yang dihasilkan tidak berbanding jauh pada realita.
2. Sebaiknya pada saat melakukan survey di lokasi menggunakan K3 untuk
meminimalisir jika terjadi kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Civilio Engineerio (2012). Makalah Bendung, Entry from


http://civilioengineerio.blogspot.com (29 Agustus 2014) Pukul 11:42

Departemen Pekerjaan Umum (1990). Standart Perencanaan Teknik Bendung,


SKSNI. T-02-1990F. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum (1986). Standart Perencanaan Irigasi .KP-01 s/d


KP 07, Jakarta.
Mawardi, Erman dan Memed (2010). Desain Hidraulik Bendung Tetap untuk
Irigasi Teknis. CV. Alfabeta. Bandung.

Mawardi, Erman (2007). Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. CV. Alfabeta.


Bandung.

Anda mungkin juga menyukai