Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA


“Seluk Beluk dan Tantangan Pengelolaan Rumah Negara”

Disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengelolaan Barang Milik
Negara
Dosen Pengampu: Ibu Agni Indrayani

Nama :Hesti Eka Pratiwi


Nomor Absen : 12
NPM : 4301190242

KELAS 3-08
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
“Seluk Beluk dan Tantangan Pengelolaan Rumah Negara ”
Abstrak
Rumah negara (termasuk daerah) adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Rumah dinas baik pelaksanaan
pengadaan, maupun pemeliharaannya dibebankan kepada APBN/APBD. Rumah negara
ditujukan kepada Pegawai Negeri yang masih aktif. Apabila yang bersangkutan tidak lagi
berstatus sebagai Pegawai Negeri, Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara, maka Rumah
Negara tersebut dikembalikan kepada instansinya.Pegawai negeri tidak diperbolehkan untuk
memiliki/menguasai rumah dinas selama rumah dinas tersebut masih berstatus golongan I
atau II. Rumah dinas hanya boleh dihapus atau dijualbelikan apabila rumah tersebut sudah
berstatus menjadi golongan III. Rumah dinas golongan III adalah rumah dinas (negara)
yang statusnya sudah mendapat persetujuan dari menteri keuangan sebagai pengelola
barang milik negara.
Kata kunci: Rumah negara, Pegawai negeri,APBN/APBD
Pendahuluan
Pembangunan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan Pegawai Negeri dan Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang termasuk dalam
program pembangunan nasional.
Pemerintah memberikan fasilitas berupa rumah untuk menunjang kinerja Pegawai Negeri
Sipil disamping gaji dan tunjangan lainnya. Rumah ini diberikan kepada Pegawai Negeri dan
Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai
Pegawai Negari dan Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara. Apabila yang bersangkutan
tidak lagi berstatus sebagai Pegawai Negeri, Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara, maka
Rumah Negara tersebut dikembalikan kepada instansinya.

A. Pengertian dan Klasifikasi Rumah Negara


Rumah dinas atau rumah negara yang ditempati pejabat atau pegawai negeri
adalah barang milik negara. Disebut barang milik negara karena diperoleh dari APBN atau
perolehan lainnya yang sah. Oleh karena itu rumah dinas adalah bagian aset negara yang
harus dikelola dan ditatausahakan dengan baik.Demikian juga rumah dinas yang
ditempati pejabat/PNS daerah adalah barang milik daerah karena diperoleh dari APBD
atau perolehan lainnya yang sah sehingga harus dikelola dan ditatausahakan dengan baik
pula. Perlunya pengaturan Rumah Negara bertujuan untuk mewujudkanketertiban
pembangunan, penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan status dan
pengalihan hak atas Rumah Negara.
Rumah Negara dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1.
1) Rumah Negara Golongan I, yaitu Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang
jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut, serta
hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan
tertentu tersebut;
2) Rumah Negara Golongan II, yaitu Rumah Negara yang mempunyai hubungan dengan yang
tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawai
Negari dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara
3) Rumah Negara Golongan III, yaitu Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan
Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
B. Subjek Pengelolaan Rumah Negara
1) Pengelola Rumah Negara
Pengelola rumah negara adalah Menteri Keuangan yang didelegasikan kepada DJKN
yang berwenang:
a. Menetapkan status penggunaan Rumah Negara;
b. Persetujuan atas usulan alih status penggunaan, pemindahtanganan, dan Penghapusan
Rumah Negara;
c. Pengawasan dan pengendalian
d. Penatausahaan
2) Pengguna Rumah Negara dibagi menjadi dua,yakni:
1. K/L , Pengguna Barang Rumga Golongan I & II(PB Rumga I & II),berwenang:
a) Mengajukan usulan penetapan status penggunaan;
b) Mengajukan permohonan persetujuan alih status penggunaan, pemindahtanganan,
dan penghapusan
c) Melakukan penggunaan, pemindahtanganan, dan penghapusan
d) Melakukan pengawasan dan pengendalian
e) Penatausahaan dalam penguasaannya
f) Melakukan pengamanan dan pemeliharaan
g) Melakukan penyerahan Rumah Negara yang tidak digunakan untuk menunjang
tugas dan fungsinya kepada Pengelola Barang
Dengan Kuasa Pengguna Barang (KPB), Satker (KPB Rumga I & II) memiliki
wewenang:
 Mengajukan usulan penetapan status penggunaan
 Mengajukan permohonan persetujuan alih status penggunaan, pemindahtanganan,
dan Penghapusan
 Melakukan penggunaan, pemindahtanganan, dan Penghapusan
 Melakukan pengawasan dan pengendalian
 Melakukan penatausahaan
 Melakukan pengamanan dan pemeliharaan
 Melakukan penyerahan Rumah Negara yang tidak digunakan untuk menunjang
tugas dan fungsinya kepada Pengguna Barang.
2. Menteri Pekerjaan Umum,Pengguna Barang Rumga khusus golongan III ,mempunyai
wewenang :
a) Mengajukan usulan penetapan status penggunaan
b) Mengajukan permohonan persetujuan penjualan, dan Penghapusan
c) Melakukan Penghapusan
d) Melakukan penatausahaan
Dengan membawahi KPB(Kuasa Pengguna Barang)Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan (KPB Rumga III),memiliki wewenang:
 Mengajukan usulan penetapan status penggunaan
 Mengajukan permohonan persetujuan penjualan, dan Penghapusan
 Melakukan Penghapusan
 Melakukan penatausahaan
C. Penggunaan Rumah Negara
1. Penetapan Status Penggunaan Rumah Negara, adalah keputusan yang menetapkan
status golongan Rumah Negara ke dalam Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara
Golongan II, atau Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan
Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
a. Rumah Negara Golongan I dan Golongan II ditetapkan PSP-nya pada Pengguna Barang
b. Rumah Negara Golongan III ditetapkan PSP-nya pada Pengguna Barang Rumah Negara
Golongan III
2. Alih Status penggunaan Rumah Negara,
Alih status penggunaan Rumah Negara dilakukan dengan persetujuan Pengelola Barang:
a. antar Pengguna Barang;
b. dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang Rumah Negara Golongan III;
c. dari Pengguna Barang Rumah Negara Golongan III kepada Pengguna Barang
3. Pemindahtanganan Rumah Negara,Pada prinsipnya, pemindahtanganan rumah negara
dilakukan dengan mekanisme
a. Penjualan( Rumah Golongan III)
 Penjualan Rumah Negara Golongan III :
 dilakukan dalam bentuk pengalihan hak kepada penghuni yang sah
 tidak melalui mekanisme lelang
 status Rumah Negara tidak dalam sengketa
 harus mendapat persetujuan Pengelola Barang
 apabila nilainya diatas Rp.10.000.000.000,00 harus mendapat persetujuan Presiden
b. tukar-menukar (Golongan I&II)
Tukar Menukar Rumah Negara harus memperoleh penggantian sekurang-kurangnya
berupa Rumah Negara yang jumlah dan tipenya sama dengan yang dilepas.
c. hibah, (Golongan I & II)
Hibah Rumah Negara dapat diberikan kepada :
 Pemerintah Daerah
 Lembaga sosial
 Lembaga keagamaan
 Organisasi kemanusiaan
d. atau penyertaan modal pemerintah pusat (Golongan I & II)
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berupa Rumah Negara dapat diberikan kepada:
 BUMN/D
 BHMN
e. Pemindahtanganan dengan mekanisme penjualan hanya dapat dilakukan terhadap rumah
negara golongan III
4. Penghapusan Rumah Negara
Penghapusan Rumah Negara adalah tindakan menghapus. BMN berupa Rumah Negara
dari daftar BMN.Penghapusan Rumah Negara berdasarkan keputusan Pengguna Barang
setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.
1) Penghapusan Rumah Negara Golongan I dan Golongan II dari Daftar Barang
Pengguna/Kuasa Pengguna, sebagai tindak lanjut dari:
 penyerahan kepada Pengelola Barang
 penetapan status Rumah Negara Golongan III
 alih status penggunaan kepada Pengguna Barang lain
 alih fungsi menjadi bangunan kantor
 pemindahtanganan
 sebab-sebab lain
2) Penghapusan Rumah Negara Golongan III dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa
Pengguna Rumah Negara Golongan III, sebagai tindak lanjut dari:
 penyerahan kepada Pengelola Barang
 penjualan dalam bentuk pengalihan hak
 pembatalan pengalihan status golongan Rumah Negara Golongan II ke Golongan III
 sebab-sebab lain
 Penghapusan Rumah Negara dari Daftar BMN Pengelola Barang, sebagai tindak
lanjut dari :
 Pemindahtanganan
 Sebab-sebab lain
5. Penatausahaan Rumah Negara,Penatausahaan BMN berupa rumah negara meliputi kegiatan
pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Pembukuan dilakukan terhadap kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan BMN berupa rumah negara, meliputi: penetapan/alih status
penggunaan, penetapan/alih status golongan, alih fungsi, pemindahtanganan, dan
penghapusan.
Pembukuan Dilakukan terhadap seluruh kegiatan pengelolaan Rumah Negara.
- Inventarisasi
 Dilakukan minimal 5 tahun sekali
 Untuk mengumpulkan data administrasi dan fisik Rumah Negara
 Hasil inventarisasi dilaporkan kepada Pengelola Barang
- Pelaporan
 dilaksanakan setiap semester sebagai bagian dari pelaporan BMN
 dilakukan terhadap kegiatan pembukuan dan inventarisasi Rumah Negara dan
D. Pengadaan Rumah Negara
Pengadaan rumah negara dapat dilakukan dengan
1. Pembangunan;
2. Pembelian
3. tukar menukar atau tukar bangun;
4. hibah.
Pengadaan rumah negara ini harus sesuai dengan standar tipe dan klas rumah negara,
Tipe Rumah negara dibedakan menjadi
a. Rumah Khusus
 diperuntukan bagi Menteri, dan setingkat dengan Menteri,
 dengan luas bangunan 400 m2 dan luas tanah 1000 m2;
b. Tipe A
 diperuntukan bagi Eselon I
 dengan luas bangunan 250 m2 dan luas tanah 600m2;
c. Tipe B
 diperuntukan bagi Eselon II
 dengan luas bangunan 120 m2 dan luas tanah 350m2;
d. Tipe C
 diperuntukan bagi Eselon III
 dengan luas bangunan 70 m2 dan luas tanah 200m2;
e. Tipe D
 diperuntukan bagi Eselon IV
 dengan luas bangunan 50 m2 dan luas tanah 120m2;
f. Tipe E
 diperuntukan bagi PNS Gol II
 dengan luas bangunan 36 m2 dan luas tanah 100m2;
Toleransi luas:
 untuk DKI Jakarta sebesar 20 %;
 untuk Ibukota Provinsi sebesar 30 %;
 untuk Kota / Ibukota Kabupaten sebesar 40 %; dan
 untuk Perdesaan sebesar 50%

E. Pendaftaran Rumah Negara


Pendaftaran adalah kegiatan pencatatan/inventarisasi rumah negara baik yang berdiri sendiri
dan/atau berupa satuan rumah susun beserta atau tidak beserta tanahnya yang
dilaksanakan untuk tertib administrasi kekayaan negara. Setelah melakukan kegiatan
pengadaan, semua rumah negara ini wajib didaftarkan2 dengan tujuan :
a. untuk mengetahui status dan penggunaan rumah negara;
b. mengetahui jumlah secara tepat dan rinci jumlah aset yang berupa rumah negara;
c. menyusun program kebutuhan pembangunan rumah negara;
d. mengetahui besarnya pemasukan keuangan kepada negara dari hasil sewa dan pengalihan
hak rumah negara; dan
e. menyusun rencana biaya pemeliharaan dan perawatan.
Dalam mendartarkan rumah-rumah negara ini, harus ditempuh prosedur pendaftaran
sebagai berikut :
1. Pimpinan Instansi yang bersangkutan mendaftar dengan membawa kelengkapan :
surat permohonan pendaftaran, daftar inventarisasi, kartu legger, gambar legger/gambar arsip
rumah dan gambar situasi, fotokopi keputusan otorisasi pembangunan rumah/surat
keterangan perolehan dari instansi yang bersangkutan, fotokopi tanda bukti hak atas
tanah atau surat keterangan tentang penguasaaan tanah, fotokopi Surat Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) atau surat keterangan membangun dari instansi yang bersangkutan.
2. Pendaftaran diajukan kepada Menteri Pekerjaan Umum (dhi. Dirjen Cipta Karya) melalui :
a. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan, apabila rumah negara terletak di DKI
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi; atau
c. Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi
rumah negara, apabila rumah negara terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi.
3. Setelah pendaftaran maka :
a.Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan memberikan Surat Keterangan Bukti
Pendaftaran Rumah Negara (SKBPRN) dengan penetapan Huruf Daftar Nomor
(HDNo.) yang digunakan dalam penetapan status rumah negara dan sebagai dasar
perencanaan anggaran pemeliharaan dan perawatan rumah negara. b.Kepala Dinas
Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara
menyampaikan laporan pelaksanaan pendaftaran rumah negara kepada Dirjen Cipta
Karya melalui Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan secara periodik dengan
tembusan kepada Menkeu (dhi. Dirjen Kekayaan Negara)

Semua Rumga Gol III didaftarkan ke Dirjen Cipta Karya,


 Rumga di Jabodetabek melalui Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan
 Di luar Jabodetabek melalui Kadis Pekerjaan Umum Provinsi
F. Syarat Penghunian Rumah Negara
Secara lebih teknis mengenai persyaratan penghunian Rumah Negara telah diatur
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor22/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian,
Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara, antara lain sebagai berikut:
1) Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan I sebagai berikut:
a.Menduduki jabatan di lingkungan instansi yang bersangkutan sesuai dengan
tersedianya rumahjabatan dilingkungan instansitersebut;
b.Mendapatkan surat izin penghunian dari Pimpinan Instansi atau pejabat yang ditunjuk
olehnya;
c.Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan; dan
d.Untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni rumah susun yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
2) Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan II sebagai berikut:
a. Berstatus pegawai negeri;
b. Mendapatkan surat izin penghunian dari Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk;
c. Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
d. Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara
berdasarkan peraturan yang berlaku;
e. Tidak sedang menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya atau Rumah Negara
Golongan III atas nama suami-isteri; dan
f. Untuk rumah negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai
perhimpunan penghuni yang ditetapkan Pimpinan Instansi.
3) Persyaratan penghunian Rumah Negara Golongan III sebagai berikut:
a. Pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, janda/duda pegawai negeri janda/duda
pahlawan, pejabat negara atau janda/duda pejabat negara. Dalam hal penghuni telah
meninggal dunia, surat izin penghunian diberikan kepada anak sah yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Mendapatkan surat izin penghunian dari Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan atau pejabat yang ditunjuk, atau Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Dinas
Teknis Provinsi yang membidangi rumah negara untuk rumah negara yang terletak di
luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
c. Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan;
d. Belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atautanah dari negara
berdasarkan peraturan yang berlaku;
e. Tidak menghuni Rumah Negara Golongan II lainnya;f.Untuk rumah negara yang
berbentuk rumah susun sudah mempunyai perhimpunan penghuni yang ditetapkan
Pimpinan Instansi.
G. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menempati Rumah Negara
Dalam hal pejabat atau pegawai negeri yang memanfaatkan Rumah Negara yang
berstatus suami-istri, dapat menggunakan fasilitas Rumah Negara dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) Suami dan istri yang masing-masing berstatus Pegawai Negeri, hanya dapat menghuni
satu Rumah Negara.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diberikan apabila suami dan istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang
berlainan
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Penghuni yang memanfaatkan fasilitas Rumah Negara selain menikmati hak untuk
tinggal dalam rumah sebagai sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan
tugasnya, juga memiliki kewajiban serta terdapat larangan sebagai berikut:
(1) Penghuni Rumah Negara wajib:
a. membayar sewa rumah;
b.memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya.
(2) Penghuni Rumah Negara dilarang:
a. menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
b. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah;
c. menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya.
H. Pengalihan Rumah Negara
Penghunian Rumah Negara oleh Pejabat atau Pegawai Negeri dapat
dilakukan pengalihan status dan hak atas Rumah Negara yaitu:
(1)Rumah negara yang dapat dialihkan statusnya hanya Rumah Negara Golongan II
menjadi Rumah Negara Golongan III.
2)Rumah Negara Golongan II dapat ditetapkan statusnya menjadi Rumah Negara
Golongan I untuk memenuhi kebutuhan Rumah Jabatan.
(3)Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil dan ABRI tidak
dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III.
a.Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil dan ABRI
b.Rumah Negara Golongan II yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau
terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah, perguruan
tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan laboratorium/balai penelitian.
(4)Apabila Rumah Negara Golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara
Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdiri di atas tanah pihak lain, pimpinan
instansi yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemegang hakatas tanah
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Kaputusan Presiden.
Pengalihan Rumga yaitu :
(1) Rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III.
(2) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta atau
tidak beserta tanahnya hanya dapat dialihkan haknya kepada penghuni atas permohonan
panghuni.
(3) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berada
dalam sengketa tidak dapat dialihkan haknya.
(4) Suami dan istri yang masing-masing mendapat izin untuk menghuni Rumah Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), pengalihan hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan kepada salah satu dari suami dan istri yang
bersangkutan.
Pejabat atau Pegawai Negeri yang dapat melakukan pengalihan hakatas Rumah
Negara yaitu sebagai berikut:
(1) Penghuni Rumah NegaraGolongan III yang dapat mengajukan permohonan pengalihan
hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Pegawai Negeri:
a. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)tahun;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Negara
berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pensiunan Pegawai Negeri:
a. menerima pensiun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;c.belum pernah dengan jalan/cara apapun
memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasarkanperaturan perundang-undangan
yang berlaku;
3. Janda/duda Pegawai Negeri:
a.masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang:
1)almarhum suaminya/istrinya sekurang-kurangnya mempunyai masa kerja 10
(sepuluh) tahun pada Negara, atau
2)masa kerja almarhum suaminya/istrinya ditambah dengan jangka waktu sejak
yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun;
b.memilikiSurat Izin Penghunian yang sah;
c.belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4.Janda/duda Pahlawan, yang suaminya/istrinya dinyatakan sebagai pahlawan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
a.masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
b.memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c.belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara
berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
5.Pejabat Negara atau Janda/Duda Pejabat Negara:
a.masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
b.memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c.belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Permasalahan dan Solusi Sengketa Rumah Negara


Kasus-kasus rumah dinas negara/daerah di beberapa daerah banyak yang bermasalah
yang sebagian telah dikuasai oleh pihak ketiga. Hal ini pernah terjadi seperti kasus rumah
dinas Perum pengadaian, rumah dinas TNI, rumah dinas BPKP, kementerian keuangan
termasuk rumah milik pemerintah daerah.
Permasalahan Rumah Negara dipastikan ada dan dialami pada seluruh satuan kerja
vertikal instansi Kementrian. Penyelesaian yang berlarut-larut dan tidak tuntas seolah-olah
memberikan ruang/celah dan pembenaran bagi para keluarga para pensiunan untuk tetap
bertahan dan tidak bersedia mengembalikan Rumah Negara yang mereka huni kepada negara.
Atas permasalahan tersebut, perlu diambil tindakan yang masif dan terus menerus serta
koordinatif supaya jumlah Rumah Negara yang dihuni oleh keluarga para pensiunan tidak
bertambah terus. Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk dapat ditindaklanjuti antara
lain :
Menteri Keuangan kiranya dapat menerbitkan surat penegasan kembali bahwa dengan
memperhatikan kondisi saat ini tidak memungkinkan dilakukan pengalihan hak kepemilikan
atas Rumah Negara yang dihuni/didiami para keluarga pensiunan. Hal ini sangat diperlukan
untuk menjawab pertanyaan dan keragu-raguan para keluarga pensiunan atas janji atau
“iming-iming” yang pernah mereka terima selama ini.
Menteri Keuangan kiranya dapat membuat Nota Kesepahaman (MoU) dengan aparat
penegak hukum, misalnya dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses penyelesaian
Rumah Negara yang sampai saat ini masih dihuni/didiami oleh keluarga para pensiunan. Nota
Kesepahaman (MoU) dengan PT. TASPEN juga dipandang perlu untuk dapat memitigasi
penguasaan Rumah Negara oleh Pegawai Negeri, Pejabat Pemerintah atau Pejabat Negara
yang sudah pensiun/tidak aktif lagi.
Jika kondisi keuangan negara memungkinkan, perlu kiranya dipertimbangkan dalam
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada satuan kerja dilokasikan anggaran/dana
untuk proses penyelesaian dan penertiban Rumah Negara yang dihuni keluarga para
pensiunan. Alokasi dana tersebut dipergunakan sebagai pengganti biaya perpindahan barang
keluarga para pensiunan dari Rumah Negara yang mereka huni/diami ke tempat yang baru
atau sebagai “uang kerohiman”.

I. Kesimpulan
Rumah negara (termasuk daerah) adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Dikatakan rumah negara karena
pelakanaan pengadaan, pemeliharaan rumah negara dibebankan kepada keuangan Negara
(APBN) artinya semua pembiayaan dibebankan kepada Negara. Sedangkan Pegawai Negeri
adalah unsur aparatur negara, Dengan demikian kepada pejabat atau pegawai negeri dapat
menempati rumah negara dengan persyaratan yang ditentukan.
Selanjutnya berkenaan status yang berkaitan dengan fungsinya, maka rumah dinas/
negara tersebut dibedakan menjadi: (1) Rumah Negara Golongan I, adalah rumah negara
yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus
bertempat tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang
bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut; (2) Rumah Negara Golongan II,
adalah rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu
instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti
atau pensiun rumah dikembalikan kepada negara; dan (3) Rumah Negara Golongan III, adalah
rumah negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dijual kepada
penghuninya (didum).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa rumah yang dapat dijual kepada penghuninya
adalah rumah negara golongan III. Rumah negara golongan III adalah rumah negara yang
statusnya sudah mendapat persetujuan dari menteri keuangan sebagai pengelola barang milik
negara secara nasional untuk ditetapkan statusnya menjadi rumah golongan III. Jadi rumah
negara golongan III itu berasal dari rumah negara golongan II yang karena sesuatu hal
dialihkan statusnya menjadi rumah negara golongan III. Rumah negara golongan I karena
sesuatu hal dapat dialihkan menjadi rumah negara golongan II, sebaliknya rumah negara
golongan II dapat dijadikan rumah negara golongan I.
J. SARAN
Rumah Negara merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau Pegawai
Negeri. Rumah Negara sangat diperlukan keberadaannya khususnya bagi para
pejabat/pegawai yang ditugaskan/bekerja ditempat yang biaya untuk menyewa rumah sangat
mahal. Permasalahan yang berkaitan dengan Rumah Negara sampai saat ini belum tuntas dan
masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Kuasa Pengguna
Barang (KPB). Upaya yang masif, terus-menerus, dan koordinatif sangat diperlukan untuk
dapat memitigasi dan menyelesaikan persoalan klasik tersebut. Diperlukan juga kemauan
pimpinan dan semua pihak serta dukungan ketersediaan anggaran untuk dapat mempercepat
proses penyelesaiannya.

DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.umm.ac.id/53089/3/BAB%20II.pdf
https://djpbn.kemenkeu.go.id/kppn/bukittinggi/id/data-publikasi/artikel/2886-penertiban-
rumah-negara.html
http://scholar.unand.ac.id/44729/2/HETRIZA%20MASFITA-BAB%201.pdf
https://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/RumahNegara.pdf

PPT PBMN Pertemuan 11

Anda mungkin juga menyukai