POST-PARTUM
&
EKLAMPSIA
Leo Simanjuntak
CURRICULLUM VITAE
• Diagnosis : Eklampsia
• Penanganan selanjutnya:
• Stabilisasi pasien dengan membersihkan jalan napas,
memberikan O2 (sungkup), pasang Infus, kateter
menetap,pemberian antikejang MgSO4, kontrol
tekanan darah, dan merencanakan persalinan.
Kasus.
Ny.B, 29 tahun G1P0A0, usia kehamilan 28 minggu
mengeluh nyeri kepala dalam 1 minggu ini, sudah
minum panadol tapi tidak sembuh. Pada
pemeriksaan TD 160/110 mmHg, Proteinurin 2+.
• Apakah diagnosis penyakit Ny.B?
8
Kasus.
Ny.Y, 35 tahun, G4P3A0, usia kehamilan 14-16
minggu, mengeluh susah tidur terutama dalam 2
minggu ini. Riwayat hipertensi dialami dalam 2 tahun
ini dan sudah dapat obat antihipertensi. Pada
pemeriksaan TD 170/100 mmHg, pemeriksaan
laboratorium darah dan urin rutin dalam batas
normal.
• Apakah yang dialami Ny.Y?
9
Kasus
Ny.R, 25 tahun G1P0A0, usia kehamilan 34 minggu
datang kontrol kehamilan rutin. Riwayat menderita
hipertensi sebelum hamil disangkal. Pada
pemeriksaan didapati TD 150/90 mmHg, pemeriksaan
darah dan urin rutin dalam batas normal.
• Apakah yang dialami Ny.R?
10
Kasus
Ny.G, 35 tahun, G4P3A0, usia kehamilan 36 minggu
mengeluh sakit kepala terutama dalam 1 minggu ini.
Riwayat menderita hipertensi sebelum hamil dan
mendapat obat antihipertensi. Pada pemeriksaan TD
170/120 mmHg, proteinuria 3+, edema tidak ada.
• Apakah yang dialami NY.G?
11
Kasus.
Ny.S, 25 tahun, G1P0A0, usia kehamilan 32 minggu
mengeluh pandangan kabur dan nyeri kepala hebat
dalam 2 hari ini. Pada pemeriksaan TD 180/120
mmHg, proteinurin (-)/negatip, Trombosit 80.000/ml3
• Apakah yang dialami Ny.S?
12
PREEKLAMPSIA
13
EKLAMPSIA
14
PREEKLAMPSIA
15
PREEKLAMPSIA BERAT
16
EKLAMPSIA
• Insiden 16 - 69 kasus per 10.000 kelahiran di
negara berkembang
• Berdasarkan onsetnya dapat dibagi menjadi
• Antepartum (40-50%)
• Intrapartum (20-30%)
• Post-partum (10-40%) biasanya 24 jam
pospartum.
• Risiko mortalitas maternal sekitar 10% dan
mortalitas perinatal hingga 25% di negara
berkembang
FAKTOR RISIKO PREEKLAMPSIA
Duckitt K, Harrington D. Risk factors for preeclampsia at antenatal booking: systematic review of controlled studies. BMJ. 2005;330:549-50.
LeFevre ML. Low-Dose Aspirin Use for the Prevention of Morbidity and Mortality From Preeclampsia: U.S. Preventive Services Task Force. Recommendation
Statement. Ann Intern Med. 2014; 161:819-826
PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA
• Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg) per
hari mulai kehamilan 20 minggu untuk
wanita dengan risiko tinggi (riwayat PE,
kehamilan multipel, HT kronis, DM, penyakit
ginjal).
• Pemberian kalsium minimal 1gr/hari untuk
ibu hamil dengan asupan kalsium rendah
dan risiko tinggi PE
• Pemberian anti-oksidan (spt vit.C dan vit. E)
tidak direkomendasikan
TATALAKSANA PEB
• Rawat inap.
• Pasang kateter menetap.
• Anti kejang MgSO4.
• Antihipertensi bila TD ≥ 160/110 mmHg. Pertahankan
TD sistolik antara 140 – 160 mmHg dan diastolik
antara 90 – 110 mmHg.
• Usia kehamilan < 34 minggu, lakukan pematangan
paru janin dengan kortikosteroid.
• Usia kehamilan ≥ 34 minggu terminasi kehamilan
20
PEMBERIAN KORTIKOSTEROID UNTUK
PEMATANGAN PARU JANIN.
21
ANTIHIPERTENSI
22
CARA TERMINASI KEHAMILAN
23
TATALAKSANA
PREEKLAMPSIA & HIPERTENSI GESTASIONAL
Perawatan poliklinik
• Kontrol 2 kali per minggu
• Evaluasi gejala pemberatan preeklampsia (Tekanan darah, tanda impending, edema paru) Terminasi
~ 1B Kehamilan
• Cek laboratorium (trombosit, serum kreatinin, albumin, AST/ALT) setiap minggu, untuk
HT gestasional tambahkan pemeriksaan UL ~ 1B
• Evaluasi kondisi janin (hitung fetal kick count/hari, kesejahteraan janin (NST dan USG) 2
kali / minggu, evaluasi pertumbuhan janin setiap 2 minggu) ~ 2C
Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in Pregnancy. American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013: Washington
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklampsia. 2016
TATALAKSANA
PREEKLAMPSIA BERAT
Preeklampsia dengan gejala berat
• MRS, Evaluasi gejala, DJJ, dan cek
laboratorium ≥ 34
• Stab ilisasi , p emb erian M g S O 4 minggu
profilaksis
• Anti HT jika TD ≥ 160/110
Tidak
Perawatan konservatif:
• Usia kehamilan
• Evaluasi di kamar bersalin • Pemberian anti HT jika
≥ 34 minggu
selama 24-48 jam TD ≥ 160/110
• KPP atau
•Rawat inap hingga • Pematangan paru 2x24
inpartu
terminasi jam
• Perburukan
• Stop MgSO 4 profilaksis • Evaluasi maternal-fetal
maternal - fetal
(1x24jam) secara berkala
TATALAKSANA
PREEKLAMPSIA BERAT
Pasien memenuhi persyaratan
perawatan konservatif
Preeklampsia dengan gejala berat
29
MANAJEMEN EKLAMPSIA
❑ TERAPI
❏ Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan
saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan
magnesium sulfat.
❏ Pemberian ulang 2 gr MgSO4 bolus dapat dilakukan apabila
terjadi kejang berulang
❏ Syarat pemberian MgSO4 :
❏ Tersedia Ca glukonas 10% (sebagai antidotum)
❏ Ada refleks patella
❏ Urin output minimal 0.5 ml/kgBB/jam
❏ Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1gr IV (10ml
larutan 10%) bolus dalam 10 menit
30
MERENCANAKAN PERSALINAN EKLAMPSIA
31
Persalinan.
1. Seksio sesarea.
- Bila terdapat gawat janin.
- Bila persalinan tidak dapat terjadi
dalam 12 jam sejak gejala eklampsia
timbul.
2. Persalinan pervaginam.
> Janin mati.
> Diperkirakan persalinan berakhir
dalam 12 jam.
Perawatan postpartum.
> Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam
pospartum atau kejang terakhir.
> Teruskan antihipertensi jika diastolik masih >
110 mmHg.
> Pantau urin output dan balans cairan.
MAGNESIUM SULFAT
38
PERDARAHAN POST-PARTUM
39
Perkiraan jumlah perdarahan, tanda dan gejala dan derajat syok
40
41
42
Penyebab PPH:
1. Atonia uteri (70 %).
2. Laserasi jalan lahir (20%).
3. Retensio plasenta dan sisa plasenta (10%).
4. Gangguan pembekuan darah (1%)
43
• Akhir-akhir ini kejadian plasenta
akreta meningkat tajam seiring
dengan peningkatan angka seksio
sesarea dalam 20 tahun terakhir ini.
44
TONUS (TONE)
❑ Kelemahan kontraksi untuk menghentikan
perdarahan dari tempat insersi plasenta
❑ Pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi
pusat atau didapatkan kontraksi lembek
❑ Terjadi pada 70% - 90 % kasus PPH
❑ Faktor risiko :
❏ Distensi uterus berlebihan (gemelli, makrosomia,
hidramnion)
❏ Partus lama
❏ Multiparitas
❏ Induksi persalinan
❏ Korioamnionitis
❏ Riwayat atonia uteri pada kehamilan sebelumnya 45
ATONIA UTERI
• Pada kehamilan cukup bulan, aliran darah keuterus
mencapai 500 – 800 ml/mnt. Jika uterus tidak segera
berkontraksi setelah plasenta lahir dapat terjadi
kehilangan darah sebanyak 350-500 ml/mnt dari bekas
implantasi plasenta.
• Perkiraan volume darah hamil normal adalah 100 ml/Kg
BB.
Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit
pembuluh darah yang terbuka diuterus sehingga
perdarahan berhenti.
Atonia uteri menyebabkan lebih 90% perdarahan
pospartum. Kematian akibat PPH sebagian besar terjadi
dalam beberapa jam pertama setelah persalinan.
Definisi.
Atonia uteri adalah kondisi dimana miometrium
tidak berkontraksi segera setelah plasenta lahir
sehingga menimbulkan perdarahan yang tidak
terkendali.
INGAT …….
49
MANAJEMEN ATONIA
❑ Posisi Trendelenburg, pasang IV line dan O2
❑ Pastikan plasenta lahir lengkap & kosongkan bladder
❑ Rangsang kontraksi uterus :
❏ Kompresi Bimanual Interna (KBI).
❏ Berikan oksitosin 40 unit dalam 500 mL Normal Saline (125 cc/
jam) (Evidence IA, rekomendasi A)
❏ Lini keduanya adalah pemberian ergometrin 0,2 mg IV/IM.
Dosis awal 0,2 mg secara perlahan, kemudian dapat diberikan
15 menit kemudian bila diperlukan. Ergometrin dapat diulang
setiap 2-4 jam dengan dosis maksimal 1mg (5 dosis) per hari.
(Evidence IA, rekomendasi A)
50
Posisi Trendelenburg
51
MANAJEMEN ATONIA
❑ Jika PPH belum teratasi berikan derivat prostaglandin (Misoprostol) 800-
1000 mikrogram per rektal
❑ Jika perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya
koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter Lakukan
pemasangan kondom kateter atau SOS Bakri tamponade balloon catheter
diisi hingga volume 300-400 mL dan lakukan kompresi bimanual interna
selama 5 menit selagi menunggu uterotonik bekerja (Evidence II,
rekomendasi B)
❑ Persiapkan untuk rujukan untuk pembedahan (konservatif dan non
konservatif) :
❏ B-Lynch sutures (konservatif)
❏ Ligasi arteri uterina (cabang dari a. iliaka interna atau
hipogastrika) atau arteri iliaka interna
❏ Embolisasi arteri uterina
❏ Subtotal / total abdominal histerektomi
52
Penanganan.
Bila dalam 15 detik tidak terjadi kontraksi uterus
setelahah dilakukan rangsang taktil------ATONIA
UTERI…….
• Rujuk .
• Selama perjalanan lanjutkan infus RL+20 IU oksitosin
minimal 500 ml/jam.
• Lakukan Kompresi aorta abdominalis atau KBE selama
perjalanan.
• Lakukan laparotomi.
67
TRAUMA
❑ Terjadi pada 20% kasus PPH
68
MANAJEMEN TRAUMA
❑ Lakukan penjahitan pada jaringan yang mengalami robekan.
❑ Pada serviks biasanya terjadi pada lateral kiri dan kanan. Jepitkan klem
ovum kemudian lakukan penjahitan.
❑ Bila perdarahan berlanjut berikan asam traneksamat 1gr IV bolus dalam 1
menit
69
TISSUE
❑ Terjadi pada 10% kasus PPH
❑ Dapat disebabkan oleh retensi plasenta atau sisa plasenta
❑ Tatalaksana :
❏ Pastikan plasenta lahir lengkap (kotiledon atau succenturiate lobe)
❏ Berikan oksitosin 20-40 unit dalam 1000mL NaCl/RL dgn kecepatan
60 tpm dan 10 unit IM. Kemudian lanjutkan dengan 20 unit dalam
1000mL NaCl/RL dgn kecepatan 40 tpm
❏ Pada retensio plasenta lakukan peregangan tali pusat terkendali
❏ Jika tidak berhasil lakukan manual plasenta
❏ Jika terdapat sisa plasenta lakukan eksplorasi dan evakuasi sisa
plasenta dan bekuan darah dengan kuretase.
70
RETENSIO PLASENTA
74
MANUAL PLASENTA
75
TISSUE
❑ Juga dapat disebabkan oleh plasenta akreta / inkreta /
perkreta
❑ Faktor risiko : plasenta previa, riwayat SC, multiparitas,
riwayat kuretase
76
THROMBIN (FAKTOR PEMBEKUAN DARAH)
❑ Terjadi pada <1% kasus PPH
❑ Penyebab ini dipertimbangkan bila penyebab lain sudah
disingkirkan terlebih jika sudah memiliki riwayat sebelumnya.
❑ Penyebab koagulopati tersering adalah abruptio placenta,
eklampsia, dan emboli cairan amnion
❑ Tatalaksana :
❏ Berikan whole blood
❏ Jika tidak tersedia berikan FFP (15ml/kgBB) jika APTT dan
PTT melebihi 1,5 kali kontrol
❏ Atau PRC/Kriopresipitat/TC/ whole blood golongan O untuk life
saving
77
78
REFERENSI
❑ American College Of Obstetricians And Gynecologists. (2017). Postpartum
Hemorrhage. ACOG Practice Bulletin , 130, 168-186.
❑ Berghella, V. (2017). Obstetric Evidence Based Guideline. New York: CRC Press.
❑ Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J. S.,
Hoffman, B. L., et al. (2014). Williams Obstetrics (24 ed.). New York: McGraw-Hill.
❑ Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). BUKU SAKU PELAYANAN
KESEHATAN IBU DI FASILITAS KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN (1 ed.).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
❑ POGI. (2016). PNPK Perdarahan Pasca-Salin.
❑ POGI. (2016). PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklamsia
❑ Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., & Wiknjosastro, G. H. (Eds.). (2010). Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
79
TERIMA KASIH
Any questions?
You can find me at:
leosimanjuntak66@gmail.com
80