Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

RETARDASI MENTAL (F 70.) DENGAN SKIZOFRENIA


PARANOID(F20.0) & POST AMPUTASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya Bagian
Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura

Disusun Oleh :
Voni Aksamina Faan
2019086016377

Pembimbing :
dr. Bernd P. Manoe, Sp.KJ, M.Kes

SMF ILMU PSIKIATRI


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA - PAPUA
2020

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul :
“RETARDASI MENTAL (F 70.) DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID(F20.0) & POST AMPUTASI”

Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Psikiatri RSJD Abepura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura

Yang dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Selasa,
Tempat : Zoom Meeting

Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

dr. Bernd P. Manoe, Sp.KJ, M.Kes


BAB I
PENDAHULUAN

Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna
dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa
perkembangan.Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan
masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anakyang mengalami retardasi mental
tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan
penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting
pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase
pranatal,perinatal maupun postnatal. Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat
yang harus ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif
merupakan pilihan terbaik. Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun
di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens
retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian
melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas uji intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan
fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Tata laksana retardasi mental mencakup tatalaksana
medis, penempatan di panti khusus, psikoterapi, konseling, dan pendidikan khusus. Pencegahan
retardasi mental dapat primer (mencegah timbulnya retardasi mental), atau sekunder
(mengurangi manifestasi klinis retardasi mental).
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Masuk RS : 12 Januari 2021
Nama : Tn. R.S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : 27 mei 2002 (19 tahun)
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Kristen Prostestan
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Tanah merah
Pekerjaan :-
Alamat/No. Tlp : APO pantai
Pemberi Informasi : Ibu Angkat Pasien

2.1. RIWAYAT PENYAKIT


2.1.1. Keluhan Utama
Gelisah dan berteriak-berteriak
2.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki berusia 19 tahun dirujuk dari RSUD Jayapura ke RSJ abepura
dengan keluhan gelisah, berteriak-teriak dan post amputasi lengan kanan dan kaki
kanan karena tersengat aliran listrik . Pasien di antar oleh keluarganya dan dinas
sosial ke RSJ Abepura.
Kata ibu angkat pasien ,pasien mengalami sengatan listrik di tanggal 17
desember 2020 sekitar jam 04.00 pagi. Setelah itu pasien di bawa ke RS. Marten
indey dan mendapat penanganan awal kemudian di rujuk lagi ke RSUD Jayapura
dari 17 desember di rawat sampai tanggal 12 januari. Ibu pasien mengatakan pasien
tidak pernah tidur di rumah tapi pasiennya tidur di depan2 toko, pasien tidak pernah
menggunakan pakaian, dan suka berteriak-berteriak di jalan-jalan, bicaranya tidak
jelas keadaan ini sudah dialami oleh pasien ,sejak pasien berusia 5 tahun. Ibu pasien
mengatakan Makan-minum baik, jika di panggil bisa berbalik, di suruh bisa ikut.
Ibu angkat pasien mengatakan ibu si pasien juga mengalami gangguan kejiwaan
dan merupakan pasien lama di RSJ Abepura. Ibu angkat pasien mengatakan bahwa
sejak usia 2- 4 tahun pasien sering di pukul oleh ibu kandung pasien pakai kayu di
kepala dan kepalanya sering di pukul di dinding kalau anaknya menangis.

2.1 RIWAYAT PSIKIATRI

Keterangan anamnesis dibawah ini di peroleh dari : Heteroanamnesa


1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini di antar oleh ibu angkatnya
2. Keluhan Utama : Gelisah & berteriak-teriak
3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dirujuk dari RSUD Jayapura ke RSJ abepura dengan
keluhan gaduh gelisah, berteriak -teriak dan post amputasi lengan kanan dan kaki kanan
karena tersengat aliran listrik . Pasien di antar oleh keluarganya dan dinas sosial ke RSJ
Abepura. Kata ibu angkat pasien ,pasien mengalami sengatan listrik di tanggal 17
desember 2020 sekitar jam 04.00 pagi. Setelah itu pasien di bawa ke RS. Marten indey
dan mendapat penanganan awal kemudian di rujuk lagi ke RSUD Jayapura dari 17
desember di rawat sampai tanggal 12 januari. Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah
tidur di rumah tapi pasiennya tidur di depan2 toko, pasien tidak pernah menggunakan
pakaian, dan suka berteriak-berteriak di jalan-jalan, bicaranya tidak jelas keadaan ini
sudah dialami oleh pasien ,sejak pasien berusia 5 tahun. Ibu pasien mengatakan Makan-
minum baik, jika di panggil bisa berbalik, di suruh bisa ikut. Ibu angkat pasien
mengatakan ibu si pasien juga mengalami gangguan kejiwaan dan merupakan pasien
lama di RSJ Abepura. Ibu angkat pasien mengatakan bahwa sejak usia 2- 4 tahun pasien
sering di pukul oleh ibu kandung pasien pakai kayu di kepala dan kepalanya sering di
pukul di dinding kalau anaknya menangis.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Trauma kepala sampai masuk RS disangkal
2. Riwayat berobat ke dokter spesialis jiwa (+) pasien usia 5 tahun
3. Riwayat penyakit medis umum: pada usia 5 tahun pasien ada riwayat muntaber(+),
Kejang demam(+)
4. Riwayat penggunaan zat psikoaktif/alkohol: ibu pasien menyangkal penggunaan zat
psikoaktif.

5. Riwayat Keluarga Pasien


Menurut Ibu angkat pasien bahwa ibu pasien juga mengalami gangguan kejiwaan.

Genogram keluarga pasien

Keterangan :
Meninggal :
Hidup :
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Pasien dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis dengan status
ekonomi kurang. Ayah pasien sudah meninggal sejak anaknya berusia 1 tahun dan Ibu
pasien masih hidup tahun . Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara.

6. Riwayat Kehidupan Pribadi


- Riwayat prenatal: Ibu angkat pasien mengatakan dilahirkan secara normal oleh bidan
dan tidak ada kelainan.
- Pasien pada masa kanak-kanak dan remaja: pasien sudah mengalami gangguan
kejiwaan.
- Riwayat pekerjaan: pasien tidak bekerja .
- Riwayat pernikahan: Pasien belum menikah.

7. Hubungan Dengan Keluarga


Hubungan dengan keluarga kurang harmonis. Ayah pasien tidak punya pekerjaan tetap,
ayah pasien sudah meninggalkan ibunya pasien sejak usia kehamilan 7 bulan dan ayah
pasien menikah lagi. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

 STATUS GENERALIS
a. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit (kali/menit (℃) (%)
) )
90/60 mmHg 80x/menit 20x/menit 36,6 98%
Kulit : Warna kulit coklat, Anemis (+), Ikterus (-)
Kepala : Normocephal, rambut, jejas (-)
- Mata : Congjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-),
secret mata (-)
- Hidung : Tidak Ada Kelainan
- Mulut dan tenggorokan : Tidak di evaluasi
Leher
- JVP : Tidak Ada Kelainan
- Struma : Tidak Ada Pembesaran
- KGB : Pembesaran KGB (-)
Thorakrs
- Paru-paru : Simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas,
Rhonki (-|-), wheezing (-|-)
- JantunG : Tidak Ada Kelainan
Abdomen : Tidak Ada Kelainan
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Akral Hangat, lengan kanan atas post amputasi dan
tungkai bawah pada regio digiti 1& 5 pedis(D) , digiti 1-5 pedis (s) post amputasi.

b. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium yang bermakna adalah:
Leukosit 14.200, Hb 8,4 g%,CRP (+), ASTO/ASO (+).

 STATUS PSIKIATRIKUS

1. Kesadaran Compos Mentis Setiap pertanyaan yang diberikan di jawab


sama ibu angkat pasien.
Keadaan Umum Tampak Tenang
2. Orientasi Orang: cukup Pasien cukup mampu mengenali orang
sekitarnya

Tempat:kurang Pasien bingung

Waktu: kurang Pasien bingung

3. Penampilan Tampak terurus, Pasien dengan keadaan terurus (rapi), postur


menggunakan tidak tegap, berpakaian wajar
pakaian sesuai
pasien

4. Roman Sesuai
muka
5. Perilaku Kontak: cukup Pasien melihat apabila di panggil.
terhadap baik
pemeriksa Sikap terhadap
pemeriksa: tidak
kooperatif

6. Atensi Kurang baik

7. Bicara Artikulasi: tidak Intonasi ucapan tidak terdengar jelas


Jelas

Kecepatan bicara: Pasien tidak bisa bicara dengan baik


tidak normal

8. Emosi Mood Sesuai

Afek Sesuai

9. Persepsi Ilusi: tidak ada

Halusinasi: tidak
ada

10. Pikiran Bentuk: realistic


Isi (waham): tidak
ada

11.Memori & Konsentrasi:


fungsi kurang
kognitif Memori: kurang

12. Tilikan Tidak di evaluasi

2 FORMULASI DIAGNOSIS

Aksis I
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien gelisah dan teriak-
teriak, badan telanjang lari dijalan-jalan, bicara sendiri, tertawa sendiri, bicaranya tidak
jelas. Pasien digolongkan dalam gangguan jiwa berat (psikotik). Berdasarkan kriteria
diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F.20.0 “retardasi mental”

Aksis II
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien mengalami
retardasi mental dari usia 5 tahun. Pasien digolongkan dalam gangguan jiwa berat
(psikotik). Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F.70
“retardasi mental”

Aksis III
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien post trauma lengan
kanan & kaki kanan jari 1& 5 di amputasi, jari kaki 1sampai 5 di amputasi, leukositosis,.
Pasien digolongkan dalam gangguan kondisi medis umum. Berdasarkan kriteria diagnostik
PPDGJ III, pasien termasuk kedalam kondisi medis umum

Aksis IV
Masalah interaksi dengan lingkungan kurang
Aksis V
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement Of Functioning
(GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF pada pada saat ini adalah GAF Scale 10-01 :
bahaya mencederai diri sendiri atau orang lain, disabilitasnya sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri, persisten dan lebih serius

Diagnosis banding
 F20.1

Diagnosis multiaxial
- AKSIS I : F20.0
- AKSIS II : F.70
- AKSIS III : Post amputasi
- AKSIS IV : interaksi dengan lingkungan dan keluarga kurang
- AKSIS V : GAF Scale 20-11

3 RENCANA TERAPI
Pada saat pasien awal msuk IGD RSJ Abepura dan selama menjalani perawatan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Abepura. Terapi yang diberikan kepada pasien ini adalah :
1. Farmakoterapi
 Inj. Lodomer 1 amp ( 5 mg)
 Inj. Diazepam 1 amp ( 5mg)
 THP 2 mg (1x1) (P.O)
 Diazepam 5 mg (2x1) (P.O)
 Resperidone 2 mg (2x1) (P.O)

Pada saat pasien menjalani terapi di RSUD jayapura. Terapi yang di berikan kepada pasien ini
adalah:
 Infus RL guyur 1 kolf lanjut d5% 1 kolf
 Inj. Ceftriaxone 1g /12 jam
 Inj. Metronidazole 5 mg/24 jam
 Cefadroxil 500 mg (2x1) p.o
 Asam mefenamat 500 mg (2x1) p.o
 Diet TKTP
 Makan lunak
2. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orang

tua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi

dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku

dan adaptasi sosialnya.

4 PROGNOSIS
 Prognosis ad vitam : bonam
 Prognosis ad sanationam : bonam
 Prognosis ad fungsionam : bonam
BAB III
PEMBAHASAN
1. mengapa pasien di diagnosa dengan F.70?
 Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50-69 menunjukan
retardasi mental ringan.
 Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat. Dan
masala kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemndirian dapat
menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa
tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari.
Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merwat diri sendiri dan mencapai
keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat dari pada normal. Kesulitan utamanya biasanya tampak
dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah kusus dalam
membaca dan menulis.
 Etiologi organic hanya dapat di identifikasi pada sebagian kecil penderita.
 Keadaan lain yang menyertai seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsy,
gangguan tingkah laku, atau distabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi.
Bila terdapat gangguan demikian, maka harus di beri kode diagnosis tersendiri.

2. diagnose banding RM (F70)?


Pada RM gangguan dalam bidang intelektual dan perilaku adaptif bersifat menyeluruh
sedangkan pada gangguan belajar dan gangguan komunikasi terbatas pada suatu bidang
atau aspek tertentu. Gangguan ini mungkin terdapat bersama RM bila gangguan tersebut
lebih menonjol dari pada RM. Pada gangguan perkembangan pervasive terdapat
kerusakan.
3. bagaimana tatalaksana pasien dengan F.70?
Pada pasien dengan gangguan Retardasi mental saat datang ke IGD dengan gelisah da
nada kejang maka diindikasikan untuk pemberian Obat psikotik (antikonvulsan atau
sedative) , pada kasus ini diberikan injeksi diazepam 5 mg dan di ruangan rawat inap
diazepam 2 mg per oral .
Dasar pengobatan RM adalah medikasi dengan antikonvulsan yang bekerja menghambat
susunan saraf pusat. Efek utaman diazepam adalah sedasi, hipnotik dan relaksasi otot.
Pemberian dalam dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar bersifat hipnotik.
Diazepam mempunyai onset kerjanya 10 menit dan juga bersifat mendepresi system
kardiovaskuler dan system respirasi.

1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa dengan F.20.0 ?


Untuk gejala skizofrenia paranoid antara lain :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
a) Sebagai tambahan:
Halusinasi dan atau waham harus menonjol
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluait, mendengung, atau bunyi tawa
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan dipengaruhi atau
“passasive”, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Pada kasus pasien ini ditemukan adanya Halusinasi Auditorik yaitu pasien
mendengarkan bisikan, tetapi suara bisikan tersebut kurang jelas, dan pasien juga
mengalami Halusinasi visual sehingga diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F
20.0).

2. Mengapa diagnosis bandingnya F.20. 1 ?


Pada teori menurut PPDGJ III :
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
 Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary). Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas seperti perilaku yang tidak bertanggungjawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary) dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek
pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inap-propriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-
absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (loft manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerism, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrase). Proses
pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses piker umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Pada kasus didapatkan pasien mengalami perubahan perilaku berupa penarikan
diri, senang menyendiri, dan tertawa sendiri, perilaku yang tidak bertanggungjawab
seperti suka banting-banting barang dan berkelahi dengan teman.

3. Bagaimana tatalaksana pasien dengan F.20.0 ?


Pada pasien dengan gangguan psikotik dan saat datang ke IGD dengan keluhan gelisah
(sering berbicara sendiri dan tidak bisa tidur) maka diindikasikan untuk pemberian Obat-
Antipsikotik, pada kasus ini diberikan injeksi Lodomer 5 mg/IM.
Dasar pengobatan skizofrenia adalah medikasi dengan antipsikotik yang dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu antipsikotik tipikal dan atipikal. Haloperidol merupakan
antipsikotik tipikal yang merupakan antagonis reseptor dopamin berafinitas tinggi. Terapi dari
obat-obatan antipsikotik tipikal secara langsung memblok reseptor dopamin tipe 2 (D2) yang
spesifik di jalur dopamin mesolimbik. Memblok reseptor dopamine tipe 2 mempunyai efek
menurunkan hiperaktivitas dalam jalur yang menyebabkan munculnya simtom positif dan
psikotik.
Saat keadaan pasien sudah stabil, pasien di pindahkan ke ruangan infeksius diberikan
obat antikolinergik trihexyphenidyl untuk mengurangi efek ekstrapiramidal tersebut.
Farmakologi trihexyphenidyl berhubungan dengan sifatnya sebagai antagonis reseptor
muskarinik, yang mengakibatkan inhibisi pada sistem saraf parasimpatis. Trihexyphenidyl
menunjukkan efek stimulasi produksi dopamin pada striatum, melalui blokade reseptor
muskarinik pada sistem saraf parasimpatis. Blokade reseptor muskarinik mengakibatkan
pelepasan asetilkolin yang diikuti oleh produksi dopamin. Pada distonia, produksi dopamin
relatif rendah, sehingga stimulasi produksi dopamin oleh trihexyphenidyl diperkirakan dapat
mengurangi gejala. Selain itu, pasien juga diberikan resperidone, tujuan pemberian obat ini
adalah untuk mengontrol gejala positif dan negative. Obat ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah untuk reseptor dopamine (D2),
alfa 1dan alfa 2 adrenergik serta histamine. Obat ini memblokade dopamine pada reseptor
pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di system limbic dan system ekstrapiramidal.
Pada pasien dengan gangguan F20.0 mental saat rawat inap di ruangan dengan kaki dan
tangan yang gemetar maka diindikasikan untuk pemberian Obat antikolinergik, pada kasus ini
diberikan trihexyphenil 2mg secara oral. Biasanya diberikan bersamaan dengan obat
antipsikotik.

heteroanamnesa (09 maret 2021)


DM : Selamat siang, perkenalkan saya Voni Faan, dokter muda dari RSJD Abepura.
Siapa nama ibu ?
IAP : Selamat siang , Ibu Debora Wanggai.
DM : Bagaimana kabarnya hari ini ?
IAP : Baik.
DM : Maaf ibu ijin saya bisa bertanya seputaran penyakitnya pasien, apakah ibu
bersedia?
IAP : Bersedia
DM : Berapa umurnya pasien sekarang ?
IAP : 19 tahun
DM : Pasien dari berapa bersaudara?
IAP : 3 bersaudara, saudara pertama perempuan, kedua pasien sendiri, ketiga
perempuan
DM : mengalami gangguan ini mulai dari usia berapa?
IAP : 5 tahun baru kelihatan
DM : Pasien pernah sakit sebelumnya tidak?
IAP : Pernah pada saat usia 5 tahun lebih
DM : Pasien selama ini tinggal dimana?
IAP : Tinggal di jalanan tidak pernah tenang di rumah, kadang2 saja dalam 1 bulan 1
kali atau 2 kali pulang ke rumah
DM : Apakah pasien pernah punya riwayat konsumsi obat-obat sperti ganja,kokain atau
minum alhol?
IAP : Tidak pernah
DM : Apakah ibu kandung mengalami gangguan yang sama?
IAP : Iya tapi respon ibunya lebih baik dan lebih terurus dibandingkan anaknya
DM : Saat sedang sendirian, pasien pernah dengar ada yang panggil ? Atau mungkin
mendengar suara atau bisikkan dan hanya pasien yang bisa dengar ?
IAP : Tidak di evaluasi karena kondisi pasien kebingungan
DM : Tahun berapa pasien lahir?
IAP : 27 mei 2002
DM : Pasien lahir normal atau sc?
IAP : Normal di rumah sakit
DM : Pendidikan pasien ?
IAP : Tidak sekolah
DM : Pendidikan ibunya?
IAP : Kelas 3 SD
DM : Pendidikan ayahnya pasien?
IAP : kls 2 smp
DM : Apakah Kedua orang tua kanndung pasien masih sama2 ?
IAP Sudah pisah pada usia kehamilan ibu pasien 7 bulan

DM : Apakah kedua orang tua pasien masih hidup?


IAP : Ibu pasien masih hidup dan suami pasien sudah meninggal pada saat pasien masih
berusia 1 tahun
DM : Ibu sampai di sini dulu perbincangannya. Terima kasih untuk waktunya ibu.
IAP : Iya sama-sama dokter. Selamat siang
DM : Selamat siang juga ibu

DAFTAR PUSTAKA

1) DR. Rusdi Maslim S, Mkes. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan
terkait Stress. In : Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III dan DSM-5
PT Nuh Jaya: Jakarta; 2013.p. 72.
2) Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A., 2010,Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis, Bina rupa Aksara, Jakarta
3) Lasmono, C. 2017. Buku Pandusn Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana:
Bali.
4) Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Cetakan
Keempat. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta.
5) Tanu, ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FK UI.2009. Hal 169-171.

Anda mungkin juga menyukai