Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya Bagian
Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura
Disusun Oleh :
Voni Aksamina Faan
2019086016377
Pembimbing :
dr. Bernd P. Manoe, Sp.KJ, M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima oleh Penguji Laporan Kasus dengan judul :
“RETARDASI MENTAL (F 70.) DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID(F20.0) & POST AMPUTASI”
Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Psikiatri RSJD Abepura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura
Hari/Tanggal : Selasa,
Tempat : Zoom Meeting
Mengesahkan
Penguji Laporan Kasus Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna
dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa
perkembangan.Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan
masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anakyang mengalami retardasi mental
tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan
penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri
merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting
pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase
pranatal,perinatal maupun postnatal. Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat
yang harus ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif
merupakan pilihan terbaik. Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun
di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens
retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir.
Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian
melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas uji intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan
fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Tata laksana retardasi mental mencakup tatalaksana
medis, penempatan di panti khusus, psikoterapi, konseling, dan pendidikan khusus. Pencegahan
retardasi mental dapat primer (mencegah timbulnya retardasi mental), atau sekunder
(mengurangi manifestasi klinis retardasi mental).
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Masuk RS : 12 Januari 2021
Nama : Tn. R.S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : 27 mei 2002 (19 tahun)
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Kristen Prostestan
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Tanah merah
Pekerjaan :-
Alamat/No. Tlp : APO pantai
Pemberi Informasi : Ibu Angkat Pasien
Keterangan :
Meninggal :
Hidup :
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Pasien dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis dengan status
ekonomi kurang. Ayah pasien sudah meninggal sejak anaknya berusia 1 tahun dan Ibu
pasien masih hidup tahun . Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara.
STATUS GENERALIS
a. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit (kali/menit (℃) (%)
) )
90/60 mmHg 80x/menit 20x/menit 36,6 98%
Kulit : Warna kulit coklat, Anemis (+), Ikterus (-)
Kepala : Normocephal, rambut, jejas (-)
- Mata : Congjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-),
secret mata (-)
- Hidung : Tidak Ada Kelainan
- Mulut dan tenggorokan : Tidak di evaluasi
Leher
- JVP : Tidak Ada Kelainan
- Struma : Tidak Ada Pembesaran
- KGB : Pembesaran KGB (-)
Thorakrs
- Paru-paru : Simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas,
Rhonki (-|-), wheezing (-|-)
- JantunG : Tidak Ada Kelainan
Abdomen : Tidak Ada Kelainan
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Akral Hangat, lengan kanan atas post amputasi dan
tungkai bawah pada regio digiti 1& 5 pedis(D) , digiti 1-5 pedis (s) post amputasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium yang bermakna adalah:
Leukosit 14.200, Hb 8,4 g%,CRP (+), ASTO/ASO (+).
STATUS PSIKIATRIKUS
4. Roman Sesuai
muka
5. Perilaku Kontak: cukup Pasien melihat apabila di panggil.
terhadap baik
pemeriksa Sikap terhadap
pemeriksa: tidak
kooperatif
Afek Sesuai
Halusinasi: tidak
ada
2 FORMULASI DIAGNOSIS
Aksis I
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien gelisah dan teriak-
teriak, badan telanjang lari dijalan-jalan, bicara sendiri, tertawa sendiri, bicaranya tidak
jelas. Pasien digolongkan dalam gangguan jiwa berat (psikotik). Berdasarkan kriteria
diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F.20.0 “retardasi mental”
Aksis II
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien mengalami
retardasi mental dari usia 5 tahun. Pasien digolongkan dalam gangguan jiwa berat
(psikotik). Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan F.70
“retardasi mental”
Aksis III
Berdasarkan heteroanamnesa, pasien merupakan pasien lama di RSJD Abepura. Dari
pemeriksaan status mental dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien post trauma lengan
kanan & kaki kanan jari 1& 5 di amputasi, jari kaki 1sampai 5 di amputasi, leukositosis,.
Pasien digolongkan dalam gangguan kondisi medis umum. Berdasarkan kriteria diagnostik
PPDGJ III, pasien termasuk kedalam kondisi medis umum
Aksis IV
Masalah interaksi dengan lingkungan kurang
Aksis V
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement Of Functioning
(GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF pada pada saat ini adalah GAF Scale 10-01 :
bahaya mencederai diri sendiri atau orang lain, disabilitasnya sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri, persisten dan lebih serius
Diagnosis banding
F20.1
Diagnosis multiaxial
- AKSIS I : F20.0
- AKSIS II : F.70
- AKSIS III : Post amputasi
- AKSIS IV : interaksi dengan lingkungan dan keluarga kurang
- AKSIS V : GAF Scale 20-11
3 RENCANA TERAPI
Pada saat pasien awal msuk IGD RSJ Abepura dan selama menjalani perawatan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Abepura. Terapi yang diberikan kepada pasien ini adalah :
1. Farmakoterapi
Inj. Lodomer 1 amp ( 5 mg)
Inj. Diazepam 1 amp ( 5mg)
THP 2 mg (1x1) (P.O)
Diazepam 5 mg (2x1) (P.O)
Resperidone 2 mg (2x1) (P.O)
Pada saat pasien menjalani terapi di RSUD jayapura. Terapi yang di berikan kepada pasien ini
adalah:
Infus RL guyur 1 kolf lanjut d5% 1 kolf
Inj. Ceftriaxone 1g /12 jam
Inj. Metronidazole 5 mg/24 jam
Cefadroxil 500 mg (2x1) p.o
Asam mefenamat 500 mg (2x1) p.o
Diet TKTP
Makan lunak
2. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orang
tua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi
dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku
4 PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : bonam
Prognosis ad sanationam : bonam
Prognosis ad fungsionam : bonam
BAB III
PEMBAHASAN
1. mengapa pasien di diagnosa dengan F.70?
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50-69 menunjukan
retardasi mental ringan.
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat. Dan
masala kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemndirian dapat
menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa
tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari.
Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merwat diri sendiri dan mencapai
keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat dari pada normal. Kesulitan utamanya biasanya tampak
dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah kusus dalam
membaca dan menulis.
Etiologi organic hanya dapat di identifikasi pada sebagian kecil penderita.
Keadaan lain yang menyertai seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsy,
gangguan tingkah laku, atau distabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi.
Bila terdapat gangguan demikian, maka harus di beri kode diagnosis tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1) DR. Rusdi Maslim S, Mkes. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan
terkait Stress. In : Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III dan DSM-5
PT Nuh Jaya: Jakarta; 2013.p. 72.
2) Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A., 2010,Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis, Bina rupa Aksara, Jakarta
3) Lasmono, C. 2017. Buku Pandusn Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana:
Bali.
4) Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Cetakan
Keempat. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta.
5) Tanu, ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FK UI.2009. Hal 169-171.