Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua – duanya, dengan gejala berupa peningkatan frekuensi
1,2
buang air kecil, dan peningkatan rasa haus serta lapar. Ada 4 macam diabetes
yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes karena faktor
lain, dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 lebih dari 90% dari populasi
dunia yang menderita diabetes melitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut
menderita diabetes melitus tipe 1.3
Penderita diabetes melitus di dunia semakin bertambah setiap tahunnya. Hal
ini dapat disebabkan karena peningkatan jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas
dan penurunan aktivitas fisik. Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang
menjadi salah satu ancaman kesehatan global. World Health Organization
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.2
Diabetes Melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi vaskular. Komplikasi vaskular ini dibedakan menjadi makrovaskular
(penyakit jantung koroner, stroke) dan mikrovaskular (retinopati, nefropati,
neuropati).4
Neuropati diabetik merupakan komplikasi kronis DM yang paling banyak
dijumpai, baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Dari semua komplikasi DM,
neuropati menyebabkan morbiditas terbesar dan menurunkan kualitas hidup pasien
apabila tidak dikelola dengan baik. Neuropati diabetik dapat berkembang

1
2

asimptomatik dan tidak terdeteksi, dapat pula menunjukkan gejala dan tanda yang
berjalan lambat bahkan terjadi komplikasi yang serius.5
Sekitar 60% penderita diabetes berkembang menjadi polineuropati
diabetika,6 sedangkan literatur lainnya menyatakan sekitar 50% penderita diabetes
akan mengalami neuropati seiring perjalanan penyakitnya.7,8 Prevalensi neuropati
diabetika meningkat sesuai usia, dari 5% (pada penderita diantara usia 20 sampai
29), menjadi 44% (pada penderita diantara usia 70 sampai 79 tahun), dan dengan
durasi penyakit, terutama setelah 20 tahun. Prevalensi neuropati diabetika juga
tinggi pada penderita dengan kontrol pengobatan yang tidak adekuat.8 Peningkatan
prevalensi dari diabetes tipe 2 berhubungan dengan peningkatan penyakit neuropati
diabetika yang merupakan komplikasi dari diabetes.6
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien
dewasa dengan DM tipe 2 menderita Distal Peripheral Neuropathy (DPN). Distal
Peripheral Neuropathy berkaitan dengan berbagai faktor resiko yang mencakup
derajat hiperglikemia, indeks lipid, indeks tekanan darah, durasi menderita diabetes
dan tingkat keparahan diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa kadar
glukosa darah yang tidak terkontrol beresiko lebih besar untuk terjadi neuropati.
Setiap kenaikan kadar Hemoglobin A1c (HbA1c) 2% beresiko komplikasi neuropati
sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun.9
Distal Peripheral Neuropathy adalah salah satu komplikasi jangka
panjang yang paling umum dari diabetes melitus.10 Distal Peripheral Neuropathy
berawal pada daerah distal menuju persarafan proksimal di ekstremitas bawah yang
mengganggu sistem sensorik. Hal tersebut berkontribusi penting dalam kontrol
postural manusia, yaitu sistem somatosensori. Kurangnya informasi proprioseptif
yang akurat dari ekstremitas bawah pada pasien DPN telah mengakibatkan
ketidakstabilan postural yang bersifat statis maupun dinamis. Oleh karena itu,
mereka memiliki risiko yang tinggi untuk terjatuh dan konsekuensi yang
mengancam nyawa.11,12
Pasien dengan DPN sering mengalami kebas dan nyeri pada ekstremitas
karena penurunan fungsi saraf perifer dan gangguan keseimbangan karena
penurunan fungsi proprioseptif. Karena kecepatan berjalan dan lebar langkah yang
mengalami penurunan lebih banyak dialami pada pasien diabetes dengan DPN
3

dibandingkan pasien diabetes tanpa DPN, pasien diabetes dengan DPN berisiko
tinggi jatuh.13,14 Jatuh dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu,
takut jatuh dapat menurunkan keinginan untuk berjalan, menghambat latihan
maupun aktivitas fisik, yang merupakan metode efektif untuk mengendalikan
glukosa darah, menurunkan kualitas hidup melalui kelemahan otot, ketidakstabilan
postural, dan kelainan gaya berjalan.15
Prevalensi komplikasi diabetes meningkat secara signifikan dengan durasi
penyakit, usia, dan tingkat kontrol glikemik pasien yang buruk. Diabetes Melitus
juga terkait dengan kondisi geriatrik seperti resiko jatuh, inkontinensia, indeks
massa tubuh rendah, pusing, penglihatan, gangguan pendengaran dan kognitif - dan
ketergantungan pada kegiatan hidup sehari-hari.16 Deteksi dini dan pengendalian
diabetes beserta faktor resiko neuropati yang lain (misalnya, merokok, alkohol,
hipertensi) dapat mencegah, menunda atau memperlambat perkembangan neuropati
diabetik.17 Maka perlu ada suatu alat untuk mendiagnosis neuropati diabetik yang
sederhana dan dapat digunakan di tempat yang mempunyai penunjang diagnosis
terbatas. Menurut penelitian Meijer dkk (2003) menunjukan nilai DNS (Diabetic
Neuropathy Symptom) dan DNE (Diabetic Neuropathy Examination) dapat
membedakan antara subjek dengan dan tanpa neuropati pada pasien diabetes.
Diabetic Neuropathy Symptom digunakan sebagai alat diagnosis neuropati diabetik
yang telah tervalidasi, cepat dan mudah dilakukan, dengan nilai prediktif yang
tinggi. Diabetic Neuropathy Symptom memiliki hubungan yang tinggi terhadap
DNE.18
Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti visual,
proprioseptif, fungsi vestibular, fungsi serebelum, dan kekuatan otot kedua
ekstremitas bawah (Lim dkk, 2014). Distal Peripheral Neuropathy menyebabkan
terjadinya penurunan proprioseptif dan menginduksi terjadinya kebas pada
ekstremitas bawah, yang mengarah ke gangguan keseimbangan.19 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Timar dkk (2016) menyebutkan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antra neuropati diabetik dengan gangguan keseimbangan
(p < 0,001; r = 0,47).20 Keseimbangan postural yang buruk adalah faktor risiko
intrinsik yang kuat untuk jatuh. Meningkat risiko jatuh pada individu diabetes lanjut
4

usia terkait dengan jenis kelamin perempuan, usia di atas 75 tahun, diabetes yang
terkontrol buruk, penggunaan alat bantu berjalan dan riwayat stroke sebelumnya.21
Keseimbangan fungsional merupakan suatu prasyarat yang diperlukan
untuk melakukan banyak pergerakan dan aktivitas fisik baik statis maupun dinamis
dalam kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan interaksi kompleks antara
sensorik dan motorik. Berkaitan dengan pentingnya kontrol keseimbangan
fungsional dan adanya resiko terjatuh pada saat melakukan aktivitas sehari-hari,
terutama pada pasien dengan DPN, evaluasi keseimbangan klinis yang lebih
komprehensif sangatlah diperlukan.22
I.2. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui aspek definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, prosedur diagnosis, dan tatalaksana dari
neuropati diabetik serta pengaruh neuropati diabetik terhadap
keseimbangan fungsional.
I.3. Manfaat Penulisan
Dengan adanya refarat ini diharapkan akan memperjelas aspek diagnostik
dan penatalaksanaan terkait neuropati diabetik dan pengaruh neuropati
diabetik terhadap keseimbangan fungsional secara komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai