Anda di halaman 1dari 3

MAKALAH HUKUM PIDANA II

TEORI CAUSALITAS ( sebab akibat )

A. Teori Ekivalensi / Conditio sine qua non (teori syarat)


Teori ini mengatakan, tiap syarat adalah sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab
kalau satu syarat tidak ada, maka akibatnya akan lain pula. Tiap syarat, baik positif maupun
negatif, untuk timbulnya suatu akibat itu adalah sebab, dan mempunyai nilai yang sama. Teori
ini dikemukakan oleh VonBuri, seorang berkebangsaan Jerman pada tahun1873. Von Buri
merupakan Presiden reicsgericht Jerman, yaitu Mahkamah Tertinggi Jerman sebelum
kalah dalam perang dunia kedua. 1 Kalau satu syarat dihilangkan, maka tidak akan terjadi
akibat konkrit, seperti yang senyata-nyatanya, menurut waktu, tempat dan keadaanya.
Contoh peristiwa dari Von Buri, seperti A dilukai ringan, kemudian dibawa ke dokter,
ditengah jalan ia kejatuhan genting, lalu mati. Penganiayaan ringan terhadap A itu juga
merupakan sebab dari matinya A. Teori ekivalensi ini memakai pengertian “sebab” sejalan
dengan pengertian yang dipakai dalam logika. 2 Teori Von Buri ini mudah diterapkan,
karena semua hal yang ada relevansinya dengan terjadinya suatu akibat merupakan sebab,
sehingga teori ini memperluas pertanggungjawaban pidana. Menurut Sudarto, keberatan
terhadap teori conditio sine qua non bahwa hubungan kausal membentang ke belakang
tanpa akhir, karena tiap-tiap ‘sebab’ sebenarnya merupakan ‘akibat’ dari ‘sebab’ yang terjadi
sebelumnya.
Konsekuensi teori ini adalah bahwa kita dapat meruntut tiada henti ke masa lalu
(regressus ad infinitum). Kelemahan teori ini adalah tidak membedakan antara faktor syarat
dengan faktor penyebab, yang dapat menimbulkan ketidakadilan, yang pada akhirnya
dapat bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan(geen straf zonder schuld).
Dalam perspektif Conditio Sine Qua Non yang tidak membedakan antara syarat dan sebab,
perbuatan penembakan, pemukulan, salah diagnosa dan kurang cermat dalam membersihkan
luka korban merupakan serangkaian sebab yang menimbulkan akibat secara bersamaan.
Hilangnya salah satu sebab dari rangkaian tersebut menyebabkan akibat tidak terjadi. Teori ini
tidak melakukan pemilihan atas sebab yang dinilai paling berpengaruh terjadinya akibat.
Konsekuensinya, bukan hanya A, C dan D yang adequat dengan akibat melainkan juga
1
Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal.92.
2
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 2018, hal.86-87.

1
meliputi (pembuat) peluru dan senapan karena kedua alat tersebut turut mengakibatkan
matinya korban.
Penganut teori Von Buri adalah Van Hammel yang mengatakan bahwa teori Conditio
Sine Qua Non satu-satunya teori logis yang dapat dipertahankan. Namun, penggunaannya
dalam hukum pidana harus disertai oleh teori kesalahan. Teori ini menyatakan tidak semua
orang yang perbuatannya menjadi salah satu faktor di antara sekian banyak faktor dalam suatu
peristiwa yang menimbulkan akibat terlarang harus bertanggung jawab atas akibat itu,
melainkan apabila perbuatan dirinya terdapat unsur kesalahan baik kesengajaan atau kealpaan.
Dalam perkembangan selanjutnya timbul dan berkembang ajaran tentang hubungan sebab
akibat sebagai penyempurnaan dari teori Conditio Sine Qua Non, yaitu teori Generalisasi, dan
teori Individualisasi.

B. Teori Individualisasi / individualisir (teori khusus)


Teori Individualisasi ialah teori yang dalam usahanya mencari faktor penyebab dari
timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor yang ada atau terdapat setelah
perbuatan dilakukan, dengan kata lain setelah peristiwa itu beserta akibatnya benar-benar
terjadi secara konkrit (post factum). Teori ini memilih secara post actum (inconcreto), artinya
setelah peristiwa kongkrit terjadi, dari serentetan faktor yang aktif dan pasif dipilih sebab
yang paling menentukan dari peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya hanya
merupakan syarat belaka. Menurut Remelink, teori individualisasi disebut juga teori
pengujian causa proxima.
Menurut ajaran ini dimengerti sebagai sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak
dapat dilepaskan dari akibat (sebab yang dapat dipikirkan lepas atau berjarak dari akibat
disebut causa remota).3 Peristiwa manakah diantara serangkaian peristiwa yang secara khusus
lebih cenderung menimbulkan akibat. Teori ini juga dikenal dengan teori khusus atau
individualiserende theorie. Menurut teori ini setelah peristiwa terjadi, maka di antara
rangkaian faktor yang terkait dalam peristiwa itu, tidak semuanya merupakan faktor
penyebab. Faktor penyebab itu adalah hanya berupa faktor yang paling berperan atau
dominan atau mempunyai andil yang paling kuat terhadap timbulnya suatu akibat,
sedangkan faktor lain adalah dinilai sebagai faktor syarat saja dan bukan faktor penyebab.
Penganut-penganut teori Individualisasi yaitu, Birkmayer (Ursache ist die wirksamste
3
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.206.

2
Bedingung) Mengemukakan bahwa sebab adalah syarat yang paling kuat. Syarat yang harus
dianggap sebagai sebab atas terjadinya akibat adalah syarat yang paling besar pengaruhnya
kepada timbulnya akibat itu. Diberikannya pemisalan jika dua kuda menghela sebuah kereta
maka berjalannya kereta itu adalah disebabkan oleh tarikan dari salah seekor kuda yang
terkuat diantaranya dan Karl Binding (Ubergewichtstheorie) Mengemukakan bahwa, sebab
dari sesuatu perubahan adalah identik dengan perubahan dalam keseimbangan antara faktor
yang menahan (negatif) dan faktor yang positif, dimana faktor positif adalah memiliki
keunggulan terhadap syarat-syarat negatif.

Anda mungkin juga menyukai