Menurut pendapat para sahabat dibagi 3 yaitu: 1. Madzhab shahabi yang berdasarkan sunah rasul (wajib ditaati). 2. Madzhab shahabi yang berdasarkan ijtihad dan sudah mereka sepakati (ijma’ shahabi) dapat dijadikan hujjah dan wajib ditaati. 3. Madzhab shahabi yang tidak mereka sepakati (tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak wajib ditaati).
B. Pandangan AL- Syafi’i terhadap Madzhab Al-Shahabi
Diriwayatkan oleh ar-Rabi’, bahwa Imam Syafi’i berkata dalam kitab al- Risalahnya sebagai berikut: “Suatu ketika kami menjumpai para ulama mengambil pendapat seorang sahabat, sementara pada waktu yang lain mereka meninggalkannya. Mereka berselisih terhadap sebagian pendapat yang diambil dari para sahabat.”
Diriwayatkan juga oleh ar-Rabi’, bahwa Imam Syafi’i di dalam kitab al-
Umm (kitab yang baru) berkata: “Jika kami tidak menjumpai dasar-dasar hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah, maka kami kembali kepada pendapat para sahabat atau salah seorang dari mereka. Kemudian jika kami harus bertaqlid, maka kami lebih senang kembali (mengikuti) pendapat Abu Bakar, Umar atau Usman. Karena jika kami tidak menjumpai dilalah dalam ikhtilaf yang menunjukan pada ikhtilaf yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan sunnah, niscaya kami mengikuti pendapat yang mempunyai dilalah”.(al-Umm, juz 7, hal. 247).
Dapat disimpulkan bahwa Imam Syafi’i berpendapat bahwa pendapat orang
tertentu di kalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah, bahkan beliau memperkenankan untuk menentang pendapat meeka secara keseluruhan dan melakukan ijtihad dan mengistinbat pendapat lain. Dengan alasan bahwa pendapat mereka adalah pendapat ijtihadi secara perseorangan dari orang yang tidak ma’sum(tidak terjaga dari dosa).