Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah suatu hal yang memang senantiasa di harapkan oleh para insan,
penikahan tidak hanya sebagai sarana agar seseorang terbebas dari keharaman akan lawan
jenisnya. Tapi, menciptakan keluarga harmonis, bahagia, dan penuh dengan  kasih sayang
diantara satu sama lain yang memang sudah menjadi tujuan dari sebuah pernikahan, yaitu
dengan menciptakan keluarga yang sakainah, mawadah,warahmah.1
Namun, tidak selamanya dalam menjalani sebuah rumah tangga itu tidak sesuai dengan
apa yang dicita-citakan, akan tetapi pertengkaran dan perselisihan juga seringkali turut serta
dalam menghiasi rumah tangga. Bahkan sampai dimana suami dan istri tidak bisa
mempertahankan apa yang harus mereka pertahankan. Oleh karena itu, kami kelompok dua
mengusung tema yang memang berkenaan dengan problem-problem dalam rumah tangga,
seperti nusyuz, syiqaq serta pengerian dan penyelesaiannya yang erat sekali dalam
pernikahan. Baik itu yang ditimbulkan dari kecemburuan, penolakan istri terhadap suami,
kebencian yang berlebihan dan lain sebagainya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa  pengertian dari Nusyuz, landasannya dan penyelesainnya?
2.      Apa pengertian dari Syiqaq, landasanya, proses mediasi serta kewenangan hakkam?
C.    Tujuan Masalah
1.    Menjelaskan pengertian dari Nusyuz, landasannya dan penyelesainnya
2.    Menjelaskan pengertian dari Syiqaq, landasanya, proses mediasi serta kewenangan hakkam

1
Mutabbi, https://ulahcopas.blogspot.com/2016/04/makalah-nusyuz-dan-siqaq.html diakses tanggal 8
November 2020 pada jam 19.36
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nazyaya-yansyuzu-nasyazan wanusyuzan, yang
berarti meninggi ,menonjol ,durhaka, menentang, atau bertindak kasar. Sikap tidak patuh dari
salah seorang diantara suami dan isteri atau perubahan sikap suami atau isteri. Dalam
pemakaiannya, arti kata annusyuuz ini kemudian berkembang menjadi al- ’ishyaan yang
berarti durhaka atau tidak patuh2
Menurut Ibnu Manzur, secara terminologis Nusyuz adalah rasa kebencian suami
terhadap istri atau sebaliknya, sedangkan menurut Wahbah Az-Zuhaili, Nusyuz adalah
ketidakpatuhan atau kebencian suami kepada istri terhadap apa yang seharusnya dipatuhi,
begitupun sebaliknya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Nusyuz tidak sama dengan syiqaq, karena
Nusyuz dilakukan oleh salah satu pasangan dari suami istri. Nusyuz berawal dari salah satu
pihak, baik dari istri maupun suami bukan kedua-duanya secara bersama-bersama.
Apabila terjadi pembangkangan terhadap sesuatu yang memang tidak wajib dipatuhi,
maka sikap itu tidak dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Misalnya suami menyuruh istrinya
berbuat maksiat kepada Allah SWT. Sikap ketidak patuhan istri terhadap suaminya itu tidak
berarti istri nusyuz terhadap suaminya. Karena memang tidak ada ketaatan terhadap
kemaksiatan atau apabila seorang istri menuntut sesuatu di luar kemampuan suaminya, lalu
suaminya tidak memenuhinya maka suami tersebut tidak dikatakan nusyuz terhadap istrinya.
B.     Landasan Hukum Nusyuz
Timbulnya konflik dalam rumah tangga tersebut pada akhirnya kerap kali mengarah pada apa
yang disebut dalam fiqh nusyuz. Nusyuz hukum nya haram. Allah telah menetapkan
hukuman bagi wanita yang melakukan nusyuz jika ia tidak mempan dinasehati. Hukuman
tidak akan diberikan kecuali karena adanya pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan,
atau karena meninggalkan perbuatan yang wajib dilakukan. Hal ini dapat ditemukan dalam
Al-Qur’an Surat an-Nisa:

َ‫ب بِ َما َحفِظ‬ ٌ َ‫ت ٰ َحفِ ٰظ‬


ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬ ٌ َ‫ت ٰقَنِ ٰت‬
ُ ‫صلِ ٰ َح‬ ۟ ُ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَعْض َوبمٓا أَنفَق‬
َّ ٰ ‫وا ِم ْن أَ ْم ٰ َولِ ِه ْم ۚ فَٱل‬ َِ ٍ َّ َ‫ٱلرِّ َجا ُل قَ ٰ َّو ُمونَ َعلَى ٱلنِّ َسٓا ِء بِ َما ف‬
َ ‫ض َل ٱهَّلل ُ بَ ْع‬
‫هَّلل‬ ۟ َ ْ ٰ
َ ‫ضا ِج ِع َوٱضْ ِربُوه َُّن ۖ فَإ ِ ْن أطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل تَ ْب ُغوا َعلَ ْي ِه َّن َسبِياًل ۗ ِإ َّن ٱ‬ َ ‫ٱهَّلل ُ ۚ َوٱلَّتِى تَخَافُونَ نُ ُشو َزه َُّن فَ ِعظُوه َُّن َوٱ ْه ُجرُوه َُّن فِى ٱل َم‬
‫َكانَ َعلِيًّا َكبِيرًا‬

“Kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
kebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka(laki-

2
AhmadWarsonMunawwir,Al-Munawwir:KamusArab-Indonesia,(Yogyakarta:PustakaProgressif,1997),Hal.1418-1419
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”

Kemudian ayat selanjutnya Allah berfirman dalam surat AnNisa ayat 128 yang berbunyi:

ُ‫ت ٱأْل َنفُس‬ ِ ْ‫َاح َعلَ ْي ِه َمٓا أَن يُصْ لِ َحا بَ ْينَهُ َما ص ُْلحًا ۚ َوٱلصُّ ْل ُح َخ ْي ٌر ۗ َوأُح‬
ِ ‫ض َر‬ َ ‫ت ِم ۢن بَ ْعلِهَا نُ ُشو ًزا أَوْ إِ ْع َراضًا فَاَل ُجن‬ ْ َ‫َوإِ ِن ٱ ْم َرأَةٌ خَاف‬
۟ ُ‫وا َوتَتَّق‬
‫وا فَإ ِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِيرًا‬ ۟ ُ‫ٱل ُّش َّح ۚ َوإن تُحْ ِسن‬
ِ

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagimereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan
juga kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Beberapa hadits yang berkaitan dengan nusyuz adalah sebagai berikut, Hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ketika seorang sahabat Rasulullah salah seorang guru Naqib
mengajarkan agama kepada kaum Anshar, bernama Sa’ad bin Rabi’i bin Amr, berselisih
dengan isterinya bernama Habibah binti Zaid bin Abi Zuhair. Suatu ketika Habibah
menyanggah Nusyuz terhadap suaminya, lalu Sa’ad menempeleng muka isterinya itu. Maka
datanglah Habibah kehadapan Rasulullah SAW ditemani oleh ayahnya sendiri, mengadukan
hal tersebut. Kata ayahnya: Disekatidurinya anakku, lalu ditempelengnya. Serta merta
Rasulullah menjawab: biar dia balas(qishash). Artinya Rasulullah SAW mengizinkan
perempuan itu membalas memukul sebagai hukuman, tetapi ketika bapak dan anak
perempuannya telah melangkah pergi maka berkatalah RasulullahSAW: Kemauan kita lain,
kemauan Tuhan lain, maka kemauan Tuhanlah yang baik.3

Dalam hadits diatas menceritakan tentang penafsiran Ibnu Abbas bahwa meskipun Q.S
AnNisa:34 membolehkan pemukulan terhadap isteri akan tetapi tidak boleh bersifat
menyakiti apalagi membuatnya menderita.

Selain itu, Al Qurtubi menyatakan bahwa: “pemukulan disini adalah pukulan yang tidak
menyakiti dan ini merupakan tindakan yang mendidik dan dimaksudkan untuk merubah
perilaku isteri.4

Implikasi Hukum yang Ditimbulkan

3
Hamka,TafsirAl-AzharJuzuk5,(Jakarta:GemaInsani,2017),hal.6
4
AhmadMusthafaAlMaraghi,TerjemahanTafsiralMaraghi,(Semarang:TohaPutra,1980),hlm.45
Hukum berbuat nusyuz adalah haram karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan
agama melalui al-Qur’an dan Hadis Nabi. Dalam hubungannya kepada Allah pelakunya
berhak atas dosa dari Allah dan dalam hubungannya dengan suami dan rumah tangga
merupakan suatu pelanggaran terhadap kehidupan suami istri. Konsekuensi hukum akibat
nusyuz istri terhadap suaminya adalah gugur kewajiban suaminya memberi nafkah kepada
istri selama masa nusyuz itu. Meskipun demikian, nusyuz itu tidak dengan sendirinya
memutus ikatan perkawinan. Dan apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak mendapat
warisan, terkecuali harta pembawaan sebelum terjadi akad nikah. Apabila seorang istri
murtad, maka terputuslah hak untuk mendapat warisan, dan jika ada harta pembawaannya,
tidak diwarisi namun diserahkan kepada baitul mal. Alasan dari semua itu adalah karena
nafkah dan warisan merupakan nikmat Allah swt. Maka tidak dibenarkan mendapatkan dari
jalan kedurhakaan dan kemaksiatan. Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh
melaporkannya kepada hakim pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut
apabila si suami belum bisa diajak damai dengan cara musyawarah.5

B.     Syiqaq
1.      Pengertian Syiqaq
Syiqaq mengandung arti perselisihan atau retak. Istilah syiqaq berasal dari bahasa
Arab “syaqqa - yasyuqqu - syiqaaq”, yang artinya pecah, berhamburan. Sedangkan menurut
istilah fiqih, syiqaq berarti perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri yang telah
berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya. Syiqaq adalah krisis
memuncak yang terjadi antara suami istri sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi
pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin
dipertemukan dan kedua pihak tidak dapat mengatasinya.6
2.      Dasar Hukum Syiqaq
Syiqaq merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh agama Islam untuk
menyelesaikan pertengkaran yang terjadi dalam suatu keluarga. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah
pada surat an-Nisaa’ ayat 35:
‫ق ٱهَّلل ُ بَ ْينَهُ َم““ٓا ۗ إِ َّن ٱهَّلل َ َك““انَ َعلِيمًا خَ بِ““يرًا‬ ٰ ْ ‫وا َح َك ًما ِّم ْن أَ ْهلِِۦه و َح َكمًا ِّم ْن أَ ْهلِهَ““ٓا إن يُري“دَٓا إ‬
۟ ُ‫ق بَ ْينِ ِهما فَٱ ْب َعث‬
َ ‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم ِشقَا‬
ِ ِّ‫ص“لَحًا يُ َوف‬ ِ ِ ِ َ َ

Artinya: “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
5
Tika Nurul Liya, http://tikanurulliya.blogspot.com/2018/12/makalah-nusyuz-syiqaq-dan-hakamain.html
diakses tanggal 8 November 2020 pada jam 21.19
6
Dr. H. Abd. Rahman Ghazali, MA., Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana Group, 2006). hlm. 241
kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Memerhatikan.”

Firman Allah tersebut menjelaskan, jika terjadi kasus syiqaq antara suami istri maka
dianjurkan untuk mengutus seorang hakam dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan
tujuan untuk menyelidiki dan mencari sebab musabab permasalahan antara keduanya, dan
Allah meganjurkan agar pihak yang berselisih apabila memungkinkan untuk kembali
membina rumah tangga (hidup bersama) kembail. Dan perlu diketahui, yang dimaksud
dengan hakam dalam ayat tersebut adalah seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam
menghadapi konflik keluarga tersebut.
Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989, syiqaq diartikan sebagai
perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri. Pengertian syiqaq yang
dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah memenuhi pengertian yang
terkandung dalam surat An-Nisaa’ ayat 35. Pengertian dalam undang-undang ini mirip
dengan apa yang dirumuskan dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 huruf f UU No. 9 Tahun 1974
jis pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975, pasal 116 kompilasi hukum Islam: “antara suami
dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”7
3.      Implikasi Hukum yang Ditimbulkan
Apabila dalam kasus syiqaq ini keduanya dapat berdamai maka salah atu hal yang terbaik
dapat adalah dengan menceraikan keduanya, dan kedudukan cerai sebab kasus syiqaq adalah
bersifat ba’in, yaitu pernikahan yang putus secara penuh dan tidak memungkinkan untuk
kembali lagi kecuali dengan mengadakan akad dan mas kawin baru tanpa harus dinikahi oleh
pria lain sebelumnya.
C.    Hakamain

1. Pengertian Hakamain
Hakamain merupakan bentuk tatsniyah dari hakam yang berarti pendamai. Hakam adalah
orang yang dapat menjadi juru damai di antara keduanya baik itu dari keluarganya maupun
dari selainnya. Yakni seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri
untuk menyelesaikan masalah/kasus.

2. Persyaratan Hakamain
7
Dr. H. Abd. Rahman Ghazali, MA., Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana Group, 2006). hlm. 241
Syarat-syarat hakamain di antaranya sebagai berikut:
a.       Berlaku adil diantara pihak yang bersengketa
b.      Mengadakan perdamaian antara kedua suami istri dengan ikhlas
c.       Disegani oleh kedua pihak suami istri
d.      Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau berdamai.
Bagi kedua hakam disyaratkan harus laki-laki, adil, berpengalaman atau cakap dengan
hal-hal yang diharapkan dalam urusan ini. Dan disunnahkan kedua pendamai ini dari
keluarga sendiri, seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. Jika
dari keluarganya tidak ada yang bisa dijadikan hakam, maka hakim mengutus dua orang laki-
laki lain. Dan sebaiknya dari tetangga suami istri tersebut, yakni orang yang cakap dan
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan suami istri, dan dianggap mampu mendatangkan
perdamaian di antara keduanya. Hakamain tersebut juga harus bebas dari pengaruh-pengaruh
yang dapat merusak suasana dan mempersulit permasalahan. Mereka juga harus menjaga
citra suami istri tersebut serta menjaga rahasia keduanya.

3. Tugas dan Wewenang Hakamain


Dalam mengatasi problem yang terjadi di antara suami istri, hakamain yang juga sebagai
mediator mempunyai tugas dan wewenang. Adapun tugas dari hakamain ialah harus
bertindak dengan mempertimbangkan mashlahat, baik berupa tetap atau selesainya
pernikahan, bukan mengedepankan hajat suami, istri atau perwakilannya. Ini pendapat Ali,
Ibnu Abbas, Abu Salamah bin Abdur Rahman, As-Sya’bi, An-Nakho’i, Sa’id bin Jubair,
Malik, Al-Auza’i, Ishaq dan Ibnu Al-Munzir.
Terkait wewenang hakamain terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ulama
Malikiyyah berpendapat bahwa hakamain boleh memutuskan perkara tanpa izin dari suami
istri atau persetujuan hakim setelah hakamain tidak mampu untuk mendamaikan keduanya.
Dan jika mereka memutuskan dengan pisah maka berarti talak ba’in.
Adapun ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hakamain hanyalah wakil
dari suami istri. Jadi mereka tidak punya wewenang untuk memutuskan pisah dengan
menjatuhkan talak kecuali dengan izin suami istri tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa hakamain harus mengajukan perkaranya kepada hakim, lalu kemudian
hakim yang menjatuhkan talak, yakni talak ba’in sesuai dengan yang ditetapkan hakamain.
Jadi hakamain tidak punya wewenang dalam menjatuhkan putusan tersebut.
Baik atas pendapat golongan yang mengatakan hakam berkedudukan sebagai wakil atau
sebagai hakim, keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan syara’ yaitu keduanya
harus telah dewasa, sehat akalnya, laki-laki dan bersikap adil. Ini adalah syarat umum untuk
yang bertindak bagi kepentingan publik.
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa tugas hakam adalah mencari jalan dami sehingga
kemungkinan perceraian dapat dihindarkan. Namun bila menurut pandangan keduanya tidak
ada jalan lain kecuali cerai, maka keduanya dapat menempuh jalan itu.8

8
http://iluzajhamim.blogspot.com/makalah-nusyuz-dan-syiqaq.html. (diakses tanggal 8 November 2020)

Anda mungkin juga menyukai