Anda di halaman 1dari 7

A ANAMNESIS

1. Identitas pasien ( nama, alamat, umur)


2. Keluhan utama ( Onset,
3. Riwayat penyakit terdahulu
4. Riwayat pengobatan
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Faktor lingkungan

PEMERIKSAAN FISIS TORAKS DEPAN


INSPEKSI
Inspeksi dalam keadaan statis
1. Perhatikan muka (edema), mata (konjungtiva anemis atau tidak), dan bibir (sianosis atau tidak)
2. Perhatikan posisi trakea : normal, deviasi kiri atau kanan
3. Perhatikan bentuk dada (adakah kelainan bentuk atau ukuran toraks)
4. Perhatikan posisi dari iga-iga (mendatar atau tidak)
5. Bandingkan ruang sela iga (intercostal space) kiri dan kanan
6. Perhatikan sternum dan klavikula (apakah ada kelainan bentuk)
7. Perhatikan sudut epigastrium (apakah lancip atau tumpul)
8. Perhatikan apakah ada pelebaran vena-vena di dinding toraks (venaektasi)

Inspeksi dalam keadaan dinamis


9. Tentukan jenis pernapasan apakah ada pernapasan abnormal seperti Kusmaull, cheyne stokes, biot,
apneu, dll)
10. Hitung frekuensi pernapasan
11. Bandingkan pergerakan dinding toraks kiri dan kanan apakah sama atau ada pergerakan salah
satu dinding toraks yang tertinggal

PALPASI
1. Dengan menggunakan kedua tangan untuk memeriksa apakah ada limfadenopati supraklavikularis
dan leher
2. Lakukan pemeriksaan posisi trakea dengan jari telunjuk apakah normal, deviasi ke kanan atau ke
kiri
3. Apakah ada massa di dinding toraks, apakah ada nyeri tekan lokal, dan apakah ada krepitasi yang
menunjukkan emfisema subkutis
4. Melakukan pemeriksaan pengembangan rongga toraks (pemeriksa menempelkan tangan pada
dinding toraks bagian bawah dengan kedua ibu jari bertemu pada garis mid sternalis dan jari lain
mengarah ke sisi kiri dan kanan dinding toraks, kemudian pasien diminta inspirasi dalam sambil
pemeriksa memperhatikan pergerakan dari kedua ibu jarinya apakah pergerakan simetris atau ada
yang tertinggal
5. Melakukan palpasi pada permukaan dinding toraks untuk menilai fremitus taktil mulai dari bagian
apeks, medial dan basal. Bandingkan kiri dan kanan secara simetris sambil pasien diminta untuk
mengucapkan kata “sembilan puluh sembilan” atau “iiiiiii..”
PERKUSI
1. Jika memungkinkan, sebaiknya perkusi dilakukan dalam posisi pasien tegak karena suara
perkusi dapat berubah akibat perubahan letak organ
2. Menentukan puncak paru dengan perkusi bahu mulai lateral (suara redup) ke arah medial
sampai terdengar perubahan menjadi sonor, berilah tanda. Lakukan perkusi dari pangkal
leher (suara redup) ke arah lateral sampai terdengar perubahan suara sonor, berilah tanda.
Puncak paru terletak diantara kedua tanda tersebut
3. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks kiri dan kanan mulai dari bagian apeks,
medial dan basal, dibandingkan antara kiri dan kanan
4. Menentukan batas paru hepar pada linea mid klavikularis kanan, yaitu perubahan suara
perkusi dari sonor menjadi redup, normalnya didapatkan pada ruang sela iga kelima kanan
5. Melakukan perkusi untuk menentukan batas paru jantung kanan, kiri atas, dan kiri bawah

AUSKULTASI
1. Stetoskop diletakkan di dinding toraks, dan pasien diminta untuk menarik nafas panjang
2. Lakukan auskultasi secara sistematis mulai dari suara napas normal trakeal pada daerah
trakea, kemudian suara napas normal bronkial pada daerah suprasternal
3. Mendengarkan suara napas normal bronkovesikuler pada daerah di atas korpus sternum
dan para sternalis, dibandingkan secara sistematis kiri dan kanan
4. Mendengarkan suara napas normal vesikuler pada basal paru dan lateral dinding toraks
5. Mendengarkan suara napas tambahan :

* Ronki
* Wheezing
* Stridor, dll
PEMERIKSAAN FISIS TORAKS BELAKANG (PUNGGUNG)
INSPEKSI
Inspeksi dalam keadaan statis
1. Perhatikan bentuk dinding toraks bagian belakang, adakah kelainan bentuk
2. Perhatikan bentuk tulang belakang, apakah ada kelainan bentuk seperti kiposis, skoliosis,
lordosis, atau gibus
3. Bandingkan bentuk dinding toraks belakang kiri dan kanan

Inspeksi dalam keadaan dinamis


4. Bandingkan pergerakan dinding toraks belakang kiri dan kanan, apakah sama atau ada
pergerakan salah satu dinding toraks yang tertinggal
5. Melakukan pemeriksaan pengembangan rongga toraks, pemeriksa menempelkan tangan
pada dinding toraks bagian bawah dengan kedua ibu jari bertemu pada garis mid sternalis
dan jari lain mengarah ke sisi kiri dan kanan dinding toraks, kemudian pasien diminta
inspirasi dalam sambil pemeriksa memperhatikan pergerakan dari kedua ibu jari apakah
simetris atau ada yang tertinggal

PALPASI
1. Melakukan palpasi pada permukaan dinding toraks untuk menilai fremitus taktil mulai
dari bagian apeks, medial dan basal. Bandingkan kiri dan kanan secara simetris sambil
pasien diminta untuk mengucapkan kata “sembilan puluh sembilan” atau “iiiiiii..”

PERKUSI
1. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks belakang kiri dan kanan mulai dari dinding
bagian apeks, medial dan basal
2. Menentukan peranjakan batas paru belakang dengan cara menentukan (beri tanda) batas
paru saat inspirasi biasa, kemudian menentukan (beri tanda) batas paru saat inspirasi dalam.
Normalnya batas paru beranjak turun sekitar 2 jari (+ 4 cm)

AUSKULTASI
1. Mendengarkan suara napas normal bronkovesikuler pada daerah interskapula, dan suara
napas normal vesikuler pada kedua hemitoraks belakang kiri dan kanan bagian medial dan
lateral
2. Mendengarkan suara napas tambahan (ronki, wheezing, stridor, dll)

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1 Pemeriksaan Sputum

Sputum adalah bahan atau cairan yang dihasilkan dari paru dan trakea yang kemudian
dikeluarkan melalui mulut. (Dorland, 1992)
Sputum juga dapat diartikan sebagai suatu cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli.
Sputum yang memenuhi syarat pemeriksaan harus benar-benar dari trakea dan bronki bukan
berupa air ludah. Sputum berbeda dengan dengan ludah, cairan sputum lebih kental dibandingkan
dengan air ludah dan tidak terdapat gelembung-gelembung busa diatasnya , sedang pada air ludah
akan membentuk gelembung-gelembung jernih dibagian atas permukaan cairan. Secara
mikroskopik ludah akan menunjukkan gambaran sel-sel gepeng sedangkan pada sputum tidak
ditemukan hal tersebut. (widman,1994)

Sputum yang baik untuk melakukan pemeriksaan sputum adalah sputim yang diambil pada
pagi hari setelah bangun tidur karena sputum yang dihasilkan pada pagi hari mengandung paling
banyak kuman. Sputum diambil sebelum menggosok gigi, tapi sudah berkumur terlebih dahulu
untuk membersihkan sisa-sia makanan yang tertinggal di dalam mulut. (B. sandjaja, 1992)

Pemeriksaan sputum diperlukan apabila diduga terdapat penyakit pada paru-paru. Pada
membrane mukosa saluran pernafasan berespon terhadap inflamasi dengan meningkatkan
keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Pemeriksaan
sputum meliputi pemeriksaan :

1. Jumlah sputum yang dihasilkan


Normalnya sputum yang dihasilkan oleh orang dewasa yaitu 100ml/hari. jumlah
berlebihan terlihat pada inflamasi bronchial kronik dan system paru, jumlah sedikit dapat
terlihat pada inflamasi bronchial akutdan pada tahap dini pneumonia lobar.
2. Warna, bau, viskositas
a) Sputum hitam dapat menunjukkan antrakosis (debu batubara).
b) Sputum berwarna karat, mukoporulen, dan kental mengindikasikan pneumonia.
c) Sputum berwarna kuning atau kehijauan dengan bau tidak sedap mengindikasikan
pseudomonas
d) Sputum mukopurulen kental kekuningan terlihat pada tahap dini pneumonia lobar,
abses paru dan tuberculosis
e) Sputum berwarne abu-abu atau putih dan berlendir mengindikasikan bronchitis
kronik.
f) Sputum berwarna merah muda dan berbusa mengindikasikan edema paru-paru akut.
3. Darah
a) Bila darah yang tercampur dengan sputum, perdarahan ada pada bronkiolus.
b) Jumlah banyak darah yang tercampur dengan sputum mengindikasikan robeknya
[pembuluh darah besar.
c) Darah berwarna merah terang dan berbusa mengindikasikan emboli paru, tuberculosis
atau robekkan aneurisma.
4. Tes kultur sputum
Digunkan untuk mengidentifikasi organism spesifik untuk menegakkan diagnosa dan
menentukan keefektifan pengobatan antibiotic.
5. Pewarnaan gram
Digunakan untuk mendapatkan informasi tentang jenis mikroorganisne
6. Sensitivitas
Berfungsi untuk mengidentifikasi antibiotic yang mencegah pertumbuhan organisme yang
terdapat dalam sputum. Sputum dikumpulkan sebelum pemberian antibiotic.
7. Basil tahan asam
Digunakan untuk menentukan adanya mikrobakterium tuberkolosis.
8. Sitologi
Digunakan untuk mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan sel
dari percabangan tracheabronkhial sehingga terdapat adanya sel-sel yang abnormal
(malignansi).
9. Tes kuantitatif
Pengumpulan sputum selama 24-72 jam. Tes kuantitatif untuk menentukan apakah
sekresi yang dikeluarkan itu merupakan saliva, lendir, pus , atau bukan. Pada tes kulitatif,
klien diberikan wadah khusus untuk mengeluarkan sputum kemudian pada akhir 24 jam
wadah tersebut ditimbang sehingga dapat diketahui jumlah serta karakternya
2. Pemeriksan Analisa Gas Darah

Analisa gas darah merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk
mengetahui keseimbangan asam basa, oksigen yang ada dalam darah, PH, kadar karbon
dioksida, kadar bikarbonat. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnose
sehingga pemeriksaan ini harus digabungkan dengan pemeriksaan fisik, riwayat penyakit dan
data-data laboratorium lainnya. Dalam pemeriksaan ini dibutuhkan adanya sampel darah arteri
yang dapat diambil dari arteri femuralis, radialis atau brachialis dengan menggunakan spuit
yang telah diberi heparin agar tidak terjadi pembekuan darah pada klien. Sebelum melakukan
pemeriksaan ini, perlu di lakukan tes allen’s.

2.1 Tes Allen’s

Tes allen’s merupakan pengkajian cepat sirkulasi arteri radialis, sehingga tes ini penting
sebelum melakukan fungsi arteri radialis. Cara melakukan tes ini yaitu :
Sumbat keduan arteri radialis dan ulnaris klien, minta klien untuk mengepalkan tangannya saat
kedua arteri tersebut masih tersumbat sehingga tangan klien akan pucat. Lepaskan sumbatan dari
salah satu arteri, harusnya tangan klien akan berwarna pink hal ini terjadi karena adanya
sirkulasi kolateral. Jika sirkulasi kolateral adekuat maka pengambilan darah dari arteri radialis
ini dapat dilakukan. Spuit yang telah berisikan sampel darah ditutup untuk mencegah terjadinya
kontak dengan udara dan letakkan ke dalam wadah termos berisi es sampai waktu dianalisa.

2.2 Pengukuran oksigen dalam darah

Oksigen dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan ini melalui evaluasi pada PaO 2 dan
SaO2. Hanya 3% oksigen yang larut dalam darah dan 97% berikatan dengan hemoglobin pada
sel darah merah. Pada PaO2 adalah 80-90 mmhg. PaO2 cenderung menurun karna usia. Pada
klien berusia 60-80 tahun, . PaO2 normal adalah 60-80 mmhg. Jika PaO2 rendah disebut
Hipoksemia.
SaO2 normalnya adalah antara 93% dan 97%. SaO2 adalah untuk menilai oksigen karena
sebagian besar oksigen yang dipasok ke jaringan dibawa oleh hemoglobin.
6
2.2 Pengukuran PH

Nilai normal Ph adalah 7,35-7,45. Jika akumulasi ion hydrogen menumpuk maka ph turun
yang disebut asidemia. Asidemia mengacu pada kondisi darah yang terlalu asam. Asidemia
dengan dua sebab yaitu asidosis metabolic atau asidosis respiratorik. Jika ph meningkat disebut
alkalemia. Alkalemia mengacu pada kondisi dimana darah terlalu basa, dengan dua sebab yaitu
alkalosis metabolic atau erupalkalosis respiratorik.
Proses perubahan ph terdapat dua macam yaitu proses perubahan yang bersifat metabolic,
adanya perubahan konsentrasi bikabonat yang disebabkan adanya gangguan metabolisme. Dan
yang bersifat respiratorik, adanya perubahan tekanan parsial karbon dioksida yang disebabkan
gangguan respirasi.

Keseimbangan asam basa dalam tubuh dikendalikan oleh 3 mekanisme :


1) Ginjal, ginjal berperan untuk mengeleminasi kelebihan asam dalam bentuk ammonia.
2) Buffer , dalam tubuh terdapat penyangga ph dalam darah. Bikarbonat (komponen basa)
berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Jika lebih banyak asam
yangmasuk dalam darah maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dalam dan lebih
sedikit karbon dioksida.
3) Pembuangan CO2 , jika jumlah karbon dioksida yang dibuang bertambah, kadar karbon
dioksida akan menurun dan selanjutnya ph menjadi basa dan proses sebaliknya terjadi
apabila jumlah karbon dioksida yang dibuang berkurang.

2.2 Pengukuran karbon dioksida

PaCO2 mengacu pada tekanan yang diberikan oleh CO2 yang terlarut dalam darah. PaCO2
mempunyai nilai normal yaitu 35-45 mmhg. Pada interpretasi analisa gas darah, PaCO2 dianggap
sebagai asam. Eleminasi CO2 dari tubuh merupakan salah satu dari fungsi paru-paru.
Klien dengan hipoventilasi, akumulasi CO2 dan PaCO2 meningkat diatas 45 mmhg, retensi
CO2 mengakibatkan asidosis respiratori. Klien dengan hiperventilasi, eleminasi CO 2 dan PaCO2
menurun dibawah 35 mmhg. Hilangnya CO2 mengakibatkan alkalosis respiratori.

2.2 Pengukuran bikarbonat


Bikarbonat (HCO3), ditemukan pada serum yang membantu tubuh mengatur ph. Konsentrasi
dari bikarbonat diatur oleh ginjal dan disebut sebagai proses regulasi metabolic. Tingkat
bikarbonat yang normal adalah 22-26 mEq/L. Jika bikarbonat lebih dari 26 disebut alkalosis
metabolic, jika bikarbonat dibawah 22 disebut asidosis metabolik.

C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru7
paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar x, sehingga
parenkim membiarkan bayangannya yang sangat memancar. Bagian yang lebih padat udara akan
sukar ditembus sinar X, sehingga bayangnnya lebiih padat. Benda yang lebih padat akan
memberikan kesan berwarna lebih putih dari pada bagian yang berbentuk udara jika dilihat pada
lembar hasil radiologi dada. ( Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika )

Tes Radiologi

Pemeriksaan Makna Diagnostik Keterangan


Radiograf dada Digunakan untuk Tes non-invasif rutin,
mendeteksi dan radiograf dada
mengevaluasi berbagai posteroanterior (PA) atau
masalah paru paru, lateral umum, tetapi film
menentukan ukuran dan anteroposterior (AP) sering
lokasi dari lesi dan tumor digunakan pada unit
paru, mematikan perawatan intensiv atau
penempatan dari selang ICU bila pasien tidaak
endotrakeal, kateter, arteri, dapat dipindahkan.
pulmonal, atau selang dada
dan membedakan edema
paru paru dari inflamasi
dan infeksi paru-paru
Fluroskopi Digunakan untuk Tes non-invasif dapat
mendeteksi obstruksi digunakan untuk
bronkiolar melokalisasi memudahkan prosedur
lesi paru paru dan seperti pemasangan kateter
memperlihatkan gerakan arteri pulmonal,
diafragmatik dan struktur torasentesis, dan
paru paru dan jantung bronkoskopis.
Angiografi paru paru Digunakan untuk Tes invasif dimana bahan
mendiagnosa penyakit kontras dimasukkan ke
trombolitik pada paru paru arteri pulmonal
dan vaskularisasi paru paru
dan untuk mendeteksi 10
perubahan dalam jaringan
paru-paru
Scan Ventilasi-perfusi Untuk mengevaluasi Tes scan nuklir invasif
emboli paru-paru,
melakukan tes fungsi paru-
paru dan mendiagnosa
PPOK
Prosedur Khusus
Bronkoskopis Dapat digunakan untuk Mungkin merupakan
memperoleh biopsi atau tindakan terapeutik bila
specimen lainnya, digunakan untuk
mendiagnosa penyakit membuang perlengketan
paru-paru atau mukosa atau benda asing
mengevaluasi perubahan-
perubahan
Torasentesis Digunakan untuk Juga dapat memberikan
memperoleh specimen pembuangan terapeutik
cairan pleura cairan pleural
Biopsi paru-paru sering digunakan untuk Specimen dapat diambil
mendeteksi keganasan melalui bromkoskopi atau
biopsi jarum

( Tablot, laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC )


D. PEMERIKSAAN SPIROMETRI

Pengujian faal paru untuk mengukur fungsi kapasitas paru. Pengujian faal paru menggunakan alat
yang disebut spirometri. Pengujian dengan spirometri penting untuk mendeteksi beberapa kelainan
yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan metode untuk screening
penyakit paru. Selain itu, spirometri juga digunakan untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada,
mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap
rokok.1,2 Pemeriksaan spirometri tidak hanya digunakan untuk menentukan diagnosis tetapi juga
untuk menilai beratnya obstruksi, restriksi, dan efek dari pengobatan. Ada beberapa penderita yang
tidak menunjukkan adanya keluhan namun pada pemeriksaan spirometri menunjukkan adanya
obstruksi atau restriksi. Hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan awal terjadinya gangguan fungsi
paru yang mungkin dapat terjadi sehingga kita dapat menentukan tindakan pencegahan secepatnya.2
Pemeriksaan spirometri adalah pemeriksaan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik
seseorang dengan alat spirometer. Spirometri sederhana biasanya memberikan informasi yang cukup.
Sejumlah spirometer elektronik yang murah dapat mengukur dengan tepat parameter-parameter
tertentu seperti kapasitas vital, volume ekspirasi paksa dalam detik pertama (FEV1) dan peak
expiratory flow. Spirometer tidak dapat membuat diagnosis spesifik namun dapat menentukan
adanya gangguan obstruktif dan restriktif serta dapat memberi perkiraan derajat kelainan.3,4
Pemeriksaan spirometri dapat menilai faal paru static dan faal paru dinamik. Faal paru statik yaitu
volume udara pada keadaan statis yang tidak terkait dengan dimesi waktu, terdiri atas: Pemeriksaan
spirometri dapat menilai faal paru statik dan faal paru dinamik. Faal paru statik yaitu volume udara
pada keadaan statis yang tidak terkait dengan dimesi waktu, terdiri atas: Tidal volume (TV),
Inspiratory reserve volume/volume cadangan inspirasi (IRV/VCI), Expiratory reserve volume/
volume cadangan ekspirasi (ERV/VCE), Residual volume (RV), Inspiratory capacity/ kapasitas
inspirasi (IC/KI), Functional residual capacity/ kapasitas residu fungsional (FRC/KRF), Vital
capacity/ kapasitas vital (VC/KV), Forced vital kapasity/ kapasitas vital paksa (FVC/KVP), Total
lung capacity/ kapasitas paru total (TLC/KPT). Sedangkan faal paru dinamik terdiri atas: Forced
expiratory volume (FEVT), Forced expiratory flow200-1200 /FEF 200-1200, Forced expiratory
flow25%-75%/ FEF25%-75%, Peak expiratory flow rate/PEFR, Maksimal voluntary ventilation/
MVV/ MBC.5

Anda mungkin juga menyukai