Anda di halaman 1dari 34

1.

Anatomi, Fisiologi, Histologi , dan Biokimia dari Organ Terkait


A. Anatomi Sistem Pernafasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea,
karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis,
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus
alveolus dan alveoli. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu
parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat
rongga pleura (cavum pleura).1

Gambar 1. Anatomi Sistem Pernafasan. Fernandez, Gregory James. 2018. Sistem


Pernafasan. Bali : FK Udayana.

1) Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan
luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat
epitel respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan mengandung
sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior.
Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung banyak pleksus
pembuluh darah. 1
Vascularisasi: septum nasi mendapat suplai darah dari : a. ramus
sphenopalatinus yang dipercabangkan oleh a.maxillaris b. ramus ethmoidalis
anterior dan ramus ethmoidalis posterior yang dipercabangkan oleh
a.ophthalmica. c. ramus labialis superior yang dipercabangkan oleh a.facialis.
d. ramus ascendens a.palatina major.1
Inervasi: Permukaan luar hidung dipersarafi oleh n.nasociliaris dan
n.infraorbitalis. Septum nasi mendapat persarafan dari cabang n.ethmoidalis
anterior di bagian antero-superior, dan dari n.sphenopalatinus yang
dipercabangkan oleh ganglion pterygopalatinum di bagian postero-inferior.1
2) Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Faring, atau tenggorokan, adalah
saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm. Dinding faring disusun
oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot rangka yang
terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot rangka
kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke
oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga :
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama
dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama dengan
saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina
propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan
jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis
gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni. 1
Vaskularisasi : 1. Arteri palatina asenden
2.cabang tonsil arteri facialis
3. arteri faringel asenden
4.cabang arteri maksilaris interna

Inervasi : Motorik yaitu N. Assesorius melalui fleksus faringeal

Senserik yaitu fleksus faringeal dari N.Glosso Faringeal


3) Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan
krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus
intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan
fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki
epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk
suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara).
Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa
dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot
rangka).
Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N Laringealis
superior. 1
Inervasi : Laring dipersarafi oleh cabang N.Vagus yaitu Nn. Laringeus
Superior dan Nn.Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.1
4) Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh
jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa,
epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar. 1
VASCULARISASI. Mendapat suplai darah dari a.layngea superior et
inferior. A,laryngea superior merupakan cabang dari a.thyreoidea superior
dan berjalan bersama-sama dengan n.laryngeus internus menembusi
membrana thyreoidea (arteri berada di caudal dari nervus).
INNERVASI. Bersumber pada N.vagus dengan melalui n.laryngeus
superior dan n.recurrens laryngeus. Kedua cabang ini merupakan saraf
gabungan (sensibel dan motoris).
5) Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki
primer bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki
subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin
berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang,
dan pada bronkus subsegmental hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas
anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus
: kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa.
Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil. 1
Vascularisasi diperoleh dari arteria thyroidea inferior. Sedangkan, inervasi
diperankan oleh n.vagus, n.recurrens, dan n.truncus symphaticus
6) Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan,
tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan
jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel
Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet. 1
Vascularisasi pulmo diperankan oleh ramus dexter dan ramus sinister
arteria pulmonalis, yang merupakan percabangan dari arteria pulmonalis yang
membawa darah untuk pulmo dextra dan pulmo sinister, yang selanjutnya
bercabang-cabang mengikuti percabangan bronkus dan kapiler-kapilernya
mencapai alveolus. Biasanya pulmo dextra menerima sebuah cabang dari
arteria bronchialis, dan pulmo sinister menerima dua buah cabang dari arteria
bronchialis. Arteri ini dipercabangkan dari dinding ventral aorta thoracalis
bagian proximal. 1
Inervasi pulmo berasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan nervus
vagus membentuk plexus pulmonalis posterior.
7) Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri
sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe
II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 %
alveolar paru. 1
Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel
alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal
bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel.
Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. 1
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung
serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara
alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag
alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran.
Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya. 1

8) Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral,
yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n.
frenikus dan n. interkostal. 1
Vaskularisasi :
Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti bronkus utama
kanan dan kiri untuk kemudian bercabang-cabang membentuk ramifikasi yang
memasok darah ke interstisial paru. Perlu diketahui bahwa pembuluh darah
percabangan dari arteri pulmonalis mempunyai ujung akhir. Tekanan darah pada
arteri pulmonalis sangat rendah sehingga memungkinkan pertukaran gas dengan
baik sekali. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal dari arteri bronkialis
lebih tinggi dibandingkan tekanan pada arteri pulmonalis. 1
Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri pulmonalis,
percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak mempunyai ujung akhir. Darah
yang dipasok oleh arteri bronkialis sampai ke saluran pernafasan, septa
interlobular, dan pleura. Sepertiga darah yang meninggalkan paru melalui vena
azigos menuju vena cava sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena
pulmonalis ke atrium kiri. 1
Innervasi :
Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis.
Otot polos saluran napas diinervasi oleh nervus vagus aferen, nervus vagus
eferen (kolinergik posganglionik). Pleura parietalis diinervasi oleh nervus
interkostalis dan nervus frenikus, sedangkan pada pleura viseralis tidak terdapat
inervasi. 1

B. Fisiologi Sistem Pernafasan


Fungsi utama respirasi adalah memperoleh o2 untuk digunakan oleh sel
tubuh dan mengeluarkan co2 yang diproduksi oleh sel. Respirasi mencakup dua
proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi selular dan respirasi eksternal.2
Respirasi selular istilah respirasi selular merujuk pada proses-proses
metabolik intrasel yang dilaksanakan di dalam mitokondria, yang menggunakan
o2 dan menghasilkan co2 selagi mengambil energi dari molekul nutrient.
Kuosien resipirasi (respiratory quotient, rq), rasio co2 yang dihasilkan terhadap
o2 yang dikonsumsi, bervariasi bergantung pada jenis makanan yang
dikonsumsi. 2
Respirasi eksternal istilah respirasi eksternal merujuk ke seluruh rangkaian
kejadian dalam pertukaran o2 dan co2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Adapun langkah-langkahnya2:
1) Udara secara bergantian dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal)
dan kantong udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh
tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai dengan
kebutuhan metabolik tubuh terhadap ambilan o2 dan pengeluaran co2.
2) O2 dan co2, dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam
kapiler pulmonal (pulmonal berarti "paru") melalui proses difusi.
3) Darah mengangkut o2 dan co2 antara paru dan jaringan.
4) Langkah o2 dan co2 dipertukarkan antara sel jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).
Mekanisme respirasi teridiri dari 2 proses yaitu inspirasi dan ekspirasi2 :
Otot-otot inspirasi yang berkontraksi untuk melaku- kan inspirasi sewaktu
bernapas tenang—mencakup diafragma dan otot interkostalis eksternal.
Sebelum permulaan inspirasi, semua otot-otot respirasi berada dalam keadaan
relaksasi. Pada saat awitan inspirasi, kontraksi otot-otot inspirasi membuat
rongga toraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma, yang disarafi
oleh saraf frenikus. 2
Diafragma dalam keadaan relaksasi berbentuk kubah yang menonjol ke atas
ke dalam rongga toraks. Ketika berkontraksi (pada stimulasi oleh saraf frenikus),
diafragma turun dan memperbesar volume rongga toraks dengan meningkatkan
ukuran vertikal (atas-ke-bawah. Selama pernapasan tenang diafragma menurun
sekitar 1 cm selama inspirasi, tetapi selama pernapasan berat, diafragma dapat
menurun sebesar 10 cm. 2
Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena
diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. Tujuh
puluh lima persen pembesaran rongga toraks sewaktu bernapas tenang dilakukan
oleh kontraksi diafragma. Dua set otot interkostalis terletak di antara iga (inter
arti- nya "di antara"; kosta artinya "iga"). Otot interkostalis eksternal terletak di
atas otot interkostalis internal. Kontraksi otot interkostalis eksternal, yang serat-
seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan,
memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi-ke-sisi) dan antero-
posterior (depan-ke-belakang). 2
Ketika berkontraksi, otot interkostalis eksternal mengangkat iga dan
selanjutnya sternum ke atas dan depan. Saraf interkostalis mengaktifkan otot-
otot interkostalis ini selama isnpirasi. Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi
sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer, sehingga
tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. 2
Sewaktu rongga toraks membesar selama inspirasi akibat kontraksi
diafragma, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang
lebih besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intraalveolus turun karena jumlah
molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada
gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mm hg menjadi 759 mm
hg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan
atmosfer, udara mengalir ke dalam paru mengikuti gradien tekanan ini. 2
Udara terus masuk ke paru hingga tidak ada lagi gradient yaitu, hingga
tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu, ekspansi paru
tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru udara mengalir ke dalam paru
karena turunnya tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh ekspansi paru.
Karena itu, ekspansi paru tidak disebabkan oleh pergerakan udara ke dalam paru
tetapi udara mengalir ke dalam paru karena penurunan tekanan intra-alveolus
yang disebabkan oleh ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura
turun menjadi 754 mm hg karena paru yang sangat teregang cenderung menarik
paru lebih jauh lagi dari dinding dada. 2
Proses ekspirasi adalah ketika relaksasi otot-otot inspirasi pada akhir
inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang
seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkos-talis eksternal melemas,
sangkar iga yang sebelumnya terang- katnturun karena gravitasi. 2
Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada (dan karenanya,
ekspansi paru), dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami rekoil
ke ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastik mereka, seperti balon
teregang yang dikempiskan. Sewaktu paru mengalami rekoil dan kembali
mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat karena jumlah molekul udara yang
lebih banyak yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada
akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. 2
Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1 mm hg di
atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm hg dan meninggalkan paru menuruni
gradien tekanannya. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan intraalveolus
menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak lagi ada. 2
1) Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan
almosfer.
2) Selama ekspirasi, tekanan infra-alveolus lebih besar daripada tekanan
almosfer.
3) Pada akhir inspirasi dan ekspirasi, tekanan intra-alveolus same dengan
tekanan atmosfer karena alveolus berkomunikasi langsung dengan atmosfer,
dan udara terus mengalir menuruni gradien tekanan sampai kedua tekanan
seimbang.
4) Sepanjang siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih kecil daripada
tekanan intra-alveolus.
5) Karena itu, selalu terdapat gradien tekanan transmural, dan paru sedikit
banyak selalu teregang, bahkan ketika ekspirasi. 2

Gambar 2. Tekanan saat Inspirasi dan Ekspirasi. Sherwood, l. 2014. Fisiologi


manusia dari sel ke sistem..edisi 8. Jakarta: EGC

C. Histologi Sistem Pernafasan


1. Rongga Hidung
Gambar 3. Histologi Rongga Hidung. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di
Fiore, edisi 11. EGC, Jakarta, 2010

Udara masuk dan keluar melalui rongga hidung. Dengan udara luar
dihubungkan oleh lubang hidung luar (nares eksternal), dengan faring
dihubungkan oleh lubang hidung dalam (nares internal/khoane). Rongga
hidung dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut septum basal, menjadi
bagian kiri dan kanan sedangkan dari rongga mulut dibatasi oleh maksila
dan tulang langit-langit mulut.3
Rongga hidung dilapisi dengan epitel silindris bersilia yang
mengandung banyak sel goblet penghasil lendir. Rongga hidung dilengkapi
dengan rambut hidung yang berfungsi sebagai penghalau benda-benda asing
atau debu yang ikut masuk saat menghirup udara. 3
Saat udara masuk ke hidung, bulu-bulu hidung berperan menyaring
partikel-partikel debu yang kasar dan zat-zat lain. Mukus ini, dalam
hubungannya dengan sekresi serosa, juga berperan untuk membasahi udara
yang masuk dan melindungi pembatas alveolar halus dari pengeringan.
Selain itu udara juga dihangatkan oleh jaringan vaskuler superfisial.3
2. Laring

Gambar 4 . Histologi Laring. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi


11. EGC, Jakarta, 2010

a) Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan


trakea. Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur
yang paling rumit pada jalan pernapasan. Rawan-rawan yang lebih
besar (tiroid, krikoid, dan sebagian besar aritenoid) adalah rawan hialin,
dan pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan yang
lebih kecil (epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid)
adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum menghubungkan rawan-
rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian besar bersambung dengan
otot-otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri tidak bersambungan
karena mereka adalah otot lurik. Selain berperanan sebagai penyokong
(mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini
berperanan sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang
ditelan masuk trakea. Mereka juga berperanan dalam pembentukan
irama fonasi.3
b) Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan
karena itu mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah dan laring.
Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah dan bagian permukaan
apikal yang menghadap ke laring diliputi oleh epitel berlapis gepeng.
Ke arah basis epiglottis pada permukaan yang menghadap laring, epitel
mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks bersilia. 3
c) Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat di bawah epitel
toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan bercak pada
rawan elastin yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa
membentuk dua pasang lipatan yang meluas ke dalam lumen larynx.
Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu (atau lipatan
vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya
terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya.
Pasangan yang bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara
asli. Di dalam pita suara, yang diliputi oleh epitel berlapis gepeng,
terdapat berkas-berkas besar sejajar dari selaput elastin yang merupakan
ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum terdpat berkas-berkas
otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan
akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu
suara dengan tonus yang tidak sama. 3
3. Trakea

Gambar 5. Histologi Trakea. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi


11. EGC, Jakarta, 2010

Trakea merupakan tabung berdinding tipis yang terletak dari basis


larynx (rawan krikoid)ke tempat di mana trakea bercabang menjadi 2
bronkus primer. Trakea dibatasi oleh mukosa respirasi. 3
Di dalam lamina propria terdapat 16-20 rawan hialin berbentuk seperti
huruf C yang berperanan mempertahankan lumen trake agar tetap terbuka.
Ligamentum fibroelastindan berkas-berkas otot polos (m. trachealis)
melekat pada perikondrium dan menghubungkan ujung-ujung bebas rawan
yang berbentuk huruf C tersebut. 3
Ligamentum mencegah peregangan lumen yang berlebihan, sementara
itu otot memungkinkan rawan saling berdekatan. Kontraksi otot disertai
dengan penyempitan lumen trakea dan digunakan untuk respon batuk. 3
Setelah kontraksi, akibat penyempitan lumen trakea akan menambah
kecepatan udara ekspirasi, yang membantu membersihkan jalan udara. 3
4. Bronkus
Gambar 6. Histologi Bronkus. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi
11. EGC, Jakarta, 2010

a) Trakea membelah menjadi 2 bronkus utama yang masuk ke dalam paru-


paru pada tiap hilus. Selain itu, pada tiap-tiap hilus arteòh dan vena
seòõ` pembuluh limfe masuk dan meninggalkan paru-paru. Struktur ini
dikelilingi oleh jaringan penyambung padat dan membentuk akar paru-
paru. Setelah masuk ke dalam paru-paru, bronkus primer menuju ke
arah bawah dan luar untuk membentuk 3 bronkus pada paru-paru kanan
2 bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus lobaris bercabang-cabang
membentuk bronkus yang lebih kecil yang di sebut Bronkiolus. Masing-
masing bronkiolus masuk ke lobus paru-paru yang membentuk 5-7
bronkiolus terminalis. 3

b) Lobulus paru-paru berbentuk piramid dengan apeks yang mengarah ke


arah permukaan paru-paru. Tiap lobulus dibatasi oleh septum jaringan
penyambung tipis yang terlihat pada fetus. Bronkiolus tidak mempunyai
kelenjar pada mukosanya tetapi hanya ditunjukkan oleh adanya sel-sel
goblet yang tersebar dalam epitel permulaan(bagian luar). Pada
bronkiolus yang lebih besar, epitelnya bersilia dan kekomplekannya
berkurang sehingga menjadi epitel kubis bersilia pada bronkiolus
terminalis. 3
c) Selain sel-sel bersilia, bronkiolus terminal juga mempunyai sel-sel clara
yang permukaan apikalnya berbentuk seperti kubah yang menonjol ke
arah lumen. Sel-sel clara pada manusia merupakan sel-sel sekretori.
Bronkiolus respiratorius dibatasi oleh epitel kubis bersilia, tetapi pada
tepi lubang alveolaris, epitel bronkiolus menuju epitel pembatas
alveolus. Epitel bronkiolus terdiri atas epitel kubis bersilia tetapi pada
bagian yang lebih distal, silia mungkin tidak ada. Bronkiolus
respiratorius digunakan untukmenggambarkan fungsi pada segmen
jalannya pernapasan. 3

d) Duktus alveolaris dan alveoli dibatasi oleh sel-sel epitel selapis gepeng
yang sangat tipis. Dalam lamina propria, di sekitar tepi alveoli
merupakan jala sel otot polos yang saling berhubungan. Duktus
alveolaris bermuara ke dalam atria, ruang yang menghubungkan antara
multilokularis alveoli dengan dua atau lebih alveolaris pada setiap
atrium. Serabut-aerabut elastin memungkinkan alveoli mengembang
pada waktu inspirasi dan secara pasif berkontraksi pada saat ekspirasi.
Kolagen berperan sebagai penyokong yang mencegah peregangan yang
berlebihan dan sebagai pencegah kerusakan-kerusakan kapiler halus dan
septa alveoli yang tipis. 3
5. Alveolus

Gambar 7 . Histologi Alveolus. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore,


edisi 11. EGC, Jakarta, 2010
a) Alveoli merupakan evaginasi kecil seperti kantung dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris , dan sakus alveolaris. Alveoli
merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan
bertanggungjawab akan struktur paru-paru yang menyerupai busa.
Secara struktural alveoli menyerupai kantung kecil yang terbuka pada
salah satu sisinya, mirip sarang tawon. Dalam struktur yang menyerupai
mangkok ini, oksigen dan CO2 mengadakan pertukaran antara udara
dan darah. Dinding alveoli dikhususkan untuk menyelenggarakan difusi
antar lingkungan eksterna dan interna. Umumnya, tiap-tiap dinding dari
2 alveoli yang berdekatan bersatu dan dinamakan septum atau dinding
interalveolaris. Septum Alveolaris terdiri atas dua lapisan epitel pipih
tipis yang diantaranya terdapat kapiler-kapiler, jaringan penyambung
merupakan intertisial. Di dalam interstisial septa alveolaris paling kaya
akan jaringan kapiler dalam tubuh. 3

b) Untuk mengurang jarak penghalang udara- darah, ke dua lamina basalis


umumnya bersatu menjadi satu lamina basalis yang tipis. Tebal
keempat lapisan ini berkisar dari 0,2 m. Dalam septa imsampai 5
nteralveolaris, kapiler-kapiler pulmonalis yang beranastomosis
disokong oleh jalian serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut ini,
yang dirancang agar memungkinkan pengembangan dan kontraksi
dinding alveoli, merupakan struktur primer penyokong alveoli. Dalam
Interstitial septa juga ditemukan leukosit, makrofag, dan fibroblast.
Oksigen udara Alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui membran
yang membatasi udara dan alveoli, CO2 berdifusi dengan arah yang
berlawanan. Pelepasan CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim
anhidrase karbonat yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan bila eritrosit mengandung enzim
tersebut lebih banyak dibandingkan sel-sel lain di tubuh. Paru-paru kira-
kira mengandung 300 juta alveoli, jadi sangat menambah permukaan
pertukaran interna, yang telah dihitung kira-kira 70-80 m2. 3

c) Sel endotel kapiler sangat tipis sekali dan mempunyai inti yang lebih
kecil, tampak lebih panjang daripada inti sel-sel pembatas, seringkali
mereka bersatu. Endotel yang membatasi kapiler darah adalah kontinyu
dan tidak fenestrata. Secara sitologis, ini dan organel-organel sel yang
lain berkelompok sehingga daerah-daerah lain sel menjadi sangat tipis
sekali dalam rangka menambah efisiensi pertukaran gas. Gambaran
yang paling nyata dalam sitoplasma pada bagian sel yang tipis adalah
banyak mengandung vesikel-vesikel pinositik. Sel pipih Alveoler,
disebut juga sel tipe I merupakan sel yang sangat tipis yang membatasi
permukaan sel alveoli. Sel ini sangat tipis, kadang-kadang hanya
bergaris tengah 25 nm, sehingga dibutuhkan analisis mikroskop
elektron untuk membuktikan bahwa semua kapiler diliputi oleh epitel
pembatas . Untuk mengurangi tebal penghalang udara-darah, inti dan
organel-organel sel pipih berkelompok sedangkan sekitar inti
sitoplasmanya menyebar, membentuk lapisan pembatas yang tipis.
Sitoplasma pada bagian tipis terutama mengandung vesikel pinositotik,
yang memegang peranan penting dalam turnover surfaktan (di jelaskan
di bawah) dan pembuangan partikel-partikel kecil yang merupakan
kontaminan dari permukaan luar. Secara sitologis, sel epitel pipih dan
sel endotel kapiler satu sama lain merupakan bayangan cermin. 3
6. Pleura
Pleura adalah membran serosa yang meliputi paru-paru. Ia terdiri
atas dua lapisan, yaitu parietal dan viseral, yang bersambungan pada
daerah hilus. 4
Kedua membran diliputi oleh sel-sel mesotel yang terletak pada
lapisan jaringan penyambung halus yang mengandung serabut kolagen dan
elastin. Serabut-serabut elastin pleura viseralis bersambungan dengan
serabut-serabut yang terdapat pada parenkim paru-paru.4
Oleh karena itu, kedua lapisan tersebut membatasai rongga yang
semata-mata dibatasai oleh sel gepeng mesotel. 4
Dalam keadaan normal, rongga pleura ini hanya mengandung
selaput cairan yang bekerja sebagai agen pelumas, memungkinkan
pergeseran halus permukaan satu dengan yang lainnya selama pergerakan
respirasai. 4
Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat berubah
menjadi rongga sebenarnya, mengandung cairan atau udara pada bagian
dalamnya. Dinding rongga pleura, seperti semua rongga serosa
(periotenum dan perikardium), sangat permeabel terhadap air dan zat lain.
4

Jadi, penimbunan cairan pada rongga ini sering terjadi pada


keadaan-keadaan patologis. Cairan ini berasal dari plasma darah dengan
cara eksudasi. Sebaliknya, pada keadaan tertentu, cairan atau gas yang
terdapat dalam rongga pleura dengan cepat dapat direabsorbsi. 4
Sumber :
1. Fernandez, Gregory James. 2018. Sistem Pernafasan. Bali : FK Udayana.
2. Sherwood, l. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem..edisi 8. Jakarta: EGC.
3. Eroschenko, V P, Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC, Jakarta, 2010
4. Gartner L, 2017, Textbook of Histology

D. Anatomi ,Fisi ologi dan Histologi Esofagus


Esophagus merupakan tuba muskular dengan panjang 9- 10 inci ( 25 cm) dan
diameter 1 inci (2,54 cm).4 Saat lahir panjang esofagus bervariasi antara 8 dan 10 cm
dan kira-kira 19 cm pada usia 15 tahun.5 Esofagus berasal dari laringofaringeal area
vertebrae C6 melewati diagfragma (hiatus esofagus) pada areasekitar vetebreae
thoraks 10 dan membuka kearah lambung.Esophagus adalah saluran berotot yang
lurus dan memanjangdiantara fari ng danlambung.
Esofagus memiliki 3 konstriksi dalam proses vertikal, sebagai berikut:
1. Tempat penyempitan pertama adalah pada 15 cm dari gigi insisivus atas, di mana
esofagus dimulai pada sfingter krikofaringeal; ini adalah bagian tersempit dari
esofagus dan sekitar sesuai dengan vertebra C6.
2. Tempat penyempitan kedua adalah pada 23 cm dari gigi insisivus atas, di mana ia
dilintasi oleh arkus aorta dan kiri bronkus utama
3. Tempat penyempitan ketiga adalah 40 cm dari gigi insisivus atas, di mana ia
menembus diafragma; Lower Esophageal Sphincter (LES) terletak pada tingkat
ini.

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut:


1) Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik,
2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,
3) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi,
4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,
5) Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke lambung,
6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di mulut, faring,
laring, dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan.
Menelan dibagi menjadi tahap orofaring dan tahap esofagus.Tahap orofaring
berlangsung sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan bolus dari mulut melalui
faring untuk masuk ke esofagus.Ketika masuk ke faring, bolus makanan harus
diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke lubang-lubang lain yang
berhubungan dengan faring. Dengan kata lain, makanan harus dijaga agar tidak
masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, atau masuk ke trakea.
Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak
masuk kembali ke mulut sewaktu menelan. Kontraksi m.levator palatini
mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat
dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus terdorong ke
posterior karena lidah terangkat ke atas. Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus
yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.palatofaring,
sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup saluran
hidung atau nasofaring dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung.
Makan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan erat
pita suara di pintu masuk laring atau glottis. Faring dan laring bergerak ke arah atas
oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring.Aditus
laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi
m.ariepiglotika dan m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga
pengentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan,
sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus
makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis
sudah dalam keadaaan lurus.
Tahap esofagus dari proses menelan kini dimulai. Pusat menelan memicu
gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke
lambung.Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9 detik untuk
mencapai ujung bawah esofagus.Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus.Sewaktu gelombang peristaltik
menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas secara refleks
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung,
proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.

Histologi Esofagus
Terdapat 4 lapisan esofagus yaitu:
1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk di sebelah dalam;
selapis tipis jaringan ikat dibawahnya, lamina propia; dan selapis serat otot polos
memanjang, yaitu muskularis mukosa.
2. Submukosa
Adalah lapisan luas jaringan ikat tidak teratur agak padat yang sering
mengandung jaringan adiposa, pembuluh darah dan kelenjar lendir.
3. Muskularis Eksterna
Terdiri dari dua lapisan otot yang berbatas tegas, lapisan otot sirkular di
seblah dalam dan lapisan otot longitudinal di sebelah luar. Serta terdapat lapisan tipis
jaringan ikat yang terletak di antara lapisan otot sirkukar dan longitudinal.
4. Adventitia / Serosa
Terdiri atas lapisan jaringan ikat longgaar yang menyatu dengan
adventitia trakea dan struktur sekitarnya. Jaringan adiposa, pembuluh darah besar,
arteri dan vena, serta serabut saraf banyak ditemukan di jaringan ikat adventitia.

E. Anatomi,Fisiologi, dan Histologi Lambung (Gaster)


Anatomi Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008). Lambung
merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma,
terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen
(Tortora & Derrickson, 2009).
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil
yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak
sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang
menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga
longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari
lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke
pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang
menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik
(Schmitz & Martin, 2008).

Histologi Lambung
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya
dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz & Martin, 2008).
1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis
mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan
kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut
foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan
tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus
alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel
otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari
submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson, 2009).
2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik,
limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa
(Schmitz & Martin, 2008).
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner oblique, (2)
middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus
myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008). Lapisan oblik terbatas pada
bagian badan (body) dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009).
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos
(mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan
serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum
(Schmitz & Martin, 2008).

Fisiologi Lambung
1. Fisiologi Sekresi Getah Lambung
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang
bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara
umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : (1) mukosa
oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik
yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung
(gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung.
Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah
eksokrin, endokrin, dan parakrin (Sherwood, 2010).
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan
kelenjar oksintik mukosa lambung (Gambar 2.3), yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang
encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel
utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya
tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan
yang sangat asam.
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka
berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice ) (Sherwood, 2010). Sel
mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di
mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan
bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau
berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan
mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel
parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang
menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan
somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi
asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi
produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam
(Sherwood, 2010).
2. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung
lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen
turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+ ) dan ion klorida
(Cl¯) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma
sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi
yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai tiga sampai
empat juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk
memindahkan H+ melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak
energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil
energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi
yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010).
Ion H+ yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari
proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+
disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH-. Di
sel parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H+ -K+ -ATPase yang berada
di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+
masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditranspotkan, secara pasif
balik ke lumen, melalui kanal K+ , sehingga jumlah K+ tidak berubah setelah
sekresi H+ . Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca).
Dengan adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2, yang
diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari
darah. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3 yang secara parsial
terurai menjadi H+ dan HCO3 - (Sherwood, 2010).
HCO3 - dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl- __ HCO3 - pada
membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl- dari plasma ke
lumen lambung. Pertukaran Cl- dan HCO3 - mempertahankan netralitas listrik
plasma selama sekresi HCl ( gambar 2.4 ) (Sherwood, 2010).
Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut :
1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan
membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin.
2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan
berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil.
3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme
yang masuk bersama makanan, walaupun sebagian dapat lolos serta terus
tumbuh dan berkembang biak di usus besar (Sherwood, 2010).

SUMBER

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy & Physiology.


USA: John Wiley & Sons. Inc.

Sherwood, L. (2012). Human Physiology: From Cells to Systems (8th Edition


ed.). Canada: BrocksCole.

Schmitz, P. G., & Martin, K. J. (2008). Internal Medicine: Just The Facts.
Singapore: The McGraw-Hill Companies.

Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.


Canada:

Yolanda Cossio
F. Biokimia Pernafasan (Kesetimbangan asam basa)
Pernafasan secara biokimia didefinisikan pertukaran 2 gas yaitu O2 dan CO2
antara tubuh dan lingkungan. Proses respirasi meliputi 4 tahap yaitu :
1.Ventilasi paru-paru : masuk-keluarnya udara pernafasan antara atmosfir dan
alveoli
2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah
3. Transport O2 dan CO2 oleh darah ke sel-sel tubuh
4. Pengaturan ventilasi

Proses difusi O2 dan CO2 yaitu membutuhkan udara normal yang mengandung
78,62% N2; 20,84% O2; 0,04% CO2 dan 0,5% uap air. Semua aliran gas tunduk pada
Hk Boyle dan Hk. GayLussac. Hk Boyle berkaitan dengan gas yaitu bila suhu dan
massa (jumlah molar suatu gas dalam suatu ruangan konstan, tetapi volume ruangan
bertambah atau berkurang, maka tekanan gas dalam ruangan tersebut akan berubah
sebaliknya dengan volume yaitu pada massa dan suhu gas ideal tetap. Hk. Gay-
Lussac menyatakan bila suatu gas dengan massa tetap pada tekanan yang konstan,
bila suhu berubah, volume gas juga berubah sebanding dengan kenaikan atau
penurunan suhu.

Proses difusi belangsung melalui kecepatan difusi (diffusion rate/DR) yang


dipengaruhi oleh :
1. Perbedaan tekanan parsial gas dan tekanan gas antara alveoli dan darah
2. Makin luas penampang gas-cairan, difusi makin cepat
3. Jarak tempuh yang ditembus molekul-molekul panjang, difusi makin lambat
4. Daya larut gas makin besar makin banyak molekul yang berdifusi, makin cepat
pergerakan kinetik dan makin besar kecepatan difusi.
Perbedaan tekanan parsial O2 antara alveoli / darah 104-40 = 64 menyebabkan
O2 berdifusi dari alveoli ke darah. Perbedaan tekanan parsial O2 antara jaringan dan
darah = 95-40 = 55 mmHg menyebabkan O2 berdifusi dari darah ke jaringan.
Tekanan dan tegangan parsial O2 , CO2 dan air pada sistem pulmonari.
Pertukaran gas juga dapat disebabkan perbedaan tekanan parsial CO2 antara
alveoli dan darah 45 – 40 = 5 mmHg menyebabkan CO2 berdifusi dari darah ke
alveoli. Perbedaan tekanan Parsial CO2 antara jaringan dan darah 45-40 = 5 mmHg,
CO2 berdifusi dari jaringan ke darah. Perbedaan tekanan parsial O2 besar menyebab
difusi O2 cepat.

Kapasitas Difusi yaitu volume gas yang berdifusi melalui membran pernafasan
dalam 1 menit dan perbedaan tekanan 1 mmHg. Contohnya kapasitas difusi O2 = 21
mL/menit, perbedaan tekanan antara membran pernafasan = 11 mmHg,volume O2
yang berdifusi = 11 x 21 = 231 mL, pada waktu latihan, koefisien O2 naik menjadi 65
mL/menit, 11x65=715 (volume O2 yang berdifusi lebih besar/ 3x lipat normal).
Koefisien difusi CO2 = 20 x Koef. Dif. O2. Keseimbangan CO2 cepat tercapai karena
Koefisien difusi CO2 tinggi.

Keseimbangan O2 di Alveoli antara lain pada ujung arteri O2 dari alveoli


banyak berdifusi ke darah, sedang O2 dari darah ke alveoli sedikit. Sehingga tekanan
O2 makin tinggi. Semakin tinggi tekanan O2 darah semakin banyak O2 berdifusi ke
dalam alveoli, sehingga pada ujung vena sudah terjadi keseimbangan.

Tekanan O2 di jaringan yaitu P O2 tinggi = 95 mmHg, P O2 rata-rata = 40


mmHg dengan selisih 55 mmHg. Akibat tekanan pada jaringan mendorong O2 dan
masuk ke jaringan (terjadi difusi O2 dari darah ke jaringan), hingga pada ujung vena
tekanan O2 sama, yang 40 terjadi keseimbangan). Difusi CO2 dari darah paru-paru ke
dalam alveoli.

Keseimbangan tekanan CO2 pada waktu darah sampai dalam kapiler paru-paru,
PCO2 = 45 mmHg sedangkan PCO2 dalam udara alveoli adalah 40 mmHg, karena
Koefisien CO2 20 kali lebih besar maka lebih cepat keseimbangan kurang dari
pertengahan waktu aliran darah melalui kapiler paru-paru.

Cara pengangkutan O2 berdasarkan O2 larut (Hk Henry) = 0,393 ml/ 100 ml


darah, O2 yang larut (keadaan sebenarnya) = 20 ml/100 ml darah. sebab adanya
perbedaan kemampuan Hb dalam transport O2. Hb + O2 (red.Hb) → HbO2 (oxy.Hb)
dan pada Hb O2 terikat pada residu Histidin Hb.
Kemampuan Hb dalam transport O2 meliputi dalam substansi darah, eritrosit
jumlahnya paling banyak dibandingkan leukosit dan trombosit. Eritrosit mengandung
heme yang dapat mengikat O2 , dimana 1 Hb mengikat 4 molekul O2. Walaupun
kelarutan O2 kecil dalam darah (Hk Henry), karena adanya heme kelarutan menjadi
banyak. Makin banyak Hb maka makin banyak O2 yang dapat diangkut. Bila
diketahui P O2 = 104 mmHg ( saturasi 97%) dan P O2 = 50 mmHg O2 (Saturasi
80%), diperoleh selisih saturasi 17% maka pada saat P O2 jaringan 50 mmHg maka
darah melepaskan O2 ( berkisar 15 – 20 Vol %) maka tekanan dimana oksigen akan
dibongkar/ dilepas.

Disosiasi Oksi-Hb terjadi di jaringan dimana P O2 rendah, Hb O2 → Hb + O2


dipengaruhi P O2, P CO2, pH, elektrolit, temperature dan kadar 2,3 BPG. Sirkulasi
aliran penghantaran O2 darah tidak efisien mencapai sekitar 15% O2 berkurang (tidak
100% yang diinspirasi dan ekspirasi) yang harus ada yang disimpan untuk emergensi
dikeluarkan untuk menghasilkan energi guna bertahan hidup untuk beberapa menit.
Pada P CO2 = 40 mmHg, P O2 = 30 mmHg dengan kejenuhan tercapai 50% terjadi
disosiasi dari pemecahan Hb O2 → Hb + O2. Contohnya pada P O2 = 140 mmHg
pada saturasi 100% , tetapi pada P O2 = 100 mmHg mencapai saturasi menurun
sampai 97% menunjukkan terjadi proses pemecahan Hb O2 memnyebabkan disosiasi
sebesar 3%. Semakin menurun P O2 semakin banyak membutuhkan O2 akibatnya
disosiasi meningkat selanjutnya O2 bebas semakin banyak ke jaringan. Makin
menurun P O2 menyebabkan saturasi HbO2 menurun akibatnya disosiasi meningkat.

Pengaruh P O2

Pada P O2 = 80 mmHg : kapasitas pengikatan O2 tidak banyak berbeda pada


P O2 = 100 mmHg. Di jaringan P O2 = 40 banyak O2 dilepaskan (30%). Dalam satu
sirkulasi darah jumlah O2 berkurang 15 Vol %, masih ada cadangan yang dapat
dipakai bila oksigenasi di paru mengalami gangguan.

Pengaruh P CO2
Pengaruh P CO2 antara lain dengan kondisi P CO2 = 40 mmHg dikatakan
normal fisiologis, P CO2 = 20 mmHg dikatakan alkalosis respiratorik, P CO2 = 80
mmHg dikatakan asidosis respiratorik. Pengaruh P CO2 terhadap disosiasi oksi-Hb
disebut Efek Bohr yaitu Pada P O2 = 40 mmHg kejenuhan oksi Hb pada keadaan P
CO2 = 20 (80%), P CO2 = 40 (65%) dan P CO2 = 80 (50%). Bila P CO2 meningkat
dalam kurva disosiasi Oksi-Hb ke kanan dan P CO2 menurun menyebabkan kurva
disosiasi Oksi-Hb ke kiri. P CO2 =50 mmHg tekanan O2 dimana Hb 50% jenuh
dengan O2.

Pengaruh pH
Pengaruh pH dimana CO2 membentuk H2CO3 selanjutnya H + menyebabkan
penurunan pH (melepas HCO3 - ). Peningkatan P CO2 menyebabkan penurunan pH.
Semakin tinggai CO2 → identik dengan penurunan pH karena semakin banyak H+
yang akan di hasilkan, sehingga dissosiasi akan meningkat (karena kebutuhan O2
meningkat akibatnya saturasi menurun.

Pengaruh Elektrolit
Pengaruh elektrolit mempermudah pembebasan O2 dalam jaringan akibatnya
elektrolit meningkat dan dissosiasi meningkat.

Pengaruh Temperatur
Peningkatan suhu mempermudah pembebasan O2 ke jaringan. Karena
peningkatan suhu meningkatkan metabolisme serta pengangkutan hasil metabolisme
meningkat demikian pula kebutuhan O2 meningkat untuk metabolism.

Kadar 2,3 Bifosfogliserat (BPG/DPG) 2,3 BPG merupakan zat antara


metabolisme dalam glikolisis Emden-Meyerhof, terikat kovalen dengan gugus alfa
amino terminal residu valin pada rantai deoksi Hb. Pada Hb teroksidasi tidak terdapat
DPG, DPG akan menggeser ke kanan, sehingga makin tinggi DPG makin tinggi
pelepasan O2 dari oksi Hb. DPG meningkat dissosiasi meningkat akibatnya P O2
akan meningkat, arah kurva ke kanan. DPG menurun menyebabkan dissosiasi
menurun akibatnya saturasi Hb O2 menurun , P O2 menurun menyebabkan kurva ke
kiri.
Peningkatan DPG, akan terjadi hipoksia . DPG meningkat agar O2 yang
berdissosiasi meningkat serta O2 yang dilepaskan ke jaringan akan meningkat dalam
hal ini DPG menguntungkan. Pada kondisi anemia. Hb mengikat O2 pada paru-paru,
tapi dengan adanya DPG meningkat, maka ikatan Hb dan O2 menjadi menurun, pada
keadaan ini menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga udara inspirasi menurun,
menyebabkan inspirasi terganggu dalam hal ini DPG merugikan. Kelainan Kongenital
Hb yaitu HB F terjadi peningkatan Hb, kurva dissosiasi ke kiri menyebabkan eritrosit
yang mengandung Hb F mempunyai afinitas yang besar terhadap O2, dalam hal ini
menguntungkan janin karena PO2 plasenta rendah. Hb F dan Hb A sama, afinitas Hb
F terhadap DPG menurun menyebabkan P CO2 rendah sehingga membutuh suplai O2
yang tinggi.
Kecepatan transport O2 ke jaringan yaitu pada koefisien Pemakaian O2
normal 25%. Pada latihan berat Koefisien O2 meningkat 3 kali, P CO2 meningkat 5
kali dan transport O2 15 kali. Pemakaian O2 di jaringan di atur berkaitan dengan
persediaan O2 dan kadar ADP (cadangan energi). Bila P O2 > 4 mmHg : reaksi-
reaksi kimia dalam jaringan dapat terus tanpa pengaruh O2 dan bila P O2 < 4 mmHg
dipengaruhi persediaan Hb. Variasi Gambaran Klinis Darah antara lain deoksi-Hb =
reduced Hb akan berwarna merah gelap, Oksi Hb berwarna merah terang dan CO-Hb
berwarna merah cerry. Bila reduced Hb > 5 g% akan menyebabkan sianosis
(bibir/mukosa terlihat biru misal gangguan oksigenasi pada peunomia berat dan
keracunan sianida yang sukar terjadi pada anemia berat karena kadar Hb rendah tidak
memungkinkan kadar red-Hb mencapai 5 g%. CO-Hb : Hb mempunyai afinitas
terhadap CO 210 kali lebih besar dari pada terhadap O2 bila kadar CO 0,02%
(pusing) dan 0,1% dalam 1 jam pingsan dan 4 jam meninggal.

Pengangkutan CO2
1. CO2 yang larut 6% Secara fisiologis sedikit, penting karena mempengaruhi reaksi :
CO2 + H2 O → H2 CO3 → H+ + HCO3-
2. Asam karbonat 4% Sebagai H2 CO3 sedikit, tetapi mempengaruhi reaksi di atas H2
CO3 → H+ + HCO3-
3. Ikatan karbamino 20%
4. Ion karbonat dalam plasma 70%

Efek Haldane Pengikatan O2 pada Hb akan mengeliminasi CO2 (pelepasan


CO2 dari ikatannya sebagai karbamino-Hb). Bila P CO2 > 15 mmHg pembentukan
karbamino-Hb tidak dipengaruhi P CO2 tetapi dipengaruhi oksi-Hb, pengikatan O2
oleh Hb mengakibatkan eliminasi CO2 dari ikatan karbamino. Efek Haldane secara
kwantitatif dalam meningkatkan transport CO2 lebih penting dari pada Efek Bohr
dalam meningkatkan transport O2. Efek Haldane merupakan akibat dari red-Hb
dimana oksigenasi Hb (menjadi P O2 ) meningkatkan pelepasan proton (H+ ) dari
molekul Hb.
HHb → H+ + HbO2 –
H + + H CO3 -→ H2CO3 → CO2 + H2O

Eliminasi CO2 dari darah setelah oksigenai diakibatkan meningkatnya proton


yang kemudian berikatan dengan H2CO3 yang oleh karbonik anhidrase dipecah
menjadi CO2 dan H2O. Semakin asam Oksi-Hb, semakin berkurang Krabamino-Hb.
Transport CO2 dalam bentuk ikatan karbamino hanya 10%, tetapi efek haldane
meningkatkan hingga 2x lipat pada waktu oksigenasi dan deoksigenasi di jaringan.

Ion karbonat dalam plasma dimana CO2 yang masuk plasma akan masuk ke
dalam eritrosit, dan di ubah menjadi H2CO3 yang terionisasi menjadi H+ + HCO3 –
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3 –
K Hb + H+ → HHb

H akan diikat oleh K Hb menjadi Hb + K . Sehingga HCO3 - akan keluar dari


eritrosit masuk ke plasma dan sebgai gantinya Cl - dari plasma masuk ke eritrosit
(Chloride Shift). Karbonik Anhidrase sangat berperan dalam reaksi ini. Karbonik
anhidrase banyak dalam eritrosit, sel parietal lambung dan sel tubuli ginja. Peranan
Karbonik anhidrase yaitu dalam eritrosit sebagai pengangkutan CO 2, pembentukan
asam lambung dan sekresi H+ .

Pengaruh CO2 terhadap pH darah yaitu pH darah normal = 7,4; campuran


2 3
H CO dan KHCO3 aadalah Dapar bikarbonat (pers. Hendersen-Hasselbach), bila
HCO3 - / H2CO3 > 20 (akalosis) dan bila HCO3 - / H2CO3 < 20 (asidosis).

Sistem Buffer Darah Dalam pengangkutan CO2 diperlukan buffer dalam:


1. Plasma : protein plasma (10%) , bikarbonat plasma (kecil) dan fosfat plasma (kecil)
2. Eritrosit : Hb (60%), oksi-Hb (60%), fosfat (25%) dan bikarbonat (kecil)
3. Kapasitas Dapar :Hb/ oksi-Hb (60%), fosfat eritrosit (25%), protein plasma (10%)
dan bikarbonat plasma-fosfat plasma-bikarbonat eritrosit (5%)

Dapar Hb dan Oksi-hb Oksi-Hb


Merupakan asam yang relatif lebih kuat dari red-Hb, K oksi-Hb = 2,4 x 10-7
dan K oksi-Hb = 2,4 x 10-9 . Pada sistem dapar di paru-paru, perubahan H Hb
menjadi Hb O2 yang disertai pelepasan H+ selanjutnya bergabung dengan HCO3 -
membentuk H2CO3, karena tekanan CO2 dalam paru rendah H2CO3 terurai menjadi
CO2 dan H2O yang dikeluarkan bersama udara ekspirasi .
Sistem dapar di jaringan terjadi karena P CO2 jaringan rendah terjadi
pembebasan O2 , oksi Hb menjadi H Hb. Pada saat yang sama hasil metabolisme
masuk dalam darah. Dalam eritrosit CO2 meenjadi HCO3 - dengan enzim karbonik
anhidrase HO2CO3 terurai menjadi H+ dan HCO3- masuk ke plasma dan diangkut ke
paru-paru, sedangkan H+ bereaksi dengan Hb- → H Hb. Perubahan pH sangat kecil
karena : H+ di dapar oleh Hb merupakan asam lemah (sedikit berionisasi). Pada pH
=7,35 : 1 Mol oksi-Hb melepaskan 1,88 mEq H+ , 1 Mol red-Hb melepaskan 1,28
mEq H+ . Di jaringan bila 1 mol oksi-Hb 1 mEq H+ ,di dapar (1,88-1,28) mEq H+ ,
sehingga H Hb sebagai pH tidak berubah. Transport CO2 tanpa perubahan pH darah
disebut Isohydric transport of CO2.

Chloride Shift
Dapar Hb dan oksi-Hb 60% menybabkan pengangkutan CO2 (buffer dalam
eritrosit). Pengangkutan CO2 terbesar dalam bentuk HCO3 - dalam plasma. Hal di
atas terjadi karena adanya chloride Shift yaitu HCO3 – yang keluar dari eritrosit di
gantikan oleh Cl- yang masuk ke dalam eritrosit. Akibat : kadar Cl- darah vena <
darah arteri atau kadar Cl- darah arteri > darah vena.

Pada Chloride Shift eritrosit permeabel terhadap CO2 , H2CO3, HCO3 –


dan Cl- , CO2 masuk ke eritrosit, dengan bantuan karbonik anhidrase membentuk
H2CO3. H2CO3, yang terbentuk : sebagian kecil keluar ke plasma dan sebagian besar
berionisasi menjadi H+ dan HCO3 – . HCO3 – akan keluar dari eritrosit ke plasma
dan diangkut menjadi NaHCO3 H - (dapar). KHb + H+ →K+ + HHb. HCO3 – yang
keluar dari eritrosit sebgai gantinya. Cl- Masuk erittrosit dan terbentuk KCl. Bila P
CO2 rendah seperti dalam paru-paru maka terjadi sebaliknya. Gangguan
Keseimbangan Asam Basa antara lain asidosis respiratorik : terjadi peningkatan asam
karbonat dibandingan bikarbonat (penumonia, keracunan morfin). Alkalosis
metabolik : terjadi peningkatan bikarbonat dibandingan asam karbonat (hiperalkali,
defisiensi kalium). Alkalosis respiratorik : penurunan asam karbonat akibat
hiperventilas
SUMBER Wulandari, E., & Hendarmin, L. A. (2010). Integrasi biokimia dalam
modul kedokteran

3. Sebutkan Warna Sputum Dan Penyebabnya


Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda :

Serous : Jernih dan encer pada edema paru akut. Berbusa,kemerahan, pada alveolar
cell cancer

Mukoid : Jernih keabu-abuan, pada Bronkitis Kronik. Putih kental pada Asma.

Purulen : Kuning pada pneumonia. Kehijauan pada bronkiektasis, abses paru.

Rusty (Blood-stained): Kuning tua/ coklat/ merah-kecoklatan seperti warna karat,


pada pneumococcal pneumonia dan edema paru.

Warna sputum dapat membantu dalam menentukan kemungkinan penyebab


penyakit.
1. Sputum yang jernih atau Mukoid selain di dapatkan pada PPOK ( tanpa infeksi)
bisa juga di akibatkan adanya inhalasi zat iritan.
2. Sputum kekuningan bisa di dapatkan pada infeksi saluran napas bawah akut
(karena adanya neutrofil aktif), (dan juga pada asma karena mengandung
eosinofil)
3. Sputum Kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada
bronkiektasis dan dapat membentuk 3 lapisan atas yang mukoid,lapisan tengah
yang encer dan lapisan bawah yang purulen, sputum purulen biasanya warna
kehijauan karena adanya sel-sel neutrofik yang lisis serta produk hasil
katabolisme akibat adanya enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidse.
4. Pada pneumococcal pneumonia stadium awal dapat ditemukan pada sputum yang
berwarna coklat kemerahan akibat adanya inflamasi parenkim paru yang melalui
fase hepatisasi merah.
5. Rusty (Blood-stained sputum) menunjukan adanya hemoglobin/ sel eritrosit
sputum yang berbusa dengan bercak darah yang difus dapat terjadi pada edema
paru akut.

SUMBER : ILMU PENYAKIT DALAM JILID I Edisi VI

Anda mungkin juga menyukai