Anda di halaman 1dari 24

2014

MODUL
SISTEM KOLOID

KELOMPOK 3 :
1. Iqlima Ramiza Fauzi (4001413030)
2. Rahmania Sukmawati (4001413032)
3. Ganang Herdi Laksono (4001413043)
4. Inmas Agustin Purnomo (4001413045)

JURUSAN IPA TERPADU


PRODI PENDIDIKAN IPA 2013
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SISTEM KOLOID

Peta Konsep
Pendahuluan
Larutan terbentuk dari zat terlarut dengan zat pelarut. Apakah campuran susu cokelat
bubuk instan dengan air atau campuran agar –agar dengan air panas betul –betul homogen?
Bagaiman jika kedua campuran diamati dengan mikroskop? Ternyata ,terlihat adanya partikel
susu bubuk atau agar-agar yang tersebar dalam air . Kedua campuran buka larutan atau suspensi
melainkan koloid.
A. Sistem Dispersi
Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair, maka akan terjadi penyebaran secara
merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Hal inilah yang disebut sebagai sistem dispersi.
Dispersi terdiri dari dua fase yaitu faase yang didispersikan ddan fase pendispersi.Pada
umumnya, fase yang jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai fase terdispersi, sedangkan fase
yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai medium pendispersi. Jadi sistem dispersi adalah
pencampuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur secara merata.
Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Larutan sejati atau dispersi molekuler.
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat atau zat cair sebagai fase terdispersi dengan
zat cair sebagai medium pendispersi. Pada larutan sejati, fase terdispersi tersebar sempurna
dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, antara fase
terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi. Molekul-molekul fase
terdispersi tersebar secara merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan
disebut juga dispersi molekuler.
2. Koloid atau dispersi halus.
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi tetapi fase
terdispersinya bukan dalam bentuk molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul.
Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika diamati dengan
mikroskop ultra, campuran ini bersifat heterogen.
3. Suspensi atau dispersi kasar.
Suspensi adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium pendispersi
dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke dalam medium
pendispersinya. Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan sedangkan medium
pendispersinya berupa cairan. Dalam suspensi, antara fase terdispersi dengan medium
pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.
Perbandingan antara Sifat Larutan, Koloid dan Suspensi.

N Aspek
Larutan Koloid Suspensi
o
Ukuran Ukuran partikelnya < Ukuran partikelnya Ukuran partikelnya >
1
partikel 1 nm antara 1 – 100 nm 100 nm
Jumlah
2 Terdiri dari 1 fase Terdiri dari 2 fase Terdiri dari 2 fase
Fase
Kestabilan Stabil ( tidak Tidak stabil ( mudah
3 Pada umumnya stabil
mengendap ) mengendap )
Pemisahan Dapat disaring dengan
4 Tidak dapat disaring Dapat disaring
penyaring ultra
Pengamata Homogen ( tidak Secara makroskopis
n dapat dibedakan bersifat homogen tetapi
5 Mikroskop walaupun jika diamati dengan Heterogen
menggunakan mikroskop ultra, bersifat
mikroskop ultra ) heterogen
Sistem
6 Molekular Padatan halus Padatan kasar
dispersi
Contoh air kopi, air sungai
larutan gula, udara
7 air sabun, susu, mentega yang kotor, campuran
bersih, etanol 70 %
air dan pasir.

B.Sistem Koloid
a) Komponen Sistem Koloid
Zat dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni zat murni dan campuran. Banyak yang
kita lihat di sekeliling kita termasuk campuran, seperti tanah, bangunan, danau, sel dalam tubuh,
dan makanan. Ada tiga macam campuran, yakni larutan, koloid, dan suspensi. Jika gula pasir
dicampurkan ke dalam air, molekul gula segera larut dan terbentuklah suatu larutan yang jernih.
Ukuran partikel gula dalam larutan lebih kecil dari 10-7 cm dan tidak dapat dipisahkan dari air
dengan cara penyaringan.
Jika pasir dicampurkan ke dalam air, pasir dan air akan memisah ketika campuran ini
didiamkan. Campuran semacam ini disebut suspensi. Partikel pasir berukuran lebih besar dari 10-5
cm, dan dapat dipisahkan dari air dengan cara penyaringan. Suspensi adalah campuran heterogen
yang mengandung partikel yang relatif lebih besar, dan pada waktunya akan mengendap. Di
antara kedua sistem campuran di atas (antara suspensi dan larutan), terdapat sistem koloid. Sebagai
contoh, jika tanah liat dicampurkan ke dalam air yang mengandung sedikit NaOH, tanah liat pecah
menjadi sejumlah partikel kecil. Campuran yang terbentuk tidak jernih, tetapi partikel tanah liat
tidak mengendap jika didiamkan, dan juga tidak dapat dipisahkan dengan cara penyaringan.
Partikel tanah liat cukup kecil untuk mampu menembus kertas saring, tetapi cukup besar untuk
menyebabkan campuran menjadi keruh.
Koloid berasal dari bahasa Yunani, dari kata “ kolla “ dan “ oid “. Kolla berarti lem,
sedangkan oid berarti seperti/mirip. Istilah koloid diperkenalkan pertama kali oleh Thomas
Graham pada tahun 1861 berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal
tetapi sukar mengalami difusi. Padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi.
Koloid ialah campuran dari dua atau lebih zat yang salah satu fasanya tersuspensi sebagai
sejumlah besar partikel yang sangat kecil dalam fasa kedua. Zat yang terdispersi dan medium
penyangganya dapat berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan. (Oxtoby, C. W.. 1979. hal 178)
Istilah “koloid” .
Dewasa ini istilah koloid dipakai untuk menyatakan ukuran partikel serta sistem campuran.
Partikel-partikel suatu zat dikatakan berukuran koloid apabila berdiameter antara 10-5 cm sampai
10-7 cm. Yang disebut sistem koloid adalah suatu campuran zat di mana suatu zat tersebar merata
dengan berukuran koloid dalam suatu zat lain. Sebagaimana halnya larutan yang tersusun dari zat
terlarut dan pelarut, maka sistem koloid juga tersusun dari dua komponen, yaitu fase terdispersi,
yaitu zat yang tersebar merata, serta fase pendispersi, yaitu zat medium tempat partikel-partikel
koloid itu tersebar.
Berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya, maka sistem koloid dapat
dibedakan menjadi 8 jenis yaitu seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Dalam sistem koloid, fase terdispersi dan medium pendispersinya dapat berupa zat padat, cair atau
gas.
Fase Medium Nama
No Contoh
Terdispersi Pendispersi Koloid
Sol Gelas berwarna,intan hitam,mutiara,paduan
1 Padat
Padat logam,baja,permata,perunggu
Tinta,cat,sol emas,sol belerang,lem cair,pati dalam
2 Padat Cair Sol
air,protoplasma,air lumpur
Aerosol
3 Gas Asap,debu di udara,buangan knalpot
Padat
Emulsi
Jeli,mutiara,keju,mentega,selai,nasi,agar-
4 Padat Padat
agar,lateks,lem padat,semir padat
( Gel )
Cair
5 Cair Emulsi Susu,santan,minyak ikan,es krim,mayones
Aerosol
6 Gas Kabut,awan,obat semprot,hair spray
Cair
Buih /
Karet busa,batu
7 Padat busa
Gas apung,stirofoam,lava,biskuit,kerupuk
Padat
8 Cair Buih / Busa sabun,krim kopi,pasta,ombak,krim kocok
busa

b) Pengelompokan Sitem Koloid


Baik fase terdispersi maupun fase pendispersi dalam suatu sistem koloid dapat berupa gas,
cair, atau padat. Namun perlu segera dikemukakan bahwa campuran gas dengan gas tidaklah
membentuk sistem koloid, sebab semua gas akan bercampur homogen dalam segala
perbandingan. Dengan demikian kita mengenal 8 jenis sistem koloid seperti yang disajikan
dalam tabel berikut:

Dari tabel di atas tampak jelas bahwa proses di alam sekitar kita banyak berhubungan
dengan sistem koloid. Kegunaan dari cabang ilmu "Kimia Koloid" terdapat di berbagai bidang.
Protoplasma dalam sel makhluk hidup merupakan sistem koloid, sehingga kimia koloid
diperlukan untuk menerangkan reaksi dalam sel. Tanah juga merupakan sistem koloid, dan
pemahaman tentang koloid sangat membantu dalam meningkatkan kesuburan lahan.
Dalam bidang industri kimia koloid dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai produk,
antara lain biskuit, keju, mentega, hairspray, cat, tinta, keramik, sabun, semen, karet, obat-
obatan, insektisida, plastik dan tekstil.
C.Sifat-Sifat Koloid
Beberapa sifat koloid diantaranya adalah :
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya yang disebabkan oleh partikel-partikel
koloid. Pertama kali dikemukakan oleh John Tyndall ( 1820-1893 ), seorang fisikawan Inggris;
setelah mengamati seberkas cahaya putih yang dilewatkan pada sistem koloid.
Apabila seberkas cahaya misalnya dari lampu senter, dilewatkan pada 3 gelas yang masing-
masing berisi suatu dispersi, koloid dan larutan; maka jika dilihat secara tegak lurus dari arah
datangnya cahaya, akan jelas terlihat bahwa cahaya yang melewati dispersi dan koloid
mengalami peristiwa penghamburan dan pemantulan. Sedangkan berkas cahaya yang melewati
larutan tidak akan mengalami peristiwa penghamburan dan pemantulan tersebut ( berkas cahaya
diteruskan ).

Gambar : John Tyndall Gambar : Efek Tyndal


Pada Koloid
Jika seberkas cahaya masuk ke ruangan gelap melalui suatu celah, maka berkas cahaya itu
akan terlihat jelas, sebab partikel debu dalam ruangan yang berukuran koloid akan
menghamburkan cahaya tersebut. Demikian pula jika kita berada di tengah hutan yang lebat pada
pagi hari, cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela pepohonan akan tampak dengan nyata
sebab cahaya itu dihamburkan oleh partikel kabut yang merupakan suatu sistem koloid. Peristiwa
penghamburan cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall, sebab hal ini mula-mula
diterangkan oleh John Tyndall (1820-1893), ahli fisika bangsa Inggris. Efek Tyndall dapat
digunakan untuk membedakan sistem koloid dan larutan sejati. Partikel dalam larutan yang
berupa molekul atau ion terlalu kecil untuk menghamburkan cahaya, sehingga berkas cahaya
dalam larutan tidak terlihat. Sebaliknya, cahaya yang melewati sistem koloid akan terlihat nyata.
Partikel-partikel koloid yang berukuran cukup besar akan menghamburkan cahaya itu ke segala
arah, meskipun partikel koloidnya tidak tampak
Contoh peristiwa efek Tyndall :
o Sorot lampu mobil pada malam hari yang berdebu, berasap, atau berkabut akan tampak jelas.
o Berkas sinar matahari yang melalui celah daun pada pagi hari yang berkabut, akan tampak
jelas.
o Terjadinya warna biru di langit pada siang hari dan warna jingga atau merah di langit pada
saat matahari terbenam.
Efek Tyndall dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan
ketika matahari terbenam langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal itu disebabkan
oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi
dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Oleh karena intensitas cahaya
yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi, maka ketika matahari melintas di atas kita
frekuensi paling tinggilah yang banyak sampai ke mata kita, sehingga kita melihat langit
berwarna biru. Ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah lebih banyak, sehingga kita
menyaksikan langit berwarna jingga atau merah.
2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak atau gerak zig-zag yang dilakukan oleh partikel-partikel
koloid. Pertama kali disampaikan oleh Robert Brown ( 1827 ), seorang ahli biologi dari Inggris.
Dia mengamati pergerakan tepung sari yang terus-menerus di dalam air melalui mikroskop
ultra. Gerakan ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya tumbukan antara partikel-partikel
pendispersi terhadap partikel-partikel zat terdispersi, sehingga partikel-partikel zat terdispersi
akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel
terdispersi yang lain dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar juga. Peristiwa
tersebut akan terus berulang dan hal itu dapat terjadi karena ukuran partikel terdispersi yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran partikel pendispersinya.

Gambar : Robert Brown Gambar : Gerak Brown

Gerak Brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan suhu.


 Semakin kecil ukuran partikel-partikel koloid, gerak Brown akan semakin cepat, dan
sebaliknya.
 Semakin tinggi suhu koloid, gerak Brown akan semakin cepat; dan sebaliknya.
Gerak Brown merupakan salah 1 faktor yang menyebabkan koloid menjadi stabil. Oleh karena
bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak
mengalami sedimentasi ( pengendapan ).
3. Muatan Koloid
Partikel-partikel koloid bermuatan listrik, ada yang positif dan ada yang negatif.
Adanya muatan listrik pada partikel-partikel koloid tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa
peristiwa yaitu :
a. Elektroforesis.
Elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid karena pengaruh medan
listrik. Jika ke dalam sistem koloid dimasukkan 2 batang elektrode kemudian dihubungkan
dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah 1 elektrode;
bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode
( elektrode positif ) sedangkan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke katode
( elektrode negatif ).
Partikel-partikel koloid dapat bermuatan listrik sebagai akibat dari penyerapan ion pada
permukaan partikel koloid tersebut. Sebagai contoh, koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap
kation sehingga ia bermuatan positif, sedangkan koloid As2S3 bermuatan negatif karena
mengadsorpsi anion. Di samping karena adanya gerak Brown, kestabilan suatu sistem koloid juga
disebabkan adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid. Gaya tolak-menolak di antara
muatan yang sama akan mencegah pemisahan atau penggumpalan sehingga sistem koloid
menjadi stabil.
Jika sepasang elektrode dicelupkan ke dalam suatu sistem koloid, lalu kepadanya
dialirkan arus listrik, maka partikel koloid yang bermuatan positif akan menuju katode dan yang
bermuatan negatif akan menuju anode. Pergerakan partikel koloid di bawah pengaruh medan
listrik disebut elektroforesis. Pada peristiwa elektroforesis, partikel koloid akan dinetralkan
muatannya dan digumpalkan pada elektrode.

Gambar: Peristiwa elektroforesis pada koloid


Jadi, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.
Contoh penggunaan metode ini adalah :
Beberapa kegunaan dari proses elektroforesis antara lain sebagai berikut.
 Untuk menentukan muatan suatu partikel koloid.
 Untuk memproduksi barang industri yang terbuat dari karet. Misalnya, pada pembuatan
boneka dan sarung tangan, karetnya diendapkan pada cetakan bentuk boneka atau sarung
tangan secara elektroforesis.
 Untuk mengurangi zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik. Metode
ini dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877-1948) dari Amerika Serikat. Cerobong asap
pabrik bagian dalam dilengkapi dengan "pengendap elektrostatika" berupa lempengan logam
yang diberi muatan listrik, yang akan menarik dan menggumpalkan debu halus dalam asap
buangan.

b. Adsorpsi.
Peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion pada permukaan suatu zat disebut adsorpsi.
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan spesi ( muatan listrik atau ion dan molekul netral ) oleh
permukaan partikel koloid. Peristiwa ini terjadi karena adanya gaya tarik molekul, atom atau
ion pada permukaan adsorben ( koloid ). Kemampuan menarik / menyerap ini disebabkan
juga karena adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga jika ada
partikel / spesi yang menempel akan cenderung dipertahankan pada permukaannya.
Spesi yang diserap disebut fase terserap, sedangkan spesi yang menyerap disebut adsorben.
Jika partikel koloid ( awalnya netral ) mengadsorpsi ion yang bermuatan positif
( kation ), maka koloid tersebut akan menjadi bermuatan positif juga, dan sebaliknya. Adanya
peristiwa ini menyebabkan partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Jika permukaan koloid
bermuatan positif, maka spesi yang diserap harus bermuatan negatif, dan sebaliknya. Suatu
sistem koloid mempunyai kemampuan mengadsorpsi, sebab partikel koloid memiliki permukaan
yang sangat luas.
Contoh :
Sol Fe(OH)3 ( netral ) dalam air akan mengadsorpsi ion positif ( kation ), sehingga menjadi
bermuatan positif.
Sol As2S3 ( netral ) akan mengadsorpsi ion negatif ( anion ), sehingga menjadi bermuatan
negatif.

Gambar : Adsorpsi Koloid


Muatan koloid juga merupakan faktor yang menstabilkan koloid selain gerak Brown.
Oleh karena bermuatan sejenis, maka partikel-partikel koloid akan saling tolak-menolak
sehingga terhindar dari pengelompokan / penggumpalan antar sesama partikel koloid tersebut
( sehingga tidak terjadi peristiwa pengendapan ). Sifat adsorpsi dari koloid dapat kita saksikan
antara lain, pada proses berikut ini.
Contoh penggunaan sifat adsorpsi dari koloid :
a. Pemutihan gula tebu.
Pada proses pemurnian gula pasir, gula yang masih kotor (berwarna coklat) dilarutkan dalam
air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid yang berupa tanah diatom atau karbon. Kotoran
pada gula akan teradsorpsi, sehingga diperoleh gula yang putih bersih
b. Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan serbuk karbon aktif
atau norit. Pada penyembuhan sakit perut oleh serbuk karbon (norit), campuran serbuk karbon
dengan cairan usus akan membentuk sistem koloid yang mampu mengadsorpsi kuman yang
berbahaya.
c. Pewarnaan tekstil.
Pencelupan serat wol, kapas atau sutera ( sebelum diwarnai ) menggunakan larutan
Al2(SO4)3 atau larutan basa.Pada pencelupan serat wol, kapas atau sutera, serat yang akan
diwarnai dicelupkan dalam larutan aluminium sulfat dan larutan basa seperti natrium karbonat.
Endapan Al(OH)3 yang bersifat koloid, melekat pada serat, dan menyerap zat warna tersebut.
Tanpa Al(OH)3, serat tidak dapat diberi warna.
d. Penjernihan air.
Dilakukan dengan menggunakan tawas atau Al2(SO4)3. Di dalam air, Al2(SO4)3 akan
terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid ini akan mengadsorpsi zat-
zat warna atau zat pencemar dalam air.
e. Daya adsorpsi dari koloid dalam tanah mampu menahan bahan makanan yang diperlukan
tumbuhan, sehingga tidak terbawa oleh air hujan. Tanah juga mampu mengadsorpsi
kuman yang berbahaya. Itulah sebabnya tangki kotoran (septic tank) harus berjarak
minimal 8 meter dari sumur, agar tanah dapat mengadsorpsi semua zat pencemar.
f. Deodoran dan antiperspiran (zat anti keringat) dapat menghilangkan bau badan.
Antiperspiran umumnya mengandung senyawa aluminium, seperti aluminium klorohidrat,
A12(OH)2Cl.2H2O, yang dapat memperkecil pori kelenjar keringat, sehingga hanya
sedikit keringat yang keluar. Hal ini karena ion aluminium menggumpalkan sebagian
cairan dalam kelenjar sehingga porinya menjadi kecil.
Pada umumnya antiperspiran ditambahi parfum untuk menghilangkan bau badan sehingga
berfungsi sebagai deodoran. Deodoran mengandung seng peroksida, minyak esensial
parfum, serta zat antiseptik untuk menghentikan kegiatan bakteri. Seng peroksida dapat
menghilangkan senyawa yang berbau dengan cara mengoksidasinya, sedangkan minyak
esensial dan parfum menyerap atau menghilangkan bau badan Di permukaan tubuh
manusia terdapat kurang lebih dua juta kelenjar keringat. Dari kelenjarkelenjar ini keluar
cairan yang kita sebut keringat. Penguapan air dari cairan yang keluar dari kelenjar inilah
yang mengatur suhu tubuh manusia. Bau badan terutama disebabkan terdapatnya senyawa
nitrogen organik, lemak yang keluar dari tubuh, dan dari pertumbuhan bakteri dalam
kelenjar keringat. Sebenarnya keringat sendiri tidak berbau, tetapi hasil penguraiannya
oleh bakteri yang berbau.
Tawas pun dapat digunakan sebagai zat antiperspiran. Dahulu, tukang cukur mengoleskan
tawas untuk dagu yang berdarah akibat pisau cukur. Darah yang keluar akan mengalami
koagulasi sehingga menutupi pori dan pendarahan akan berhenti.
c. Koagulasi.
Disebut juga dengan istilah penggumpalan. Adalah peristiwa pengendapan partikel-
partikel koloid sehingga fase terdispersi terpisah dari medium pendispersinya. Koagulasi
terjadi karena hilangnya kestabilan untuk mempertahankan partikel-partikel koloid agar tetap
tersebar di dalam medium pendispersinya. Hilangnya kestabilan koloid ini disebabkan karena
adanya penetralan muatan / pelucutan muatan partikel koloid yang mengakibatkan terjadinya
penggabungan partikel-partikel koloid menjadi suatu kelompok / agregat yang lebih besar.
Penggabungan ini terjadi karena adanya gaya kohesi antar partikel koloid. Jika ukuran
agregat partikel koloid sudah mencapai ukuran partikel suspensi, maka terjadilah koagulasi.
Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit
ditambahkan ke dalam sistem koloid. Jika arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel
elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Koloid
yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode ( elektrode positif ), sedangkan koloid
yang bermuatan positif akan digumpalkan di katode ( elektrode negatif ).
Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Koloid bermuatan negatif akan menarik kation, sedangkan koloid yang bermuatan positif
akan menarik anion. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan ke-2. Jika
selubung lapisan ke-2 tersebut terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan muatan
koloid sehingga terjadi koagulasi.
 Semakin besar muatan ion, semakin kuat gaya tarik-menariknya dengan partikel koloid,
sehingga semakin cepat terjadi koagulasi.
Pada proses koagulasi terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Kestabilan koloid disebabkan karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid
dan adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi daripada medium pendispersi.
b. Koagulasi dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi.
 Cara mekanik : pemanasan, pendinginan dan pengadukan.
 Cara kimiawi : penetralan silang atau menghilangkan muatan dan penambahan
elektrolit.
Gambar: Koagulasi Fe( OH)2

Contoh proses-proses yang memanfaatkan sifat koagulasi dari koloid :


a. Pengolahan karet dari bahan mentahnya ( lateks ). Pada pengolahan karet dari bahan
mentahnya (lateks), partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam
asetat, sehingga karet dapat dipisahkan dari lateksnya.
b. Proses penjernihan air dengan menambahkan tawas.
Tawas aluminium sulfat (mengandung ion Al3+) dapat digunakan untuk menggumpalkan
lumpur koloid atau sol tanah liat dalam air (yang bermuatan negatif).
c. Proses terbentuknya delta di muara sungai.
Terjadi karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan elektrolit dalam air laut.
d. Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik ( pesawat Cottrel ).
Metode ini dikembangkan oleh Frederick Cottrel ( 1877 - 1948 ).
e. Proses yang dilakukan oleh ion Al3+ atau Fe3+ pada penetralan partikel albuminoid yang
terdapat dalam darah, mengakibatkan terjadinya koagulasi sehingga dapat menutupi luka.

d. Koloid Pelindung.
Koloid pelindung adalah koloid yang bersifat melindungi koloid lain agar tidak mengalami
koagulasi. Koloid pelindung akan membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain.
Lapisan ini akan melindungi muatan koloid tersebut sehingga partikel koloid tidak mudah
mengendap atau terpisah dari medium pendispersinya.
Contohnya :
 Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal
besar es atau gula.
 Zat-zat pengemulsi ( sabun dan deterjen ).
 Butiran-butiran halus air dalam margarin distabilkan dengan lesitin.
 Partikel-partikel karbon dalam tinta dilindungi dengan larutan gom.
 Warna-warna dalam cat distabilkan dengan oksida logam dengan menambahkan
minyak silikon.
 Pada industri susu, kasein digunakan untuk melindungi partikel-partikel minyak
atau lemak dalam medium cair.
e. Dialisis.
Kestabilan suatu koloid dapat dipertahankan dengan menambahkan sedikit elektrolit dengan
konsentrasi yang tepat ke dalam koloid tersebut.
Jika konsentrasi elektrolit tidak tepat, justru akan terbentuk ion-ion yang mengganggu
kestabilan koloid. Untuk mencegah adanya ion-ion pengganggu, dilakukan dengan cara
dialisis menggunakan alat yang disebut dialisator.
Pada proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam wadah terbuat dari selaput semi
permeabel (kantong koloid ) dan dicelupkan ke dalam air yang mengalir terus-menerus.
Selaput semi permeabel adalah selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil ( ion-
ion atau molekul sederhana ), tetapi mampu menahan partikel koloid. Dengan demikian, ion-
ion akan keluar dari kantong koloid dan hanyut terbawa air.

Gambar : Peristiwa Elektrolisis


Contohnya :
o Untuk memurnikan protein dari partikel-partikel lain yang ukurannya lebih kecil.
o Untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida.
o Untuk proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal ( blood dialisis ).
o Proses pemisahan hasil metabolisme dari darah oleh ginjal manusia.
Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semi permeabel, yang dapat dilalui oleh air dan
molekul-molekul sederhana (seperti urea), tetapi menahan butir-butir darah yang
merupakan koloid.

4. Koloid Liofil dan Liofob


Koloid yang medium pendispersinya cair, dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob.
a. Koloid liofil adalah suatu koloid yang fase terdispersinya dapat menarik medium
pendispersi yang berupa cairan akibat adanya gaya Van der Waals atau ikatan hidrogen.
Liofil artinya “cinta cairan” (Bahasa Yunani; lio=cairan; philia=cinta). Sol liofil yang
setengah padat disebut gel. Contoh gel antara lain selai dan gelatin.
Jika medium pendispersinya berupa air, maka disebut koloid hidrofil. Koloid hidrofil
mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya, sehingga mempunyai
interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid liofil / hidrofil dapat mengadsorpsi
molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung ( = disebut solvatasi /
hidratasi ). Akibatnya butir-butir koloid terhindar dari agregasi / pengelompokan. Sol
hidrofil tidak menggumpal pada saat penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersinya
dapat dipisahkan melalui proses pengendapan atau penguapan.
b. Koloid liofob adalah suatu koloid yang fase terdispersinya tidak dapat mengikat atau
menarik medium pendispersinya. Liofob berarti takut cairan. (phobia=takut). Jika
medium pendispersinya berupa air, maka disebut koloid hidrofob. Koloid ini biasanya
berasal dari senyawa anorganik. Koloid hidrofob bersifat irreversibel, artinya tidak
dapat kembali ke keadaan semula. Misalnya : sol emas. Jika medium pendispersinya
diambil, sol emas membentuk emas padat. Setelah emas padat terbentuk, tidak dapat
berubah menjadi sol emas kembali, meskipun ditambah dengan medium
pendispersinya. Contohnya : sol AgCl dan sol CaCO 3, susu, mayonaise, sol belerang,
sol sulfida, sol logam, sol Fe(OH)3.
Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar ( misalnya air ) tanpa adanya zat
pengemulsi atau koloid pelindung.Zat pengemulsi membungkus partikel-partikel koloid
hidrofob, sehingga terhindar dari koagulasi. Susu ( emulsi lemak dalam air ) distabilkan
oleh sejenis protein susu, yaitu kasein; sedangkan mayonaise ( emulsi minyak nabati
dalam air) distabilkan oleh kuning telur.

Perbedaan sifat koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

No Koloid Hidrofil Koloid Hidrofob


1 Stabil Kurang stabil
2 Terdiri atas zat organik Terdiri atas zat anorganik
3 Kekentalannya tinggi Kekentalannya rendah
Sukar diendapkan dengan penambahan
4 Mudah diendapkan oleh zat elektrolit
zat elektrolit
5 Kurang menunjukkan gerak Brown Gerak Brown sangat jelas
6 Kurang menunjukkan efek Tyndall Efek Tyndall sangat jelas
Hanya beberapa yang dapat dibuat
7 Dapat dibuat gel
gel
Hanya dapat dibuat dengan cara
8 Umumnya dibuat dengan cara dispersi
kondensasi
Partikel terdispersi mengadsorpsi
9 Patikel terdispersi mengadsorpsi ion
molekul
10 Reversibel Ireversibel
11 Mengadsorpsi mediumnya Tidak mengadsorspi mediumnya
Contoh : sabun, agar-agar, kanji, Contoh : sol belerang, sol logam, sol
12
detergen, gelatin AgCl

D. Pembuatan Koloid
Dapat dilakukan dengan 2 cara utama, yaitu :
1. Cara Kondensasi.
Dengan cara ini, partikel larutan sejati ( molekul atau ion ) bergabung membentuk partikel
koloid. Pembuatan koloid dengan cara ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : cara kimia dan
fisika.
 Cara Kimia.
Adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel larutan sejati melalui reaksi kimia;
meliputi :
a. Reaksi Hidrolisis.
Adalah reaksi yang terjadi antara garam dengan air.
Contoh : reaksi pembentukan sol Fe(OH)3
FeCl3(aq) + 3 H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)

b. Reaksi Substitusi.
o Pembuatan sol AgCl.
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

o Pembuatan sol belerang.


Na2S2O3(aq) + 2 HCl(aq) S(s) + 2 NaCl(aq) + H2SO3(aq)

o Pembuatan sol As2S3


Melalui reaksi dekomposisi rangkap = reaksi pertukaran ion, yaitu reaksi yang
digunakan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut .
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g) As2S3(s) + 6 H2O(l)

c. Reaksi Redoks.
Adalah reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi.
 Pembuatan sol belerang.
2 H2S(g) + SO2(aq) 3 S(s) + 2 H2O(l)

 Pembuatan sol emas.


2 AuCl3(aq) + 3 HCHO(aq) + 3 H2O(l) 2 Au(s) + 6 HCl(aq) + 3 HCOOH(aq)

 Cara Fisika.
Adalah cara pembuatan partikel koloid dengan cara mengkondensasikan partikel melalui :
a. Penggantian Pelarut.
 Pembuatan sol belerang.
Sol belerang dalam air dapat dibuat dengan cara melarutkan belerang ke dalam alkohol
hingga larutan menjadi jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh yang terbentuk diteteskan ke
dalam air sedikit demi sedikit.
 Pembuatan gel kalsium asetat.
Kalsium asetat sukar larut dalam alkohol, tetapi mudah larut dalam air. Oleh karena itu,
gel kalsium asetat dibuat dengan cara melarutkan kalsium asetat dalam air sehingga
membentuk larutan jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh tersebut ditambahkan ke dalam
alkohol hingga terbentuk gel.
 Pembuatan sol damar.
Damar larut dalam alkohol, tetapi sukar larut dalam air. Mula-mula damar dilarutkan
dalam alkohol hingga diperoleh larutan jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh tersebut
ditambah air hingga diperoleh sol damar.
b. Pengembunan Uap.
Sol raksa ( Hg ) dibuat dengan cara menguapkan raksa. Setelah itu, uap raksa dialirkan
melalui air dingin hingga akhirnya diperoleh sol raksa.
2. Cara Dispersi.
Dengan cara ini, partikel koloid diperoleh dengan cara memperkecil ukuran partikel dari
suspensi kasar menjadi partikel berukuran koloid.

Pembuatan koloid dengan cara dispersi, dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu :
a. Cara Mekanik.
Pembuatan koloid secara mekanik dilakukan dengan cara menggerus / menghaluskan
partikel-partikel kasar menjadi partikel-partikel halus. Selanjutnya, didispersikan ke dalam
medium pendispersi. Pada umumnya ke dalam sistem koloid yang terbentuk; ditambahkan zat
penstabil yang berupa koloid pelindung. Zat penstabil ini berfungsi untuk mencegah
terjadinya koagulasi.
Contoh :
Sol belerang dapat dibuat dengan cara menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan zat
inert ( misalnya gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus tersebut dengan air.
b. Cara Peptisasi.
Cara peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan
dengan bantuan suatu zat pemecah ( zat pemeptisasi ). Zat pemeptisasi akan memecahkan
butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
Istilah peptisasi dihubungkan dengan istilah peptonisasi yaitu proses pemecahan protein (
polipeptida ) dengan menggunakan enzim pepsin sebagai katalisatornya.
Contoh :
o Agar-agar dipeptisasi oleh air
o Nitroselulosa oleh aseton
o Karet oleh bensin
o Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S
o Endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3.
c. Cara Busur Bredig.
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam ( koloid logam ). Logam yang akan
dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam medium pendispersi.
Kemudian dialiri arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik.
Suhu tinggi akibat adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan atom-atom logam akan
terlempar ke dalam medium pendispersi ( air ), lalu atom-atom tersebut akan mengalami
kondensasi sehingga membentuk suatu koloid logam. Jadi, cara busur Bredig merupakan
gabungan antara cara dispersi dan kondensasi.
Contoh : Pembuatan sol platina dalam sol emas.

d. Cara Homogenisasi.
Adalah suatu cara yang digunakan untuk membuat suatu zat menjadi homogen dan
berukuran partikel koloid. Cara ini banyak dipakai untuk membuat koloid jenis emulsi,
misalnya susu. Pada pembuatan susu, ukuran partikel lemak pada susu diperkecil hingga
berukuran partikel koloid. Caranya dengan melewatkan zat tersebut melalui lubang berpori
bertekanan tinggi. Jika partikel lemak dengan ukuran partikel koloid sudah terbentuk, zat
tersebut kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersinya.
e. Cara Dispersi dalam Gas.
Pada prinsipnya, cara ini dilakukan dengan menyemprotkan cairan melalui atomizer.
Menggunakan sprayer pada pembuatan koloid tipe aerosol, misalnya obat asma semprot, hair
spray dan parfum.
Cara Memurnikan Koloid.
Ada 3 cara untuk memurnikan koloid, yaitu :
a. Dialisis.
Dialisis adalah teknik memurnikan koloid dengan cara melewatkan suatu pelarut pada sistem
koloid melalui membran semi permeabel.Ion-ion atau molekul terlarut akan terbawa oleh
pelarut, sedangkan partikel koloid tidak.
b. Ultrafiltrasi.
Diameter partikel koloid lebih kecil daripada partikel suspensi sehingga koloid tidak dapat
disaring menggunakan kertas saring biasa. Koloid dapat disaring dengan menggunakan kertas
saring yang berpori halus. Untuk memperkecil pori, kertas saring dicelupkan ke dalam
kolodian, misalnya selofan.
c. Elektroforesis.
Selain untuk menentukan muatan koloid dan memisahkan asap dan debu dari udara,
elektroforesis juga dapat digunakan untuk memurnikan koloid dari partikel-partikel zat pelarut.
Cara kerjanya :
Koloid yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektrode positif, sedangkan koloid yang
bermuatan positif akan bergerak ke arah elektrode negatif sehingga campuran koloid positif
dan negatif dapat dipisahkan.
Koloid dalam Kehidupan Sehari hari
1. Detergen :
Sabun dan detergen termasuk jenis koloid Asosiasi. Sabun dan detergen tersusun atas bagian
kepala ( polar) yang bersifat liofil ( hidrofil ) dan bagian ekor ( nonpolar ) yang bersifat
liofob ( hidrofob ).
Bagian ekor lebih suka berikatan dengan minyak atau lemak, sedangkan bagian kepala lebih
suka berikatan dengan air. Ketika sabun / detergen dilarutkan dalam air, maka molekul-
molekul sabun / detergen akan mengadakan asosiasi dan orientasi karena gugus nonpolarnya
( ekor ) saling terdesak sehingga terbentuk partikel koloid. Bagian kepala ( hidrofil)
akan menghadap ke air sedangkan bagian ekornya ( hidrofob ) akan berkumpul mengarah ke
dalam.
Ketika pakaian kotor direndam dalam larutan sabun / detergen, gugus nonpolar dari sabun /
detergen akan menarik partikel kotoran ( lemak / minyak ) dari bahan cucian, kemudian
mendispersikannya ke dalam air.
Setelah dikucek dan dibilas, noda lemak akan diikat oleh sabun atau detergen yang akhirnya
akan larut dalam air.
Sebagai bahan pencuci, sabun dan detergen bukan saja berfungsi sebagai pengemulsi tetapi
juga sebagai penurun tegangan permukaan air. Air yang mengandung sabun / detergen
mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah meresap pada
bahan cucian.
2. Pengolahan Air Bersih
Secara garis besar, pengolahan air secara sederhana dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu :
a. Koagulasi.
Koloid yang digunakan untuk menggumpalkan kotoran, yaitu : Al(OH)3 yang bisa diperoleh
dari tawas KAl(SO4)2, aluminium sulfat dan Poly Aluminium Chloride ( PAC = polimer dari
AlCl3-AlCl3-AlCl3-..... )
b. Penyaringan.
Bertujuan untuk memisahkan gumpalan kotoran yang dihasilkan dari proses koagulasi.
Bahan yang dipakai : pasir, kerikil, ijuk.
c. Penambahan Desinfektan.
Bertujuan untuk membunuh kuman-kuman yang terlarut dalam air.
Bahan yang dipakai : kaporit [ Ca (OCl)2 ] atau klorin.
Gambar : Skema Pengolahan Air minum

3. Pemurnian gula
Gula tebu yang masih berwarna dilarutkan dengan air panas, kemudian dialirkan melewati
sistem koloid, yaitu tanah diatom atau karbon. Zat warna pada gula tebu akan teradsorpsi sehingga
akan diperoleh gula yang bersih dan putih
4. Pembentukan delta
Tanah liat dan pasir yang terbawa oleh aliran sungai merupakan sistem koloid yang
bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg2+, dan Ca2+. Ketika air sungai
dan air laut bertemu di muara, maka partikel-partikel air laut yang bermuatan positif akan
menetralkan sistem koloid pada air sungai sehingga terjadi koagulasi yang ditandai dengan
terbentuknya delta.
5. Penggumpalan darah
Darah mengandung koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terdapat suatu luka kecil, untuk
membantu penggumpalan darah digunakan styptic pencil atau tawas yang mengandung ion Al3+ dan
Fe3+. Ion-ion ini akan menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein sehingga membantu
penggumpalan darah.

PENGGUNAAN SISTEM KOLOID


Perkembangan kimia koloid sangat cepat karena fenomena ilmu ini penting peranannya dalam
kehidupan manusia. Berbagai masalah yang merupakan proses penting dalam organisme,
pembentukan mineral tertentu dialam, dan produktivitas tanah banyak kaitanya dengan keadaan
koloid zat. Kimia koloid juga menjadi dasar ilmiah berbagai proses industri. Misalnya serat buatan,
plastik dan sebagainya.
Penggunaan Koloid dalam kehidupan sehari-hari:
 Pengendap Cotrell dapat digunakan untuk mengurangi polusi udara dari pabrik. Alat ini
dapat mengendapkan partikel koloid yang terdapat dalam gas yang akan keluar dari
cerobong asap
 Pada pencelupan tekstil digunakan zat koloid untuk mempermudah pemberian warna
 Cat ‘emulsi’ dan ‘emulsi fotografi’ adalah koloid pengotor yang tidak bercampur dengan air
 Untuk keperluan kosmetik seperti bodylotion dan hand cream, dan sebagainya. Sistem Koloid 19
 Kabut dapat digunakan untuk memrangi kebakaran hutan. Air yang keluar dari pengabut
dengan kecepatan tinggi sering digunakan untuk mendinginkan nyala api dan melumpuhkan
pembakaran.
 Emulsi banyak digunakan dalam kosmetika untuk membantu melapisi yag dicat secara
uniform (merata).
 Asap dapat berguna dalam membantu koagulasi lateks, seperti halnya sam klorida dan adam
asetat. Aerosol lain ialah debu, kabut, uap, dll. Semuanya dapat menarik (adhesi) sehingga
menimbulkan koagulasi.
KESIMPULAN

Berdasarkan ukuran partikel dikenal tiga macam sistem, yakni larutan, koloid, dan suspensi.
Fase dispersi ialah zat yang menyebar ke seluruh medium dispersi. Sistem koloid mula-mula
dipelajari oleh Graham pada tahun 1861. Koloid ialah campuran dari dua atau lebih zat yang salah
satu fasanya tersuspensi sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil dalam fasa kedua.
Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom ataupun ion
disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan
atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid
atau sistem koloid. Selai, mayones, tinta cina, susu dan kabut merupakan contoh yang dikenal.
Dalam sistem-sistem semacam itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan
materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi.
Dalam bidang industri, kimia koloid banyak dimanfaatkan pada pembuatan berbagai produk,
antara lain biskuit, keju, mentega, hairspray, cat, tinta, keramik, sabun, semen, karet, obat-obatan,
kosmetika, insektisida, plastik, dan tekstil. Seluruh fakta ini menunjukkan betapa luas peranan sistem
koloid dalam kehidupan kita.
Daftar Pustaka
Herdayanto, 2004. Praktikum Kimia kelas XI SMA. Mascot media nusantara.Bandung
Nana S. 2007. Kimia XI SMA . Grafindo. Bandung..
Kneth, Raymond Davis,1988.General Chemistry. Third edition, New York: Saunders College
Publishing .
Rachmawati, , 2004, Kimia SMA Kelas XI , Jakarta:Esis Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai