“Tumbuh Kembang”
“PEM”
Kelompok IV
Fakultas kedokteran
Universitas khairun
Ternate
2019
PENDAHULUAN
Modul “tumbuh kembang” dan “pem”ini diberikan kepada mahasiswa dimana
terdiri dari tiga unit pembelajaran yang secara umum dilengkapi dengan skenario, strategi
pembelajaran, penugasan mahasiswa, panduan untuk tutor, beberapa alternative pertanyaan
dan jawaban serta beberapa rujukan utama.
Sebelum menggunakan buku ini, bacalah tujuan instruksional umum (tiu) dengan
seksama sehingga diskusi dapat terarah dan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai.
Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari berbagai sumber (diktat kuliah, textbook, journal,
video, internet dan lain-lain
SKENARIO 1
Seorang anak laki-laki umur 24 bulan dibawa oleh ibunya ke Poli anak karena batuk pilek sejak
3 hari, Pasien juga demam sejak 4 hari yang lalu. Riwayat kelahiran : ditolong oleh Bidan
dengan BB 2900 gram, PB 49 cm, dan LK 33 cm. Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 3
bulan, karena ibu pasien bekerja, selanjutnya hanya diberi susu formula. Ayah pasien juga tidak
pernah pulang, jadi pasien hanya diasuh oleh neneknya saja yang sering batuk-batuk dan sudah
berusia 72 tahun. Pasien jarang dibawa ke posyandu, imunisasi yang dilakukan Hepatitis B saat
usia 1 bulan.Saat berumur 12 bulan pasien ditimbang di Posyandu dengan BB 6.7 Kg, TB 65 cm,
dan LK 47,5 cm.Kemudian saat berusia 18 bulan pasien dirawat lagi karena pilek 2 minggu dan
BBnya 7,2 kg , TB 67 cm dan LK 50 cm.terakhir 1 bulan lalu saat berobat karena demam, BB
pasien 7.8 kg, TB 72 cm, dan LK 51 cm. Saat ini bicara hanya mengoceh, tangan pasien belum
bisa memegang sendok ataupun memegang pensil, pasien suka terlihat acuh. Pasien juga jarang
bertepuk tangan atau bergembira bila mendengar lagu. Pasien baru bisa membungkuk untuk
berdiri, berdiri berpegangan namun tidak lama, bicara tidak jelas, hanya mengambil mainan yang
besar besar (boneka) sedangkan mainan seperti pensil warna sulit dipegang. Sering menangis
tidak jelas dan cenderung pendiam. Pemeriksaan fisiksaat ini ditemukan BB 8,5 kg, PB 72 cm,
dan LK 52 cm, tanda vital, HR 120x/mnt, RR 28 x/mnt, S 37.°C. Mata konjungtiva pucat, THT
tonsil dan faring hiperemis, KGB leher teraba 1-2 buah sebesar 1 cm mobile, teraba kenyal, nyeri
(-) di leher kanan dan kiri. Jantung dan Paru hanya terdengar lendir, perut tidak ada kelainan,
kaki dan tangan tidak ada kelainan, genitalia normal, anus normal. Refleks Fisiologis normal,
Refleks Patologis tidak ada.
SKENARIO 2
SKENARIO 2 :
Seorang anak laki-laki, umur 5 tahun 3 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas dengan
keluhan keluar cacing dari mulut sebanyak 2 ekor. Riwayat pemberian makan, anak
makan makanan keluarga, 3x sehari hanya 3 sendok makan, selera makan anak
berkurang sejak 3 sebulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : BB 10,5 kg, TB
110 cm. konjungtiva tampak pucat dan tampak gambaran seperti busa pada mata kanan.
Tampak iga gambang dan wasting hebat. Pada pemeriksaan laboratorim ditemukan Hb 6
mg/dl.
TUGAS MAHASISWA
1. Setelah membaca dengan teliti skenario anda harus mendiskusikan kasus tersebut pada
satu kelompok diskusi terdiri dari 9-10 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti
pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau
dilakukan secara mandiri oleh kelompok.
2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku
ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk mencari informasi tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor) , melakukan curah pendapat bebas
antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam
menyelesaikan masalah.
4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar).
5. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau
tidak ditemukan jawabannya.
SKENARIO 1
2. Refleks Fisiologi : semua respons otomatis tertentu yang diperantarai oleh sistem saraf.
3. Refleks Patologis : refleks yang tidak umum dijumpai pada individu normal.
KLARIFIKASI KATA/ KALIMAT KUNCI
Anak laki-laki umur 24 bulan
Datang ke poli kaena batuk pilek sejak 3 hari dan demam sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat kelahiran : - ditolong oleh bidan dengan
- Bb 2900 gram
- Pb 49 cm
- Lk 33 cm.
Pasien mendapat asi hanya sampai usia 3 bulan
Pasien diasuh oleh neneknya saja yang sering batuk-batuk.
Imunisasi yang dilakukan hepatitis b saat usia 1 bulan.
Usia 12 bulan pasien ditimbang di posyandu : - bb 6.7 kg,
- Tb 65 cm
- Lk 47,5 cm
Usia 18 bulan pasien dirawat lagi karena pilek 2 minggu:
- Bb 7,2 kg.
- Tb 67 cm .
- Lk 50 cm.
1 bulan yang lalu saat berobat karena demam : - bb 7.8 kg
- Tb 72 cm
- Lk 51 cm
. Saat ini : - hanya mengoceh
- Belum bisa memegang sendok atau memegang pensil.
- Pasien suka terlihat acuh.
- Pasien juga jarang bertepuk tangan atau bergembira bila mendengar
lagu.
- Pasien baru bisa membungkuk untuk berdiri.
- Berdiri berpegangan namun tidak lama.
- Bicara tidak jelas
- Hanya mengambil mainan yang besar besar (boneka)
- Mainan seperti pensil warna sulit dipegang.
- Sering menangis tidak jelas dan cenderung pendiam.
Pemeriksaan fisik ditemukan : - bb 8,5 kg,
- Pb 72 cm
- Lk 52 cm
tanda vital :
- Hr 120x
- Rr 28 x/mn
- S 37.°c.
- Mata konjungtiva pucat.
- Tht tonsil dan faring hiperemis
- Kgb leher teraba 1-2 buah sebesar 1 cm mobile, teraba
kenyal, nyeri (-) di leher kanan dan kiri.
- Jantung dan paru hanya terdengar lendir.
PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimana penilaian awal pada neonatus?
2. Bagaimana tahap-tahap tumbuh kembang?
3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?
4. Bagaimana menganalisa pertumbuhan dan perkembangandari skenario?
5. Jelaskan tahap-tahap pada imunisasi?
6. Apa saja gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan?
7. Bagaimana deteksi dini gangguang tumbuh kembang?
8. Bagaimana skrining dan pemantauan perkembangan anak?
9. Bagaimana manajemen laktasi pada anak?
10. Bagaimana cara mencukupi kebutuhan anak pada skenario?
JAWABAN PERTANYAAN
1. Penilaian awal pada neonatus
2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan
Tumbuh kembang bergantung pada kematangan susunan saraf, suatu proses yang terus
menerus dari konsepsi sampai dengan dewasa
Pola tumbuh kembang pada umumnya sama pada semua anak, tetapi kecepatannya dapat
berbeda.
Proses tumbuh kembang dimulai dari kepala ke seluruh anggota badan, yaitu : mulai melihat,
tersenyum, memalingkan kepala, tengkurap, merangkak, mengangkat badan, duduk sendiri,
berdiri berpegangan, berjalan dan seterusnya
4. Analisa kasus
Usia 24 bulan
Saat 12 bulan
18 bulan
23 bulan
24 bulan
Bayi baru lahir – 1 tahun : imunisasi dasar untuk memberikan kekebalan terhadap
penyakit berbahaya pada awal masa anak.
1 – 4 tahun : imunisasi ulang, tujuannya untuk memperpanjang masa kekebalan,
berfungsi untuk melengkapi imunisasi (cath up immunization).
5 – 12 tahun : usia sekolah imunisasi ulang
13 – 18 tahun : remaja imunisasi ulang
Jadwal imunisasi
Umur Jadwal imunisasi
<24 jam Hepatitis b.
1 bulan Bcg, opv-1.
2 bulan Dpt-hb-hib-1, opv-2.
3 bulan Dpt-hb-hib-2, opv-3.
4bulan Dpt-hb-hib-2, opv-4 & ipv.
9 bulan Campak/ mr.
18 bulan Mr, dpt,-hb-hib.
Kelas 1 Mr, dt.
Kelas 2 Td.
Kelas 5 Td.
Lahir < 1 tahun : bcg, polio, hepatitis b, dpt, campak, hib (intramuskular 0,5 ml),
pneumotoraks, rotavirus
1 – 4 tahun : dpt, polio, mmr, tifoid, hepatitis a, varisela (0,5 ml – subkutan ),
influenza, hib, pneumokokus.
5 – 12 tahun : dpt, polio, campak, mmr ( 0,5 ml subkutan), tifoid, hepatitis a, varisela,
influenza, pneumokukos
12 – 18 tahun : tt, hepatitis b, mmr, tifoid (oral suntuk ), hepatitis a, varisela,
influenza, pneumokokus, hpv
Lansia : influenza, pneumokokus
Bcg (bacillus calmetta guerin ) : mencegah tb dan terapi pada kanker kandungan
(intakutan dalam kulit di lengan antara bokong dan paha)
Polio : 2 tetes per oral
Hepatitis b: im
Dpt: intramuskular (anak < 1 tahun = paha dosis 0,5 ml), dan ( dewasa = lengan dosis
0,5 ml)
Campak : subkutan (cubit terlebih dahulu, suntik di sedikit pembuluh darah = pada
dan lengan jaringan kulit dalam otot).
A. Hepatitis b
Di berikan sedini mungkin (< 12 jam ) setelah lahir, lalu di anjurkan 4 minggu dari
imunisasi pertama, jarak imunisasi ke 3 dengan ke 2 minimal 2 bulan (5 bulan )
B. Bcg
Di berikan pada usia 2 – 3 bulan karena pada bayi < 2 bulan sistem imun belum
matanag
C. Dpt
Di berikan 3 x sebagai imunisasi dasar, di lanjutkan pada imunisasi ulang 1 x ( tahun
setelah dpt 3)
D. Polio
Oral (2,4 dan 6,10) dan suntik (2,4 dan 6,8) jika pemberian terlambat, jangan di
ulangi tapi di lanjutkan.
E. Campak
Di berika pada usia 9 bulan dan dosis ulangan, pada usia 6 – 59 bulan serta di saat sd
kelas 1 – 6 bagi anak yang terlambat / belum mendapatkan imunisasi campak, bila
saat ini anak berusia 9 – 12 bulan berikan kapanpun saat bertemu. Bila anak usia > 1
tahun berikan mmr.
F. Mmr
Di berikan pada usia 15 – 18 bulan dengan minimal interval 6 bulan antara imunisasi
campak dan mmr. Mmr di berikan 1 bulan sebelum / sesudah penyuntikan imunisasi
lain.
G. Hib
Hib berupa vaksin prd – t. Di berikan pada usia 2,4 dan 6 bulan, dan di ulangi pada
usia 18 bulan. Anak 1 – 5 tahun di berikan 1 kali dan anak > 5 tahun tidak di berikan
H. Pneumokokus
Kuman ( radang telinga dan pneumonia.
Ketika mengamati balita memasuki ruang pemeriksaan bersama orang tuanya, sebenarnya
kita sudah mulai ‘mendeteksi’ tumbuh kembangnya. Dengan memperhatikan penampilan
wajah, bentuk kepala, tinggi badan, proporsi tubuh, pandangan matanya, suara, cara bicara,
berjalan, perilaku, aktivitas dan interaksi dengan lingkungannya bisa didapatkan beberapa
informasi penting berkaitan dengan tumbuh kembangnya. Tetapi deteksi dini gangguan
tumbuh kembang balita sebaiknya dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
skrining perkembangan yang sistematis agar lebih obyektif.
a. Anamnesis
Keluhan utama dari orangtua berupa kekhawatiran terhadap tumbuh kembang anak
dapat mengarah kepada kecurigaan adanya gangguan tumbuh kembang, misalnya anaknya
lebih pendek dari teman sebayanya, kepala kelihatan besar, umur 6 bulan belum bisa
tengkurap, umur 8 bulan belum bisa duduk, umur 15 bulan belum bisa berdiri, 2 tahun belum
bisa bicara dan lain lain. Glascoe (1996) melaporkan bahwa kecurigaan orangtua terhadap
perkembangan anaknya (dengan membandingkan terhadap anak-anak lain) mempunyai
korelasi yang cukup tinggi dengan gangguan perkembangan tertentu (walaupun mereka
berpendidikan rendah dan belum berpengalaman mengasuh anak). Penting pula menanyakan
faktor-faktor risiko di lingkungan mikro (ibu), mini (lingkungan keluarga dan tempat
tinggal), meso (lingkungan tetangga, polusi, budaya, pelayanan kesehatan dan pendidikan)
dan makro (kebijakan program) yang dapat mengganggu tumbuh kembang balita atau dapat
dioptimalkan untuk mengatasi gangguan tersebut.
Faktor risiko yang harus ditanyakan antara lain retardasi pertumbuhan intra uterin, berat
lahir rendah, prematuritas, infeksi intra uterin, gawat janin, asfiksia, perdarahan intrakranial,
kejang neonatal, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, infeksi, kelainan kongenital, temperamen,
dan lain-lain.
Faktor risiko di lingkungan mikro
Faktor risiko pada ibu antara lain umur, tinggi badan, pendidikan, kesehatan ibu selama
hamil dan persalinan (kadar hb, status gizi, penyakit, pengobatan), jumlah anak dan jarak
kehamilan, pengetahuan, sikap dan ketrampilan ibu dalam mencukupi kebutuhan
biopsikososial (‘asuh’, ‘asih’, ‘asah’) untuk tumbuh kembang balitanya, penyakit keturunan,
penyakit menular, riwayat pernikahan (terpaksa, tidak direstui, single parent, perceraian dan
lain-lain), merokok, alkoholism, narkoba, pekerjaan/penghasilan, dan lain lain
Tetangga (tingkat ekonomi, sikap dan perilaku tetangga), teman bermain, sarana bermain,
polusi, pelayanan kesehatan (kualitas pelayanan posyandu), pendidikan (pendidikan usia dini,
program bina keluarga dan balita dan lain-lain), sanitasi lingkungan, adat-budaya dan lain-
lain dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan bio-psikososial untuk tumbuh kembang
balita.
Tinggi badan
Tinggi badan dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan, yaitu dengan
mengukur panjang (tinggi) badan secara periodik, kemudian dihubungkan menjadi sebuah
garis pada kurva pertumbuhan tertentu. Pada umumnya digunakan kurva pertumbuhan yang
dipublikasi oleh united stated national center for health statitistic (nchs) pada tahun 1979
berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahun 1963-1975.2 sejak tahun 1983 oleh who
kurva tersebut dianjurkan digunakan untuk menilai status gizi dan pertumbuhan anak.
Walaupun sejak tahun 2000 oleh us centre for disease control (cdc) telah dipublikasikan
kurva pertumbuhan baru berdasarkan data national health and nutrition examination survey
tahun 1988-1994, namun di indonesia umumnya masih menggunakan kurva tinggi badan
nchs 1979. Ada juga yang menggunakan kurva jumadias atau yayah-husaini. Seorang anak
dicurigai mengalami gangguan pertumbuhan jika panjang (tinggi badan) selama beberapa
periode selalu di bawah persentil 3 (- 2 sd) kurva pertumbuhan tinggi badan rata-rata anak
pada usia tersebut sesuai dengan jenis kelaminnya. Namun keadaan tersebut belum tentu
patologis, karena dapat disebabkan oleh faktor genetik/familial, atau lambat tumbuh
konstistusional akibat keterlambatan maturasi (usia) tulang lebih dari 2 tahun yang pada akhir
masa remaja dapat mencapai pertumbuhan normal. Oleh karena itu dengan satu atau dua kali
pengukuran, kita hanya dapat menyebutkan bahwa ia berperawakan pendek atau normal,
namun belum dapat menyimpulkan status pertumbuhannya. Untuk menyimpulkan status
pertumbuhan seorang anak harus dibandingkan prakiraan tinggi akhir anak tersebut dengan
potensi tinggi akhir genetiknya. Prakiraan tinggi akhir anak dilakukan dengan melanjutkan
kurva pertumbuhan anak tersebut dengan menarik garis lengkung sampai memotong garis
tinggi badan kedua orangtuanya dengan rumus di bawah ini:
± 8,5 cm ± 8,5 cm
Dengan perhitungan di atas maka dapat ditentukan rentang potensi tinggi genetik pada
akhir masa remaja/dewasa muda. Kalau prakiraan tinggi akhir ternyata masih masuk di dalam
batas potensi genetik, maka pertumbuhan anak umumnya dalam batas normal. Jika prakiraan
tinggi akhir di luar batas potensi tinggi genetik, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk mencari faktor penyebabnya.
Berat badan
Kepala
Perhatikan ukuran, bentuk dan simetri kepala. Mikrosefali (lingkar kepala lebih kecil dari
persentil 3) mempunyai korelasi kuat dengan gangguan perkembangan kognitif, sedangkan
mikrosefali progresif berkaitan dengan degenerasi ssp. Makrosefali (lingkar kepala lebih
besar dari persentil 97) dapat disebabkan oleh hidrosefalus, neurofibromatosis dan lain-
lain.4,8 bentuk kepala yang ‘aneh’ sering berkaitan dengan sindrom dengan gangguan
tumbuh kembang. Ubun-ubun besar biasanya menutup sebelum 18 bulan (selambat-
lambatnya 29 bulan). Keterlambatan menutup dapat disebabkan oleh hipotiroidi dan
peninggian tekanan intrakranial (hidresefalus, perdarahan subdural atau pseudotumor
serebri).
Pemeriksaan beberapa fungsi syaraf kranial, sistem motorik (kekuatan otot, tonus
otot, refleks-refleks), sistem sensorik, cara berjalan dan lain-lain dapat mendeteksi adanya
gangguan tumbuh kembang anak.
Skrining perkembangan
Menurut batasan who, skrining adalah prosedur yang relatif cepat, sederhana dan
murah untuk populasi yang asimtomatik tetapi mempunyai risiko tinggi atau dicurigai
mempunyai masalah. Blackman (1992) menganjurkan agar bayi atau anak dengan risiko
tinggi (berdasarkan anamnesis atau pemeriksaan fisik rutin) harus dilakukan skrining
perkembangan secara periodik. Sedangkan bayi atau anak dengan risiko rendah dimulai
dengan kuesioner praskrining yang diisi atau dijawab oleh orangtua. Bila dari kuesioner
dicurigai ada gangguan tumbuh kembang dilanjutkan dengan skrining.
9.Manajamen laktasi
a. Anatomi payudara
Areola
Aerola adalah daerah berwarna gelap yang mengelilingi puting susu. Pada areola
terdapat kelenjar-kelenjar kecil yang disebut kelenjar montgomery, menghasilkan cairan
berminyak untuk menjaga kesehatan kulit di sekitar areola.
Alveoli
Alveoli adalah kantong penghasil asi yang berjumlah jutaan. Hormon prolaktin
mempengaruhi sel alveoli untuk menghasilkan asi.
Duktus laktiferus
Duktus laktiferus merupakan saluran kecil yang yang berfungsi menyalurkan asi dari
alveoli ke sinus laktiferus(dari pabrik asi ke gudang asi)
Sinus laktiferus / ampula
Sinus laktiferus merupakan saluran asi yang melebar danmembentuk kantung di
sekitar areola yang berfungsiuntuk menyimpan asi
Jaringan lemak dan penyangga
Jaringan lemak di sekeliling alveoli dan duktus laktiferus yang menentukan besar
kecilnya ukuran payudara. Payudara kecil atau besar mempunyai alveoli dan sinus laktiferus
yang sama, sehingga dapat menghasilkan asi sama banyak. Di sekeliling alveoli juga terdapat
otot polos, yang akan berkontraksi dan memeras keluar asi. Keberadaan hormon oksitosin
menyebabkan otot tersebut berkontraksi.
Hormon prolaktin
Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada malam hari
dapat membantu mempertahankan produksi asi. Hormon prolaktin juga akan menekan
ovulasi (fungsi indung telur untuk menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara
eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu,
menyusui pada malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan.
Hormon oksitosin
Keberhasilan menyusui :
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama 6 bulan
pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses menyusui secara eksklusif
selama 6 bulan pertama, antara lain :
1. 1.biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam 1 jam
pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan tanggap dalam 1 jam
pertama dan setelah itu akan mengantuk dan tertidur. Bayi mempunyai refleks
menghisap (sucking refleks) sangat kuat pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan
operasi kaisar juga dapat melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah
bebas dari efek anestesi umum). Proses menyusui dimulai segera setelah lahir.
Dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit kulit.
Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan menghisapnya. Kontak
kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran asi, membantu ikatan batin (bonding)
ibu dan bayi serta perkembangan bayi.
2. Yakinkan bahwa hanya asi makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi anda. Tidak
ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula) yang diberikan, karena
akan menghambat keberhasilan proses menyusui. Makanan atau cairan lain akan
mengganggu produksi dan suplai asi, menciptakan bingung puting, serta
meningkatkan risiko infeksi
3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila puas, maka ia akan melepaskan
puting dengan sendirinya.
Keterampilan menyusui :
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring atau duduk.
Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak baik. Posisi dasar
menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta posisi mulut bayi dan
payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk,
posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga
kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi
menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir
bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan
bayi ke payudaradengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi).
Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara menyusuri langit-
langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut bayi sehingga hanya sedikit
bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar
keluar, dagu bayi menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.
Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:
Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to
Breast)
Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu
(chest to chest)
Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga
Telinga bayi membentuk garis lurus dengan lengan
Bayi dan leher bayi
Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku
Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik :
Dagu menyentuh payudara
Mulut terbuka lebar
Bibir bawah terputar keluar
Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat
Dibanding bagian bawah
Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan
Menimbulkan luka dan nyeri pada puting susu dan
Payudara akan membengkak karena asi tidak dapat
Dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia
Ingin menyusu sering dan lama. Bayi akan mendapat asi
Sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik dan lambat
Berapa lama sebaiknya bayi menyusui :
Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu.
Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit, walaupun
Terkadang lebih. Bayi dapat mengukur sendiri
Kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat
Lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5
Menit) mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau
Pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram),
Proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini
Merupakan hal yang wajar. Sebaiknya bayi menyusu pada
Satu payudara sampai selesai baru kemudian bila bayi
Masih menginginkan dapat diberikan pada payudara yang
Satu lagi sehingga kedua payudara mendapat stimulasi
Yang sama untuk menghasilkan asi.
Bayi menyusu dalam sehari :
Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya lebih dari 8
kali dalam 24 jam. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun pada usia 2 minggu
frekuensi menyusu akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan selama bayi
menginginkannya bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam hari membantu
mempertahankan suplai asi karena hormon prolaktin dikeluarkan terutama pada malam hari.
Bayi yang puas menyusu akan melepaskan payudara ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu
menyetopnya.
10 langkah utama :
1. Atasi/cegah hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/l
atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering
sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan
untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita
hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
a. Tatalaksana
Segera beri f-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan. Bila
f-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula
10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui ngt. Lanjutkan
pemberian f-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari. Bila masih
mendapat asi teruskan pemberian asi di luar jadwal pemberian f-75. Jika anak tidak sadar
(letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg bb, atau
larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan ngt.
b. Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.
• Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/l (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
• Jika suhu rektal < 35.5° c atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
c. Pencegahan
Beri makanan awal (f-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,
lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.
2. Atasi/cegah hipotermia
a. Diagnosis
b. Tatalaksana
Segera beri makan f-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan bahwa
anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas
(tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung
pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu
listrik, letakkan lampu pijar 40 w dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
c. Pemantauan
• Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° c atau
lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila
suhu mencapai 36.5° c
• Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari
• Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
d. Pencegahan
• Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan
pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
• Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering
• Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau
selama pemeriksaan medis)
• Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam
hari
• Beri makan f-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang
hari, siang dan malam.
3. Atasi/cegah dehidrasi
a. Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan
menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak
jelas, anggap dehidrasi ringan.
b. Tatalaksana
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok. Beri resomal, secara oral atau melalui ngt, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- setelah 2 jam, berikan resomal 5–10 ml/kgbb/jam berselang-seling dengan f-75 dengan
jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak
anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah. Catatan: larutan oralit who
(who-ors) yang biasa digunakan mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah;
cairan yang lebih tepat adalah resomal.
Selanjutnya berikan f-75 secara teratur setiap 2 jam jika masih diare, beri resomal
setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml
setiap buang air besar. Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung mg, zn, dan cu,
maka dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula
diberikan mgso4 40% im 1 x/hari dengan dosis 0.3 ml/kg bb, maksimum 2 ml/hari.
c. Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam
selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap
gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan
kematian.
Periksalah:
• Frekuensi napas
• Frekuensi nadi
• Frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
• Frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada
diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor
kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak
memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat
penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas
meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/resomal
segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
d. Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak
dengan gizi, kecuali penggunaan cairan resomal sebagai pengganti larutan oralit standar. Jika
anak masih mendapat asi, lanjutkan pemberian asi pemberian f-75 sesegera mungkin beri
resomal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Terdapat
kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum mungkin rendah. Edema
dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian
natrium berlebihan dapat menyebabkan kematian.
Tatalaksana
• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan mineral-mix yang ditambahkan ke dalam f-75, f-100 atau
resomal
• Gunakan larutan resomal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (nacl).
5. Obati infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak
ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah
semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan
segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi
berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
• Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri kotrimoksazol per oral (25
mg smz + 5 mg tmp/kgbb setiap 12 jam selama 5 hari
• Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
- Ampisilin (50 mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak tersedia
amoksisilin, beri ampisilin per oral (50 mg/kgbb setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga
total selama 7 hari, ditambah:
- Gentamisin (7.5 mg/kgbb/hari im/iv) setiap hari selama 7 hari. Catatan: jika anak
anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk
mencegah efek samping/toksik gentamisin
- Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan kloramfenikol (25 mg/kgbb
im/iv setiap 8 jam) selama 5 hari.
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada
minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
- Seng (2 mg zn elemental/kgbb/hari)
- Tembaga (0.3 mg cu/kgbb/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgbb/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
- Vitamin a: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa
• Berikan secara oral atau melalui ngt, hindari penggunaan parenteral
• Energi: 100 kkal/kgbb/hari
• Protein: 1-1.5 g/kgbb/hari
• Cairan: 130 ml/kgbb/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgbb/hari)
• Jika anak masih mendapat asi, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah f-75 yang
ditentukan harus dipenuhi
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama
tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila pemberian
makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgbb/hari),
berikan sisanya melalui ngt. Jangan melebihi 100 kkal/kgbb/hari pada fase awal ini. Pada
cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra
air/cairan.
Pemantauan
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (f-75) ke formula tumbuh-kejar (f-
100) (fase transisi):
• Ganti f 75 dengan f 100. Beri f-100 sejumlah yang sama dengan f-75 selama 2 hari
berturutan.
• Selanjutnya naikkan jumlah f-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak
tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika
pemberian formula mencapai 200 ml/kgbb/hari. Dapat pula digunakan bubur atau
makanan pendamping asi yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan
proteinnya sebanding dengan f-100.
• Setelah transisi bertahap, beri anak:
- Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan anak)
- Energi: 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein: 4-6 g/kgbb/hari.
Bila anak masih mendapat asi, lanjutkan pemberian asi tetapi pastikan anak sudah
mendapat f-100 sesuai kebutuhan karena asi tidak mengandung cukup energi untuk
menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = rutf)
yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g dapat digunakan pada fase
rehabilitasi.
Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan
napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan
nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4
jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).
Lakukan segera:
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan
mendapat f-100:
• Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
• Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgbb/hari
9. Stimulasi
Lakukan:
Bila telah tercapai bb/tb > -2 sd (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah
sembuh. Anak mungkin masih mempunyai bb/u rendah karena anak berperawakan pendek.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.
• Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
• Terapi bermain yang terstruktur
Sarankan:
Anak seharusnya:
Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal ini mencakup:
PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimana analisis kasus pada scenario?
2. Bagaimana patomekanisme dari gejala pada skenario?
3. Apakah pengertian Malnutrisi Energi protein (MEP) dan klasifikasi ?
4. Apakah faktor-faktor penyebab dari Malnutrisi Energi protein (MEP)?
5. Bagaimana program pencegahan pada Malnutrisi Energi protein (MEP)?
6. Bagaimanakah langkah-langkah diagnosis yang dapat dilakukan menurut skenario?
7. Apakah diferential diagnosis pada skenario?
8. Bagaimanakah penatalaksaan pada PEM?
JAWABAN PERTANYAAN
1. Analisis kasus
Kasus Interpretasi
Keluar cacing dari mulut Kecacingan (+)
Makan 3x sehari hanya 3 sdm Intake inadekuat
Konjungtiva pucat Anemia
Busa pada mata kanan Defisiensi vitamin A
Iga gambang & wasting hebat Tanda penyakit malnutrisi
Hb 6 g/dl Anemia
Status gizi pada skenario :
Rumus perhitungan status gizi :
BB / TB % = BB aktual x 100% / BB baku untuk TB aktual
Interpretasi :
- Obesitas : 120%
- Overweight : 110 -120%
- Gizi baik : 90 – 110%
- Gizi kurang : 70 – 90%
- Gizi buruk : <70%
Dari data pada skenario, maka status gizi anak tersebut :
BB / TB % = 10,5 x 100% / 18,7
= 56,14% GIZI BURUK
Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang
bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga
tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan.
Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi
dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang
disebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan
akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus
halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di
dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran
pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Jika terjadi penumpukan cacing dalam saluran pencernaan, dapat merangsan
reseptor muntah. Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif
akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik
refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan,
melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot abdomen dan otot diafragma.
Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh kontraksi otot
abdomen dan diafragma, akan berlanjut menjadi muntah, jika tekanan tersebut dapat
mengatasi mekanisme anti refluks dari LES (lower esophageal sphincter). Pada fase
ekspulsi ini pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan fundus dan esofagus relaksasi
serta mulut terbuka. Pada fase ini juga terjadi perubahan tekanan intratorakal dan
intraabdominal serta kontraksi dari diafragma. Pada episode ekspulsi tunggal terjadi
tekanan negatif intratorakal dan tekanan positif intraabdominal, dan dalam waktu
bersamaan terjadi kontraksi yang cepat dari diafragma yang menekan fundus sehingga
terjadi refluks isi lambung ke dalam esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan
intratorakal kembali positif dan diafragma kembali ke posisi normal.
b. Anoreksia
Kehilangan nafsu makan biasanya dialami oleh orang yang sedang sakit. Tapi,
kehilangan nafsu makan tidak selalu disebabkan oleh penyakit. Bisa juga efek samping
dari obat dan gangguan makan karena menurunkan berat badan. Nafsu makan
sebenarnya adalah suatu sistem pengaturan kompleks yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan gizi tubuh.
Kehilangan nafsu makan atau anoreksia kadang-kadang digunakan untuk istilah
gangguan makan. Anoreksia adalah penurunan keinginan dan rangsangan untuk
makan. Hal ini bisa disebabkan oleh penyakit, gangguan, atau kondisi yang mungkin
memerlukan perhatian medis untuk mencegah gangguan sistem tubuh.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Gangguan yang
disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang (anoreksia), diare
atau konstipasi. 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia
mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari
hal tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi
cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang
gizi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Gangguan ini dapat
menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena
kehilangan darah.
Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang
kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan
sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam
infeksi.
Yang tidak dapat dipisahkan dari masalah hilangnya nafsu makan adalah sistem
pencernaan. Menurut Healthblurbs, beberapa masalah pencernaan yang menyebabkan
hilangnya nafsu makan adalah maag, radang perut, diverticulitis(radang atau infeksi
dari satu atau lebih divertikula dalam saluran pencernaan), penyakit crohn, sindrom
gangguan usus, dan peradangan usus besar.
Infeksi juga dapat menyebabkan orang tidak lapar dan nafsu makan berkurang.
Infeksi yang menyebabkan hilangnya nafsu makan bisa menjadi penyakit akut atau
kronis. Biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, parasit atau jamur. Sebagai contoh
influenza, penyakit gondok, sipilis, pneumonia, cacar air, radang tenggorokan, demam
kuning, HIV/AIDS, demam tipus, cacing usus (karena cacing tambang), serta
keracunan makanan.
a. Malnutrisi Primer
Pertumbuhan terganggu ini dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti
atau menurun, ukuran lengan atas berkurang, pertumbuhan tulang (maturasi)
terlambat, rasio berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktivitas berkurang, tak jarang diikuti gangguan kulit dan
rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada
umumnya anak tampak sangat lemah, harus sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
b. Malnutrisi Sekunder
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, tetapi di negara maju
rata-rata terjadi 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat 30 juta anak, maka diduga
300.000 – 500.000 anak menderita kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Bila
di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000 – 50.000 anak mengalami kurang
gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani dengan baik
akan jatuh juga dalam kategori gizi buruk.
Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan
makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Gejala klinis
gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit
atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering
muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Gejala lain yang menyertai
adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif.
Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder anak tampak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Gejala berbeda lainnya, penderita
malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan
rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.2
Klasifikasi
Ada 3 penyebab PEM yaitu penyebab langsung, tidak langsung dan penyebab
mendasar. Penyebab langsung antara lain ketidakmampun konsumsi makanan, penyakit
infeksi. Penyebab tidak langsung antara lain kurangya pengetauhan ibu tentang kesehatan,
kondisi sosial ekonomi ang rendah , ketersediaan pangan ditingkat keluarga tidak
mencukupi, besarnya anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang kurang baik, pola
distribusi pangan yang tidak merata, serta fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit
dijangkau. Sedangkan penyebab mendasar adalah rendahnya pengetahuan ibu dan
pendidikan ibu
a. Infeksi
Infeksi erat kaitannya dengan status gizi yang rendah. Status gizi anak dipengaruhi
oleh 2 faktor utama yaitu jumlah pangan yang dikonsumsi dan keadaan kesehatan
yang bersangkutan. Anak yang kurang gizi daya tahan tubuhnya lemah sehingga bibit
penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh. Beberapa penyakit infeksi yang erat
kaitannya dengan kekurangan gizi pada anak adalah diare, ISPA, dan demam.
Kekurangan gizi erat kaitannya dengan kurangnya asupan makan tambahan dan akan
semakin buruk dengan adanya serangan penyakit. Selain itu juga disertai oleh
turunnya nafsu makan sehingga konsumsi makanan anak menurun, padahal
kebutuhan anak akan zat gizi sewakt u sakit meningkat.
b. Konsumsi energi protein
Jika terjadi kekurangan konsumsi energi protein dalam waktu yang cukup lama maka
akan berakibat pada terjadinya MEP. Seorang anak dikatakan kekurangan apabila
konsumsi energi dan protein ≤ 80% AKG.
Kecukpan energi dan protein ang dianjurkan
a. Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi Posyandu bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu
terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita. Pokok kegiatan revitalisasi Posyandu
meliputi;
1) Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas, petugas sektor lain dan kader yang berasal
dari masyarakat
2) Pelatihan ulang petugas dan kader
3) Pembinaan dan pendampingan kader
4) Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan Posyandu, media KIE,
sarana pencatatan.
5) Penyediaan biaya operasional
6) Penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan
mendorong partisipasi swasta
b. Revitalisasi Puskesmas
Revitalisasi Puskesmas bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Puskesmas
terutama dalam pengelolaan kegiatan gizi di Puskesmas, baik penyelenggaraan upaya
kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat.
Pokok kegiatan revitalisasi Puskesmas meliputi;
1) Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan
petugas puskesmas dan jaringannya
2) Penyediaan biaya operasional Puskesmas untuk pembinaan posyandu, pelacakan
kasus, kerjasama LS tingkat kecamatan, dll
3) Pemenuhan sarana antropometri dan KIE bagi puskesmas dan Jaringannya
4) Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas
perawatan
c. Intervensi Gizi dan Kesehatan
Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada
balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan, yaitu pelayanan perorangan
dalam rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk, dan
pelayanan masyarakat yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di
masyarakat.
Pokok kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut;
1) Perawatan/pengobatan gratis di Rumah Sakit dan Puskesmas balita
gizi buruk dari keluarga miskin
2) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6-23 bulan dan
PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga
miskin
3) Pemberian suplementasi gizi (kapsul vitamin A, tablet/sirup Fe)
d. Promosi keluarga sadar gizi
Promosi keluarga sadar gizi bertujuan dipraktikannya norma keluarga sadar gizi bagi
seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya masalah kurang gizi,
khususnya gizi buruk. Kegiatan promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial budaya (lokal spesifik).
Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi;
1) Menyusun strategi (pedoman) promosi keluarga sadar gizi
2) Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi pada
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, tempat kerja, dan
tempat-tempat umum
3) Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media efektif
terpilih
4) Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan
dukungan petugas.
e. Pemberdayaan keluarga
Pemberdayaan keluarga bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk
mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi
kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Keluarga miskin yang anaknya menderita
kekurangan gizi perlu diprioritaskan sebagai sasaran penanggulangan kemiskinan.
Pokok kegiatan pemberdayaan keluarga adalah sebagai berikut;
1) Pemberdayaan di bidang ekonomi;
a) Modal usaha, industri kecil
b) Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga (UPPK)
c) Peningkatan Pendapatan Petani Kecil
2) Pemberdayaan di bidang pendidikan
a) Bea siswa
b) Kelompok belajar
c) Pendidikan anak dini usia
3) Pemberdayaan di bidang kesehatan
a) Penyelenggaraan pos gizi (Pos Pemulihan Gizi berbasis masyarakat)
b) Kader keluarga
c) Penyediaan percontohan sarana air minum dan jamban keluarga.
4) Pemberdayaan di bidang ketahanan pangan
a) Pemanfaatan pekarangan dan lahan tidur
b) Lumbung pangan
c) Padat karya untuk pangan
d) Beras untuk keluarga miskin
f. Advokasi dan pendampingan
Ada 2 tujuan dari kegiatan advokasi dan pendampingan. Pertama, meningkatkan
komitmen para penentu kebijakan, termasuk legislatif, tokoh masyarakat, tokoh
agama, pemuka adat dan media massa agar peduli dan bertindak nyata di
lingkungannya untuk memperbaiki status gizi anak. Kedua, meningkatkan
kemampuan teknis petugas dalam pengelolaan program Gizi.
Pokok kegiatan advokasi dan pendampingan adalah sebagai berikut;
1) Diskusi dan rapat kerja dengan DPR, DPD, dan DPRD secara berkala
2) Melakukan pendampingan di kabupaten.
g. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
Revitalisasi SKPG bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah
daerah melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap situasi pangan dan
keadaan gizi masyarakat setempat, untuk dapat melakukan tindakan dengan cepat dan
tepat untuk mencegah timbulnya bahaya kelaparan dan kurang gizi, khususnya gizi
buruk pada tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.
Memfungsikan sistem isyarat dini dan intervensi, serta pencegahan KLB dengan:
a) Memfungsikan sistem pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya
b) Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua
kelompok umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).
PEMERIKSAAN FISIK
a. BB, TB atau PB
b. Tanda gangguan sirkulasi : tangan/kaki dingin, nadi lemah, kesadaran menurun
c. Suhu : hipotermia atau demam
d. Frekuensi dan tipe pernafasan : tanda pneumonia atau gagal jantung
e. Sangat pucat : anemia berat
f. Mata : lesi tanda defisiensi vit.A cekung dehidrasi
g. Rasa haus, mukosa mulut kering,
h. THT : tanda infeksi
i. Abdomen : kembung, bising usus ?
j. Pembesaran atau nyeri pd hati : ikterus
k. Kulit : tanda infeksi, purpura, lemak SC
l. Edema, atrofi otot
m. Penampilan feses
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1) Gula darah : < 54 mg/dl = hipoglikemia
2) prep.apus darah : parasit malaria
3) Hb atau Ht : < 4 g/dl atau < 12% = anemia berat
4) Urin rutin/kultur: bakteri + atau > 10 lekosit/LPB = infeksi
5) Feses : darah + = disentri
6) Giardia + / parasit lain = infeksi
Antropometri
1) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan
kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot
dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat
labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(Current Nutritional Status)
a. MARASMUS
DEFINISI
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan,gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.
ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit marasmus antara lain masukkan zat gizi yang tidak
adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik dan malabsorbsi,
malformasi kongenital pada saluran pencernan, penyakit ginjal menahun, keadaan
ekonomi keluarga.
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena :
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua
dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital.
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
1) Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
2) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
3) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pylorus,
hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
5) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
6) Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
7) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
8) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
9) Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini
dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer
akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama
gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
GEJALA KLINIS
1) Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit tulang terbungkus
kulit
2) Wajah seperti orang tua
3) Cengeng, rewel
4) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana
longgar-baggy pants)
5) Perut umumnya cekung
6) Iga gambang
7) Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak
dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton
Bodies sebagai sumber energy kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi
setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
KOMPLIKASI
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko
kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena
penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering
mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi
atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga
mengancam jiwa
b. KWASHIORKOR
DEFENISI
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi
protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak
mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk
sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP)
Dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan,depigmentasi,hyperkeratosis.
Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia
ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan
bidang industrinya.
ETIOLOGI
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat
pula terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah
sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor
adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau
tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan
ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat
atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan
keseimbangan nutrisi yang baik.
MANIFESTASI KLINIS
1) Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada
tanda moon face dari akibat terjadinya edema .
2) Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu.Selain berat badan, tinggi
badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium
lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif
4) Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
5) Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture),
maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala
yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
Sering bulu mata menjadi panjang .
6) Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit.
Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk
penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-
bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh
yang sering mendapat tekanan . Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan
disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea,
lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian
dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah
dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi
yang masih hitam oleh hiperpigmentasi
7) Kelainan Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita
8) Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang
hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan
tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi
akibat defisiensi faktor lipotropik
9) Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang
penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat,
B6) (2,7). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum
tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga
menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi
defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen
10) Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan
11) Kelainan Jantung
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan
hipokalemi dan hipmagnesemia
12) Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-
kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada
sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa
infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi
laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi
garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa
usus halus
KOMPLIKASI
1) Shock
2) Koma
3) Cacat permanen
c. MARASMI-KWASHIORKOR
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya
berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula
Tanuwidjaya S. Konsep tumbuh dan kembang. Dalam : Narendra MB, Sularyo TS,
Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IG. Eds. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta.
Sagung Seto, 2002.
Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita .Nuchsan Umar Lubis, Arlina Yunita Marsida.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Langsa - Aeeh Timur
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Interna Publishing :
2938-2939