Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa asing merupakan bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal di
sebuah tempat tertentu, misalnya bahasa inggris dianggap sebuah bahasa yang asing di
Indonesia.
Dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia, kita sering tidak dapat terlepas dari
pengaruh dunia internasional karena komunikasi antar bangsa memang tidak dapat di cegah.
Dalam hal ini bahasa Indonesia dapat memanfaatkan bahasa-bahasa asing yang dapat
memberi sumbangan untuk mengembangkan bahasa nasional. Kontribusi dari bahasa asing
ke dalam suatu bahasa sebenarnya merupakan suatu hal yang lumrah dan tidak perlu
dikhawatirkan selama kita tetap waspada terhadap penyalahgunaannya.
Banyaknya produk makanan ringan yang menggunakan nama dengan menggunakan
bahasa asing ini menyebabkan semakin banyak pula beredar bahasa asing di Indonesia
melalui produk-produk ini. Dari segi positif, kita dapat memanfaatkan hal ini sebagai sarana
pembelajaran bahasa asing sedikit demi sedikit sehingga mudah diingat. Tetapi dari segi
negatif, penggunaan bahasa asing dalam penamaan produk-produk ini menyebabkan
berkurangnya penggunaan bahasa Indonesia sendiri dalam penerapannya di kehidupan orang
Indonesia saat ini. Meskipun, dalam berbicara masyarakat masih menggunakan bahasa
Indonesia yang berlaku, tetap saja kehadiran bahasa asing dalam hal ini sangat berpengaruh.
Apalagi, semakin hari semakin bertambah banyak produk makanan ringan yang namanya
menggunakan bahasa asing.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa produk yang beredar di indonesia masih banyak yang menggunakan


bahasa asing?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan bahasa asing pada produk makanan ringan yang
beredar di masyarakat?
3. Bagaimana solusi bagi masalah pemasaran produk yang menggunakan bahasa
asing?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini secara umum yaitu untuk memberitahukan
kepada pembaca, bagaimana pengaruh penggunaan bahasa asing pada produk makanan
ringan yang beredar di Indonesia, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Menguraikan pengertian bahasa dan bahasa asing.
2. Memberitahukan alasan mengapa masih banyak produk di pasaran yang
menggunakan bahasa asing.
3.  Memberitahukan kepada pembaca mengenai pengaruh penggunaan bahasa asing
pada produk makanan ringan terhadap bahasa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BAHASA

Menurut Depdiknas (2008 : 116) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer,
yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri.  Bahasa asing merupakan bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang
tinggal di sebuah tempat tertentu, misalnya bahasa inggris dianggap sebuah bahasa yang
asing di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak anggota penuturnya. Jadi, bahasa itu menguasai cara berpikir dan
bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat
bahasanya.

B. HUBUNGAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA ASING

Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003 : 22) ada sejumlah bahasa asing,
seperti bahasa Inggris, Arab, Cina, Jepang, dan Belanda, yang digunakan oleh kalangan
masyarakat tertentu. Di antara fungsi kemasyarakatan yang penting dapat disebutkan (1)
fungsi bahasa resmi pada taraf negara atau daerah, (2) fungsi bahasa perhubungan yang luas,
(3) fungsi bahasa pendidikan formal, (4) fungsi bahasa kesenian, dan (5) fungsi bahasa
keilmuan dan keteknologian. Fungsi bahasa perhubungan luas dalam komunikasi antardaerah
dan antarbudaya ditunaikan oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing. Bahasa asing berfungsi
sebagai alat perhubungan antarbangsa dan untuk perolehan ilmu dan teknologi modern.
Hubungan kedua macam bahasa itu seyogianya dikembangkan kea rah bagian-tugas yang
saling melengkapi. Dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia, kita sering tidak dapat
terlepas dari pengaruh dunia internasional karena komunikasi antar bangsa memang tidak
dapat di cegah. Dalam hal ini bahasa Indonesia dapat memanfaatkan bahasa-bahasa asing
yang dapat memberi sumbangan untuk mengembangkan bahasa nasional. Kontribusi dari
bahasa asing ke dalam suatu bahasa sebenarnya merupakan suatu hal yang lumrah dan tidak
perlu dikhawatirkan selama kita tetap waspada terhadap penyalahgunaannya. Bahasa dapat
berkembang karena adanya kontak dengan bahasa dan budaya lain sehingga perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan dapat diikutinya. Bahasa sebagai alat komunikasi yang
efektif, mutlak diperlukan setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat
berkembang, bangsa tidak mungkin dapat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara
utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Bahasa, sebagai bagian kebudayaan dapat
menunjukkam tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah
sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai suatu bangsa.

C. ALASAN PEMAKAIAN BAHASA ASING PADA PRODUK LOKAL


 

Undang-undang Kebahasaan No. 24 tahun 2009  sudah ditetapkan pada tanggal 9 Juli 2009, atas
persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. Undang-undang ini terdiri dari 74 pasal yang membahas tentang Bendera, Bahasa dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pengesahan tersebut merupakan jaminan landasan hukum dalam
mengatur persoalan-persoalan bahasa dan kebahasan yang berpotensi muncul dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di era globalisasi.
Jika mengamati teks demi teks pasal dalam undang-undang tersebut. Terutama pasal 37 yang
berbunyi bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk dan barang atau jasa
produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. Disusul ayat selanjutnya yaitu, informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai
dengan keperluan

                Bahasa Indonesia menempati posisi pertama dalam pemakaian bahasa lain untuk menjelaskan
informasi produk atau jasa produksi. Baik dalam dan luar negeri.  Sebab menurut fungsi dan pertimbangan
politik tertentu, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang lebih luas pemakaiannya daripada bahasa
lain di wilayah NKRI. Kedua, sebagai wujud politik bahasa dalam pemertahanan bahasa Indonesia sebagai
identitas nasional di era komunikasi global.

                Teks undang-undang tersebut memang terdengar manis. Meski pada kenyataannya di lapangan
terdapat produk-produk yang tidak menyantumkan bahasa Indonesia pada penjelasan produk dan jasa, baik
dalam dan luar negeri.

                Berikut adalah temuan penulis mengenai pemakaian bahasa Asing pada produk-produk dalam
negeri. Penulis secara acak mengambil sampel-sampel produk dan menemukan beberapa produk yang
tidak menggunakan bahasa Indonesia melainkan bahasa asing (Inggris). Katakan saja untuk produk-produk
bahan kimia percetakan yang diproduksi oleh  PT Cemani Toka. Produk-produk kertas Paper One. Atau
pada produk rokok.

Penulis menemukan bahasa Inggris dipakai untuk menjelaskan keterangan produk-produk tersebut
tanpa dilengkapi oleh bahasa Indonesia. Artinya, pada praktek pelaksanaannya, justru malah terjadi
kebalikan dari semestinya. Bahasa Asing lebih diutamakan ketimbang bahasa nasional sendiri. Bahkan,
cenderung diabaikan dan ditiadakan.

                Pada produk-produk dalam negeri lainnya, penulis menemukan terutama pada produk makanan
dan obat-obatan, terdapat produk yang menggunakan bahasa Indonesia dilengkapi bahasa Inggris. Meski
terdapat istilah-istilah asing yang sebenarnya dapat digantikan dengan bahasa Indonesia. Katakan saja
untuk istilah :  Made in, Batch, Expired.  Beberapa istilah ini dikeluarkan oleh BPPOM bukan oleh pihak
produsen dalam negeri.

Lebih spesifik lagi penulis menemukan  penggunaan bahasa asing pada produk rokok. Misalnya
saja, produk rokok Gudang Garam. Di bagian muka produk terdapat kata “Signature” dibawah keterangan
produk “Gudang Garam” dan istilah Premium Filter, kretek cigarettes. Sementara di bagian bawah muka
produk terdapat keterangan Made in Indonesia. Padahal, kata itu semestinya bertuliskan, Buatan
Indonesia. 

 Ketika penulis membalik pada bagian punggung produk rokok tersebut, penulis menemukan
kalimat dan beberapa penjelasan kata yang berbunyi ; “Gudang Garam preserves the Indonesian tradition
of crafting high quality clove cigarretes. Using modern-day technology and finest quality tobbacco, we
bring to you the classic blend perfected by Surya Wonowijoyo.”     

Jika merujuk kepada ketentuan undang-undang kebahasaan. Teks yang terdapat pada bagian depan
produk semestinya dilengkapi oleh keterangan bahasa Indonesia sebagai penjelasan terjemahan bahasa
asing seperti ini. “Gudang Garam melestarikan keahlian tradisi Indonesia dalam meramu rokok
tembakau. Dengan menggunakan teknologi terkini dan kualitas tembakau terbaik, kami menyajikan
racikan klasik yang disempurnakan oleh Surya Wonowijoyo.”

Kira-kira demikianlah terjemahan teks bahasa Inggris tersebut.

Sementara di bagian samping kiri, terdapat tulisan, Manufactured By. PT Gudang Garam Tbk.
Kediri-Indonesia sertaPremium Filter, Cigarettes. Di bagian samping kanan, terdapat tulisan 31 Tar, 22
Mg Nikotin.
                Pada bagian samping tulisan kata Manufactured by, semestinya diganti dengan istilah bahasa
Indonesia yaitu, diproduksi oleh. Mengenai kata-kata Filter, sepertinya kata itu sudah menjadi  bagian
bahasa Indonesia tanpa disadari menurut pengamatan penulis di lapangan. Sementara kata Premium dan
Ciggarettes, semestinya diganti dengan kata lain seperti sebungkus rokok Premium. 

***

                Penemuan sampel produk secara acak ini menggugah satu pertanyaan dalam diri penulis.
Apakah sosialisasi undang-undang kebahasan itu sudah dilakukan dengan baik? Setidaknya, Badan Bahasa
sebagai lembaga yang diamanatkan untuk mengatasi persoalan bahasa dan kebahasaan sesuai dengan pasal
45 Undang-Undang Kebahasaan tersebut berkordinasi dengan pemerintah. Dalam hal ini, Badan Bahasa
perlu mengingatkan kembali SK Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur, Bupati dan Walikota Nomor
434/1021/J, tanggal 16 Maret 1995, tentang penertiban bahasa Asing di dalam negeri. Badan Bahasa perlu
juga memberi masukan dan bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, untuk
menertibkan penggunaan bahasa Indonesia pada ranah wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

                Pemakaian bahasa Asing pada produk rokok Gudang Garam menandakan tiga hal.

                Pertama, ketidaktahuan PT Gudang Garam Internasional atas terbitnya Undang-Undang


kebahasaan. Setidaknya ini asumsi penulis. Meski jika mencatat SK No.434/1021/J Menteri Dalam Negeri
tahun 1995 kepada Gubernur, Walikota dan Bupati tentang penertiban bahasa Indonesia adalah hal yang
mustahil.

                Kedua, pihak perusahaan tak mengindahkan terbitnya undang-undang tersebut karena tidak
adanya sanksi administratif. Perusahaan lebih memilih mengadaptasikan konsep perusahaan agar dapat
mengikuti irama perdagangan bebas dengan penggunaan bahasa asing pada produk-produk dagang mereka.
Dalam hal ini bahasa Inggris. Setidaknya, upaya itu dianggap penting oleh perusahaan-perusahaan berskala
nasional dalam menghadapi persaingan bebas.

                Ini mencerminkan melemahnya psiko-sosial kita terhadap bahasa Indonesia.

                Ketiga, Badan Bahasa yang ditunjuk oleh pemerintah sesuai dengan Undang-Undang
Kebahasaan pasal 45 untuk mengurusi persoalan bahasa dan kebahasaan kurang peka terhadap praktek di
lapangan.             

Jika benar demikian, maka jelas, ini adalah kesalahan mutlak dalam proses pemertahanan bahasa
Indonesia di era globalisasi. Dan mimpi di siang bolong untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia
menjadi bahasa Internasional secara bertahap, sistematis  dan berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang
Kebahasaan pasal 44 ayat 1.

Lantas, apa saja yang dikerjakan oleh Badan Bahasa selama ini, selain dengan program BIPA-nya.

D. PENGARUH PENGGUNAAN BAHASA ASING PADA PRODUK LOKAL


YANG BEREDAR DI MASYARAKAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 berisi aturan tentang bendera, bahasa, dan
lambang Negara, serta lagu kebangsaan. Di dalam tulisan ini akan dibahas tanggapan penulis tentang
bahasa Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 2009, terutama pada pasal 37. Pada
ayat pertama pasal 37 disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang
produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. Adapun
pada ayat kedua informasi sebagaimana dimaksud pada ayat pertama dapat dilengkapi dengan bahasa
daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan.

            Merujuk pada isi dari pasal 37, saat ini masih banyak produk yang beredar di Indonesia tanpa
memiliki keterangan dalam bahasa Indonesia. Hal itu tentu saja melanggar Undang-undang Nomor 24
Tahun 2009. Padahal bahasa Indonesia memiliki peranan yang penting bagi bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol
kedaulatan dan kehormatan negara.        
Produk-produk yang beredar dengan tidak memiliki keterangan dalam bahasa Indonesia bisa
merugikan bangsa Indonesia. Salah satu kerugian yang dialami adalah bahasa Indonesia menjadi
kurang dihargai, jika produk yang beredar diproduksi oleh pihak asing berarti bisa dikatakan bahwa
pihak asing kurang menghargai eksistensi bahasa Indonesia. Sehingga bahasa Indonesia menjadi
kurang dikenal oleh pihak asing. Bahasa Indonesia juga dapat menjadi kurang kurang populer bagi
masyarakat Indonesia karena kalah populer dengan bahasa asing. Beredarnya berbagai produk tanpa
keterangan bahasa Indonesia juga berpotensi merugikan masyarakat.
Konsumen bisa dirugikan dengan tidak adanya keterangan dalam bahasa Indonesia. Kerugian tersebut
bisa berupa kerugian terhadap waktu, kesehatan, atau materi. Kerugian akan waktu bisa terjadi apabila
konsumen tidak mengerti bahasa asing yang tercantum pada keterangan produk. Untuk bisa mengerti
maka konsumen perlu bertanya pada orang lain atau kepada penjual. Tentu saja itu bisa memakan
waktu produktif konsumen. Hal tersebut sering terjadi pada produk elektronik. Tidak adanya
keteangan penggunaan dalam bahasa Indonesia membuat konsumen membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk bisa memanfaatkan produk yang dibeli dengan baik. Pada produk-produk kesehatan, jika
tidak ada keterangan dalam bahasa Indonesia tentunya kesalahan penggunaan produk kesehatan bisa
berakibat pada memburuknya kesehatan konsumen.  Misal, jika tidak ada keterangan penggunaan
suatu obat dalam bahasa Indonesia, konsumen bisa menggunakan jenis obat yang salah atau
menggunakan dosis yang kurang tepat. Kesalahan penggunaan juga bisa berakibat pada kerusakan
suatu produk sehingga menimbulkan kerugian secara materi.
Meski keterangan dalam bahasa Indonesia harus ada dalam suatu produk, penggunaan istilah bahasa
asing atau daerah masih diperbolehkan. Karena penggunaan bahasa Indonesia hanya terbatas pada
keterangan produk tersebut, sedangkan istilah-istilah dalam bahasa asing tetap diperbolehkan supaya
tidak membuat bingung konsumen. Contohnya adalah merek dagang, jenis produk (pada produk
elektronik ada router, modem, IC, dll), penggunaan istilah-istilah kedokteran (missal nama obat dalam
bahasa latin), dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 37 ayat 2.
 Hal lain yang perlu dicermati adalah beredarnya produk-produk ilegal. Karena sudah pasti produk
tersebut tidak menggunakan keterangan dalam bahasa Indonesia. Keberadaan produk-produk tersebut
tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009, melainkan diatur dalam undang-undang
tentang perdagangan dan undang-undang tentang perlindungan konsumen.
Saat ini belum ada sanksi jika terjadi pelanggaran aturan penggunaan bahasa Indonesia yang
tercantum pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009. Hal itu memicu terjadinya banyak
pelanggaran. Memang tidak ada sanksi jika terjadi pelanggaran pada pasal 37. Tetapi ada undang-
undang atau peraturan lain yang saling mendukung dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 37 dan
memiliki sanksi hukum. Misalnya peraturan tentang perlindungan konsumen pada produk pangan,
KepMen Pertanian No. 745/1002. Di dalamnya diatur tentang sanksi jika ada produk pangan yang
tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku, termasuk tentang penggunaan keterangan dalam
bahasa Indonesia.
Meskipun ada undang-undang lain yang memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran yang
berhubungan dengan  UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 37, pelaksanaan di lapangan masih sangat
lemah. Karena pihak berwenang masih kurang tegas dan pada kasus-kasus tertentu, tidak ada denda
atau sanksi jika terjadi pelanggaran. Misalnya pada produk elektronik resmi yang tidak
mencantumkan keterangan dalam bahasa Indonesia. Karena hingga tulisan ini dibuat, penulis belum
menemukan sanksi untuk pelanggaran tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN DAN SARAN

Bahasa  Indonesia  sebagai  bahasa  resmi  negara berfungsi  sebagai  bahasa  resmi
kenegaraan,  komunikasi  tingkat  nasional,  pengantar  pendidikan,  transaksi  dan  dokumentasi
niaga,  pengembangan  kebudayaan  nasional,  serta  sarana  pengembangan  dan  pemanfaatan
ilmu  pengetahuan,  seni,  teknologi,  dan  bahasa  media  massa.
Untuk mengatasi masalah ini peran pemerintah sangat diperlukan. Seharusnya
pemerintah bertindak lebih agresif. Misal dengan memberikan sanksi pada produk yang
belum mencantumkan keterangan dalam bahasa Indonesia. Terutama jika belum ada undang-
undang lain yang mengaturnya. Dengan begitu bahasa Indonesia menjadi semakin dikenal
luas, sehingga mengangkat eksistensi bangsa Indonesia semakin diakui.
Dari sisi konsumen, sebaiknya konsumen lebih hati-hati jika akan membeli barang
yang tidak memiliki keterangan dalam bahasa Indonesia. Selain lebih sulit dipahami, bisa saja
produk tersebut merupakan produk illegal. Karena sebagian besar produk legal yang beredar
sudah mencantumkan keterangan dalam bahasa Indonesia.
Untuk itu penggunaan bahasa Indonesia pada keterangan suatu produk sangatlah
penting. Dengan menggunakan bahasa Indonesia bangsa Indonesia akan semakin dikenal
secara global.  Konsumen suatu produk juga akan diuntungkan. Selain itu secara tidak
langsung persatuan bangsa Indonesia akan semakin kuat. Karena bahasa Indonesia
merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan
dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai