Anda di halaman 1dari 4

ALENA FEBRIANA

L1B018008

Manajemen Isu dan Krisis/A1

Komunikasi Krisis dan Kebijakan-kebijakan Pemerintah di Masa


Pandemi, Efektifkah?

Menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah Indonesia harus


melakukan berbagai upaya untuk dapat terus berkomunikasi kepada masyarakat, seperti
komunikasi krisis. Pemerintah dituntut agar dapat menyampaikan pesan yang sesuai dengan
kriteria komunikasi krisis yaitu up to date, apa adanya, instruktif, empati, serta respect dengan
tujuan, agar masyarakat lebih paham saat menghadapi pandemi Covid-19. Komunikasi krisis
pemerintah yaitu upaya yang dilakukan dalam mengembalikan situasi yang sudah terjadi, dengan
cara memberikan respon cepat saat krisis. Dasar dari komunikasi krisis adalah memberi respon
sesegera mungkin dengan pesan dan informasi terbuka atau transparan.

Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 tak hanya menguncang sektor kesehatan saja. Pada
sektor ekonomi, pandemi ini bahkan sangat memberikan dampak yang dapat dikatakan setelah
pandemi ini usai pertumbuhan ekonomilah yang paling lama mengalami kebangkitan. Sektor
pangan dan sektor bisnis pariwisata seperti perhotelan yang paling awal mengalami kelumpuhan.

Keterbukaan data merupakan hal penting untuk disampaikan kepada publik supaya publik lebih
sadar dan memahami situasi terkini, sehingga membantu publik dalam mengambil keputusan
secara rasional dengan meminimalisir risiko yang akan terjadi.

Pemerintah dapat menunjuk seorang penanggungjawab untuk masalah komunikasi krisis ini, tak
cukup hanya dengan Jubir Pemerintah. Harus ada seorang yang memimpin geraknya poros
penanganan Covid-19, yang saat ini memang dipegang langsung oleh Presiden. Tetapi beban
Presiden itu sendiri juga telah menumpuk yang membuat penanganan Covid-19 kurang
maksimal.
Faktanya, seringkali pemerintah gagal dalam mengelola komunikasi krisis yang justru malah
menambah kepanikan di masyarakat. Komunikasi yang efektif memerlukan pemahaman tentang
komunikator, tujuan, pesan, cara penyampain dan target khalayak yang dituju.

Berbeda dengan Jepang dan Vietnam yang merespon cepat dan membuat kebijakan yang fokus
pada mitigasi dan pencegahan penyebaran COVID-19, respon Indonesia justru sebaliknya.

Saat pandemi COVID-19 merebak di Wuhan, respon pertama yang dilakukan pemerintah
Indonesia melalui Menteri Kesehatan adalah meminta masyarakat  untuk melakukan shalat
istigasah dalam menghadapi pandemi COVID-19. Tidak ada upaya untuk melakukan deteksi dini
maupun kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya mitigasi dan pencegahan. Pemerintah
malah lebih banyak bicara dampak ekonomi. Hal ini terlihat dari pernyataan Presiden Joko
Widodo yang meminta  jajarannya untuk menyiapkan instrumen moneter dan fiskal untuk
memperkuat daya tahan dan daya saing negara.

Kemudian muncul pula statement-statement lain yang seolah-olah menganggap pandemi ini
hanya guyonan, “orang Indonesia kan sehat karena sering minum jamu”, “Indonesia tidak akan
terdampak pandemi karena berada di garis khatulistiwa” kata mereka, para penguasa yang
mempunyai otoritas. Pun setelah wabah akhirnya merebak, mereka acap kali melontarkan
pernyataan-pernyataan yang membingungkan masyarakat.

Seharusnya para pejabat negara lebih melakukan komunikasi krisis kepada masyarakat yang
lebih bijak dari pada membuat masyarakat tidak waspada sama sekali. Dalam konteks ini
pemerintah bisa melakukan pemberian informasi secara masif kepada masyarakat tentang bahaya
virus ini, kemudian bagaimana cara mencegahnya, bagaimana cara mencuci tangan yang benar
dan tepat, hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh masyarakat guna menghindari terjangkitnya
virus ini sehingga potensi Indonesia terjangkit virus ini dapat diminimalisir karena krisis
merupakan sebuah ancaman yang harus dilakukan upaya pencegahan dengan tepat dan cepat

Seiring dengan naiknya jumlah penderita COVID-19, pemerintah mulai menerapkan kebijakan
yang lebih ketat sebagai upaya pencegahan penularan virus tersebut, yang dikenal dengan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Isi kebijakan ini pada dasarnya adalah upaya
pembatasan lalu lintas manusia untuk mengurangi penyebaran COVID-19 terutama yang
diakibatkan oleh transmisi (penularan) lokal. Sebelum kebijakan PSBB diputuskan, ada wacana
di kalangan elite maupun publik untuk menetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan dan juga penerapan keadaan darurat sebagai strategi
manajemen krisis yang dilakukan oleh pemerintah. Namun wacana kedua kebijakan tersebut
lagi-lagi menimbulkan perdebatan, baik terkait konsekuensi hukum, ekonomi, sosial, dan politik
atas masing-masing regulasi tersebut jika diimplementasikan.

Selain kebijakan di bidang kesehatan, banyak pula kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di
masa pandemi ini. Kebijakan-kebijakan tersebut di antara lain adalah penetapan PSBB,
pemberian Kartu Prakerja dan Pelatihan, bantuan sosial, pemberian stimulus di sektor
pariwisata, dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan

Meskipun PSBB dan kebijakan lain telah diberlakukan, penerapan strategi manajemen krisis
yang dilakukan pemerintah dalam penanganan COVID-19 dapat dikatakan kurang efektif. PSBB
dinilai terlalu birokratif, kartu pra kerja pun dianggap kurang relevan dengan kondisi masyarakat
yang membutuhkan fresh money, bukan hanya pelatihan. Bansos dianggap rawan korupsi.
Sementara stimulus yang dialirkan ke sektor pariwisata nyatanya hanyalah menambah jumlah
positif COVID karena penumpukan yang terjadi.

Dari berbagai dampak negatif yang timbul tersebut, sudah saatnya pemerintah mengoreksi
kebijakannya, entah regulasi atau penerapannya, pemerintah juga perlu memperbaiki krisis
komunikasi yang selama ini seringkali terjadi.

Menurut hemat penulis, pemerintah perlu memahami karakter masyarakat Indonesia, agar lebih
mudah me-manage komunikasi krisis yang dilakukan. Selain itu, kebijakan pun perlu
diperhatikan lebih lanjut, terutama di daerah yang sulit mendapatkan informasi.

Informasi pemerintah harus menjadi dominan di ruang publik, terutama di ranah maya yang
menjadi sumber informasi utama saat ini agar tidak berulang di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2020/12/20/komunikasi-krisis-pemerintah-di-masa-
pandemi/

https://yoursay.suara.com/news/2020/06/08/092611/komunikasi-krisis-pemerintah-di-tengah-
pandemi-covid-19?page=2

https://theconversation.com/analisis-pemerintah-masih-bisa-perbaiki-komunikasi-krisis-
pandemi-yang-sejauh-ini-gagal-134542

Anda mungkin juga menyukai