Disusun oleh:
(KELOMPOK 2):
Paskalina Natalia Ruth Lelimarna (C2014201144)
Peni Suddin (C2014201147)
Putri Magafira (C2014201148)
Renata Maria Renya Rosario Fatubun(C2014201149)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 %. Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) . Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan
untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam
dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah
2
seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi
tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain
adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang bisa
menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam.
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera.
a) Anatomi
1) Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang
terbesar adalah jantung dan paru. Tulang-tulang iga(costa 1-12)
bersama dengan otot intrcosta serta diafragma pada bagian kaudal
membentuk rongga toraks.
2) Pleura
Pleura parietalis satu sisi dari toraks (kiri dan kanan), sedangkan
pleura viselaris melapisi seluruh paru (kiri dan kanan). Antara pleura
parietalis dan viseralis ada tekanan negative (mengisap) sehingga
3
pleura parietalis dan pleura viselaris saling bersinggungan. Ruang
antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada hubungan antara
udara luar (tekanan I atmosfer) dengan rongga pleura, misalnya
karena luka tusuk, tekanan positif akan memasuki rongga pleura
sehingga terjadi “open pneumo-toraks” , tentu saja paru (bersama
pleura viseralis) akankuncup (kolaps).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viselaris robek, dan
ada hubungan antara rongga pleura sehingga dapat terjadi
pneumothoraks. Apabila ada suatu mekanisme “ventiel” sehingga
bronkus terhubung dengan rongga pleura parietalis, sedangkan pleura
viseralis tetap utuh, maka udara akan masuk dari bronkus ke rongga
pleura, tetapi tidak dapat keluar kembali sehingga akan terjadi
pneumothraks yang semakin berat akhirnya akan mendorong paru
yang sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension
pneumothoraks”. Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura,
keadaan ini dikenal sebagai hematothoraks.
3) Paru-paru
Terdapat dua, masing-masing di kiri dan di kanan. Dari pangkal paru
(hilus) keluar bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk
trakea.
4) Mediastinum
Antara kedua paru terdapat antara lain jantung dan pembuluh darah
besar. Apabila ada tension pneumothoraks, mediastinum akan
terdorong ke sisi yang sehat sehingga ada gangguan arus balik darah
melalui vena cava. Keadaan ini akan menimbulkan shock, karena
jantung tidak maksimal mencurahkan darah.
5) Jantung
Jantung berdenyut dalam satu kantong yang dikenal sebagai
pericardium. Apabila ada luka tusuk jantung, darah mungkin akan
keluar dari jantung dan mengisi rongga pericardium sedemikian rupa
sehingga denyut jantung akan terhambat, akan timbul shock yang
bukan shock hemoragik, melainkan shock kardiogenik.
4
b) Fisiologi
1) Pernapasan
Pernapasan terdiri atas inspirasi (menarik oksigen) dan ekspirasi
(mengeluarkan karbondioksida). Pernapasan normal umumnya
berkisar antara 12-20 kali/menit. Pernapasan yang lebih dari 20
kali/menit dikenal sebagai takipnue. Apabila pernapasan buatan
dibuat lebih dari 24kali/menit, hal ini dikenal sebagai hiperventilasi.
Takipnue dapat sebagai akibat keadaan fisiologis (ketakutan,
kecapaian, dsb), tetapi juga dapat merupakan indicator bahwa ada
yang tidak beres dengan masalah breathing.
4. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasi pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negatif dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif
ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
5
mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait. Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan
dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks.
Parenkim paru termasuk paru – paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan
mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.
Mediastinum termasuk jantung, aorta pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi
darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai
akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari trauma Toraks
bertujuan untuk mengembalikan fungsi kardiorespirasi menjadi normal,
menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis.
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.
Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta
simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta
multipel dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio
pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah
besar dan trauma langsung pada jantung . Akibat kerusakan anatomi dinding
toraks dan organ didalamnya dapat mengganggu fungsi fisiologis dari sistem
respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan sistem respirasi dan kardiovaskuler
dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan
gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma
toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah.
6
5. Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1) Trauma Tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
7
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
8
2) Trauma Tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronchial
c. Flail Chest
9
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
6. Menifestasi Klinis
10
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut yaitu :
1) Temponade jantung
11
3) Pneumothoraks
12
3) Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph gas darah dan pH digunakan sebagai
pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai
keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah,
serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas
darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi
pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan
diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat
dilakukan dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian
terapi / intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan
pH yang tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik
Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan
dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan
sudah terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi.
4) CT-Scan Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma
tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular
dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra
torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran
mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan
pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
13
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,
adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung
dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang
yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6) EKG ( Elektrokardiografin) Sangat membantu dalam menentukan
adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti
kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG
yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan
tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7) Angiografi : Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan
dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
9) Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh.
8. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia.
(Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan
harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas,
tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif,
tamponade perikardial, dan flail chest yang besar. (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi
utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena
merupakan terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri
yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma
toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia,
hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas.
14
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera
menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena
diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan
menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan
9. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia,
pneumotoraks, hematotoraks, empyema, dan kontusio pulmonum. Dimana 50-
60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS.
Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decade terakhir, ARDS
masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius
dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015)
15
Data objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, kerkles (+), jalan tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, denga gerekan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks ), napas cepat , dipsnea, takipnea, suara napas
kusmual, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation ( C )
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran ( apabila terjadi penanganan yang lambat
b) Pengkajian Sekunder
1) Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi
penyebab trauma pada dinding dada
2) Five intervention / full set of vital sign (f)
a) Tanda-tanda vital : RR meningkat , HR meningkat, terjadi
hipotensi
b) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
c) Aritmia jantung
d) Pemeriksaan lab :
- Gambaran pada hasil X ray yang bisa dijumpai
- kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
- pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis,
hilangnya batas paru ( sulit mendiagnosa pada foto dengan
posisi supinasi ).
- Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di
servikal.
- Repture diagfragma : herniasi organ abdomenke dada,
kenaikan hemidiagfragma
16
- Terdapat fraktur tulang rusak, sternum, klavikula, scapula,
dislokasi sternoklavikula.
18
Adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
19
2. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b/d gangguan muskuloskeletal
2) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif dan kegagalan
mekanisme regulasi
3) Nyeri akut b/d Agens cedera fisik
4) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan anatara suplai dn kebutuhn
oksigen
5) Ketidakefektifan jalan nafas b/d spasme jalan nafas
20
3. Intervensi dan implementasi keperawatan
N
Diagnosa keperawatan Tujuan Perawatan Rencana keperawatan
o
1 Ketidakefektifan pola napas b/d Setelah dilakukan tindakan A. Fisioterapi Dada
gangguan muskuloskeletal selama 3 x 24 jam 1. Monitor status respirasi dan
diharapkan status kardiologi (misalnya:
pernapasan pasien kembali denyut dan irama nadi,
normal dengan kriteria hasil suara dan kedalam napas).
: 2. Instruksikan pasien untuk
1. frekuensi pernafasan mengeluarkan napas
pasien normal dengan teknik napas dalam.
2. irama pernafasan B. Perawatan Gawat Darurat
pasien normal 1. Pantau tanda-tanda vital
3. suara auskultsi nafas jika memungkinkan dan
pasien tidak ditemukan tepat.
4. keptenan jalan nafas 2. Pantau tingkat kesadaran
pasien baik pasien.
3. Buat atau mempertahankan
jalan napas terbuka.
4. Periksa tanda-tanda dan
gejala pernapasan terancam
(misalnya: pneumotoraks
atau dada yang terpukul)
C. Monitor Pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernapas.
2. Monitor suara napas
tambahan.
3. Monitor pola napas
(misalnya: bradipneu,
takipneu, hiperventilasi)
4. Palpasi kesimetrisan
21
ekspansi paru.
5. Auskultasi suara napas,
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas
tambahan.
6. Monitor keluhan sesak
napas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak napas
tersebut.
22
diharapkan nyeri pasien kompeherensif yang meliputi
menurun dengan kriteria lokasi,karakteristik,onset/dur
hasil : asi,frekuensikualitas,intensit
1. Pasien dapat as atau beratnya nyeri dan
Mengenali kapan nyeri factor pencetus
terjadi 2. Pilih dan implementasikan
2. Pasien Menggunakan tindakan yang beragam
tindakan pencegahan (misanyalnya:
nyeri tanpa analgesic farmakologi,nonfrmakologi,i
3. Pasien Menggunakan nterpersonal) untuk
analgesik yang memfasilitasi penurunan
direkomendasikan nyeri,sesuai dengan
kebutuhan.
3. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
4. Ajarkan teknik non
frmkologi
5. Ajarkan metode farmakologi
untuk menurunkan nyeri
6. Kolaborasi dengan
pasien,orang terdekat dan
tim kesehatan untuk memilih
dan mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri non
farmakologi sesuai
kebutuhan.
7. Mulai dan modifikasi
tindakan pengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien.
B. Pemberian analgesic
23
untuk berperan serta dalam
pemilihan analgesik, rute,
dan dosis dan keterlibatan
pasien, sesuai kebutuhan.
2. berikan kebutuhan
kenyamanan dan aktivitas
lain yang dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri.
3. berikan analgesik sesuai
waktu paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat.
4. kolaborasikan dengan
dokter apakah obat, dosis,
rute pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik.
4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung:rehabilitative
ketidakseimbangan anatara selama 3 x 24 jam 1. Monitor toleransi pasien
suplai dn kebutuhn oksigen diharapkan pasien dapat terhadap aktivitas
beraktivitas dengan kriteria 2. Instruksikan pasien mengenai
hasil : perawtn diri pada saat
1. Satuarasi oksigen mengalami nyeri dada (minum
pasien ketika nitrogliserin,sublingual setiap
beraktivitas normal 5 menit selama 3 kali jika
2. Frekuensi nadi pasien nyeri dada belum hlang cari
ketika beraktivitas baik pelayan medis gawat darurat
3. Frekuensi pernapasan 3. Instruksikan pasien dan
pasien ketika keluarga mengenai modifikasi
24
beraktivitas normal factor risiko jantung (
misalnya menghentikan
kebiasaan merokok,diet dan
olaraga) sebagaimna
mestinya.
6 Ketidakefektifan jalan nafas b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas:
spasme jalan nafas selama 3 x 24 jam 1. buang secret dengan
diharapkan jalan napas memotivasi pasien untuk
paien kembali normal melakukan batuk atau
dengan kriteria hasil menyedot lender
1. Frekuensi pernafasan 2. motiasi pasien untuk bernafas
pasien normal pelan,dalam berputar dan
2. Irama pernafasan batuk
pasien normal 3. instruksikan bagaimana untuk
3. Pasien memiliki melakukan batuk efektif
Kemampuan untuk 4. auskultasi suara nafas catat
mengeluarkan secret area yang ventilasinya
4. Pasien tidak memiliki menurun atau tidak adanya
Suara nafas tambahan dan suara tambahan
5. Pasien dapat 5. kelola pemberian
melakukan ADL bronkodilator sbagaimana
secara mendiri dan mestinya
tidak Dispnea saat 6. posisikan untuk meringankan
istirahat sesak nafas
6. Pasien tidak batuk 7. monitor status pernafasan dan
oksigenisasi sbagaimana
mestinya
25
C. MANJEMEN GAWAT DARURAT
26
organisasi yang beresiko, tipe resiko, pemasangan sistem, pemusnahan faktor
perusak arsip.
Persiapan
kegiatan yang mengarah pada tindakan jika akan terjadi bencana dan
merupakan tahapan respon ayau tanggap dalam keadaan darurat yang meliputi
kegiatan: pengembangan dan updating rencana manajemen keadaan darurat,
test system emergency, peratihan pegawai dan penyediaan peralatan.
Tindakan
kegiatan dalam mengahadapi suatu keadaan darurat, yang melibatkan
manusia, dana, sarana dalam melindungi dan menyelamatkan organisasi dari
kerugian.
Pemilihan
kegiatan mengumpulkan, memperbaiki semua sumber dan kegiatan
setelah terjadi bencana, termasuk pemulihan sistem dan proses organisasi agar
normal kembali, penyimpanan arsip/informasi ke dalam komputer
(dehumidifying) dan mengembalikan arsip vital dari penyimpanan offside
c. Keuntungan dari Rancangan Manajemen Keadaan Darurat (Emergency
Management Plan)
a) Organisasi dapat memulai kegiatan dengan cepat (quick resumption
operation)
b) Organisasi akan memperbaiki tingkat keselamatan (improve safety)
c) Organisasi akan melindungi aset vitalnya
d) Organisasi akan terkurangi beaya asuransi
e) Organisasi akan memperbaiki tingkat keamanan (improve security)
f) Organisasi akan mematuhi peraturan
g) Organisasi akan mengurangi kesalahan karena panic
2. Manajemen Keadaan Darurat (Emergency Management) Untuk Arsip Dan
Informasi
Rancangan manajemen keadaan darurat merupakan kombinasi antara
manajemen kearsipan, system informasi, telekomunikasi dan fungsi arsip.
Keuntungan manajemen keadaan darurat:
a. Kegunaan Manajemen Keadaan Daruratn Untuk Arsip dan Informasi:
a) Mengidentifikasi cara preventif menghindarkan musnahnya arsip dan
informasi.
27
b) Mengidentifikasi sumber-sumber informsi dan arsip organisasi.
c) Menyiapkan tindakan yang sistematis terhadap bencana
d) Mengidentifikasi pegawai yang tanggap dan perannya terhadap
bencana
e) Mengidentifikasi sumber dan sarana untuk pemulihan
f) Melaksanakan pemulihan arsip dan informasi
g) Melaksanakan prioritas pemulihan arsip dan informasi
b. Tujuan Rancangan Manajemen Keadaaan Darurat Untuk Arsip dan
Dokumen:
a) Mengidentifikasi dan melindungi arsip vital organisasi
b) Mengurangi resiko akibat bencana, kesalahan manusia, perusakan
yang disengaja, tidak berfungsinya fasilitas dan konsekuensi lain
akibat bencana
c) Menjamin organisasi melanjutkan kegiatannya dengan cepat
d) Menjamin organisasi mampu pulih kembali dengan cara
mrekonstruksi arsip yang tersisa dan melaksanakan pemulihan secara
terinci
3. Dukungan Pimpinan Organisasi (Top Management)
Manajemen keadaan darurat harus didukung oleh pimpinan (top
management), pimpinan unit dan seluruh pegawai dengan membentuk tim.
Tahapan Kegiatan Dalam Manajemen Keadaan Darurat (Emergency
Management)
a. Tahap Pencegahan (Prevention)
1) Melaksanakan Proses Manajemen Resiko. Kegiatan ini meliputi analisis
resiko dan asesmen resiko.
- Analisis resiko, merupakan proses mengidentifikasi kemungkinan
resiko kehilangan, kerusakan dan ancaman terhadap arsip dan
informasi.
- Penilaian resiko, merupakan proses mengidentifikasi resiko yang
ada terhadap arsip yang meliputi kegiatan: evaluasi keamanan dan
pengawasan, survei menentukan letak, mengindentifikasi dan
merekomendasikan pengamanan dan pengawasan, dan
melaksanakan pengamanan dan pengawasan.
28
2) Analisis Dampak Terhadap Organisasi yang meliputi indentifikasi proses
dampak fungsi-fungsi organisasi yang kritis dan menentukan maksimal
kehilangan arsip yang dapat ditoleransi..
3) Rancangan Pencegahan Bencana merupakan pencegahan bencana
dilaksanakan untuk mencegah bencana yang dapat dilaksanakan serta
meminimalisir kerugian akibat bencana. Rencana ini berdasarkan program
arsip vital, manajemen resiko, dan fase pertama dari manajemen keadaan
darurat.
b. Tahap Persiapan (Preparation)
a) Membentuk Tim, sebaiknya terdirid ari semua level yang mewakili
semua fungsi organisasi.
b) Mempertimbangkan Biaya Yang Dibutuhkan untuk kegiatan manajemen
keadaan darurat.
c) Menentukan Strategi Tindakan (respons), terkait dengan apa yang
dilakukan oleh organisasi, siapa bertanggungjawab dan terhadap apa,
siapa menghubungi siapa. Oleh karena itu perlu adanya simulai.
d) Menentukan Strategi Pemulihan (recovery) dalam rangka pemulihan
operasional organisasidengan melakukan persiapan: pemeriksaan
kerusakan, menghubungi vendor untuk perbaikan arsip, restorasi arsip.
e) Mengumpulkan Data. Tim memerlukan data dan informasi yang
diperlukan untuk keperluan preparation.
f) Mengembangakan Rancangan Manajemen Keadaaan Darurat, berupa
rancangan tertulis yang disahkan oleh pimpinan.
c. Tahap Tindakan (Response)
1) Pengenalan Terhadap Bencana, hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan
dan pelatihan guna mengenali dan menghindari bencana, serta tindakan
apa selanjutnya.
2) Menghubungi Pihak Terkait, bencana yang sudah diditeksi, maka perlu
segera melapor ke pihak terkait.
3) Melaksanakan Rencana Yang Sudah Dibuat, tim segera bertindak untuk
menghadapi bencana.
4) Penilaian Kerusakan, penilaian kerugian awal perlu segera disusun agar
dapat dilakukan pemulihan.
29
5) Keamanan (security), perlu memperketat pengamanan aset perusahaan
agar tidak dimanfaatkan oleh fihak-fihak yang tidak bertanggungjawab.
6) Contingency (kegiatan yang mungkin dapat dilakukan). Rancangan
keadaan darurat meliputi contogency, misalnya perlu dicarikan lokasi
alternatif jika lokasi semula tidak dapat memfungsikan organisasi.
d. Tahap Pemulihan (Recovery)
a) Penilaian Kerusakan, merupakan penilaian kerusakan awal yang
dilanjutkan dengan perkiraan kerusakan sevara menyeluruh.
b) Stabilisasi, hal ini demi keselamatan pegawai dan aset organisasi,
misalnya: memindahkan arsip, menyetabilkan lingkungan, mematikan
listrik, memperbaiki kerusakan, mencegah kerusakan lehih lanjut, relokasi
bahan-bahan.
c) Penyelamatan (salvage), harus dilakukan sesuai prosedur. Untuk
penyelamatan arsip harus sesuai dengan tipe bencana dan mesia arsip.
d) Restorasi (perbaikan), perlu ada tindakan perbaikan terhadap aset
organisasi, baik bangunan dan arsip. Arsip elektronik perlu diduplikasi.
Perlu relokasi sementara jika lokasi awal tidak memungkinkan untuk
berjalannya organisasi.
e) Memulai Kembali Kegiatan, bila situasi kritis berlalu dan kondisi telah
stabil, maka kegiatan organisasi perlu segera dijalankan.
Peran perawat
30
1) Pelindung dan Advokat Klien
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan
lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic
ataupengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai pelindung adalah
memastikan bahwa klient idak memiliki alergi terhadap obat dan
memberikan imunisasi melawat penyakit dikomunitas. Sedangkan peran
perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak kliensebagai manusia
dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-
haknyabila dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan informasi
tambahan bagi klien yangsedang berusaha untuk memutuskan tindakan
yang terbaik baginya. Selain itu, perawat jugamelindungi hak-hak klien
melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atautindakan yang
mungkin membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak
klien.Peran ini juga dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalammenginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lainkhususnya dalam pengambilan persetujuan
atas tindakan keperawatan yang diberikankepada pasien, juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yangmeliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugiakibat kelalaian. Sebagai contoh,
perawat memberikaninformasi tambahan bagi klien yang sedang
berusaha untuk memutuskan tindakan yangterbaik baginya.
2) Manager Kasus
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat
mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli
gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan
perawatan pada klien. Berkembangnya model praktik
memberikanperawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur karier yang
ingin ditempuhnya. Denganberbagai tempat kerja, perawat dapat memilih
antara peran sebagai manajer asuhankeperawatan atau sebagai perawat
asosiat yang melaksanakan keputusan manajer. Sebagai manajer, perawat
31
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawabasuhan dan
mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
3) Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat
fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang
menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Seringkaliklien mengalami
gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka. Di
sini,perawat berperan sebagai rehabilitator dengan membantu klien
beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.
4) Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan
keperawatan harus ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar
fisiknya saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sering
kali memberikan kekuatan bagi klien sebagai individu yang
memilikiperasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi
kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai tujuan
yang terapeutik bukan memenuhi ketergantunganemosi dan fisiknya.
Peran sebagai pemberi kenyamanan, merupakan merawat klien sebagai
seorang manusia, merupakan peran tradisional dan historis dalam
keperawatan dan telah berkembang sebagai sesuatu peran yang penting
dimana perawat melakukan peran baru. Sebagai pemberi kenyamanan,
perawat sebaiknya membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya .
5) Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga,
antar sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi
dan komunitas. Dalam memberikan perawatan yang efektif dan membuat
keputusan dengan klien dan keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa
komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi merupakan factor yang
menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan
komunitas.
6) Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep
dan data-data tentangkesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti
32
aktivitas perawatan diri, menilai apakahklien memahami hal-hal yang
dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran.Perawat
menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhanklien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya
keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya. Misalnya, ketika
perawat mengajarkan cara menyuntikkan insulin secaramandiri pada
klien yanng diabetes.
7) Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui
tim kesehatan yangterdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasipelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalampenentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.10.
8) Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuankesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahanperilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
9) Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah
atau tindakankeperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan klien tehadapinformasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.12.
10) Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan,kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberianpelayanan keperawatan
1. Fungsi
suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsidapat
berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada
Fungsi Perawat
33
Dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun
sakitdimanasegala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan Kesehat
an berdasarkanpengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berba
gai cara untuk mengembalikan kemandirian Pasien secepat mungkin dalam
bentuk Proses Keperawatan yangterdiri dari tahap Pengkajian, Identifikasi
masalah (Diagnosa Keperawatan), Perencanaan,Implementasi dan Evaluasi
a) Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan
fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan
cairan danelektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan dan kenyamanan,
pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri
dan aktualisasi diri.
b) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primerke
perawat pelaksana.
c) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan
pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak
dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter
ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan
pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi
onat yang telah diberikan. Peranan perawat sangat menunjukkan sikap
34
kepemimpinan dan bertanggung jawab untuk memelihara dan
mengelola asuhan keperawatan serta mengembangkan diri dalam
meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan keperawata
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun
oleh sebab trauma tajam.
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling.
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan sebagai acuan
dalam Asuhan Keperawatan Gawat Darurat tentang penatalaksanaan trauma dada.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
dimasa mendatang
36
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publisher.
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku ajar keperawatan medical-bedah ed.8 vol.2. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) (6Th Ed). America: Mosbay Elsevier.
Krihanta. (2013). Manajemen Keadaan Darurat ( Emergency Management) dan Arsip Vital. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Moorheand Sue, J. M. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC)(5th Ed). Amerika: Mosbay
Elsevier.
Ns. Harsismanto J S.Kep., M.Kep. (2018). Ns. HarsisASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
PASIEN TRAUMA THORAKS (HEMATHORAKS). BENGKULU: FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH.
Nugroho, T. Putri, B.T, , K. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat. Padang: Medical Book.
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Tyas, M. D. (2016). Keperawatan Daruratan Dan Manajemen Bencana . Jakarta: Pusdik SDM
kesehatan.
37