DESAIN PEMBELAJARAN
DI SUSUN OLEH :
Puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan
kenikmatan yang berupa kesempatan, kesehatan yang intinya kehidupan karena tanpa itu semua saya
tidak mampu menyelesaikan tugas saya dalam mengkritik buku “INTRUKSIONAL ANALYSIS”
dengan kesempatan ini pula saya menyampaikan terimakasih kepada rekan rekan yang telah
menyemangatai saya dalam mengkritik buku ini.
Baik dengan ini saya berharap kepada dosen pengampu mata kuliah DESAIN
PEMBELAJARAN bisa memberikan masukan dan dorongan berupa pembinaan terhadap
resume/rangkuman saya ini, semoga kedepannya menjadi perbaikan saya kedepannya, dengan ini saya
haturkan terimakasih atas segala dorongan dan kebaikannya dan mohon maaf jika ada kalimat yang
kurang berkenan dalam penulisan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..…..…. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..….……...... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………....……………………………….………... 1
Identitas Buku……………………………………………………….......………........3
Deskrifsi Buku…………………………………………………………......……………… 3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….……. 4
RINGKASAN BUKU INTI
Komunitas Belajar dan Motivasi Siswa........................................................................6
Perspektif tentang Kelas sebagai Komunitas Belajar....................................................8
Fusi antara Individu dan Kelompok..............................................................................11
Dukungan Teoritis dan Empiris....................................................................................12
RINGKASAN BUKU PEMBANDING
Pengertian Analisis Instruksional.................................................................................13
Macam-macam Struktur Analisis Instruksional...........................................................15
Langkah Praktek Melaksanakan Analisis Instruksional...............................................16
Strategi Instruksional.....................................................................................................18
Identitas Buku II
Membuat kelas menjadi sebuah komunikasi belajar adalah salah satu hal terpenting
yang dapat dilakukan guru, yang mungkin bahwa lebih penting dibanding praktik-praktik
yang digunakan dalam aspek-aspek pengajaran yang lebih normal.
Carolyn Barnes sekarang mulai merasa mencintai anak-anak kelas limanya. Sekarang
adalah tahun ketiga mengajarnya di Woodsville School. Ia percaya bahwa kelasnya adalah
sebuah masyarakat demokratis yang dirinya dan siswa-siswanya mencurahkan diri untuk
belajar tentang diri mereka sendiri dan di dunia sekitarnya.
Marks Hicks sekarang mengajar ilmu pengetahuan sosial di Walden School di negara
bagian asalnya yang terletak di wilayah Midwestern. Ia menemukan pekerjaan ini ketika
mengunjungi orang tuanya selama liburan di musim panas beberapa tahun setelah ia mulai
mengajar. Walden adalah sebuah sekolah pengembangan profesi yang memiliki hubungan
dengan sebuah universitas riset Midwestern yang berdekatan dengannya dan berlokasi
diwilayah perkotaan disebuah kota berukuran-sedang. Siswa-siswanya diorganisasikan ke
dalam kelompok-kelompok belajar, dan seluruh kelompok secara keseluruhan
diorganisasikan enjadi sebuah komunitas belajar kooperatif.
Hubungan antara individu dan kelompok di setting mana pun selalu bersifat kompleks
dan sering kali dihadapkan pada berbagai dilema. Dalam beberapa hal, hubungan itu
menceminkan dilema yang kita bangun dalam sistem pemerintahan dan perekonomian
Amefrika Serikat, misalnya nilai tindakan kolektif orang Amerika, dan orang Amerika telah
membangun sebuah sistem elaboratif di seputar prinsip-prinsip demokratik yang
dimaksudkan untuk memastikan bahwa suara setiap warga negara didengarkan dan bahwa
setiap tindakan didasarkan pada keinginan mayoritas. Orang Amerika memiliki banyak
tradisi seperti menyanyikan lagu kebangsaan “Star-Spangled Banner” dan mengucapkan the
Pledge of Allegiance (janji setia) yang menegaskan dan mempromosikan keberkelompokkan
mereka. Hal inilah aspek individual kehidupan orang Amerika.
John Dewey (1916) bertahun-tahun yang lalu melihat bahwa anak-anak belajar selama
mereka berpartisipasi di berbagai lingkungan sosial. Yang lebih mutakhir, para pakar seperti
Jeroma Bruner (1996) dan Vygotsy (1978,1994) mengatakan bahwa orang menciptakan
makna dari hubungan dan keanggotaan dibudaya tertentu. Jadi, kelompok dan komunitas
belajar menjadi salah satu aspek penting pembelajaran.
Pemikiran tentang hubungan individu dan kelompok berasal dari hasil karya
psikologi-psikologi sosial awal yang diawali oleh Kurt Lewin (Lewin, Lippitt, & White,
1951) dan banyak rekan sejaatnya yang tertarik dengan bagaimana kombinasi antara
kebutuhan individual dan kondisi lingkungan menjelaskan perilaku manusia. Getzels dan
Thelen (1960) menerapkan hasil karya ini dalam pendidikan dan mengembangkan sebuah
model dua-dimensional untuk memikirkan hubungan antara kebutuhan individu-individu
siswa dan kondisi kehidupan kelas. Dimensi yang pertama dalam model itu mendeskripsikan
bagaimana, disalam sebuah kelas, terdapat individu-individu dengan motif-motif dan
kebutuhan-kebutuhan tertentu. Perspektif ini dapat diberi label dimensi individual dari
kehidupan kelas.
Dimensi yang kedua dari model itu mendeskripsikan sebagaimana eksistensi kelas
dalam konteks sosial dan bagaimana aturan dan ekspektasi tertentu berkembang dalam
lingkup itu memenuhi tujuan sistem tersebut. Dari perspektif ini, perilaku kelas ditentukan
oleh ekspektasi yang sama (norma) ditingkat sekolah dan kelas. Jadi, kehidupan kelas
merupakan hasil dari siswa dan guru yang termotivasi secara individual, yang saling
merespons satu sama lain dalam sebuah lingkup sosial.
Bila perilaku digerakkan secara internal oleh minat atau keingintahuan kita sendiri
atau semata-mata karena kesenangan murni yang didapat dari sebuah pengalaman, disebut
motivasi intrinsik.sebaliknya, motivasi ekstrinsik terjadi bila individu dipengaruhi untuk
bertindak oleh faktor-faktor eksternal atau lingkungan seperti hadiah, hukuman, atau tekanan
sosial. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sama pentingnya dikelas. Diskusi tentang motivasi
bersifat selektif dan mengikuti hasil pemikiran Graham dan Weiner (1996), Pintrih dan
Schunk (2002), Spaulding (1992), dan Stipek (1996, 2001). Secara umum, diskusinya
dibatasi pada aspek-aspek motivasi yang membantu menjelaskan perilaku dalam rentang
situasi yang lebih luas. Diskusinya dikonsntrasikan pada empat perspektif: teori penguatan,
teori kebutuhan, teori kognitif, dan teori belajar sosial.
Diawal abad kedua puluh, reinforcement theory (teori penguatan) dan teori behavioral
mendominasi pemikiran tentang motivasi. Pendekatan motivasi ini menekankan pada
sentralitas kejadian eksternal dalam mengarahkan perilaku dan tentang pentingnya reinforce
(penguat) (Skinner, 1956). Penguat, positif atau negatif adalah kejadian/stimulus yang terjadi
secara contingent dengan sebuah perilaku meningkatkan kemungkinan kemunculan perilaku
tertentu.
Konsep flow experience ini memiliki implikasi untuk pendidikan dan untuk
pengajaran. Faktanya, Csikszentmihalyi menyimpilkan bahwa kendala utama bagi
pembelajaran siswa tidak berasal dari kemampuan kognitif siswa tetapi dari cara kita
menstrukturisasikan sekolah dan dari pengamlaman belajar yang menghambat motivasi
intrinsik dan flow experiences.
Cognitive Theory. Bernar Weiner adalah seorang teoritisi kognitivis utama dan teori
atribusinya sangat penting bagi guru. Teori atribusi didasarkan pada proposisi bahwa cara
individu mempersepsi dan menginterpretasi penyebab kesuksesan dan kegagalan adalah
determinan pokok motivasi mereka, dan bukan kebutuhan bawaan atau pengalaman terdahulu
tertentu.
Sebagai rangkuman, motivasi adalah sebuah konsep yang kompleks san ada banyak teori
yang memberikan kontribusi pada pemahamannya. Motivasi sering kali melibatkan variabel-
variabel afektif dan juga variabel-variabel kognitif dan metakognitif.
Properti kelas. Salah satu cara untuk memikirkan tentang kelas adalah dengan melihatnya
sebagai sebuah sistem ekologis yang setiap warganya (guru dan siswa) berinteraksi
dilingkungan tertentu (kelas) dengan maksud mengerjakan berbagai kegiatan dan tugas yang
berharga.
Multidimensionality. Hal ini menunjukkan pada kenyataan bahwa kelas adalah tempat yang
dipenuhi dengan beberapa orang dengan berbagai latar belakang kepentingan, dan kecakapan
berkompetisi yang berbeda-beda.
Imediacy(kesegeraan). Properti penting ketiga dalam kehidupan kelas adalah perubahan yang
cepat dari satu kejadian ke kejadian lain dan dampak langsungnya pada kehidupan guru dan
siswa.
Proses kelas. Richard Schmuck dan Patricia Schmuck (2001) mengembangkan sebuah
kerangka kerja yang agak berbeda untuk melihat kelas. Mereka menyoroti pentingnya proses
interpersonal dan proses kelompok dikelas.
Ekspektasi. Dikelas orang-orang memiliki ekspektasi terhadap satu sama lain dan terhadap
pada dirinya sendiri.
Norma. Adalah ekspektasi bersama yang dimiliki siswa dan guru untuk perilaku kelas.
Kepemimpinan. Proses ini mengacu pada bagaimana kekuasaan dan pengaruh yang
diberikan kelas dan dampaknya pada interaksi dan kohesivitas kelompok.
Konflik. Terjadi dilingkungan mana pun, dan kelas bukan pengecualian dalam hal ini. Guru
didorong untuk mengembangkan kelas tempat konflik diterangarai dan proses yang
menyebabkan konflik ditangani dan diatasi secara produktif.
Struktur kelas. Struktur yang membentuk kelas dan tuntutan pelajaran tertentu terhadap
siswa menawarkan perspektif lain tentang kelas.
Struktur tugas. Tugas sosial dan akademik yang direncanakan oleh guru menentukan jenis
pekerjaan yang dilaksanakan sisiwa dikelas.
Kegiatan kelas. Adalah hal-hal yang dikerjakan siswa, yang dapat di observasi:
berpartisipasi dalam diskusi bekerja dengan kelompok-kelompok kecil.
Task structure (struktur tugas) berbeda sesuai kegiatan yang dituntut oleh strategi atau
model pengajaran tertentu yang digunakan oleh guru.
Struktur tujuan dan reward struktur kelas kedua tipe yaitu adalah bagaimana tujuan dan
reward distrukturisasikan.
Cooperative goal structure (struktur tujuan kooperatif) ada bila siswa mempersepsi bahwa
mereka dapat mencapai tujuan mereka jika, dan hanya jika, sisw-siswa lain dengan siapa
dirinya bekerja bersama-sama, juga dapat meraih tujuan tersebut.
Competitive goal structure (struktur tujuan kompetitif) ada bila siswa mempersepsi bahwa
merekandapat meraih tujuannya bila siswa-siswa lain tidak dapat meraih tujuan itu.
Individualistic goal structure (struktur tujuan individualistis) ada bila siswa mempersepsi
pencapaian tujuan mereka tidak terkait dengan pencapaian tujuan oleh siswa-siswa lainnya.
Struktur Patisipasi Kelas. Sebagai tambahan, mengajar dan belajar dipengaruhi oleh
participation structure (struktur pastisipasi) kelas.
Perspektif Sosiokultural. Perspektif terakhir dan paling kontemporer tentang kelas sebagai
komunitas belajar berasal dari para teoritis sosiokultural dan para reformasi sekolah yang
sangat dipengaruhi oleh Dewey, Piaget, dan Vygotsky.
Literatur penelitian tentang kelas dan motivasi cukup ekstensif dan mempresentasikan
ilmu pengetahuan dari banyak bidang : psikologi sosial, dinamika kelompok, dan konteks
sosial pengajaran.
Selama bertahun-tahun, para guru telah tahu bahwa apa yang mereka lakukan
memengaruhi perilaku siswanya. Selain itu, banyak pendidik yang percaya bahwa perilaku
seorang guru seharusnya berkarakter “demokratik”, sehingga merefleksikan nilai-nilai
masyarakat luas tentang bagaimana seharusnya orang-orang saling berinteraksi.
Strategi untuk Memotivasi Siswa dan Membangun Komunitas Belajar yang Produktif
membangun komunitas belajar yang produktif dan memotivasi siswa agar terlibat
dalam kegiatan belajar yang bermakna adalah tujuan utama pengajaran. Akan tetapi, banyak
unsur yang terdapat dalam motivasi siswa yang perlu dipelajari. Tidak ada kejadian dramatik
apapun yang akan menghasilkan motivasi dan komunitas belajar yang produktif.
Ada banyak hal yang dibawa siswa kesekolah, yang tidak dapat banyak diubah oleh
guru. Sebagai contoh, guru hanya memiliki sedikit pengaruh pada kepribadian dasar siswa,
kehidupan dirumahnya, atau engalaman masa kecilnya. Sayangnya guru hanya memusatkan
perhatiannya pada aspek-aspek semacam ini, dan perhatian semacam itu kebanyakn tidak
produktif. Disamping itu, kesejahteraan psikologis, kecemasan, dan depedensi juga
memengaruhi usaha. Akan tetapi, tidak banyak yang dapat dilakukan guru untuk mengubah
atau memengaruhi faktor-faktor sosial dan psikologis ini. Alih-alih, guru lebih efektif dalam
meningkatkan motivasi siswa bila mereka mengonsentrasikan usahanyapada faktor-faktor
yang dapat mereka kontrol dan pengaruhi.
Hal-hal yang dapat dikontrol guru adalah sikapnya sendiri terhadap siswa dan
keyakinan tentang mereka, khusunya keyakinan tentang siswa yang berasal dari latar
belakang yang berbeda dengan dirinya sendiri. Meyakini bahwa setiap anak dapat belajar dan
bahwa setiap anak melihat dunia melalui kacamata kulturalnya sendiri dapat memindahkan
beban tingkat keterlibatan yang rendah dan prestasi yang rendah akibat latar belakang siswa
ke tempat yang seharusnya kelas dan sekolah yang tidak memahami tentang itu.
Kebanyakan guru pemula tahu banyak tentang cara menggunakan motivasi ektrinsik
karena banyak ide commonsense tentang perilakun manusia menyandarkan diri pada prinsip-
prinsip penguatan, khususnya prinsip memberikan hadiah eksternal (penguat positif) untuk
mendapatkan perilaku yang diinginkan dan menggunakan hukuman untuk menghentikan
perilaku yang tidak diinginkan.pada saat yang sama, reward ekstrinsik tidak selalu membuat
hasil yang diinginkan. Sebagai contoh, memberikan reward ekstrinsik untuk tugas-tugas
belajar yang cukup menarik secara intrinsik justru akan menurunkan motivasi siswa.
Menciptakan Situasi Belajar yang Memiliki Feeling Tone Positif
Teori kebutuhan dan atribusi yang terkait dengan motivasi menekankan penting
membangun lingkungan belajar yang menyenangkan, tidak berbahaya, dan aman, yang
sampai tingkat tertentu siswa memiliki self-determination dan bertanggung jawab atas
pembelajarannya sendiri.
Orientasi belajar secara keseluruhan dan “warna” kelas sangat penting. Seperti yang
terobservasi dalam studi-studi yang dirangkum dibagian sebelumnya, sikap dan orientasi guru
terhadap situasi belajar tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar pada respons siswa
terhadap berbagai situasi belajar. Sebagian peneliti (misalnya, Hunter, 1982, 1995)
menggunakan istilah feeling tone untuk mendeskripsikan aspek lingkungan dengan feeling
tone yang negatif. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan guru bila memilih
menggunakan felling tone negatif untuk memotivasi siswa agar mereka mau menyelesaikan
tugas belajar yang sulit adalah dengan sesegera mungkin kembali ke feeling tone positif.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis instruksional adalah
proses penjabaran dari perilaku umum ke perilaku khusus dimana kegiatan tersebut bertujuan
untuk mengidentifikaasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku
umum secara lebih terperinci, logis dan sistematis.
Yang dimaksud tersusun secara logis dan sistematis adalah tahapan apa yang seharusnya
dilakukan terlebih dahulu ditinjau dari berbagai alasan seperti karena kedudukannya sebagai
perilaku prasyarat, prilaku yang menurut urutan fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku yang
menurut proses psikologi muncul lebih dahulu atau kronologis terjadi lebih awal.
Adalah kedudukan dua perilaku yang menunjukkan Struktur ini adalah kedudukan dua
perilaku yang menunjukkan bahwa perilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai
perilaku yang lain. Misalnya, perilaku B hanya dapat dipelajari apabila siswa telah dapat
melakukan perilaku A. Contoh singkatnya seperti kedudukan perilaku memahami penulisan
kalimat pernyataan dengan menggunakan tanda baca penutup yang tepathanya dapat
diketahui dengan cara mengetahui terlebih dahulu kalimat pernyataan dengan tanda baca
penutup yang tepat. Pemilihan tanda baca penutup yang tepat dalam kalimat pernyataan dan
mengklasifikasikan sebuah kalimat lengkap sebagai kalimat pernyataan.
2. StrukturProsedural
Adalah kedudukan beberapa perilaku yang menunjukkan satu seri urutan perilaku tetapi
tidak ada perilaku yang menjadi prasyarat untuk yang lain. Walaupun perilaku khusus
dilakukan berurutan untuk dapat melakukan perilaku umum, tetapi setiap perilaku dapat
dipelajari secara terpisah.
Misalnya, Dalam menggunakan OHP, ada tiga perilaku khusus yang terstruktur secara
prosedural
b. Menyalakan OHP
c. Mengatur focus
Siswa dapat mempelajari cara mengatur focus terlebih dahulu. Pada kesempatan lain ia
belajar menempatkan transparansi diatas OHP dan kemudian menyalakannya.
3. Struktur Pengelompokan
4. Struktur Kombinasi
1. Menuliskan perilaku umum yang telah ditulis dalam TIU untuk mata pelajaran yang
dikembangkan
2. Menuliskan setiap perilaku khusus yang menjadi bagian dari perilaku umum tersebut.
Jumlah perilaku khusus setiap perilaku berkisar 1-5 buah dan dapat ditambah jika diperlukan
5. Menulis setiap perilaku khusus dalam suatu lembar kartu atau kertas ukuran 3x5 cm
8. Jika perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain yang dianggap perlu atau dikurangi bila
dianggap lebih
10. Meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan yang lain
11. Memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimuali dari yang terjauh sampai yang
terdekat dengan perilaku umum. Pemberian nomor akan menunjukkan urutan perilaku
tersebut.
a. Lengkap tidaknya perilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap perilaku umum
D. Strategi Instruksional
Strategi instruksional adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa
dalam belajar mengatakan bahwa suatu strategi instruksional menjelaskan komponen-
komponen umum dari suatu prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan
tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa. Ia menyebutkan ada lima
komponen umum dari strategi instruksional, yaitu:
1. Kegiatan pra-instruksional
2. Penyajian informasi
3. Partisipasi siswa
4. Test
5. Tindak lanjut
8. Menilai penampilan
9. Menyimpulkan
Dengan demikian, strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara
pengorganisasian materi pelajaran dan siswa, peralatan dan bahan, serta waktu yang
digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah
ditentukan. Dalam setiap pemilihan strategi instruksional para pengajar perlu
mempertimbangkan seberapa jauh strategi yang disusun itu didukung dengan teori-teori
psikologi dan teori instruksional yang ada dan seberapa jauh strategi yang disusun itu efektif
dalam membuat siswa mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Karena strategi
instruksional disusun untuk mencapai tujuan instruksional tertentu, maka ia harus disusun
sesuai dengan TIK (Tujuan Instruksioanl Khusus) 4)
Komponen utama ketiga, yaitu media instruksional, berupa media cetak atau media
audiovisual yang digunakan pada setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Seperti
halnya penggunaan metode instruksional, mungkin beberapa media digunakan pada suatu
langkah atau satu media digunakan pada beberapa langkah.
1. Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi lebih besar.
2. Menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh dari mahasiswa ke hadapan
mahasiswa.
3. Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, berlangsung dengan sangat cepat atau sangat
lambat menjadi lebih sistematis dan sederhana.
4. Menampung sejumlah besar mahasiswa untuk mempelajari materi pelajaran dalam waktu
yang sama.
Komponen utama keempat, yaitu waktu, jumlah waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh
pengajar dan mahasiswa untuk menyelesaikan setiap langkah pada urutan kegiatan
instruksional. Menghitung jumlah waktu yang digunakan oleh pengajar menjadi sangat
penting bagi pengajar sendiri dalam mengelola kegiatan instruksional. Sedangkan
menghitung jumlah waktu yang dibutuhkan mahasiswa penting bagi mahasiswa sebagai
petunjuk dalam mengelola waktu belajarnya
BAB III
PENUTUP
Kekurangan
Di dalam buku evaluasi pembelajaran ini mengenai kekurangan dalam penulisan dan
pembahasan yaitu dalam penulisan buku masih ada penulisan EYD yang kurang tepat sehingga
pembaca merasa kurang puas dalam buku ini, selanjutnya dalam pembahasan buku evaluasi ini masih
ada kata yang masih kurang berkenan dalam pembahasan sehingga pembaca merasakan beberapa sub
bab yang masih pembaca kurang pahami, selanjutnya dalam pemaparan yang menyangkut analisis
kualitas tes itu masih belum paham dalam sub bab tersebut dengan demikian penulis lebih rinci dalam
pemaparan sub bab tersebut.
Kelebihan
Di dalam buku evaluasi pembelajaran ini mengenai kelebihan buku ini pembaca ingin
berterima kasih sebelumnya tentang buku ini karena dengan buku ini pembaca merasa menambah
wawasan dan pengetahuan. Kelebihan dalam buku ini yaitu dalam pembahasan mampu membuat
pembaca merasa paham dari sub bab yang telah dipaparkan selain itu dalam bahasa buku ini sangat
sederhana sehingga membuat pembaca merasa paham dalam isi buku evaluasi pembelajaran dan
bahasa buku ini tidak baku sekali dalam pemaparan isi buku sehingga pembaca tidak merasa kesulitan
dalm membaca.