Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Jiwa Semester IV

Disusun Oleh :

DEVINTA WAHYU KUSUMA (P17250194051)

Dosen Pengampu :

AGUNG EKO HARTANTO S.Kep,.Ns,M.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


Prodi Diploma III Keperawatan Kampus VI Ponorogo
Tahun Akademik 2020/2021
Jalan Dr. Ciptomangunkusumo No.82A Ponorogo
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah
menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini
mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini
ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa
memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007). Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun
1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan
dengan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA) keperawatan jiwa
merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku
manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa. Di Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi
pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.

Menurut data rekapitulasi yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda mencatat rata-rata pasien yang dirawat inap pada tahun 2016
sebanyak 249 orang dengan jumlah rata-rata pasien IGD sebanyak 2,57 orang. Sedangkan pada
tahun 2017 tercatat data pasien yang dirawat inap sebanyak 210 orang dengan jumlah rata-rata
pasien IGD sebanyak 1,88 orang per hari. Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda pada tahun 2016 mencatat rata-rata jumlah pasien di ruang Punai dengan diagnosa
gangguan sensori persepsi:halusinasi sebanyak 7,18 %. Sedangkan pada tahun 2017 tercatat rata-
rata jumlah pasien diruang Punai dengan diagnosa gangguan sensori persepsi:halusinasi
sebanyak 14,4%. Diagonsa gangguan sensori persepsi:halusinasi terjadi peningkatan 7,22%
(Survey Indikator Mutu Pelayanan Ruang Punai Tahun 2017). Dampak yang dapat ditimbulkan
oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Di mana pasien
mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien
dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak
lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi
yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).

Penanganan pasien dengan masalah halusinasi dapat dilakukan dengan kombinasi


psikofarmakologi dan intervensi psikososial seperti okupasi, terapi keluarga, dan terapi
psikoterapi yang menampakkan hasil yang lebih baik (Tirta & Putra, 2008). Tindakan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan
individu untuk menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan
internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien juga tidak mampu
untuk memberikan respon yang akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti.
Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam
Dermawan dan Rusdi, 2013)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Halusinasi

A. Pengertian
Skizofrenia Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area, fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukan emosi dan berperilaku dengan sikap
yang tidak dapat diterima secara sosial (frida, 2010) Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang
dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang
salah, maladaptif, tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues otak, dan penyakit lain yang
belum di ketahui. Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan
psikomatis, atau merupakan manifestasi somatik dan gangguan psikogenetik. tetapi pada
skizofrenia justru kerusakannnya adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana
yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja.
(Albert & Willy, 2009)
Halusinasi Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan
penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki, Hani
2015) Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar)
B. Etiologi
 Faktor predisposisi menurut Yosep (2011)
1. Faktor perkembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya kuranganya
mengontrol emosi dan keharmonisan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilang percaya diri.
2. Faktor sosialkultural Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi
akan membekas di ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa di singkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkunganya
3. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka
di dalam tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia sehingga menjadi ketidak seimbangan asetil kolin dan dopamine. 5
4. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyelah guna zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
5. Pola genetik dan pola asuh Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
 Faktor presipitasi menurut (Yosep, 2011).
1. Dimensi fisik Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan waktu tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa printah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang
menekan, namum merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengembil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
4. Dimensi sosial Klien mengaggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata itu
sangatlah membahayakan, klien asik dengan halusinasinya. Seolah-olah dia
merupakan tempat akan memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan system
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika sistem halusinasi berupa ancaman,
dirinya maumpun orang lain
5. Dimensi spiritual Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menysucikan
diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
C. Tanda dan Gejala
1. Halusinasi pendengaran
 Data Subyektif:
a) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
b) Mendengar suara atau bunyi
c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d) Mendengar seseorang yang sudah meninggal
e) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau yang
membahayakan
 Data obyektif:
a) Mengarahkan telinga pada sumber suara
b) Bicara atau tertawa sendiri
c) Marah marah tanpa sebab
d) Menutup telinga mulut komat kamit
e) Ada gerakan tangan
2. Halusinasi penglihatan

 Data subyektif:
a) Melihat orang yang sudah meninggal
b) Melihat makhluk tertentu
c) Melihat bayangan
d) Melihat sesuatu yang menakutkan
e) Melihat cahaya yang sanat terang
 Data obyektif:
a) Tatapan mata pada tempat tertentu
b) Menunjuk kea rah tertentu
c) Ketakutan pda objek yang dilihat
3. Halusinasi peraba
 Data subyektif:
a) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
b) Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
c) Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
d) Merasakan sangat panas, atau dingin
e) Merasakan tersengat aliran litrik
 Data obyektif:
a) Mengusap dan menggaruk kulit
b) Meraba permukaan kulit
c) Menggerak gerakan badanya
d) Memegangi terus area tertentu
4. Halusinasi pengecap
 Data subyektif:
a) Merasakan seperti sedang makan sesuatu
b) Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
 Data obyektif:
a) Seperti mengecap sesuatu
b) Mulutnya seperti mengunyah
c) Meludah atau muntah
D. Jenis halusinasi
Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Halusinasi pendengaran
(audiktif, akustik) Paling sering di jumpai dapat beruba bunyi mendenging atau
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering mendengar sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tunjukan oleh penderita sehingga
penderita tidak jarang bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara
tersebut dapat di rasakan dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap tubuh
nya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa
ancaman, mengejek, memaki atau bahkan menakutkan dan kadangkadang mendesak
atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh atau merusak.
b. Halusinasi penglihatan (Visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic). Biasanya muncul
bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-
gambaran yang mengerikan atau tidak menyenangkan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan merasakan tidak enak,
melambungkan rasa bersalah pada penderita. Bau ditambah dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman,
penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gustorik lebih jarang timbang halusinasi
gustatorik.
e. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang bergerak di bawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
E. Tahapan halusinasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitua
 Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di
selesaikan. pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asik dengan hausinasinya dan suka menyendiri.
 Fase II (Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan.
karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijihkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan,
mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tau dan klien
ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan tanda tanda
system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realita.
 Fase III (Controling)
Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat,
tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
 Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya
termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi
berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
dan lingkungan.
F. Penilaian terhadap setresor
 Kognitif
a) tidak dapat berpikir logis,
b) inkoheren,
c) disorientasi,
d) gangguan memori jangka pendek maupun jangka panjang,
e) konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir, ketidakmampuan mengambil
keputusan, fligh of idea, gangguan berbicara dan perubahan isi pikir
 Afektif
a) tidak spesifik
b) reaksi kecemasan secara umum,
c) kegembiraan yang berlebihan,
d) kesedihan yang berlarut dan takut yang berlebihan, curiga yang berlebihan dan
defensif sensitif
 Fisiologis:
a) pusing,
b) kelelahan,
c) keletihan,
d) denyut jantung meningkat,
e) keringat dingin, gangguan tidur,
 Perilaku:
a) berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi,
b) berbicara dan tertawa sendiri,
c) daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri,
d) penampilan tidak sesuai,
e) perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif, gelisah, negatif, melakukan
pekerjaan dengan tidak tuntas,
 Sosial:
a) ketidak mampuan untuk berkomunikasi,
b) acuh dengan lingkungan,
c) penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal hygiene jelek,
d) sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak tertarik dengan kegiatan yang sifatnya
menghibur,
e) penyimpangan seksual dan menarik diri.
G. Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010) adalah:

 Anti psikotik
a) Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
b) Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktifitas motoric,mengurangi insomnia, sangat efektif untuk
c) mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dangangguan proses berfikir.
d) Efek samping :
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan,
banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit kepala dan kejang.
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat badan
bertambah.
3) sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.
 Anti Ansietas
a) Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
b) Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan
dengan situasitertentu.
c) Efek samping :
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih, depresi, sakit
kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatalgatal.
 Anti Depresan
a) Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, tofranil, ludiomil, pamelor,
vivacetil, surmontil.
b) Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi,penenang.
c) Efek samping :
1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing,ansietas, lemas, dan
insomnia.
2) pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen, diare, hepatitis,
icterus retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
 Anti Manik
a) Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
b) Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan
c) mengurangi sensitivitas reseptor dopamine
d) Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan
e) memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.
 Anti Parkinson
a) Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
b) Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk
c) mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik,
d) menurunkan ansietas, iritabilitas

Anda mungkin juga menyukai