Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus pembajakan semakin hari semakin banyak ditemui saat ini, mulai dari

pembajakan musik, software, karya sastra, karya sinematografi, karya fotografi

hingga ilmu pengetahuan. Tindakan pembajakan hasil ciptaan kian diperparah

dengan semakin majunya teknologi informasi, sehingga menyebabkan tindakan

pembajakan semakin banyak dan semakin bervariasi. Pembajakan sudah menjadi

budaya yang susah dihilangkan di Indonesia.

Di Indonesia tindakan pembajakan buku sangat mudah ditemui di pasar buku

hingga diperjualbelikan di internet melalui berbagai marketplace. jika kita melihat

definisi pembajakan buku yang biasa tercantum di setiap buku, yaitu upaya

memperbanyak buku dengan cara dicetak, difotocopy atau cara lain tanpa

mendapat izin tertulis dari penerbit buku terkait. Maka akan banyak ditemukan

pihak yang disebut pembajak walaupun mereka tidak sadar akan hal itu

Pelanggaran hak cipta terhadap buku merupakan praktek yang sudah lama

terjadi Indonesia. Mulai dari memfotokopi buku tanpa izin penulis hingga

menggandakan dan menjual kembali buku. Jika dulu praktek jual beli buku

bajakan hanya dapat ditemui di pasar buku, sekarang praktek tersebut sudah

berkembang mengikuti zaman yakni diperjualbelikan di internet melalui berbagai

marketplace, seperti facebook, shopee, tokopedia, bukalapak dan sebagainya.

1
Buku-buku bajakan yang dijual dalam marketplace sebenarnya cukup mudah

dikenali. Biasanya harga yang dijual akan lebih murah dengan harga buku asli,

kertas yang dipakai menggunakan kertas dengan kualitas lebih rendah, banyak

ditemukan kesalahan teknis dalam buku dan terkadang penjual sudah

menyebutkan dalam deskripsi barang yang dia jual sebagai buku replika atau buku

tiruan. Bahkan ada juga penjual dalam marketplace yang menjual buku dalam

bentuk softcopy atau e-book, yang mana tentu buku-buku seperti itu dipertanyakan

keaslihannya.

Pihak perusahaan marketplace kebanyakan sudah memberikan kebijakan

terkait barang-barang apa saja yang boleh dijual dalam marketplace mereka.

Sebagai contoh, didalam kebijakan yang dibuat perusahaan Shopee dengan nama

“Kebijakan Barang Yang Dilarang dan Dibatasi”, pihak Shopee menuliskan

bahwa barang yang dilarang dan dibatasi untuk dijual berupa:

(vii) Publikasi, buku, film, video dan/atau video game yang tidak mematuhi

hukum yang berlaku di negara tempat penjualan dan/atau pengiriman;

(viii) Barang-barang yang berpotensi melanggar: Barang-barang termasuk

tetapi tidak terbatas pada replika, barang palsu, dan tiruan produk atau barang

tanpa izin yang mungkin membahayakan pengguna, melanggar hak cipta,

merek dagang tertentu, atau hak kekayaan intelektual lainnya milik pihak

ketiga;1

1
https://shopee.co.id/docs/3000 diakses tanggal 18 November 2020

2
Selain itu, pihak perusahaan marketplace juga memberikan sanksi bagi pelaku

pelanggar hak cipta. Sebagai contoh, pihak perusahaan marketplace Tokopedia

mengategorikan pelanggaran hak cipta sebagai Pelanggaran Kategori II, dimana

dituliskan bahwa sanksi bagi pelanggaran tersebut ialah menurunkan konten,

apabila pengguna melakukan pelanggaran berulang, maka Tokopedia berhak

melakukan moderasi toko dan/atau penutupan akun pengguna secara permanen.2

Adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara terhadap

buku diatur dalam Undang–Undang Hak Kekayaan Intelektual salah satunya

adalah Undang–Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam undang-

undang tersebut memiliki unsur delik aduan terhadap pelanggaran hak cipta,

sehingga yang berhak melaporkan jika ada pelanggaran hak cipta ialah pemegang

hak cipta.

Pada dasarnya lahirnya Undang–Undang Hak Cipta dilatarbelakangi

keinginan untuk menciptakan iklim yang mampu merangsang kegairahan untuk

menciptakan karya–karya cipta, yakni dengan adanya pengakuan terhadap hak

dan pemberian sistem perlindungan hukum yang sesuai dengan adanya pengakuan

terhadap hak dan pemberian sistem perlindungan hukum yang sesuai dengan

keadaan masyarakat sehingga dapat menumbuhkan karya-karya dibidang Ilmu

Pengehtahuan, Seni, dan Sastra.3 Namun dalam pelaksanaannya Undang–Undang

Nomor 28 Tahun 2014 ternyata masih banyak dijumpai berbagai pelanggaran

2
https://www.tokopedia.com/help/article/kebijakan-penalti-pengguna diakses tanggal 18
November 2020
3
Dewi Rahayu, Perlindungan Hukum Bagi Penerbit Sebagai Pemegang Hak Cipta Atas Pembajakan
Buku Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2010, hal. 4

3
terutama dalam bentuk pembajakan karya cipta yang tentu melawan hukum

terhadap Hak Cipta.

Pembajakan terhadap karya-karya seperti musik, software, karya sastra, karya

sinematografi, karya fotografi hingga ilmu pengetahuan tentu merugikan berbagai

macam pihak. Diketahui negara rugi sekitar 20 triliun dari produk bajakan,

kerugian di bidang musik senilai 8,4 triliun. Di bidang piranti lunak (software),

negara rugi 12 triliun berdasarkan data Masyarakat Indonesia Anti Pembajakan. 4

Namun korban terparah dari pembajakan yakni para pencipta dan pekerja seni

yang menciptakan karya tersebut. Persoalan hak cipta selain menyangkut

kepentingan pemegang hak cipta itu sendiri, juga secara tidak langsung

mempengaruhi penerbit karena para penerbitlah secara langsung terlibat dalam

melestarikan ciptaan para pengarang.5

Jika kita simpulkan, sekilas pelanggaran hak cipta terhadap buku merupakan

praktek yang tidak digubris dari beberapa pihak. Dalam praktek di lapangan tentu

kita jarang melihat ada razia buku-buku bajakan oleh aparat penegak hukum,

didalam marketplace-pun sama demikian, pihak marketplace seakan abai atau

tidak mengawasi terhadap penyebaran produk buku bajakan yang dijual didalam

marketplace tersebut, hal ini diperkuat dengan mudahnya mencari buku bajakan

baik berupa buku fisik atau buku elektronik serta minimnya tindakan tegas dari

pihak marketplace terhadap para penjual buku bajakan di marketplace-nya. Pihak

maketplace disini juga sebagai pelaku pelanggaran hak cipta, karena pihak
4
https://www.voaindonesia.com/a/rugi-20-triliun-pemerintah-perangi-produk-
bajakan/5077678.html diakses tanggal 18 Agustus 2020
5
Adi Sumarto Harsono, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, Akademi Pressindo, Jakarta.
1990. Hal. 24.

4
marketplace dinilai sebagai pengelola tempat perdagangan buku-buku bajakan

untuk penggunaan komersial.

Pihak penjual dan marketplace disini yang memiliki peran sebagai pelaku

pelanggaran hak cipta yang berbeda. Penjual sebagai pihak pembajak buku—

buku, Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan, “Setiap Orang

yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan

Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”.Sedangkan

marketplace sebagai pihak yang mengelola tempat perdagangan, terkait dengan

hal tersebut, Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan, “Pengelola

tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan

barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan

yang dikelolanya.” Dan jika pihak marketplace dinyatakan bersalah didepan

hukum, maka ancaman yang diberikan terdapat pada pasal 144 Undang-Undang

Hak Cipta yakni, “Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam

segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan

dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait

di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,

dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).”

Dengan penyebarannya pembajakan buku melalui marketplace tentu

manambah daftar pelanggaran hak cipta atas buku oleh pihak-pihak tertentu tanpa

ada tindakan tegas oleh pihak marketplace. Hal tersebut tentu semakin merugikan

para pencipta beserta pihak penerbit secara materiil atau tidak diterimanya hak-

5
hak ekonomi dan kerugian imateriil yaitu berupa menurunnya gairah-gairah,

kemauan serta kemampuan penulis untuk menciptakan karya-karya yang

berkualitas.6 Tindakan tegas dari pihak marketplace kepada para penjual buku

bajakan tentu bisa menjadi solusi kongrit untuk menurunkan tingkat pelanggaran

hak cipta buku, namun pihak marketplace seakan menutup mata atau tidak

memperdulikan terhadap keaslian buku-buku yang diperjualbelikan.

Dari uraian di atas seharusnya kita menyadari arti penting perlindungan

hukum bagi pemegang hak cipta buku, maka dalam hal ini penulis akan mengkaji

pelaksanaan pemerintah dan pihak marketplace atau pihak terkait terhadap

penerapan Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) dalam rangka memberikan

perlindungan hukum terhadap pelanggaran pembajakan buku kepada pemegang

hak cipta buku yaitu dengan judul skripsi: Perlindungan Hukum Terhadap

Pemegang Hak Cipta Atas Buku Yang Diperdagangkan Di Marketplace.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang tersebut diatas maka penulis mengajukan perumusan

masalah sebgai berikut:

1. Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi hak-hak pemegang hak cipta

buku?

2. Bagaimana peran marketplace dalam melindungi hak-hak pemegang hak

cipta buku?

C. Tujuan Penelitian

6
Dewi Rahayu, Op.Cit., 6.

6
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam melindungi hak-hak pemegang

hak cipta buku?

2. Untuk mengetahui peran marketplace dalam melindungi hak-hak pemegang

hak cipta buku?

D. Manfaat Penelitian

1. Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi Perkembangan

keilmuan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura khusunya

dan diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi Refrensi dalam

mengetahui Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta dalam

Bentuk Penjualan Buku Bajakan pada Marketplace.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dan bahan

konsideran bagi pelaku bisnis e-commerce, baik itu pengelola marketplace

online, penjual ataupun pembeli, serta pencipta/pemilik hak cipta, terkait

konsekuensi yuridis membiarkan dan/atau melakukan pelanggaran hak

cipta pada marketplace.

E. Kerangka Pemikiran

1. Tinjauan Pustaka

Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori

hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, aristoteles

dan Zeno. Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber

dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak

7
dapat dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral

adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia

yang diwujudkan melalui hukum dan moral.7

Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum hadir dalam masyarakat adalah

untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang

bisa bertubrukan satu sama lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan

tersebut dilakukan dengan cara membatasi dan melindungi kepentingan-

kepentingan tersebut.8

Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan utama karena

berdasarkan pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi

kepentingan dan hak pihak tertentu secara komprehensif. Di samping itu, hukum

memiliki kekuatan memaksa yang diakui secara resmi di dalam negara, sehingga

dapat dilaksanakan secara permanen. Berbeda dengan perlindungan melalui

institusi lainnya seperti perlindungan ekonomi atau politik misalnya, yang bersifat

temporer atau sementara.9 Hal ini membuat perlindungan hukum sebagai tameng

terkuat bagi pihak-pihak yang ingin melindungi kepentingan dan haknya.

Hukum bertujuan mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara

membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah

7
Satjipro Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53
8
Ibid., 53.
9
Wahyu Sasongko, Ketentuan – Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Skripsi,
Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2007, hal. 30-31

8
mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas

tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan

dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum

lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh

masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut

untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara

perorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan

masyarakat.10

Perlindugan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya

sebagai manusia.11

Perlindungan hukum pada dasarnya memiliki dua bentuk, perlindungan

hukum preventif dan represif. Menurut Satjipro Rahardjo, Perlindungan hukum

preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan

tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan diskresi,

dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya

sengketa, termasuk penanganannya dilembaga peradilan.12

10
Satjipro Rahardjo, Op.Cit., 54
11
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum),Tesis, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hal. 3
12
Ibid., 55

9
Definisi Hak Kekayaan Intelektual bagi beberapa ahli memiliki perbedaan,

namun tidak menghilangkan maksud dan tujuan HKI itu sendiri. Beberapa ahli

memberikan definisi tentang Hak Kekayaan Intelektual yaitu:13

a. Menurut Ismail Saleh, HAKI adalah pengakuan dan penghargaan pada

seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual

mereka dengan memberikan hak-hak khusus bagi mereka, baik yang bersifat

sosial maupun ekonomis.

b. Menurut pendapat Bambang Kesowo, HAKI adalah hak atas kekayaan yang

timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

c. Menurut Adrian Sutedi HAKI adalah hak atau wewenang atau kekuasaan

untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut dan hak tersebut

diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. Kekayaan

intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya

pikir seperti teknologi, pengetahuan, sastra, seni, karya tulis, karikatur,

pengarang lagu dan seterus

d. Menurut Marzuki, HKI adalah suatu hak yang timbul dari karya intelektual

seseorang yang mendatangkan keuntungan materil. Keuntungan materil

inilahyang dapat memberikan kesejahteraan hidup bagi pemilik.

e. Menurut Djumhana dan Djubaedillah, HKI merupakan hak yang berasal dari

hasil kegiatan kreatif kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan

kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang bermanfaat dalam

menunjang kehidupan manusia karena memiliki nilai ekonomis. Bentuk nyata

13
http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual.
Diakses pada 19 Agustus 2020

10
dari kemampuan tersebut misalnya dalam bidang teknologi, ilmu

pengetahuan, seni dan sastra.

Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya

tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat

diterapkan dalam kehidupan manusia. Hukum HKI adalah hukum yang mengatur

perlindungan bagi para pencipta dan penemu karya-karya inovatif sehubungan

dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena

itu, tujuan hukum HKI adalah menyalurkan kreativitas individu untuk

kemanfaatan manusia secara luas. HKI memiliki lingkup yang luas dimana

didalamnya tercakup karya-karya kreatif di bidang hak cipta (Copyright) dan hak-

hak terkait serta Hak Milik Industri (Industrial Property). Bentuk-bentuk HKI

menurut TRIP’S selengkapnya adalah 1. Hak Cipta dan hak-hak terkait

(Copyright and related rights); 2. Merek Dagang (Trademarks); 3. Indikasi

Geografis (Geographical Indications); 4. Disain Industri (Industrial Designs); 5.

Paten (Patents); 6. Disain Tataletak (Topografi) Sirkit Terpadu (Layout Designs

of Integrated Circuit); dan 7. Informasi yang Dirahasiakan (Undisclosed

Information).14

Hasil kemampuan berpikir manusia merupakan ide yang kemudian

dijelmakan dalam bentuk Ciptaan atau Penemuan. Pada ide tersebut melekat

predikat intelektual yang bersifat abstrak. Konsekuensinya, Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) menjadi terpisah dengan benda material bentuk jelmaannya.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah kekayaan bagi pemiliknnya. Kekayaan


14
Mieke Kantaatmadja, Pengembangan Budaya Menghargai HKI di Indonesia Menghadapi Era
Globalisasi Abad ke-21, Sasana Budaya Ganesa, Jakarta, 2011, hal. 2

11
tersebut dapat dialihkan pemanfaatan atau penggunaannya kepada pihak lain,

sehingga pihak lain itu memperoleh manfaat dari Hak Kekayan Intelektual

tersebut. Hak pemanfaatan ini atau penggunaan ini disebut hak yang diperoleh

karena izin (lisensi) dari pemiliknya.15

Hak Kekayaan Intelektual selalu dikaitkan dengan tiga elemen yaitu adanya

sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum, hak tersebut berkaitan dengan

usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan

intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.16

Undang-undang no 28 tahun 2014 tentang hak cipta telah resmi digunakan

sebagai pengganti dari Undang-undang no 19 tahun 2002. Dengan telah

diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,

membuat sebuah kepastian hukum terhadap perlindungan dan penegakan hukum

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Tentu hal ini dapat merangsang

kegairahan untuk menciptakan karya–karya cipta, yakni dengan adanya

pengakuan terhadap hak dan pemberian sistem perlindungan hukum yang sesuai.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah hak

eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ciptaan

adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang

15
Nur Istain, Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Karya Ilmiah Yang Digandakan
Secara Ilegal, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Magelang, 2017, hal. 10
16
Tomi Suryo Utomo, 2011, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hlm. 2.

12
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan,

atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Hak Cipta merupakan salah

satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun Hak Cipta berbeda secara mencolok

dari Hak Kekayaan Intelektual lainnya seperti paten yang memberikan hak

monopoli atas penggunaan invensi karena Hak Cipta bukan merupakan hak

monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain

yang melakukannya.

Hak cipta telah memberikan kewenangan yang besar bagi para pencipta.

Sesuai dengan pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI), hak cipta dapat

diartikan sebagai hak milik yang melekat pada karya-karya cipta di bidang

kesusasteraan, seni, dan ilmu pengetahuan seperti karya tulis, karya musik,

lukisan, patung dan sebagainya. Pada hakikatnya, hak cipta adalah hak yang

dimiliki pencipta untuk mengeksploitasi dengan berbagai cara karya cipta yang

dihasilkan.17 Atau dengan kata lain, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin

suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus

memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan, dan

mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak

eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa

membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa

berlaku tertentu yang terbatas.18

17
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif,
PT. Alumni Bandung, Bandung, 2011, hal. 74-75.
18
Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) Hak Cipta,
Paten, Merek dan Seluk- beluknya, Erlangga, 2008, hal.21

13
Hak cipta sebagai hak eksklusif membawa satu kepastian hukum bagi

pencipta untuk memanfaatkan hak ciptaannya secara penuh dan mendapatkan

perlindungan hukum terhadap pemanfaatan hak cipta secara tidak sah atau tanpa

izin pencipta. Hak Eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Menurut

pasal 8 UU No. 28 Tahun 2014, “Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta

atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.”

Sedangkan menurut pasal 5 UU No. 28 Tahun 2014, “Hak moral sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri

Pencipta untuk:

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan

sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan,

modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau

reputasinya.”

Dalam penerapannya, Hak Cipta juga mengenal prinsip Fair Dealing atau Fair

use adalah pembatasan yang beralasan mengenai penggunaan karya cipta tanpa

ijin pencipta, seperti : mengutip buku untuk membuat sebuah karya ilmiah atau

menggunakan bagian dari buku tersebut untuk mengajar di kelas oleh seorang

pengajar. Fair use juga didefinisikan sebagai prinsip hak cipta berdasarkan

kepercayaan bahwa public berhak menggunakan secara bebas porsi materi karya

14
cipta untuk tujuan komentar dan kritik. Berdasarkan definisi tersebut, fair use

adalah doktrin atau prinsip yang memperbolehkan pihak lain untuk menggunakan

kreasi hak cipta tertentu untuk kepentingan atau tujuan yang spesifik.

Fair Dealing diatur pada pasal 44 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014

tentang hak cipta. Pada dasarnya fair use mengatur tentang pembatasan atas

penggandaan karya cipta. Dimana dalam pasal tesebut sudah terdapat konsep Fair

Use. Pasal 44 ayat (1) menyebutkan :

(1) Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu

Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang

substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya

disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

a. pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan

kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;

b. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan

peradilan;

c. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

atau

d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan

ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka hak cipta dapat disimpulkan

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:19


19
Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia,

15
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif

Dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

disebutkan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif; diartikan sebagai hak

eksklusif karena hak cipta hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/

pemegang hak, dan orang lain tidak dapat memanfaatkannya atau dilarang

menggunakannya kecuali atas izin pencipta selaku pemilik hak, atau orang

yang menerima hak dari pencipta tersebut (pemegang hak).Pemegang hak

cipta yang bukan pencipta ini hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif

tersebut yaitu hanya berupa hak ekonominya saja.

2. Hak Cipta berkaitan dengan kepentingan umum

Seperti yang telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang

istimewa, tetapi ada pembatasan-pembatasan tertentu yang bahwa Hak Cipta

juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat atau umum yang juga

turut memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu

ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi

penggunaannya sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara

kepentingan individu dan kepentingan masyarakat(kepentingan umum).

Kepentingan-kepentingan umum tersebut antara lain: kepentingan

pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.

3. Hak Cipta dapat beralih maupun dialihkan

Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga dapat

beralih maupun dialihkan, baik sebagian maupun dalam keseluruhannya.

Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan dua macam cara, yaitu:
Bandung, 2010, hal 14-15.

16
a. ‘transfer’: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan

hak kepada pihak/ orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah,

wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh

peraturan perundang- undangan.

b. ‘assignment’ : merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak

kepada pihak lain berupa pemberian izin/ persetujuan untuk

pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya

perjanjian lisensi.

4. Hak Cipta dapat dibagi atau diperinci (divisibility)

Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku merupakan

sumber segala informasi ilmu pengetahuan yang kita inginkan serta mudah

disimpan dan dibawa-bawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan

dalam sehelai kertas atau dalam bentuk material lain yang dijadikan satu

pinggiran/dijilid sehingga bisa dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan buku-

buku mempunyai sampul pelindung untuk melindungi bagian dalamnya. 20 Buku

merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku merupakan salah satu

komponen penting bagi kemajuan bangsa. Namun demikian, Indonesia belum bisa

memberikan iklim yang menggembirakan tentang buku. Selain minat baca

masyarakat Indonesia dinilai masih sangat buruk dimata dunia, perlindungan

hukum kepada pencipta buku (dan pihak penerbit) masih sangat buruk. Hal ini

20
Aryani Nauli Hasibuan, Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Derivatif Dalam Prakteknya: Studi
Kasus Buku Ensikopedia Al Quran: Al-Maushuah Al-Quraniyah Al-Muyassarah, Tesis
Universitas Indonesia Program Pascasarjana Fakultas Hukum Program Kekhususan Hukum
Ekonomi, Jakarta, 2011, hal. 92

17
bisa dibuktikan dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran hak cipta yang

tidak tertangani dengan baik.

Buku merupakan sesuatu yang diperlukan bagi setiap bangsa untuk bersaing

dengan negara-negara lain. Melihat dari disisi tersebut, buku berfungsi sebagai

alat peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala berpikir serta

menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta

disebarkan merata di seluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, dikembangkan iklim yang dapat

mendorong penulisan dan penerjemahan buku dengan penghargaan yang memadai

dan jaminan perlindungan Hak Cipta. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan

maraknya berbagai pelanggaran-pelanggaran yang merugikan bagi pemegang hak

cipta buku.

Bentuk pelanggaran-pelanggaran terhadap buku salah satunya adalah

pembajakan buku. Pelanggaran yang dimaksud ialah menggandakan buku, mulai

dari memfotokopi buku lalu menjualnya, mencetak ulang buku lalu menjualnya

dengan harga jauh lebih murah dari buku orisinil, menyalin buku dalam bentuk

buku elektronik dan menjualnya. Jika dulu pelanggaran hanya sebatas praktek jual

beli buku bajakan di pasar-pasar buku, namun sekarang sudah merambah ke

cangkupan yang lebih luas yaitu jual beli buku bajakan melalui marketplace.

Marketplace adalah sebuah website atau aplikasi online yang memfasilitasi

proses jual beli dari berbagai toko. Marketplace memiliki konsep yang kurang

lebih sama dengan pasar tradisional. 21 Melalui marketplace tentu mempermudah


21
https://www.dewaweb.com/blog/apa-itu-marketplace/ diakses pada 20 Agustus 2020

18
penyebaran buku-buku bajakan dan membuat peluang bagi penjual buku bajakan

untuk memperdagangkan buku bajakan melalui marketplace.

Buku sebagai karya cipta juga harus dilindungi secara hukum agar terhindar

dari pelanggaran. Perlindungan ini telah diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-

Undang Hak Cipta. Dengan demikian maka setiap orang yang menggunakan

ciptaan orang lain yang telah diakui hak ciptanya secara tidak sah adalah

pelanggaran.

Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang guna

mencegah terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual oleh orang yang tidak

berhak, jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara

hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dijatuhi hukuman

sesuai dengan ketentuan undang-undang bidang hak kekayaan intelektual yang

dilanggarnya. Undang-undang bidang hak kekayaan intelektual mengatur jenis

perbuatan pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun

secara pidana.22 Perlindungan hak cipta terhadap ciptaan di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 berlaku secara otomatis sejak suatu

ciptaan diumumkan, hal ini tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) yang berbunyi:

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

2. Kerangka Konsep

Pembajakan buku bukan hal baru di Indonesia. Masalah ini menambah stigma

buruk Indonesia terhadap buku. Jika dunia mengenal negara Indonesia sebagai

22
Anserpla Sepria, Tinjauan Yuridis Terhadap Penggandaan Buku Karya Hartono Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Kasus Usaha Foto Copy Perdana

19
salah satu negara dengan minat baca rendah di dunia, maka hal ini diperparah

dengan tidak efektifnya penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap

pengarang/pencipta buku (dan penerbit).

Pembajakan buku juga diperburuk dengan kemajuan teknologi informasi yang

terus berkembang. Jika dahulu buku-buku hasil bajakan diperjualbelikan di pasar-

pasar buku, sekarang mulai merambah ke dunia internet. Terbentuknya

marketplace sebagai wadah bagi penjual untuk menjual berbagai barang/jasa tentu

dimanfaatkan bagi pelaku pembajakan untuk menjual buku bajakan. Hal ini

menambah kesulitan bagi aparat penegak hukum untuk menegakkan pelanggaran

hak cipta buku.

Seperti diketahui, penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta buku

belum bisa dibilang baik. Razia buku bajakan cukup jarang dilakukan oleh aparat

penegak hukum, selain itu di sektor marketplace, pihak marketplace juga tidak

pernah melakukan tindakan preventif atau represif terhadap penjualan buku

bajakan di marketplace. Hal ini membuat pandangan bahwa pelaku pembajakan

tidak mendapatkan sanksi dari apa yang diperbuatnya.

Dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta tanpa dibarengi dengan peran penegak hukum dan masyarkat, penegakan

hukum terhadap pelanggaran hak cipta buku tidaklah efektif. Para penegak hukum

diharapkan lebih tanggap atas terjadinya pembajakan buku dan mengambil

tindakan tegas terhadap pelaku. Masyarakat yang mengetahui terjadinya tindak

pidana penjualan buku bajakan diharapkan melapor ke aparat penegak hukum.

20
Dan untuk pihak marketplace diharapkan lebih memperhatikan barang-barang

yang diperjualbelikan oleh penjual dan mengambil tindakan tegas jika mengetahui

ada penjualan buku bajakan.

Penegakan hukum bukan semata-semata bergantung pada undang-undang

yang baik saja, tetapi juga dipengaruhi oleh tindakan tegas aparat penegak hukum

dan kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu, peran aparat penegak hukum

dan kesadaran masyarakat termasuk pihak marketplace perlu ditingkatkan.

Dengan demikian, hak-hak pencipta (dan penerbit) lebih terjamin dan rasa

menghargai buku sebagai hak cipta lebih meningkat.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Metode Penelitian Hukum

Normatif, yaitu suatu penelitian yang mempergunakan data sekunder berupa

penelitian kepustakaan, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto

dan Sri Mamudji, yang menegaskan : “Penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan

penelitian Hukum Normatif atau penelitian Kepustakaan (disamping adanya

penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer)”23

Penelitian hukum normatif yang mencakup:24

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. Penelitian terhadap sistematika hukum

23
Soerjono Sockanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta Rajawali Press, 1966 hlm, 10
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm 10

21
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi dan horizontal

d. Perbandingan hukum

e. Sejarah hukum

1. Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan diri pada asas hukum, dan didukung

dengan berbagai bahan hukum seperti :

a. Bahan hukum primer terdiri dari bahan-bahan yang memiliki kekuatan

hukum yang mengikat, yaitu :

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang erat hubungannya dengan

hokum primer yaitu:

1. Pendapat para ahli sarjana

2. Buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedi,25 serta

sumber internet yang kredibel.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun yang menjadi teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah

dengan melakukan penelusuran sumber-sumber tertulis di kepustakaan maupun

melalui media elektronik dengan sumber terpercaya.


25
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2005 hlm. 15

22
3. Teknik Analisis Data

Penganalisaan terhadap berbagai bahan yang sudah terkumpul, penulis

menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikekola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

G. Sistemtika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari 4 (empat) bab,

yaitu: Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III Pembahasan, Bab IV

Kesimpulan dan Saran. Berikut deskripsi masing-masing bab:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini memaparkan teori-teori yang menjadi landasan dalam pembahasan

masalah meliputi teori perlindungan hukum, pengertian HAKI, pengertian Hak

Cipta, Pengertian Pelanggaran Hak Cipta, pengertian buku dan pengertian

marketplace.

BAB III PEMBAHASAN

23
Bab ini memaparkan hasil penelitian tentang perlindungan Hukum bagi pemegang

hak cipta buku terhadap pembajakan buku melalui marketplace dan peran

pemerintah dan marketplace dalam melindungi hak-hak pemegang hak cipta

buku.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penyusunan skripsi yang meliputi

kesimpulan dan saran-saran.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015, 4 1). Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual. Diambil kembali dari
Pengertian Pakar: http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-haki-
hak-atas-kekayaan-intelektual

Anonim. (2018, 12 3). Apa Itu Marketplace. Diambil kembali dari Dewaweb:
https://www.dewaweb.com/blog/apa-itu-marketplace/

Harsono, A. S. (1990). Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Jakarta: Akademi
Pressindo.

Hasibuan, A. N. (2011). Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Derivatif Dalam Prakteknya:
Studi Kasus Buku Ensikopedia Al Quran: Al-Maushuah Al-Quraniyah Al-
Muyassarah, Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Program Kekhususan Hukum Ekonomi.

Istain, N. (2017). Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Karya Ilmiah Yang
Digandakan Secara Ilegal. Magelang: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah.

Kantaatmadja, M. (2011). Pengembangan Budaya Menghargai HKI di Indonesia


Menghadapi Era Globalisasi Abad ke-21. Jakarta: Sasana Budaya Ganesa.

Mamudji, S. S. (1966). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:


Jakarta Rajawali Press.

Margono, S. (2010). Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual. Bandung: Nuansa


Aulia.

Nainggolan, B. (2011). Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen


Kolektif. Bandung: PT. Alumni Bandung.

Rahardjo, S. (2000). Ilmu Hukum. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Rahayu, D. (2010). Perlindungan Hukum Bagi Penerbit Sebagai Pemegang Hak Cipta
Atas Pembajakan Buku Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta, Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah.

Sasongko, W. (2007). Skripsi, Ketentuan – Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan


Konsumen. Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sepria, A. (2018). Tinjauan Yuridis Terhadap Penggandaan Buku Karya Hartono Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Kasus Usaha
Foto Copy Perdana Di Jalan Buluh Cina Kecamatan Tampan Pekanbaru), Skripsi.
Pekanbaru: Universitas Islam Negerisultan Syarif Kasim.

25
Setiono. (2004). Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis. Surakarta: Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Shopee. (2020, Oktober 19). Kebijakan Barang yang Dilarang dan Dibatasi. Diambil
kembali dari Shopee: https://shopee.co.id/docs/3000

Sitanggang, H. M. (2008). Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) Hak Cipta, Paten,
Merek dan Seluk- beluknya. Jakarta: Erlangga.

Soekanto, S. (2005). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sunggono, B. (2005). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Tokopedia. (2020). Kebijakan Penalti Pengguna. Diambil kembali dari Tokopedia Care:
https://www.tokopedia.com/help/article/kebijakan-penalti-pengguna

Tuasikal, R. (2019, 9 10). Rugi 20 Triliun, Pemerintah Perangi Produk Bajakan. Diambil
kembali dari VOA Indonesia: https://www.voaindonesia.com/a/rugi-20-triliun-
pemerintah-perangi-produk-bajakan/5077678.html

Utomo, T. S. (2011). Hak Kekayaan Intelektual di Era Global. Yogyakarta: Graha Ilmu.

26

Anda mungkin juga menyukai