Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari
200 gram/hari) dan konsistensi (feses cair). Diare dapat bersifat akut
atau kronis. Diare dengan volume banyak terjadi bila terdapat lebih
dari satu liter feses cair perhari, sedangkan diare dengan volume
sedikit terjadi bila terdapat kurang dari satu liter feses cair yang
dihasilkan perhari [ CITATION Sme121 \l 1033 ].
Diare merupakan peningkatan fluidias dan volume feses dan
frekuensi defekasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume serta
konsistensi feses meliputi kandungan air di dalam kolon serta
keberadaan makanan yang tidak terserap, bahan yang tidak terserap,
dan sekresi intestinal[ CITATION Jen13 \l 1033 ].
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
diare adalah suatu inflamasi yang terjadi pada lambung dan usus yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan frekuensi buang
air besar lebih dari 3 kali dengan konsistensi cair/encer bisa disertai
dengan muntah atau tidak muntah.
2. Anatomi dan Fisiologi

www.google.com

Menurut Syaifuddin, (2003), susunan pencernaan terdiri dari :


a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi,
gigi, bibir, dan pipi.
a) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris
mengakat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.

c) Gigi
Gigi pertama tumbuh pada umur 5-9 bulan. Pada umur 1
tahun, sebagian besar anak mempunyai 6-8 gigi susu.
Selama tahun kedua gigi tumbuh lagi 8 biji, sehingga
jumlah seluruhnya adalah 14-16 gigi. Pada umur 2,5 tahun,
sudah terdapat 20 gigi susu. Sementara itu, waktu erupsi
gigi tetap adalah sebagai berikut :
o Molar pertama : 6-7 tahun
o Inisisor : 7-9 tahun
o Pre molar : 9-11 tahun
o Kaninus : 10-12 tahun
o Molar kedua : 12-16 tahun
o Molar ketiga : 17-25 tahun
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut
yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan
mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang
maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum.
Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak,
terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal
lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua +
ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat
epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-
puting pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah
kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas
nampak selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2
yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris)
yang terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah,
kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang
terdapat di sebelah depan di bawah lidah. Di bawah kelenjar
ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di sebut
koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa
kelenjar ludah (saliva). Di sekitar rongga mulut terdapat 3
buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya
dibawah depan dari telinga di antara prosesus mastoid kiri
dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni,
duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga
mulut melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar
submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian
belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga
mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah di
dasari oleh saraf-saraf tak sadar.
d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m
mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar
kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot
instrinsik yang terdapat pada lidah. M genioglosus
merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan
tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat
dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung.
Esofagus melengkung ke depan, menembus diafragma dan
menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung
adalah kardia.
d. Gaster (Lambung)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian
atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium
pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa,
menempel di sebelah kiri fudus uteri.
e. Intestinum minor (Usus halus)
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter.
Lapisan usus halus terdiri dari :
1) Lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(M.sirkuler)
2) Otot memanjang (M. longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah
luar).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1) Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu
desakan kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh
masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang
dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan
lambung terutama di hancurkan melalui pleksus mientertus dari
lambung turun sepanjang dinding usus halus Perbatasan usus
halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi
sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari
sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai
oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)
dan air (yang membantu melarutkan pecahan- pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang
sangat kuat pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa
infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic
rusrf” merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh
pada usus halus dalam beberapa menit.
Intesinum minor terdiri dari :
a) Duodenum (usus 12 jari)
Panjang ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke
kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian
kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang
membuktikan disebut Papila vateri. Pada Papila veteri ini
bermuara saluran empedu (Duktus koledukus) dan saluran
pankreas (Duktus pankreatikus).
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian
atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum
dengan panjang ± 4–5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri
dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke
ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan
perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis,
orifisium ini di perkuat dengan sfingter ileoseikalis dan
pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat
luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan
pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa
dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.
Pada penampangan melintang vili di lapisi oleh epiel dan
kripta yang menghasilkan bermacam-macam
hormonjaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan.
f. Intestinium Mayor (Usus besar)
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5–6 cm. Lapisan–lapisan usus besar
dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari
1) Sekum
Dibawah sekum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6
cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati
membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Appendiks (Usus Buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir
seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura
linealis.

5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung
bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi kolon :
Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan feses
sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam :
a) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan
otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar
yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti
kantong.
b) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi
usus besar yang mendorong feses ke arah anus.
g. Rektum dan Anus
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum
dan os koksigis. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di
antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter :
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) Sfingter Ani Eksternus
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1) Kontraksi kolon desenden
2) Kontraksi reflek rectum
3) Kontraksi reflek sigmoid
4) Relaksasi sfingter ani

3. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh;
a. Infeksi virus (Rotavirus), bakteri (E.Coli, Salmonella, Shigetta,
Vibrio, Campylobacter Jejuni, dll), serta parasite (Entamoeba
Hystolitica).
b. Obat-obatan tertentu (penggantian hormon tiroid, pelunak feses dan
laksatif, antibiotic, kemoterapi, dan antasida)
c. Pemberian makanan per selang
d. Gangguan metabolic dan endokrin (diabetes, Addison, tirotoksikosis)
e. Keracunan makanan dan alergi
f. Faktor lingkungan dan perilaku [ CITATION Sme121 \l 1033 ]
Beberapa penyebab diare dengan sekuele fisiologis yang penting, sebagai
berikut:
a. Enteritis, berarti peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh
virus maupun oleh bakteri pada traktus intestinalis.
b. Diare psikogenik, yaitu diare yang menyertai masa ketegangan saraf,
yang disebabkan oleh stimulasi berlebihan dari sistem saraf
parasimpatis.
c. Kolitis Ulserativa, adalah penyakit peradangan dan ulserasi daerah
yang luas dari usus besar, penyebab dari colitis tidak diketahui.
Beberapa klinis percaya bahwa penyakit ini diakibatkan oleh efek
distruktif imun atau alergi, tetapi juga dapat diakibatkan oleh infeksi
bacterial kronis. [ CITATION Jen13 \l 1033 ]
4. Patway
Faktor makanan: factor malabsorbsi: factor psikologi: factor infeksi:
Makanan basi, karbohidrat, cemas,stress bakteri, virus,
Beracun, alergi protein, lemak parasite
Terhadap
Makanan pedas,
Asam

Masuk kedalam makanan tidak rangsangan masuk ke dalam


Tubuh terserap oleh villi di hipotalamus tubuh bersama
Usus makanan dan
Minuman yang
Tercemar

Mencapai usus peningkatan susunan mencapai usus


Halus tek.osmotik syaraf autonom halus
dalam lumen
usus

Merangsang/ pengeseran menyebabkan


Menstimulasi elektrolit ke infeksi dan
dinding usus dalam lumen kerusakan
jonjot
halus usus usus

Peningkatan malabsorbsi
Isi lumen usus makanan dan
Cairan

HIPERPERISTALTIK

Peningkatan percepatan kontak antara makanan dan air dengan mukosa usus

Penyerapan makanan, air, dan elektrolit terganggu

MK 1: DIARE

Kehilangan pengeluaran sering defekasi


Cairan & elektrolit substansi nutrient
Bersama feses

Dehidrasi MK 2: kekurangan hipoglikemi pengeluaran


Vol. cairan dan ggn zat gizi as.laktat berlebih
Sirkulasi malnutrisi iritasi kulit
darah menurun energi & daerah anal

syok hipovolemik merangsang MK 3: perubahan MK5:


hipotalamus nutrisi kurang dr kerusakan integritas
kebutuhan kulit

meninggal MK4:Hipertermi
5. Tanda dan Gejala
a. Muntah dan demam
b. Hematosechia
c. Nyeri perut sampai kram.
d. Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dalam feses
e. Distensi, bising usus meningkat.
f. Anoreksia, dan rasa haus.
g. Berat badan berkurang
h. Frekuensi pernapasan cepat
i. Kontraksi spasmodik yang sakit dari anus dan mengejam tak efektif
mungkin terjadi setiap kali defekasi
j. Sifat dan awitannya dapat eksplosif dan bertahap. Gejala yang
berkaitan dengan dehidrasi dan kelemahan. [ CITATION Bau00 \l 1057 ]

6. Klasifikasi
a. Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari:
1) Diare akut
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan terjadi
secara mendadak yang berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu.
2) Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,
merupakan peralihan antara diare akut dan diare kronik.
3) Diare kronik
Diare kronik adalah diare hilang timbul, atau berlangsung lama
dengan penyebab sensitive terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30
hari.
b. Klasifikasi diare berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari
tubuh penderita, terdiri dari :
1) Diare tanpa dehidrasi
2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5%
dari berat badan
3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang
berkisar 5-8% dari berat badan.
4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih
dari 8-10%.

7. Komplikasi
Komplikasi diare mencakup potensial terhadap disritmia jantung
akibat hilangnya cairan dan elektrolit secara bermakna (khususnya
kehilangan kalium). Haluaran urin kurang dari 30 ml/jam selama 2
sampai 3 jam berturut-turut, kelemahan otot, dan paresthesia. Hipotensi,
anoreksia, dan mengantuk dengan kadar kalium dibawah 3,0 mEq/L (SI:
3 mmol/L) harus dilaporkan. Penurunan kadar kalium menyebabkan
disritmia jantung (takikardia atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan
kontraksi ventrikel premature) yang dapat menimbulkan kematian.
Adapun dari sumber lain didapatkan komplikasi dari diare yaitu :
a. Dehidrasi
b. Disritmia jantung
c. Enterokolitis
d. Gangguan elektrolit
e. Kerusakan kulit
f. Malnutrisi
g. Pendarahan GI
h. Sindrom malabsorpsi
i. Sindrom Zollinger-Ellison [ CITATION Mar07 \l 1057 ]
8. Test Diagnostic Yang Menunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus diare meliputi pemeriksaan
laboratorium, yakni:
a. Pemeriksaan tinja [ CITATION Zei04 \l 1033 ]
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan table
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah,
dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi
dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila
memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan
faktor dalam serum (terutama dalam penderita diare yang disertai
kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik
atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.

9. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan diare pada bayi :
1) Memberikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk
mencengah dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang
dianjurkan seperti oralit, makanan yang cair atau air matang. Jika
anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan
padat lebih baik diberikan oralit dan air matang dari pada
makanan cair. Berikan larutan ini sebanyak anak mau dan
teruskan hingga diare berhenti.
2) Anjurkan orang tua tentang pemberian suplemantasi zinc. Dosis
zinc diberikan sesuai aturan. Anak dibawah usia 6 bulan
diberikan 10 mg, anak usia diatas 6 bulan 20 mg. Zinc diberikan
selama 10 – 14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare.
3) Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan dukungan nutrisi
untuk mencengah kurang gizi. ASI tetap diberikan selama
terjadinya diare pada diare akut, cair, maupun berdarah dan
frekuensi pemberian lebih sering dari biasanya. Bila anak sudah
mendapatkan makanan tambahan sebaiknya makanan tetap
diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada saat
anak sehat.
4) Nasehat orang tua atau pengasuh harus membawa anak
kepetugas kesehatan bila:
a) Muntah terus menerus sehingga diperkirakan pemberian oralit
tidak bermanfaat.
b) Mencret yang hebat dan terus menerus sehingga diperkirakan
pemberian oralit kurang berhasil.
c) Terdapat tanda-tanda dehidrasi (seperti mata tampak cekung,
ubun-ubun cekung pada bayi, bibir dan lidah kering, tidak
tampak air mata meskipun menangis, bila kulit kerut dicubit
tetap berkerucut, nadi melemah sampai tidak teraba, tangan
dan kaki teraba dingin, kencing berkurang, rasa haus yang
nyata sampai kejang atau kesadaran menurun) [ CITATION
kem11 \l 1057 ]
b. Penatalaksanaan diare pada anak
1) Rehidrasi
Untuk terapi diare dengan dehidrasi ringan/ sedang, dilakukan
rencana terapi sebagai berikut:
Jumlah oralit yang diberikan di sarana pelayanan kesehatan dalam
3 jam pertama.
a) Bila BB tidak diketahui berikan oralit, bila anak menginginkan
lebih banyak oralit, berikan
b) Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
c) Untuk bayi <6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan juga
100-200 ml air selama masa ini.
d) Untuk anak ˃6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam
kecuali ASI dan oralit.
e) Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
2) Berikan nutrisi
a) Pada kasus diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
diberikan tambahan cairan lebih banyak dari biasanya.
Pemberian ASI diberikan lebih sering dan lebih lama.
Pemberian makanan selama diare harus diteruskan dan
ditingkatkan setelah sembuh, tujuannya adalah memberikan
makanan yang kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul
kembali setelah dehidrasi teratasi.
b) Meneruskan pemberian makan akan mempercepat kembalinya
fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorpsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status
gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.
c) ASI memberikan imunitas atau kekebalan yang belum dapat
dibuat sendiri oleh bayi yang baru lahir.
3) Suplementasi zinc
Zinc sulfat diberikan pada usia ˃6 bulan sama dengan 20 mg
perhari yang dilarutkan sehingga dalam terapi yang diberikan pada
kasus ini sudah sesuai yaitu zinc sirup yang mengandung zinc
sulfar 10 mg, diberikan 1 x 2 sendok takar.
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zink meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sehingga mencegah resiko tertulangnya diare
selama 2 -3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
4) Pemberian antibiotik
Pemberian angtibiotek harus berdasarkan indikasi yang sesuai,
seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare disertai
penyakit lain.
5) Edukasi orang tua
Edukasi yang diberikan kepada orang tua pasien berupa
pemahaman tentang penyakit diare dan terapinya, meliputi cara
pemberian oralit, zinc, nutrisi yang cukup, kebersihan diri dan
makanan. Pada orang tua juga diberikan edukasi apabila
menemukan tanda-tanda pada anak seperti BAB cair lebih sering,
muntah berulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan minum
sedikit, demam, tinja berdarah atau tidak membaik dalam 3 hari
maka anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
(Dewantari, 2015).

10. Pencegahan
a. Pada anak : terapi probiotik bermanfaat dalam pencegahan dan
pengobatan beberapa penyakit saluran cerna termasuk diare
infeksi, diare karena antibiotic, dan intoleransi laktosa [CITATION
Fir01 \t \l 1033 ].
b. Peilaku hidup bersih dan sehat [ CITATION Saf17 \l 1033 ].
11. Volume dan Distribusi Cairan

Bayi baru Usia 3


Jenis Cairan Dewasa Lansia
lahir bulan
Intraseluler 40 % 40 % 40 % 27 %
Plasma
(intrasvaskular 5% 5% 5% 7%
ekstraseluler
)
Intersisial 35 % 25 % 15 % 18%
Total cairan 80 % 70% 60 %

12. Rumus Menghitung Kebutuhan Cairan


a. Berdasarkan berat badan bayi dan anak (menurut Holiday dan
Segard)
 4 ml/kgBB/jam : berat badan 10 kg pertama
 2 ml/kgBB/jam : berat badan 10 kg kedua
 1 ml/kgBB/jam : sisa berat badan selanjutnya
Atau
 BB 10 kg pertama = 1 ltr/hr cairan
 BB 10 kg kedua = 0,5 ltr/hr cairan
 BB >> 10 kg = 20 mL x sisa BB
b. Berdasarkan berat badan bayi dan anak (menurut Darrow)
 BB <3kg : 175 cc/kgBB/hr
 BB 3-10kg : 105 cc/kgBB/hr
 BB 10-15kg : 85 cc/kgBB/hr
 BB > 15kg : 65 cc/kgBB/hr

Example :

BB pasien : 23 kg maka,
10 kg pertama : 4cc x 10 = 40 cc cairan
10 kg kedua : 2 cc x 10 = 20 cc cairan
23 kg terakhir = 1 cc x 3 kg = 3 cc cairan
Total cairan yang dibutuhkan = 40 cc + 20 cc + 3 cc = 63
mL/jam . 63 mL x 24 jam = 1512 mL/hari

c. Berdasarkan umur, tapi BB tidak diketahui


 1 tahun : 2n + 8 (n dalam tahun )
 3 – 12 bulan : n + 9 (n dalam bulan )
Example :
1) Umur pasien : 9 bulan ( n + 9 ) = 9 bulan + 9 = 18
mL/jam = 432 mL/hari
2) Umur pasien : 4 tahun ( 2n + 8 ) = (2 x 4 tahun) + 8
= 16 mL/jam = 348 mL/hari

13. Penilaian Dehidrasi Resusitasi Cairan


Berdasarkan Maurience Kings menyatakan bahwa :
Penilaian 0 1 2
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, apatis Ngigau, koma, syok
Turgor Normal Turun Sangat turun
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Nafas 20-30 x/menit 30-40 x/menit 40-60 x/menit
Mulut Normal Kening Kening biru
Nadi <120 x/menit 120-140 x/menit >140 x/menit
Hasil 0-2 3-6 dehidrasi sedang 7-12 dehidrasi berat
pemeriksaan dehidrasi
ringan

Derajat Dehidrasi
Derajat Dehidrasi Dewasa Bayi Anak
Dehidrasi ringan 4% 5% 3% - 4 %
Dehidrasi sedang 6% 10 % 6% - 8 %
Dehidrasi berat 8% 15 % 10 %
Syok 15-20 % 15.20

a. Cairan resusitasi pada pasien dehidrasi tergantung derajat


dehidrasi.
 Rumus cairan resusitasi = Derajat dehidrasi x kg BB (L)
b. Dasar pengobatan diare adalah :
Tanpa dehidrasi : plan A
Rawat jalan, edukasi, oralit/gula garam, minum banyak

Dehidrasi Umur Jumlah setelah BAB


tidak berat : < 24 bulan 50-100 ml
2 – 10 tahun 100-200 ml
plan B
>10 tahun Sebanyak keinginan
 Rawat dan
observasi
 Oralit 75 ml/kgBB/ 4 Jam pertama
 Tiap BAB/muntah : + 10 ml/kgBB

Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 jam Pertama


Usia - 4-11 12-23 2-4 5-14 >15
bulan bulan tahun tahun tahun
Berat - 5-7,9 8-10,9 11- 16- >30
badan kg kg 15,9 29,9 kg
kg kg
Jumlah 200- 400- 600- 800- 1200- 2200-
(mL) 400 600 800 1200 2200 4000

Dehidrasi berat : plan C


 Berikan cairan RL 100 ml/kgBB
 Dosis diulangi kalau nadi masih lemah
 Kontrol pasien tiap 1-2 jam

Umur Pemberian awal Pemberian selanjutnya


< 12 bulan 30 ml/kgbb dalam 1 jam 70 ml/kgbb dalam 5 jam
>12 bulan 30 ml/kgbb dalam ½ jam 70 ml/kgbb dalam 2,5
jam
Cairan resusitasi dikatakan berhasil bila :
 MAP = Mean Arterial Pressure : > 65 mmHg
 CVP = Central Venous Pressure : 8-12 mmHg
 Urine Output : > 0,5 mL/kgBB/jam
 Central Venous (vena cava superior) atau Mixed Venous
Oxygen Saturation > 70%.
 Status mental normal

14. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya terjadi
kekurangan jumlah cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan,
asupan yang tidak memadai atau kombinasi keduanya.
Menurut jenisnya dehidrasi dibagi atas ;
a. Dehidrasi hipertonik
1) Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik (natrium, laktosa)
selama diare
2) Kehilangan air >> kehilangan natrium
3) Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L
4) Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L
5) Haus, irritable
6) Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang
b. Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )
1) Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan
hipotonik atau diberi infus glukosa 5%
2) Kadar natrium rendah ( <130 mEq/L)
3) Osmolaritas serum < 275 mOsm/L
4) Letargi, kadang-kadang kejang

15. Tipe-tipe dehidrasi


a. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling
sering (80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding
dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya tidak
mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang
intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini
135-145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.
b. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih
banyak dari-pada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai
dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/L)
dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena
kadar natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang
ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan intravaskuler.
Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan
koreksi cepat hiponatremia kronik (2mEq/L/jam) terkait dengan
kejadian mielinolisis pontin sentral.
c. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak
daripada natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya
kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/L) dan peningkatan
osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar
natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang
ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi,
sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan
menarik air kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan
dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi
hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan
menyebabkan influks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan
pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah konsekuensi
yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48
jam dapat meminimalkan risiko ini.

16. Cara Penanganan Dehidrasi


a. Dehidrasi Isotonik
Pada kondisi isonatremia, defisit natrium secara umum dapat
dikoreksi dengan mengganti defisit cairan ditambah dengan cairan
pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%.
Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam
cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium
serum berada dalam rentang aman.
b. Dehidrasi Hipotonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl
0,9% atau RL 20 mL/kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada
hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan
penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defisit
natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium
saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang
cukup mudah adalah memberi-kan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%
sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan
jumlahnya dalam cairan disesuaikan untuk mempertahankan proses
koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam). Koreksi kondisi hiponatremia
secara cepat sebaik-nya dihindari untuk mencegah mielinolisis
pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat
secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5
mEq/L) direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.
c. Dehidrasi Hipertonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl
0,9% 20 mL/kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada
tahap kedua, tujuan utama adalah memulihkan volume
intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai
rekomendasi, akan tetapi jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam.
Koreksi dehidrasi hipernatremia terlalu cepat dapat memiliki
konsekuensi neurologis, termasuk edema serebral dan kematian.
Pemberian cairan harus secara perlahan dalam lebih dari 48 jam
menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila pemberian
telah diturunkan hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah
natrium dalam cairan rehidrasi juga dikurangi, sehingga koreksi
hipernatremia dapat ber-langsung secara perlahan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, berat badan,
alamat, pendidikan, tanggal masuk RS,tanggal pengkajian, no. RM,
diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua,pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan:
1) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama klien biasanya mengeluh BAB encer dengan atau
tanpa lender dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, tidak nafsu
makan dan disertai dengan demam ringan atau demam tinggi.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit
keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus
dirawat di rumah sakit.
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
4) Riwayat sosial
Orang tua klien mengatakan bahwa klien tinggal di
lingkungan yang kotor dan padat penduduknya atau klien suka jajan
sembarangan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum :
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat. Pada
klien terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung
perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, ubun-
ubun besar cekung, mukosa bibir kering dan turgor kulit berkurang
keelastisannya, kemudian ditanyakan frekuensi BAB, adanya nyeri
dana tau disentri abdomen, demam dan terjadi penurunan berat badan
(Gunawan, 2009).
2) Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola Gordon dimana
pendekatan ini memungkinkan perawata untuk mengumpulkan data
secara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan
memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus.
Model konsep dan tipologi pola kesehatan fungsional menurut
Gordon.
a) Pola persepsi-manajemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi
b) Pola nutrisi dan metabolic
Menggambarkan masukan nutrisi, cairan, dan elektrolit. Nafsu
makan, pola makan diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan menelan, mual/muntah, keutuhan jumlah zat gizi,
masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit,
kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi.
d) Pola latihan-aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.
e) Pola kognitif perceptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh.

f) Pola istirahat tidur


Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur.
g) Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ideal diri (Winugroho, 2008)

2. Diagnosis Keperawatan
a. Diare
b. Kekurangan volume cairan tubuh
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan:
a. Diare
1) Definisi: Pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk.
2) Batasan karakteristik
o Nyeri abdomen sedikitnya tiga kali defekasi perhari
o Kram
o Bising usus hiperaktif
o Ada dorongan
3) Factor yang berhubungan
o Psikologis
Ansietas
Tingkat stress tinggi
o Situasional
Efek samping obat
Melakukan perjalanan
Kontaminan
Slang makan
Radian, toksin
o Fisiologis
Proses infeksi dan parasite
Inflamasi dan iritasi
Malabsorbsi
NOC
o Bowel elimination
o Fluid balance
o Hydration
o Electrolyte and acid base balance
Kriteria Hasil:
o Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari
o Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
o Tidak mengalami diare
o Menjalaskan penyebab diare dan rasional tindakan
o Mempertahankan turgor kulit

NIC
Diarhea Management
o Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointesnital
o Ajarkan pasien/orang tua pasien untuk menggunakan obat anti
diare
o Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi dan konsistensi feses.
o Evaluasi intake makanan yang masuk
o Identifikasi factor penyebab dari diare
o Monitor tanda dan gejala diare
o Observasi turgor kulit secara rutin
o Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika memungkinkan
o Monitor persiapan makanan yang aman

b. Kekurangan volume cairan tubuh


1) Definisi: penurunan cairan intravascular, interstisial,
dan/intaseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan
saat tanpa perubahan pada natrium.
2) Batasan karakteristik
o Perubahan status mental
o Penurunan tekanan darah, tekanan nadi,volume nadi,
pengisian vena
o Penurunan turgor kulit, turgor lidah, haluan urine
o Peningkatan hematocrit, suhu tubuh, frekuensi nadi,
konsentrasi urine.
o Penurunan BB, haus dan lemah
3) Factor yang berhubungan
o Kehilangan cairan aktif
o Kegagalan mekanisme regulasi

NOC
o Fluid balance
o Hydration
o Nutritional status : food and fluid intake
Kriteria Hasil:
o Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal
o Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

NIC
Fluid Management
o Timbang popok/pembalut jika diperlukan
o Pertahankan catat I/O yang akurat
o Monitor status dehidrasi
o Monitor vital sign
o Kolaborasi pemberian cairan IV
o Monitor status nutrisi
o Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
o Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
Hypovolemia Management
o Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
o Monitor tingkat Hb dan Ht
o Monitor tanda vital
o Monitor BB
o Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan
cairan
o Monitor adanya tanda gagal ginjal

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


1) Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolic.
2) Batasan karakteristik:
o Kram abdomen, nyeri abdomen
o Menghindari makanan
o Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
o Diare, bising usus hyperaktif
o Tonus otot menurun
o Mengeluh gangguan sensasi rasa
o Cepat kenyang setelah makan
o Kelemahan otot mengunyah dan menelan.
3) Faktor-faktor yang berhubungan:
o Factor biologis
o Factor ekonomi
o Factor psikologis
o Ketidakmampuan untuk mencerna makanan, untuk
mengabsorbsi nutrient, dan menelan makanan
NOC
o Nutritional status
o Nutritional status: food and fluid intake
o Nutritional status: nutrient intake
o Weight control
Kriteria Hasil:
o Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
o BB ideal sesuai dengan tinggi badan
o Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
o Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
o Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
o Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

NIC
Nutrition Management
o Kaji adanya alergi makanan
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
o Anjurkan pasein/keluarga untuk meningkatkan protein, intake
Fe dan vitamin C
o Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
o Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
o BB pasien dalam batas normal
o Monitor adanya penurunan BB
o Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
o Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
o Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
o Monitor turgor kulit dan perubahan pigmentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Amin zulkifli, lukman;. (2015). tatalaksana diare akut. continuing medical
education, vol 42.
Baughman, D. C., & Hackley, J. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: Buku
saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Interventions Classification (NIC) . Singapore: Elsevier.

Dewantari, E. O. (2015). Manajemen Terapi pada Diare Akut dengan Dehidrasi


Ringan-Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 Bulan Easy Orient
Dewantari Therapy Management Of Acute Diarrhea With Mild-Moderate
Dehydration And Profuse Vomiting In 22 Months Children, 4 (November),
85–91.

Firmansyah, A. (2001). Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran


cerna anak. Sari Pediatri, 210-213.
Heather, H. T. (2016). Nanda International Inc. diagnosis keperawatan: definisi
& klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Huda. Amia. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publising
Jendral, k. k. (2011). pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. buku
saku petugas kesehatan.
Jennifer, Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2013). Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Marelli, T. (2007). Buku saku dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan.
Singapore: Elsevier.
Safitri , E. S., Rahmayanti, D., & Herawati. (2017). Perilaku hidup bersih dan
sehat rumah tangga dengan kejadian diare pada balita pinggiran sungai.
Dunia Keperawatan, 78-83.
Smeltzer, S. C. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). Diare akut disebabkan bakteri. e-
USU Respiratory, 5.
http://kalbemed.com/Portals/6/23_224Praktis Strategi%20Terapi
%20Cairan%20pada%20Dehidrasi.pdf

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/DASAR-DASAR-
TERAPI-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT.pdf

Anda mungkin juga menyukai