Anda di halaman 1dari 26

BAB III

PENGATURAN KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA


KEPEGAWAIAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
APARATUR SIPIL NEGARA

A. Penyelesaian Sengketa Kepegawaian dalam Upaya Administratif

Terkait dengan peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian,

maka sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara,sengketa kepegawaian diatur dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang

Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam pasal 35 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menyatakan bahwa

penyelesaian sengketa di bidang kepegawaian dilakukan melalui peradilan

untuk itu, sebagai bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sengketa Kepegawaian merupakan salah satu bagian dari sengketa

Tata Usaha Negara (TUN) dan keputusan/penetapan di bidang kepegawaian

merupakan objek dari Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN). Pasal 1

angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, merumuskan pengertian

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata

Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum perdata dengan Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan TUN. “Keputusan Tata Usaha Negara merupakan

66
67

penetapan tertulis yang dilakukan oleh Negara atau pejabat yang berwenang,

berisi tindakan hukum berdasarkan praturan perundang-undangan bersifat

konkrit, individual dan final”.38

Untuk penyelesaian sengketa kepegawaian itu sendiri pada mulanya

diatur dalam ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yaitu yang menyatakan sebagai

berikut :

1. Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara


2. Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan
disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding
administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian
3. Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan
pemerintah.39

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, penyelesaian sengketa

kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara, kecuali

sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin

Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui banding administratif kepada

Badan Pertimbangan Kepegawaian. Tentang hal ini sebagaimana telah diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dengan

Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang
38
Robinsar Marbun, Transformasi Upaya Administratif Dalam Penyelesaian Sengketa
Kepegawaian, Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2, Desember 2017, hlm. 209.
39
Azzahrawi, dkk, Wewenang Dan Kendala Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam
Menyelesaikan SengketaKepegawaian Setelah Upaya Administratif, Syiah Kuala Law Journal :
Vol. 3, No.2 Agustus 2019, hlm.206
68

tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa

keberatan atau banding administratif.

Upaya administratif terdiri dari Keberatan dan Banding Administratif

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan angka 8 Peraturan Pemerintah

Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri, yang dimaksud

dengan Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS

yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang

berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum.

Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh

PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian

dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan

hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang

menghukum, kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.

Berkaitan dengan penyelesaian sengketa kepegawaian melalui Upaya

Administratif, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara juga telah menghadirkan paradigma baru dalam penyelesaiaan

sengketa kepegawaian, yakni untuk semua sengketa kepegawaian disebutkan

penyelesaiannya melalui upaya administratif, hal ini sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 129 sebagai berikut :

1. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.

2. Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

dari keberatan dan banding administratif.


69

3. Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara

tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan

memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada

pejabat yang berwenang menghukum

4. Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diajukan kepada badan pertimbangan ASN

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan

pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ketentuan Pasal 129 UU ASN tersebut di atas, secara tegas juga telah

mengatur bahwa penyelesaian sengketa kepegawaian yang disebut dengan

sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dengan

bentuk keberatan dan banding administratif.

Kemudian dalam Bab Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup

dalam undang-undang tersebut, khususnya dalam Pasal 139 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur

sebagai berikut:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan


perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku
70

sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang


Undang ini.40

Namun sampai saat ini Peraturan Pemerintah sebagaimana

diamanatkan oleh pasal 129 ayat 5 Undang-Undang nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara belum terbentuk, maka berdasarkan ketentuan

pasal 139 Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara tersebut penyelesaian sengketa kepegawaian melalui banding

administratif tetap diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2011 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) yang

merupakan amanat dari Undang-Undang 43 Tahun 1999 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok

Kepegawaian.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara sesuai ketentuan Pasal 129 maka pelanggaran disiplin

yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan semua pelanggaran

non disiplin yang juga dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

semuanya diselesaikan ke Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.41

Hal tersebut sudah sejalan dengan Pasal 48 dan 51 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 mengatur tentang Peradilan Tata Usaha

Negara dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Pasal 139 Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
40

41
Maria Farida Indrati Soeprapto, A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan:
Dasar-Dasar dan Pembentukannya , Penerbit: Kanisius, Yogyakarta, 1998, hlm. 131
71

Daerah dan salah satu pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun

2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

2003 tentang wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat.

Adapun yang menjadi penyebab sengketa kepegawaian bagi pegawai

negeri sipil dapat dikemukakan sebagai berikut :

Kesalahan penulisan identitas PNS seperti nama, tanggal lahir, NIP,

pangkat atau jabatan, kesalahan dalam keputusan kenaikan pangkat,

kesalahan dalam keputusanpengangkatan dalam jabatan struktural dan

fungsional, ketidakpuasan PNS dalam keputusan penjatuhan hukuman

disiplin.

a. Masalah penggajian yang tidak sesuai dengan system penggajian

atau tidak berdasarkan pada beban tugas yang dipikulnya, yang

merupakan tanggung jawabnya maupun sistem penggajian yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

b. Masalah Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang keliru oleh

Pejabat penilai dalam hal ini atau langsung dari Pegawai Negeri

Sipil yang bersangkutan. Masalah penjatuhan hukuman disiplin

yang dilakukan atasan, yang tidak sesuai dengan berat ringannya

pelanggaran disiplin yang diperbuat

c. Masalah penjatuhan hukuman disiplin yang dilakukan atasan, yang

tidak sesuai dengan berat ringannya pelanggaran disiplin yang

diperbuat.
72

d. Masalah cuti yang disebabkan adanya permintaan cuti dari

Pegawai Negeri Sipil yang merupakan haknya sebagai Pegawai

Negeri Sipil yang tidak diloloskan oleh atasan karena semata-mata

alasan demi kepentingan dinas yang mendesak.

e. Masalah kenaikan pangkat yang selalu ditunda-tunda hanya

semata mata alasan prestasi kerja ataupun disiplin yang dimiliki

oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih kurang.

f. Masalah pensiun, terjadi akibat seretnya pembayaran uang pension

atas jasa-jasa dari pengabdian yang dilakukan oleh Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan ataupun adanya anggapan dari

atasan bahwa ahli waris dari penerima pensiun tidak mesti di

terimanya.

Permasalahan dalam internal pemerintahan sangat banyak apabila

keputusan yang diberikan oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dalam

mengeluarkan kebijakan, dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya

sengeketa kepegawaian dapat di ajukan dan diselesaikan melalui badan

pertimbangan kepegawaian (BAPEK).

Upaya administratif tersebut dilaksanakan di lingkungan internal

pemerintah itu sendiri. Upaya administratif untuk semua sengketa

kepegawaian, tetapi hanya sengketa kepegawaian yang penyelesaiannya

tersedia upaya administratif, misalnya sengketa kepegawaian akibat

pelanggaran disiplin PNS.


73

Upaya administratif tersebut terdiri dari dua bentuk, yaitu

Keberatan dan Banding Administratif. Secara teoritik, Keberatan yaitu

penyelesaian sengketa yang dilakukan sendiri oleh Pejabat atau Instansi yang

mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa,

sedangkan Banding Administratif adalah penyelesaian sengketa yang

dilakukan oleh Pejabat atau Instansi atasan atau Instansi lainnya dari yang

mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Selanjutnya apabila belum

merasa puas, barulah penyelesaian sengketa melalui Peradilan Tata Usaha

Negara dapat ditempuh.

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang dimaksud dengan keberatan

adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas

terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang

menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. Sementara

yang dimaksud dengan Banding Administratif adalah upaya administratif

yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin

berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh

pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan

Kepegawaian (Bapek).

Syarat untuk mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan

Kepegawaian adalah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berpangkat

Pembina Golongan Ruang IV/a kebawah. Pegawai Negeri Sipil tersebut


74

dijatuhi hukuman disiplin yang berupa pemberhentian dengan tidak hormat,

tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil atau

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

B. Kewenangan Badan Pertimbangan Kepegawaian

Badan Pertimbangan Kepegawaian dibentuk berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan

Kepegawaian, dan berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab langsung

kepada Presiden. Yang merupakan amanat dari Undang Undang 43 Tahun

1999 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang

Pokok Pokok Kepegawaian.

Tugas BAPEK dijelaskan antara pada pasal 3 huruf b, bahwa BAPEK

bertugas memeriksa dan mengambil keputusan atas banding administratif

dari PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan

hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan

hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan/atau gubernur

selaku wakil pemerintah.

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan merupakan hukum materiil dari sistem peradilan

tata usaha negara sehingga ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini

dapat dikatakan memiliki karakter lex specialist dan lex posterior terhadap

ketentuan-ketentuan yang termuat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan beberapa kali perubahannya,


75

sepanjang mengatur mengenai hal yang sama dengan demikian kententuan

materiil mengenai upaya administratif Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 Administrasi Pemerintah harus segera direspon oleh peratun sebagai

hukum formalnya.

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam merespon Undang-

Undang Administrasi Pemerintahan diantaranya Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam

Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang, Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk

Memperoleh Putusan atas Penerimaan permohonan guna mendapatkan

keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan dan Surat

Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang

Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Mahkamah Agung Tahun 2016

sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.

Salah satu poin penting dari peraturan-peraturan tersebut yang terkait

dengan upaya administratif adalah ketentuan bahwa keputusan tata usaha

negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administratif

menjadi kewenangan pengadilan tata usaha negara. Pengaturan ini membawa

implikasi hukum terhadap kedudukan keputusan badan/lembaga/majelis

upaya administratif (seperti BAPEK) yang tidak lagi disejajarkan dengan

putusan yudisial lembaga peradilan administrasi tingkat pertama (PTUN). Hal

tersebut menegaskan prinsip bahwa upaya administratif adalah upaya

penyelesaian sengketa didalam lingkungan pemerintah sendiri (eksekutif) dan


76

terlepas dari kekuasaan lain. Sehingga putusan nya bukanlah putusan pro

yustisiil yang dapat disejajarkan dengan putusan Lembaga peradilan. Salah

satu kewenangan BAPEK bedasarkan pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian adalah

memeriksa dan mengambil keputusan banding administratif yang diajukan

oleh PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan

hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat

sebagai PNS oleh pejabat Pembina Kepegawaian dan/atau Gubernur selaku

wakil pemerintah.

Dengan demikian sengketa yang timbul sebagai akibat adanya

pemberhentian PNS bukan karena hukuman disiplin, seperti pemberhentian

yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017

tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yaitu :

a. Pasal 241 adalah pemberhentian karena adanya perampingan

organisasi atau kebijakan pemerintah;

b. Pasal 242 adalah pemberhentian karena dinyatakan tidak cakap

jasmani dan/atau rohani;

c. Pasal 247 adalah pemberhentian karena melakukan tindak pidana

atau penyelewengan;

d. Pasal 250 adalah pemberhentian karena penyelewengan terhadapa

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pemberhentian

karena melakukan tindakan kejahatan jabatan, pemberhentian

dikarenakan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik,


77

pemberhentian karena melakukan tindakan kejahatan pidana secara

berencana;

e. Pasal 256 adalah pemberhentian karena tidak lagi menjabat sebagai

pejabat negara; dan

f. Pasal 257 adalah pemberhentian karena hal lain, misalnya setelah

menjalankan cuti diluar tanggungan negara atau tugas belajar tidak

melaporkan diri.

Hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan ke pengadilan

tata usaha negara (PTUN) karena tidak tersedia penyelesaian melalui upaya

administratif, baik melalui prosedur keberatan atau banding administratif.

Berlakunya Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan , telah membuka peluang terhadap semua sengketa administrasi

pemerintahan untuk dapat diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya

administrasi, yang dapat ditempuh dengan prosedur keberatan dan banding

administratif. Hal tersebut diamanatkan dalam ketentuan pasal 75 ayat 1 dan

ayat 2 Undang Undang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwa

warga masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat

mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan

pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan

melalui keberatan dan banding administratif. Ketentuan ini telah memperluas

kompetensi BAPEK untuk menyelesaikan banding administratif atas

sengketa-sengketa kepegawaian yang akibat adanya pemberhentian PNS


78

bukan karena Hukum disiplin yang sebelumnya merupakan kewenangan

langsung PTUN.

Jika melihat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 Tentang

Badan Pertimbangan Kepegawaian ada prosedur yang harus diikuti oleh

Aparatur Sipil Negara, pada pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian

menyebutkan PNS yang dijatuhi Hukuman disiplin berupa pemberhentian

dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan

hormat sebagai PNS oleh pejabat Pembina kepegawaian atau gubernur selaku

wakil pemerintah dapat mengajukan banding administrative kepada BAPEK.

Ketentuan pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian, terdapat

prosedur yang harus dipenuhi apabila akan mengajukan upaya banding

administratif kepada badan pertimbangan kepegawaian tidak semua hukuman

disiplin dapat diajukan upaya banding administratif kepada Badan

Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). pada pasal 7 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan

Kepegawaian menyebutkan banding administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada BAPEK dan tembusannya

disampaikan kepada pejabat Pembina kepegawaian atau gubernur selaku

wakil pemerintah yang memuat alasan dan/atau bukti sanggahan.

Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur yang kedua itu

adalah banding administratif yang diajukan oleh aparatur sipil negara harus
79

diajukan secara tertulis dan tembusannya disampaikan kepada pejabat

Pembina kepegawaian dan gubernur, dan harus memuat alasan-alasan apa

yang menjadi dasar Aparatur Sipil Negara tidak puas atas surat keputusan

hukuman disiplin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang

menghukum, karena menimbulkan akibat hukum bagi Aparatur Sipil Negara.

disarankan memaparkan bukti sanggahan pada berkas tertulis yang diajukan

kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.

Bukti tersebut akan dipergunakan untuk melawan bukti yang menjadi

dasar pejabat yang berwenang menghukum mengeluarkan surat keputusan

yang memberikan akibat hukum kepada Aparatur Sipil Negara maka dengan

adanya bukti sanggahan tersebut menjadi dasar pertimbangan Badan

Pertimbangan Kepegawaian atas hukuman disiplin yang diterima oleh

Aparatur Sipil Negara. pada pasal 12 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan

Kepegawaian menyebutkan Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan,

BAPEK berwenang meminta keterangan tambahan dari PNS yang

bersangkutan, pejabat, atau pihak lain yang dianggap perlu

Keterangan pasal diatas merupakan bentuk persidangan BAPEK

dalam proses pemeriksaan kehadiran para pihak yang dianggap perlu dapat

dimintai keterangannya guna kepentingan pemeriksaan, agar keputusan yang

dihasilkan oleh BAPEK tidak para pihak. pada pasal 7 ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan

Kepegawaian menyebutkan banding administratif sebagaimana yang


80

dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari, terhitung

sejak tanggal surat keputusan hukuman disiplin diterima.

Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa ada prosedur yang ketiga

yaitu tentang tenggang waktu bagi Aparatur Sipil Negara untuk mengajukan

upaya banding administratif kepada badan pertimbangan kepegawaian hanya

diberi waktu oleh peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2011Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian hanya 14 (empat belas) hari

atau (dua) minggu, setelah surat keputusan hukuman disiplin yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang menghukum diterima oleh Aparatur

Sipil Negara, maka mulai pada hari itu terbuka kesempatan bagi Aparatur

Sipil Negara untuk mengajukan Upaya Banding Administratif kepada Badan

Pertimbangan Kepegawaian. Pada pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan

Kepegawaian menyebutkan Banding Administratif yang diajukan melebihi

tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat diterima

Ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa kesempatan bagi

Aparatur Sipil Negara apabila tidak puas atas hukuman disiplin yang diterima

berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh

pejabat yang berwenang menghukum akan tertutup kesempatan apabila,

dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak ada upaya Banding Administratif

dalam bentuk tertulis atas surat keputusan hukuman disiplin dari pejabat yang

berwenang menghukum tidak diajukan kepada BAPEK, dalam waktu lebih


81

dari 14 (empat belas) hari setelah surat keputusan hukuman disiplin yang

dijatuhi pejabat yang berwenang menghukum telah diterima oleh Aparatur

Sipil Negara. pada pasal 9 (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian

menyebutkan BAPEK wajib memeriksa dan mengambil keputusan dalam

waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diterimanya

banding administrative

Adapun prosedur pengajuan banding administratif kepada badan

pertimbangan kepegawaian (BAPEK) sebagai berikut :

1. Aparatur Sipil Negara dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil yang

dijatuhi hukuman disiplin oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

dan gubernur berupa: pemberhentian dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan

hormat sebagai PNS, dapat mengajukan banding administratif

kepada BAPEK;

2. Adapun waktu yang diberikan untuk banding administratif yaitu

14 (empat belas) hari sejak keputusan hukuman disiplin diterima

atau sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan datang

menerima keputusan penjatuhan hukuman disiplin;

3. banding administratif ditujukan kepada BAPEK dan tembusan

kepada PPK;

4. PPK yang menerima tembusan banding administratif wajib

memberi tanggapan dalam tempo 21 hari kerja;


82

5. banding administratif harus memuat alasan dan bukti-bukti

alasannya, dengan begitu akan menjadi pertimbangan bagi

BAPEK dalam mengeluarkan putusannya;

6. BAPEK harus mengambil keputusan dalam tempo 6 bulan;

7. keputusan BAPEK mengikat dan wajib dilaksanakan;

8. PNS yang sedang mengajukan banding administratif gajinya tetap

dibayarkan sepanjang ASN yang bersangkutan tetap masuk kerja

dan melaksanakan tugas;

9. untuk dapat tetap masuk kerja dan melaksanakan tugas, ASN

yang bersangkutan harus mengajukan permohonan izin kepada

PPK;

10. penentuan dapat atau tidaknya ASN tersebut masuk kerja dan

melaksanakan tugas menjadi kewenangan PPK dengan

mempertimbangkan dampak pelanggaran disiplin yang

dilakukannya terhadap lingkungan kerja, yang ditetapkan dengan

keputusan;

11. PPK dapat mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada

pejabat lain dilingkungannya untuk menetapkan keputusan dapat

atau tidaknya ASN tersebut masuk kerja dan melaksanakan tugas;

12. ASN yang sedang mengajukan banding administratif dan tetap

masuk kerja dan melaksanakan tugas, apabila melakukan

pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang dapat

dikenakan hukuman disiplin, maka PPK membatalkan keputusan


83

tentang izin masuk kerja dan melaksanakan tugas bagi ASN yang

sedang melakukan banding administratif ke BAPEK, kemudian

diikuti dengan penghentian pembayaran gaji;

13. ASN yang mengajukan banding administratif kepada BAPEK

tidak diberikan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, dan

pindah instansi sampai dengan ditetapkannya keputusan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

C. Wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa

kepegawaian setelah Upaya Administratif.

Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki kewenangan untuk

memeriksa dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan tata usaha negara oleh badan atau pejabat tata

usaha negara baik di tingkat pusat maupun daerah. Tugas dan wewenang

tersebut dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dirubah

dengan Undang Undang nomor 9 Tahun 2004 perubahan pertama atas

Undang Undang nomor 5 tahun 1986 dan Undang Undang Nomor 51 Tahun

2009 perubahan kedua atas Undang Undang nomor 5 Tahun 1986.

Hubungan korelasi antara Upaya Administratif dengan Peradilan Tata

Usaha Negara dapat dilihat pada Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menentukan bahwa Dalam

hal suatu badan hukum atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang atau

berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa


84

tata usaha negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus

diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia Sedangkan ayat (2)

mengatur bahwa “Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Perangkat yang mendukung paradigma penyelesaian hukum

administrasi berbasis non litigasi ini dimulai dengan disahkannya Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-

Undang ini mengatur model baru dalam penyelesaian sengketa administrasi

dalam bentuk Upaya Administratif yakni proses penyelesaian sengketa yang

dilakukan dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan masyarakat.

Dengan metode yang baru ini maka Warga Masyarakat yang dirugikan

terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya

Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang

menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan. Upaya

Administratif tersebut dalam bentuk Keberatan yang ditujukan kepada

Pejabat yang menerbitkan Keputusan yang dipersoalkan. Apabila masyarakat

tidak puas dengan hasil keberatan tersebut maka dapat ditempuh upaya

berikutnya yakni Banding kepada atasan Pejabat yang menerbitkan

Keputusan yang dipersoalkan. Jika masyarakat tetap tidak puas dengan hasil

Banding maka dapat menempuh upaya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha

Negara (Pasal 75 dan 76 ).


85

Namun hadirnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan

mengubah kerangka Upaya Administratif tersebut menjadi imperatif, yakni

semua jenis keputusan yang hendak digugat ke PTUN harus terlebih dahulu

menempuh upaya Keberatan dan Banding di instansi masing-masing. Sifat

imperatif penerapan Upaya Administarif tersebut semakin dipertegas dengan

terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah

menempuh Upaya Administratif. Dalam Perma ini diatur bahwa PTUN

berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa

administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2018

mempertegas dan mengunci bahwa Peradilan Tata Usaha Negara menerima

dan memeriksa sengketa administrasi setelah menempuh upaya

administratif.42 Upaya Administrasi yang dimaksud sesuai dengan peraturan

dasar yang mengatur upaya administrasi tersebut.43 Dalam hal peraturan dasar

penerbitan keputusan dan/atau tindakan tidak mengatur upaya administratif,

pengadilan menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.44

Adanya perubahan pola penyelesaian sengketa administrasi yang

menempatkan Pengadilan sebagai jalan terakhir (Primum Remedium) dan

menempatkan pejabat pemerintahan sebagai pilar utama dan pertama

(Ultimum Remedium) dalam merespon gugatan masyarakat dengan sendirinya


42
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2018
43
Ibid Pasal 3 ayat 1
44
Ibid Pasal 3 ayat 2
86

mendorong sistem pemerintahan untuk berbenah. Pola ini mendorong pejabat

pemerintahan dituntut untuk melakukan penguatan dalam berbagai kapasitas.

Pertama, dalam perumusan sebuah keputusan atau kebijakan, pejabat

pemerintahan hendaknya memperkuat kapasitas perencanaannya baik dari

segi yuridis maupun non yuridis. Sebagaimana dalam dalam bagian

pendahuluan dikemukakan bahwa sistem pemerintahan dalam negara

demokrasi menuntut pertanggungjawaban dan respon pemerintah atas

terbitnya sebuah keputusan dan kebijakan.

Pertanggung jawaban tidak dibikin berlarut-larut dengan

melimpahkan sengketa dan persoalan kepada Pengadilan Administrasi.

Selama ini lazim ditemukan sebuah kebijakan atau keputusan cenderung tidak

disiapkan secara matang dan profesional namun pertanggungjawaban atas hal

itu sepenuhnya diserahkan penyelesaiannya ke Pengadilan. Dengan sistem

Upaya Administratif maka pertanggungjawaban atas sebuah kebijakan akan

diselesaikan terlebih dahulu oleh internal pemerintahan masing-masing.

Upaya Administrasi juga dapat dimaknai sebagai bagian dari pengawasan

bagi pejabat pemerintahan. Hal tersebut pada hakikatnya sebagai sarana

pengawasan internal dan perlindungan hukum yang diberikan oleh badan atau

institusi di lingkungan pemerintahan sendiri.

Penguatan kedua adalah kapasitas pejabat pemerintahan dalam

menyiapkan instrument Keberatan dan Banding bagi masyarakat yang hendak

melakukan upaya administratif atas sebuah kebijakan yang dianggap

merugikan mereka. Instrument atau tata cara melakukan Keberatan dan


87

Banding sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Administrasi

Pemerintahan harus segera disiapkan dengan menerbitkan ketentuan yang

berlaku di internal masing-masing birokrasi. Hal ini untuk menunjukkan

keseriusan dan kesungguhan birokrasi pemerintah dalam menerapkan sistem

Upaya Administratif sebagai upaya hukum bagi masyarakat mencari keadilan.

“Keberatan dan banding administrasi merupakan bagian dari upaya hukum

terhadap keputusan pemerintahan”.45 Selain itu untuk menghindari kesan

bahwa Upaya Administrasi hanya tahapan formil semata sebelum dilanjutkan

ke Pengadilan. Adanya kesiapan instrument tersebut juga untuk menunjukkan

bahwa setiap Keputusan atau Kebijakan pemerintah selalu siap

dipertanggungjawabkan apabila terdapat pihak-pihak yang

mempersoalkannya. Kesiapan itu terlihat dari sistem penyelesaian Keberatan

dan Banding yang dituangkan dalam sebuah aturan yang ditetapkan oleh

pimpinan instansi pemerintahan.

Pada saat akan mengajukan gugatan sengketa kepegawaian ke

Peradilan Tata Usaha Negara (baik PTUN maupun PTTUN) ada hal-hal yang

perlu diperhatikan

1. Upaya administratif.

Jika upaya administratif (Keberatan/ Banding Administratif)

tersedia, maka sebelum mengajukan gugatan harus menempuh

upaya administratif yang tersedia, agar gugatan tidak prematur,

45
Paulus Effendi Lolutung, Beberapa Sistem tentang control segi hukum terhadap
pemerintah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993, hlm 19
88

karena jika gugatan prematur akan menyebabkan gugatan tidak

dapat diterima (niet on kelijk verklaark)

2. Tenggang waktu mengajukan gugatan.

Di dalam sengketa tata usaha negara tenggang waktu mengajukan

gugatan ditentukan secara limitatif. Adapun tenggang waktu yang

dimaksud adalah 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya

Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa.

Dengan demikian, diambil kesimpulan bahwa tenggang waktu

gugatan yang disediakan apabila tidak puas terhadap keputusan

upaya administratif, maka dihitung sejak saat diterimanya

keputusan dari Pejabat atau Instansi yang mengeluarkan keputusan

(jika upaya administratif yang tersedia hanya Keberatan), atau

sejak saat diterima keputusan dari Pejabat atasan atau instansi

atasan atau instansi lain yang berwenang (jika upaya administratif

hanya berupa banding administratif saja atau berupa Keberatan dan

Banding Administratif). Jika tenggang waktu tidak diperhatikan

sehingga daluarsa (vriajring) sudah lewat 90 (sembilan puluh)

dapat menyebabkan gugatan tidak dapat diterima (niet on kelijk

verklaark).

3. Gugatan harus ditujukan kepada pengadilan yang berwenang.

Dalam mengajukan gugatan harus dilakukan secara tertulis dan

ditujukan kepada pengadilan yang berwenang, yaitu kepada

pengadilan tempat kedudukan tergugat (actor squitor forum rei).


89

Apabila tergugat lebih dari satu dan berkedudukan tidak dalam satu

daerah hukum, maka gugatan diajukan kepada pengadilan tempat

salah satu tergugat. Sedangkan jika tergugat tidak berada dalam

daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, maka

gugatan dapat diajukan kepada pengadilan tempat kediaman

penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang

bersangkutan. Khusus terhadap tergugat yang berada di luar negeri,

gugatan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Gugatan yang diajukan tidak memperhatikan kompetensi relatif

juga menyebabkan gugatan tidak dapat diterima (niet on kelijk

verklaark)

4. Di dalam sengketa kepegawaian, tuntutan gugatan terhadap

Keputusan Tata Usaha Negara yang menimbulkan terjadinya

sengketa kepegawaian dapat berupa permohonan kepada

pengadilan untuk menyatakan Keputusan tersebut tidak sah atau

batal dan dapat disertai dengan tuntutan ganti kerugian dan/atau

rehabilitasi

5. Apabila Putusan PTTUN masih tidak memberikan kepuasan

kepada PNS yang bersangkutan, maka dalam jangka waktu paling

lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung.

Setelah hal-hal tersebut diperhatikan, maka surat gugatan dapat

diajukan kepada Peratun. Gugatan tersebut haruslah dibuat secara tertulis


90

dengan memuat identitas para pihak, hak gugat (legal standing) yang

menguraikan kedudukan Penggugat dan obyek sengketa, dasar atau alasan

gugatan (fundamentum petendi atau posita), dan amar tuntutan (petitum).

Setelah surat gugatan diajukan ke Peratun yang berwenang melalui

kepaniteraannya dan sudah melalui tahapan penelitian administratif, maka

akan dilakukan rapat permusyawaratan yang dikenal dengan sebutan

dismissal procedur (prosedur yang disederhanakan) dan pemeriksaan

persiapan dalam sidang yang tertutup. Dismissal procedur untuk memeriksa

pokok gugatan apakah merupakan kompetensi Peratun atau tidak, termasuk

juga masalah tenggang waktu mengajukan gugatan, alasan gugatan dan

tuntutan. Tahapan dismissal prosedur ini hanya ada di dalam hukum acara

Peratun dan tidak ditemui di dalam hukum acara perdata.

Pada tahapan dismissal procedur Ketua Pengadilan berwenang untuk

mengeluarkan penetapan dismissal mengenai gugatan dinyatakan tidak dapat

diterima (niet on kelijk verklaark) atau tidak berdasar (niet gegrond). Jika

pada tahap dismissal procedur telah dilewati maka masuk tahapan

pemeriksaan persiapan yang bertujuan untuk menyempurnakan surat gugatan

melalui petunjuk-petunjuk hakim.

Apabila tahapan-tahapan tersebut telah dilalui, maka dilakukan

pemeriksaan persidangan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pembacaan Surat gugatan;

2. Jawaban (yang dapat memuat nota kebenaran/tangkisan/eksepsi);

3. Replik;
91

4. Duplik;

5. Pemeriksaan alat bukti;

6. Kesimpulan para pihak; dan

7. Putusan (vonis).

Apabila para pihak tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat

pertama (PTUN untuk sengketa kepegawaian yang hanya melalui upaya

Keberatan Administratif dan PTTUN untuk sengketan kepegawaian yang

melalui upaya Banding Administratif) dapat mengajukan upaya hukum

banding (appeal) dan apabila masih juga tidak puas dapat mengajukan kasasi.

Namun khusus terhadap obyek sengketa berupa keputusan pejabat daerah

yang hanya berlaku di daerah yang bersangkutan saja tidak dapat diajukan

kasasi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018
    Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018
    Dokumen11 halaman
    Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Kartu Test Masuk Universitas Jambi
    Kartu Test Masuk Universitas Jambi
    Dokumen3 halaman
    Kartu Test Masuk Universitas Jambi
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • UU 51 Tahun 2009-PTUN
    UU 51 Tahun 2009-PTUN
    Dokumen33 halaman
    UU 51 Tahun 2009-PTUN
    theresiadanuarta
    67% (3)
  • Daftar Hadir Panitia
    Daftar Hadir Panitia
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir Panitia
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Surat Tugas FIRDAUS Penelitian
    Surat Tugas FIRDAUS Penelitian
    Dokumen1 halaman
    Surat Tugas FIRDAUS Penelitian
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan Orang Tua
    Surat Pernyataan Orang Tua
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan Orang Tua
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Susunan Acara
    Susunan Acara
    Dokumen2 halaman
    Susunan Acara
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • 378 1091 1 PB
    378 1091 1 PB
    Dokumen19 halaman
    378 1091 1 PB
    Yahya Irianto
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018-1
    Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018-1
    Dokumen13 halaman
    Laporan Pelaksanaan Kegiatan Maru2018-1
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • BAB I Analisis
    BAB I Analisis
    Dokumen4 halaman
    BAB I Analisis
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bahan Ajar - Akuntansi Manajemen
    Bahan Ajar - Akuntansi Manajemen
    Dokumen82 halaman
    Bahan Ajar - Akuntansi Manajemen
    Arham Nawawi
    100% (1)
  • Soal Ujian SPM
    Soal Ujian SPM
    Dokumen1 halaman
    Soal Ujian SPM
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Pengumpulan Materi Mata Kuliah-1
    Pengumpulan Materi Mata Kuliah-1
    Dokumen200 halaman
    Pengumpulan Materi Mata Kuliah-1
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 8 Akbi
    Bab 6 8 Akbi
    Dokumen37 halaman
    Bab 6 8 Akbi
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • DATA SPM
    DATA SPM
    Dokumen106 halaman
    DATA SPM
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Laporan Seminar
    Laporan Seminar
    Dokumen19 halaman
    Laporan Seminar
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • DD Herlina
    DD Herlina
    Dokumen1 halaman
    DD Herlina
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • BAB I Analisis
    BAB I Analisis
    Dokumen4 halaman
    BAB I Analisis
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • ABSEN
    ABSEN
    Dokumen9 halaman
    ABSEN
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Dokumen2 halaman
    ABSTRAK
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen4 halaman
    Bab V
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Amplop Nyayu
    Amplop Nyayu
    Dokumen3 halaman
    Amplop Nyayu
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bahan Ajar SPM
    Bahan Ajar SPM
    Dokumen2 halaman
    Bahan Ajar SPM
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Modul SPM
    Modul SPM
    Dokumen102 halaman
    Modul SPM
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen30 halaman
    Bab I
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen36 halaman
    Bab Ii
    Nyayu Fadilah Fabiany
    Belum ada peringkat