Salah satu Al-Asma’ul Husna (nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha
pentingnya permasalahan ini sehingga terlebih dahulu agar dipahami rambu-rambu dalam
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
َغفُورًا َحلِي ًما َض أَ ْن تَ ُزواَل َولَئِ ْن زَ الَتَا إِ ْن أَ ْم َس َكهُ َما ِم ْن أَ َح ٍد ِم ْن بَ ْع ِد ِه إِنَّهُ َكان
َ ْت َواأْل َر ُ إِ َّن هللاَ يُ ْم ِس
ِ ك ال َّس َم َوا
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika
keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Fathir: 41)
ش ْال َك ِر ِيم
ِ ْض َو َربُّ ْال َعر
ِ ْاأْل َر
(yang artinya): “Tiada sesembahan yang benar kecuali Allah yang Maha Agung dan Yang Maha
Penyantun, tiada sesembahan yang benar kecuali Allah Rabb Arsy yang agung,
tiada sesembahan yang benar kecuali Allah Rabb sekalian langit-langit dan Rabb bumi serta
MAKNA AL-HALIM
Ibnu Faris rahimahullahu menjelaskan bahwa huruf ha’ ()ح, lam ()ل, dan mim ( )مpunya
tiga makna dasar. Yang pertama adalah bermakna tidak terburu-buru. Lawan dari kata thaisy (
ٌ )طَيْشyang berarti ringan tangan atau mudah berbuat. (Mu’jam Maqayis Al-Lughah)
ْ adalah yang memiliki sifat penyantun yang sempurna, yang sifat santun-Nya mencakup
)ال َحلِي ُم
juga orang-orang kafir dan fasiq serta ahli maksiat. Dia menahan hukuman-Nya untuk segera
ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat zalim, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi
mereka tempo agar mereka bertaubat. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak lalai bila mereka
tetap berbuat dosa dan terus-menerus dalam sikap melampaui batas serta tidak kembali.
nikmat lahir maupun batin walaupun mereka berbuat maksiat dan banyak kesalahan. Maka,
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak segera membalas orang-orang yang bermaksiat karena
kemaksiatan mereka, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi mereka waktu agar mereka
ْ adalah yang
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras mengatakan: “Al-Halim ( )ال َحلِي ُم
memiliki sifat penyantun yang sempurna, yang mencakup orang kafir, munafik, dan ahli maksiat.
Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi mereka tempo dan tidak segera menghukum
segera menghukum mereka dengan sebab dosa-dosa mereka selepas dilakukan oleh mereka.
Karena, dosa-dosa itu mengharuskan adanya akibat berupa hukuman yang segera dan bermacam-
macam. Akan tetapi kesantunan Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah yang membuat-Nya
اس بِ َما َك َسبُوا َما تَ َركَ َعلَى ظَه ِْرهَا ِم ْن دَابَّ ٍة َولَ ِك ْن يُ َؤ ِّخ ُرهُ ْم إِلَى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَإ ِ َذا َجا َء أَ َجلُهُ ْم فَإ ِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ِعبَا ِد ِه
َ ََّولَوْ يُؤَ ا ِخ ُذ هَّللا ُ الن
صيرًا
ِ َب
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya niscaya Dia tidak akan
meninggalkan di atas permukaan bumi satu mahluk melata pun. Akan tetapi Allah
menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu. Maka apabila datang ajal
mereka, sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Fathir: 45)
Di antara buah mengimani nama Allah Al-Halim adalah kita mengetahui betapa besar
besar pula kasih sayang-Nya, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tempo kepada
hamba-hamba-Nya untuk bertaubat. Dalam tempo itu pun Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap
berikan karunia-Nya kepada mereka. Tentu hal ini menuntut kita untuk tahu diri dan banyak
mensyukuri nikmat-Nya. Kalaulah bukan karena sifat penyantun-Nya niscaya kita telah binasa
dihukum-Nya. Tidakkah ini disadari oleh kita semua dan semua yang jatuh dalam maksiat atau
kekafiran sehingga segera bertaubat sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala jatuhkan tempo
[2:255] Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa
yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya?
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi
langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
[2:235] Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.
Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk ber-akad nikah, sebelum habis 'iddahnya.
Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
3. QS. Al-Baqarah [2] : ayat 263
[2:263] Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
[3:155] Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan
itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah
mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka.
[4:12] Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan
yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing
dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah
[5:101] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyaikan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyaikan di waktu
Al Qur'an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang
[22:59] Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang
mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
[64:17] Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat
gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi
Maha Penyantun.
34. Al-Adzim (Maha Agung)
Menjadi orang yang besar, mulia dan luhur adalah cita-cita setiap orang. Akan tetapi
banyak yang salah mengartikan mengenai besar, mulia dan luhur tersebut. Orang yang besar
dalam pikiran kita identik dengan orang yang mempunyai harta kekayaan berlimpah, mempunyai
mobil dan motor mewah, dan dikenal oleh banyak orang. Sehingga kebanyakan manusia
berlomba untuk mendapatkan harta kekayaan dan pujian karena mengira dengan mempunyai
harta kekayaan mereka bisa menjadi orang besar yang dikenal banyak orang, begitu pula dengan
mulia dan luhur akal kita karena sudah terbiasa mengidentikan segala sesuatu dengan materi
sehingga orang yang mulia dan luhur diartikan sebagai orang yang mempunyai pangkat yang
Namun pada kenyataannya tidak semua orang yang mendapatkan harta kekayaan
tersebut, dan tidak semua orang mendapatkan pangkat atau jabatan yang tinggi, karena Allaah
memberikan kekayaan, memberikan pangkat dan jabatan tidak untuk semua orang. Bayangkan
saja jika semua orang menjadi kaya, tidak akan ada sebutan si kaya dan si miskin, begitu pula
dengan pangkat, tidak diberikan kepada semua orang karena jika diberikan kepada semua orang
tidak akan ada bedanya antara pejabat dan rakyat, akan tetapi meskipun sudah mengetahui begitu
keadaannya manusia tetap berlomba-lomba untuk menumpuk harta kekayaan karena ingin
menjadi orang yang besar, mulia dan dianggap luhur juga, dan karena sibuk berlomba-lomba
dalam mengumpulkan harta kekayaan akhirnya manusia lupa terhadap kewajiban untuk
mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Rahmaan yang telah menciptakan, memberikan rejeki dan
berlomba-lomba dalam harta kekayaan. Bahkan ada satu surat yang mungkin kita sering baca,
dan dalam surat itu begitu jelas melarang kita untuk bermegah-megahan atau berlomba-lomba
dalam hal harta kekayaan, tidak lain tidak bukan surat itu adalah :
Surat At-Takatsur, Allah berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu
masuk ke dalam kubur, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu,
jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin,
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-
Surat At-Takatsur ini merupakan surat yang bisa dibilang sering dibaca oleh imam dalam
shalat berjamaah, bahkan anak-anak yang baru duduk di sekolah dasar pun tak sedikit yang hafal
surat yang merupakan juz amma, seharusnya jika sesuatu hal sering dibaca atau sering diulang
sudah tentu akan mudah dihafal seperti jika kita mendengarkan suatu lagu jika kita sering
mendengarnya tentu kita akan menghafal liriknya bagaimana, bahkan bagi para pemusik akan
mengetahui dimana nada-nadanya. Namun lain lagu lain pula Al-Qur’an, begitu sering dibacakan
bukan membuat manusia mendekatkan diri kepada Tuhan dan meninggalkan kesenangan juga
kemewahan tapi malah berbuat sebaliknya, dan penyebab semua itu terjadi tidak lain dan tidak
bukan, manusia pada saat ini telah kehilangan isi hati, dan isi hati tersebut tidak lain dan tidak
bukan adalah keimanan, mungkin diantara kita ada yang merasa tersinggung ataupun tidak
merasa bahwa telah kehilangan isi hati, jika belum merasa bahwa telah kehilangan isi hati.
Coba renungkan dan tanyakan kepada diri kita sendiri, tanyakan kepada hati, apakah kita
telah ridha bahwa Allah menjadi Tuhan kita?, apakah kita telah ridha Islam menjadi agama kita?,
apakah kita telah ridha bahwa Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasalam menjadi Nabi dan Rasul
Jika dalam mulut saja mungkin kita bisa mengatakan bahwa kita telah ridha bahkan
kalimat tersebut mungkin sering kita bacakan atau sudah hafal di luar kepala, tapi sayangnya
Allah tidak butuh hafalan dari kita melainkan amalan dari ilmu pengetahuan yang telah kita
hafalkan, karena setiap ilmu yang kita ketahui tapi tidak kita amalkan tidak ada bedanya dengan
yahudi, tapi jika kita melakukan suatu amal perbuatan tapi tidak berdasarkan ilmu sama hal nya
dengan nasrani.
Jika masih belum merasa isi hati kita telah hilang mari kita renungkan baik-baik
mengenai kalimat ridha terhadap Allaah, Islam, Rasul dan Al-Qur’an tadi. Ridha adalah satu kata
yang memiliki banyak arti, diantaranya adalah ikhlas, rela menerima dan bersedia untuk
memenuhi permintaan, baik itu perintah ataupun larangan, dan ridha ini adalah merupakan buah
dari cinta kita kepada sesuatu. Contoh jika kita mencintai pasangan kita baik itu suami ataupun
istri, sudah tentu kita rela melakukan apapun yang diperintahkan oleh pasangan kita, dan kita pun
akan rela menjauhi larangan meski sebenarnya kita menyukai hal yang dilarang oleh pasangan
kita. Sepatutnya dan selayaknya apa yang diperintahkan oleh Allaah lebih kita dahulukan
daripada perintah siapapun, perintah Allah dalam agama Islam yang disampaikan oleh insan
pilihan yang bernama Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasalam pun harus kita amalkan dalam
kehidupan sehari-hari, jangan hanya berada dalam kepala saja tapi tidak sampai ke hati, yang
bisa mengakibatkan pinter keblinger dan akhirnya menjadi lupa diri dan lupa kepada Ilahi,
sekarang coba renungkan pertanyaan pertanyaan tadi, sudahkah kita benar-benar menjalankan
perintah yang telah diperintahkan oleh Allaah yang Maha Gagah?, atau hanya sekedar dalam
ucapan saja untuk membuat bibir kita basah, mengaku-ngaku beriman padahal belum beriman
Satu contoh kecil dalam hal dunia pendidikan yang lebih menuruti aturan pemerintah dan
sekolah ketimbang aturan Allaah yang penuh berkah dan hikmah kebaikan di dalamnya, seragam
yang dikenakan oleh para siswa dan siswi, jadwal pelajaran agama jauh lebih sedikit daripada
jadwal pelajaran matematika. Padahal kita mengakui semua bahwa dunia ini hanya sementara,
tapi kenapa ilmu dunia yang sementara lebih banyak dipelajari daripada ilmu agama untuk bekal
beribadah kepadaNYA yang akhirnya akan menjadi bekal kita di akhirat sana? Dan hasil
daripada itu kebanyakan manusia lebih banyak hitung menghitung dalam melakukan sesuatu
termasuk amal shalih, padahal jika dihitung karunia Allaah yang diberikan kepada manusia
sungguh ibadah seribu tahun pun tak akan mampu untuk membayar setiap kedipan mata kita. Hal
kecil lain yang kita sering kali sepelekan dalam kehidupan adalah ketika datang panggilan Tuhan
untuk mendirikan jalan kebahagiaan, tak sedikit di antara kita yang masih sibuk dengan
memenuhi panggilan Tuhan untuk mendirikan jalan kebahagiaan yang akan menjadi pencegah
perbuatan keji dan munkar bagi para hambaNYA yang berhasil mendirikan shalat dalam
kehidupannya. Alhasil daripada menyepelekan panggilan Tuhan untuk mendirikan shalat, tak
sedikit kasus murid yang berani melawan gurunya bahkan sampai berani menghilangkan nyawa
gurunya, seperti inikah didikan-didikan untuk para generasi muda yang merupakan generasi
penerus disaat yang tua sudah tiada?, jika pendidikan terus menerus seperti ini niscaya manusia-
manusia akan tetap seperti ini keadaannya, banyak manusia yang menjadi intelektual tapi tak
bermoral.
Hal yang lebih memalukan dan memilukan lagi adalah penjualan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan harga yang sedikit yang banyak dilakukan orang-orang yang mengaku memiliki
pemahaman terhadap agama Tuhan dan berjalan sesuai tuntunan yang Rasul ajarkan, padahal
Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam sama sekali tidak mengambil keuntungan sepeser pun
dari penyampaian ajaran yang beliau lakukan kepada umatnya, justru beliau menghabiskan harta
kekayaannya untuk biaya menyebarkan ajaran agama Islam yang merupakan keselamatan bagi
seluruh alam, bukan seperti keadaan sekarang yang menjadikan ceramah dan majelis ilmu
sebagai perniagaan untuk mencari kehidupan. Dan kemungkinan penyebab besar dari perniagaan
dalam menyampaikan amanat Tuhan adalah pemungutan biaya di setiap lingkungan pendidikan
yang mengajarkan agama, sehingga para generasi muda berpikir karena dia mendapatkan
ilmunya dengan membayar maka dia pun harus mendapatkan uang dari ilmunya yang ia bayar.
Karena keadaan saat ini terus menerus berhubungan dengan materi maka pantas saja akal pikiran
kita berpikir bahwa orang yang besar, orang yang mulia dan luhur adalah orang yang mempunyai
harta kekayaan dan kekuasaan, padahal sudah kita ketahui semua bahwa manusia paling besar,
manusia paling mulia dan luhur budi pekertinya adalah Rasulullaah Muhammad shalallaahu
‘alaihi wasalam, tapi kenapa kita tidak meneladani beliau? padahal kita mengaku umat beliau.
Kenapa kita tidak mengamalkan cara da’wah beliau yang tidak meminta sepeser pun dari apa
yang beliau sampaikan? Kenapa kita tidak bertawadhu dengan apa yang kita miliki dan akan
kembali kepada Ilahi, padahal yang kita banggakan dalam bentuk rumah megah, tak lebih dari
sekedar tumpukan pasir, tanah, dan besi, atau mobil mewah yang hanya sekedar bentukan dari
besi-besi. Sungguh demi Allaah kita telah tertipu dengan kehidupan dunia yang seharusnya kita
tak mencintai dunia karena itu adalah merupakan dosa besar sebagaimana yang diterangkan oleh
si terkutuk musuh manusia iblis dalam dialognya dengan Rasul kita bahwa orang yang mukhlis
adalah orang yang sudah tidak menyukai harta benda dan juga tidak suka untuk dipuji-puji oleh
manusia. Bahwa cinta dunia adalah dosa paling besar, cinta akan kedudukan juga dosa yang
paling besar, maka pantas saja dalam surat At-Takatsur tadi Allah mengingatkan manusia supaya
jangan saling membanggakan diri akan banyaknya harta dan anak-anak karena itu akan
mencelakakan dirinya.
Alasan kenapa kita tidak mampu meneladani beliau karena kita tidak menjaga diri dari
hal-hal yang dilarang oleh Allah. Alasan kita tidak menjaga diri terhadap apa yang dilarang oleh
Allah adalah karena kita tidak takut terhadap Allah. Alasan kita kenapa tidak takut kepada Allah
adalah karena kita tidak mengetahui siapa Allah. Alasan kita kenapa tidak mengetahui siapa
Allah adalah karena kita tidak mempelajari ilmu Tauhid yang merupakan fondasi dalam agama,
dua kalimat syahadat diucapkan tapi tidak diamalkan. Inilah kemungkinan besar yang menjadi
faktor rusaknya keyakinan agama Islam bagi kebanyakan orang. Dimana tiang didirikan sebelum
fondasi benar-benar kuat, yang akibatnya ketika bangunan semakin tinggi berdiri tapi fondasi
tidak kuat, maka sudah bisa diprediksi bangunan tadi akan ambruk kembali dan jika mau
Kebesaran, kemuliaan dan keluhuran sebenarnya semua orang sudah mempunyai modal
agar bisa menjadi seorang yang telah dicontohkan Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasalam, jika
belum menyadari modal-modal apa saja yang diberikan oleh Allah kepada semua manusia, tidak
lain tidak bukan adalah panca indera, akal dan hati yang harus digunakan untuk melawan hawa
nafsu yang selalu memburu dan menyuruh untuk menuruti apa yang disukai oleh hawa nafsu dan
si terkutuk itu.
Peribahasa orangtua zaman dulu mengatakan “jangan melihat apa yang bukan hak nya
untuk dilihat, jangan menyentuh apa yang bukan hak nya untuk disentuh, jangan memakan apa
yang bukan hak nya untuk dimakan”, namun pada kenyatannya karena isi hati telah hilang dalam
manusia, mata yang seharusnya dijaga dari apa yang tidak halal untuk dilihat justru dianggap
sebuah ni’mat padahal dari sanalah jebakan si terla’nat dibuat tangan yang seharusnya dijaga dari
menyentuh hal-hal yang haram, kenyataannya tak sedikit pemuda-pemudi yang mengaku
beragama Islam duduk berduaan, bercengkraman padahal itu diharamkan. Begitu juga perut yang
seharusnya diisi dengan makanan yang dihalalkan justru malah diisi dengan makanan dari hasil
mengurangi timbangan, dari hasil menipu orang, dari hasil riba yang merugikan orang. Jika
keadaan sudah seperti ini maka hati yang harusnya bersih agar bisa menerima Nur Ilahi malah
terkotori karena dosa-dosa tadi, dan karena terus dibiarkan akhirnya si hati menjadi kelam, dan
pada akhirnya hawa nafsu yang dibantu syaithan berkuasa pada tubuh manusia yang sudah gelap
hatinya.
berbeda dengan mata yang hatinya diliputi oleh cahaya dari Yang Maha Kuasa yang senantiasa
mampu melihat suatu hikmah kebaikan meskipun dalam hal-hal yang menyakitkan,
pandangannya akan terasa menyejukkan, tidak ada pandangan untuk saling menghancurkan.
Tangan pun tak akan menyentuh tubuh yang haram karena takut hati menjadi keruh terlebih lagi
jika mengingat hadits dimana beliau shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Seandainya kepala
seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang
Harta kekayaan dan kedudukan dapat menjadikan seorang manusia menjadi besar, tapi
hanya sementara, jika sudah habis harta dan sudah berakhir masa jabatannya, orang itu pun akan
kembali tidak dipandang. Berbeda dengan manusia yang besar karena mampu menyalakan Nur
Ilahi dalam hati yang mampu menerangi, panca indera dan akalnya sebagaimana Rasulullaah
shalallaahu ‘alaihi wasalam. Begitu hebatnya ciptaan Allaah dalam kekayaan dan kedudukan
yang membuat seorang manusia diagung-agungkan meski hanya sementara, dan juga manusia
yang diagunkan karena akhlak mulia sebagaimana Rasul kita semua, sehingga pantaslah Allah
memiliki Asmaul Husna Al-‘Azhiim yang artinya Yang Maha Agung, sebagaimana tercantum
dalam ayat Al-Qur’an Kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan
[2:173] Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Makna al-Aghfur secara bahasa :
Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya
yang berarti memaafkan perbuatan dosa dan tidak menghukumnya, asal maknanya: menghapus
dan menghilangkan.
makhluk-Nya, serta tidak memberikan siksaan kepada orang yang pantas (mendapatkannya).
Al-Ghafur adalah zat yang maha menghapuskan dosa-dosa dan memaafkan perbuatan-
perbuatan maksiat.
“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pema’af lagi Maha Pengampun” (QS al-Hajj:60).
Beliau berkata, “Artinya: Dia maha memaafkan orang-orang yang berbuat dosa, dengan tidak
menyegerakan siksaan bagi mereka, serta mengampuni dosa-dosa mereka. Maka Allah
menghapuskan dosa dan bekas-bekasnya dari diri mereka. Inilah sifat Allah Ta’ala yang tetap
dan terus ada pada zat-Nya (yang maha mulia), dan inilah perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka
maafkanlah aku”.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an Allah menggandengkan nama ini dengan nama-Nya yang lain
yaitu “al-Ghafur” (maha pengampun), seperti dalam ayat di atas, demikian pula dalam surat an-
“Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun” (QS an-Nisaa’:99).
Kedua nama Allah yang maha indah ini memang memiliki makna yang hampir sama, meskipun
demikian, kedua nama Allah ini jika disebutkan sendiri-sendiri maknanya mencakup keseluruhan
arti tersebut.
Sifat “memaafkan” dan “mengampuni” ini adalah termasuk sifat-sifat yang tetap dan terus-
menerus ada pada dzat Allah (yang Maha Mulia). Dan senantiasa pengaruh (baik) sifat-sifat ini
meliputi semua makhluk-Nya di siang dan malam hari. Karena sifat “memaafkan” dan
“mengampuni” (yang dimiliki)-Nya meliputi semua makhluk, dosa dan perbuatan maksiat.
Padahal, mestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia menjadikan mereka
ditimpa berbagai macam siksaan, akan tetapi pemaafan dan pengampunan-Nya menghalangi
{ فإذا جاء أجلهم فإن هللا كان،الناس بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة ولكن يؤخرهم إلى أجل مسمى
َ ولو يؤاخذ هللا
}بعباده بصيرا
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan (dosa) mereka, niscaya
Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun, akan
tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu; maka apabila
datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-
Nya” (QS Faathir:45).
Inilah kesempurnaan pemaafan-Nya, yang kalau bukan karena itu niscaya Dia tidak akan
Senada dengan ayat di atas, dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak ada satupun yang lebih bersabar menghadapi gangguan (celaan) yang
didengarnya melebihi Allah Ta’ala. Sungguh orang-orang (kafir) telah menyekutukan-Nya dan
mengatakan (bahwa) Dia mempunyai anak, (tapi bersamaan dengan itu) Dia tetap
1. Yang pertama: pemaafan-Nya yang (bersifat) umum bagi semua orang yang berbuat maksiat,
dari kalangan orang-orang kafir maupun yang selain mereka. (Yaitu) dengan tidak menimpakan
siksaan yang telah ada sebab-sebabnya, yang seharusnya menjadikan mereka terhalangi dari
kenikmatan (duniawi yang mereka rasakan), padahal mereka menentang-Nya dengan mencela-Nya
(menisbatkan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya), menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai
macam penyimpangan lainnya. (Bersamaan dengan itu) Allah (tetap) memaafkan (menangguhkan
siksaa-Nya), memberi rezki dan menganugerahkan berbagai macam nikmat (duniawi) lahir dan batin
kepada mereka.
2. Yang kedua: Pemaafan dan pengampunan-Nya yang (bersifat) khusus bagi orang-orang yang
bertaubat, yang meminta ampun, yang berdoa dan menghambakan diri (kepada-Nya), demikian
pula bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat-Nya) dengan musibah-musibah yang menimpa
mereka. Maka semua orang yang bertaubat kepada-Nya dengan tobat yang nashul, maka Allah
akan mengampuni dosa apapun yang dilakukannya, (baik itu) kekafiran, kefasikan maupun maksiat
(lainnya). Semua dosa tersebut termasuk dalam (keumuman) firman Allah Ta’ala,
{}قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم ال تقنطوا من رحمة هللا إن هللا يغفر الذنوب جمي ًعا إنه هو الغفور الرحيم
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Memahami nama Allah yang maha agung ini merupakan pintu utama untuk mencapaI
kedudukan yang tinggi (di sisi-Nya), khususnya jika (setelah memahaminya dengan baik) kita
berusaha untuk merealisasikan kandungan dan konsekwensi yang terkandung dalam nama ini.
selalu bertobat, mengharapkan pengampunan dan tidak berputus asa (dari rahmat-Nya), karena
Allah Ta’ala Maha Pema’af lagi Maha Pengampun, sangat mudah bagi-Nya untuk mengampuni
dosa (hamba-hamba-Nya) bagaimanapun besarnya dosa dan maksiat tersebut. Maka seorang
hamba senantiasa berada dalam kebaikan yang agung selama dia selalu meminta pemaafan dan
Cobalah renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut ini:
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah
Ta’ala berfirman, “Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: “Ya Allah
ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia
meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan membalas perbuatan
dosa”. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa,
“Ya Tuhanku ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa,
sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan membalas
perbuatan dosa”. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu
berdoa, “Ya Tuhanku ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah
berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan
membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu (wahai hamba-Ku), maka sungguh Aku telah
mengampunimu”[14]. Yaitu, “Selama kamu terus bertaubat, memohon dan kembali (kepada-
Ku)”.
Beliau berkata: “Artinya: Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan bagi hamba-
hamba-Nya yang beriman, dengan memudahkan dan meringankan syariat-Nya bagi mereka,
dengan Dia mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak
Dan termasuk (bentuk) pemaafan dan pengampunan-Nya adalah dengan Dia membukakan pintu
taubat dan kembali kepada-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan dia menyeru
Juga termasuk (bentuk) pemaafan dan pengampunan-Nya adalah bahwa seandainya seorang
mukmin datang menghadap-Nya (di akhirat nanti) dengan membawa dosa sepenuh bumi, tapi dia
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan memberikan pada hamba-Nya itu
Termasuk (bentuk) pemaafan-Nya adalah bahwa perbuatan baik dan amalan shaleh bisa
(QS Huud:114).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ikutkanlah perbuatan buruk dengan
perbuatan baik, maka niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan buruk
tersebut.
Demikian juga termasuk (bentuk) pemaafan-Nya adalah bahwa semua musibah yang menimpa
seorang hamba pada diri, anak maupun hartanya, (itu semua) akan menghapuskan dosa-dosanya,
khususnya jika hamba itu mengharapkan pahala (dari) musibah tersebut dan menunaikan sikap
Dan termasuk (bentuk) pemaafan-Nya yang agung adalah bahwa hamba-Nya selalu menentang
(perintah)-Nya dengan (melakukan) berbagai macam maksiat dan dosa besar, tapi Dia selalu
berlaku lembut dan memberikan maaf-Nya kepadanya, kemudian dia melapangkan dada hamba-
Nya itu untuk bertobat (kepada-Nya), lalu Dia menerima taubatnya. Bahkan Allah Ta’ala
bergembira dengan taubat hamba-Nya padahal Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji, tidak akan
memberi manfaat bagi-Nya ketaatan orang-orang yang taat, sebagaimana tidak akan merugikan-
KESIMPULAN
Sesungguhnya pintu-pintu pemaafan dan pengampunan-Nya senantiasa terbuka (lebar), dan Dia
senantiasa dan selalu bersifat maha pemaaf dan pengampun. Sungguh Dia telah menjanjikan
“Dan sesungguhnya Aku benar-benar Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman,
memuliakan kita dengan pengampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun.