Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS

Disusun Oleh:

Yunikah

Yuli Fitria
Nurmiyati

Ade Esa Rany

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula
spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada
kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia
balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial
terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia
6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4
tahun(Betz & Sowden, 2009). Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali
dan di obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan
memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak
responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area
iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di
otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran
dan defisit motorik lokal. Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala
awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar dari
komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang
pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi
pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014). Infeksi fulminan akut terjadi pada
sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan
tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara mendadak, kematian dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013). DataWorld Health
Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317
dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus
meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari
Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-
2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20%
meninggalkan gejala sisa neurologis. Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi.
Meningitis di Indonesia merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17
(0,8%) setelah malaria.Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari- 11 bulan dengan
urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis
penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah
Necroticans EnteroColitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008). Berdasarkan penelitian
yang di lakukan Shinta (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan, anak yang mengalami
kematian karena meningitis (42,16%), dari 102 kasus yang ditemukan terdapat penderita
meningitis Purulenta (43,1%) sedangkan penderita meningitis Serosa (56,9%) dan penderita
paling banyak yaitu usia nol sampai kurang dari lima tahun (58,8%). Penelitian Arydina, dkk
(2014) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta melaporkan bahwa Bacterial Meningeal Score
merupakan indikator yang baik untuk menilai meningitis bakteri pada bayi dan anak karena
memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga negatif, nilai praduga positif, likelihood ratio
positif dan likelihood ratio negatif yang tinggi. Parameter BMS berdasarkan kriteria WHO.
Skor BMS berkisar antara 0–6.

Pasien berdasarkan BMS dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu BMS <2yang artinya
pasien mempunyai risiko rendah untuk menderita meningitis bakteri dan BMS ≥2 yang artinya
pasien mempunyai risiko tinggi untuk menderita meningitis bakteri. Hasil pemeriksaan BMS
tersebut di dapatkan meningitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak usia 1-5 tahun dengan
perbandingan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Terdapat 15 dari 31 subjek datang dengan penurunan kesadaran dan rangsangan meningeal
positif. Tanda meningeal pada kelompok curiga meningitis 17/31 dan pada kelompok
meningitis bakteri adalah 8/12. Sedangkan Relontina, dkk (2014) menemukan di RS. Elizabet
Medan,Proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan pekerjaan orang tua yang tertinggi
adalah wiraswasta yaitu 25 orang (28,1%), pekerjaan orang tua lain-lain yaitu (6,7%)
diantaranya adalah dokter, sopir, serta bidan dan proporsi terendah adalah yang bekerja sebagai
bidan yaitu 1 orang (1,1%). Selain itu juga di laporkan bahwa penderita meningitis purulenta

terbanyak pada anak laki-laki (71,9%) dan penderita meningitis Serosa lebih tinggi pada
perempuan (52,6%). Kejadian meningitis paling tinggi terjadi pada pasien dengan riwayat Tb
Paru (30,3%), gejala yang paling sering terjadi adalah demam (52,8%), kejang (29,2%) dan
terendah adalah diare (4,5%).

Monita, ddk (2012) menemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 orang anak (1,1%)
mengalami meningitis yang merupakan komplikasi dari pneumonia. Sedangkan data di RSUP
Dr. M. Djamil padang yang di dapat melalui data Rekam Medis,pada tahun 2014 terdapat 96
orang pasien anak dengan meningitis dan pada tahun 2015 terdapat 73 orang anak dengan kasus
meningitis.

Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada pasien meningitis
perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering
cheyne-Stokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di lakukan secara cermat untuk
mencegah komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak dengan
kompres hangat dan nilai status hidrasi pada anak (Ngastiyah, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis serta masih perlunya
asuhan keperawatan yang komprehensif untuk kesembuhan pasien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah “Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus meningitis.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis

1. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula
spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi & Yuliani, 2010).

2. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya


antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.

• Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis ini
biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti
gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme
pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan
otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung
pada jenis sel yang terlibat. 8 Poltekkes Kemenkes Padang
• Sepsis/ Meningitis Purulenta Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di
sebabkan oleh organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria
meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa),
dan haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).
• Tuberkulosa Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich
& McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya
selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis,
meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.

3. Penyebab

Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari
peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain.

Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :

• Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam
saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan 9 Poltekkes Kemenkes Padang
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada
anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium
tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
• Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi manusia
(HIV).
• Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
• Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak yang
mendapat obat-obatan imunosupresi.
• Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan

4. Patofisiologi

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial.
Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada
blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur
pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea
akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara
Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat
melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF
dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel,
edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan
menimbulkan Hidrosefalus.

5. Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan kesadaran,
resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit.

1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital
secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2.
Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu
pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine.
Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang
tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan
dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat hasil
observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan
pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan
cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9%
dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap
mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk
memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut (jangan
berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah
membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma
matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan
pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien
berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar.
B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :

a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur,jenis
kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke,
jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa
sakit kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak mengalami
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat
penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis
tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu
pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu
pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil.
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Pada pasien dengan meningitis
organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori,
fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami
masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, gangguan
kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai
kemampuan sesuai dengan tahapan usia.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar
antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15)
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya
normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-
37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12
bulan-< 40x/menit).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang lebih
besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan
meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan
lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak.
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil biasanya
tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-
tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan
alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan meningitis
pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh infeksi
E.colli.
8) Dada

a) Thoraks

1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.


2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak
ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

b) Jantung

penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung yang
terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).

9) Kulit

Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai
ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat
peningkatan kehilangan cairan.

10) Ekstremitas

Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak
mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.

11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.

12) Pemeriksaan saraf kranial

• Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
• Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.
• Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang
tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya.
• Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
• Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
• Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
• Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
• Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi
serta indra pengecap normal.

13) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada
alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan atau hemiparise.

14) Pemeriksaan ransangan meningeal

a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda Brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d hasilnya fleksi
lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :


• Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3
(normal : < 6/µL).
• Pewarnaan gram CSS
• Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal.
(normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
• Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.
2) Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan
untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan
leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada
penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai
trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.
(leukosit normal : 5000-10000/mm3 , trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3 , Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-
18gr/dl).
• Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).

3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit

• Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+
) naik, kalium serum (K+ )turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L, K+ normal
: 3,5-5,1 mmol/L).
• Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH

4) Pemeriksaan kultur

• Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.


• Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
• Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis meningitis
namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor resiko. CT
scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya
2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema pada otak.

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi.

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan


kesadaran

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Resiko ketidakefektifan a. Status sirkulasi Terapi oksigen


perfusi jaringan serebral
1) Tekanan darah sistol 1. Periksa mulut, hidung, dan
Faktor resiko sekret trakea
2) Tekanan darah diastol
a. Gangguan 2. Pertahankan jalan napas
3) Tekanan nadi
serebrovaskuler yang paten
b. penyakit 4) PaO2 (tekanan parsial
3. Atur peralatan oksigenasi
neurologis. oksigen dalam darah arteri)
4. Monitor aliran oksigen
5) PaCO2 (tekanan parial
karbondioksida dalam darah 5. Pertahankan posisi pasien
arteri
6. Observasi tanda-tanda
6) Saturasi oksigen Hipoventilasi

7) Urine output 7. Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi.
8) Capillary refill.
Manajemen edema serebral 1.
b. Status neurologi
Monitor adanya kebingungan,
1) Kesadaran perubahan pikiran, keluhan
pusing, pingsan
2) Fungsi sensorik dan
motorik kranial 2. Monitor tanda-tanda vital

3) Tekanan intrakranial
4) Ukuran pupil 3. Monitor karakteristik
cairan serebrospinal : warna,
5) Pola istirahat-tidur
kejernihan, konsistensi
6) Orientasi kognitif
4. Monitor status pernapasan:
7) Aktivitas kejang frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan, PaO2,PaCO2, pH,
8) Sakit kepala.
Bicarbonat

5. Catat perubahan pasien


dalam berespon terhadap
stimulus

6. Berikan anti kejang sesuai


kebutuhan

7. Batasi cairan

8. Dorong keluarga/orang
yang penting untuk bicara
pada pasien

9. Posisikan tinggi kepala 30o


atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial

1. Monitor tekanan perfusi


serebral

2. Monitor jumlah, nilai dan


karakteristik pengeluaran
cairan serebrispinal (CSF)

3. Monitor intake dan output


4. Monitor suhu dan jumlah
leukosit

5. Periksa pasien terkait ada


tidaknya gejala kaku kuduk

6. Berikan antibiotic

7. Letakkan kepala dan leher


pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang yang
berlebihan 8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral

9. Berikan agen farmakologis


untuk mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu.

Monitor tanda-tanda vital

1. Monitor tekanan darah,


nadi, suhu dan status
pernapasan dengan cepat 2.
Monitor kualitas dari nadi

3. Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

4. Monitor pola pernapasan


abnormal (misalnya,
cheynestokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia dan
bernapas berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit

6. Monitor adanya cushling


triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

7. Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign.

2 Hipertermia Termoregulasi Kriteria Perawatan demam


hasil :
Batasan karakteristik 1. Pantau suhu dan tanda-
1) Merasa merinding saat tanda vital lainya
a. Apnea
dingin
2. Monitor warna kulit dan
b. Bayi tidak dapat
2) Berkeringat saat panas suhu
mempertahankanmenyusu
3) Tingkat pernapasan 3. Monitor asupan dan
c. Gelisah
keluaran, sadari perubahan
4) Melaporkan kenyamanan
d. Hipotensi kehilangan cairan yang tak di
suhu
rasakan
e. Kulit kemerahan
5) Perubahan warna kulit
4. Beri obat atau cairan IV
f. Kulit terasa hangat
6) Sakit kepala
5. Tutup pasien dengan
g. Latergi
selimut atau pakaian ringan
h. Kejang
6. Dorong konsumsi cairan
i. Koma
7. Fasilitasi istirahat, terapkan
j. Stupor pembatasan aktivitas jika di
perlukan
k. Takikardia
8. Berikan oksigen yang
l. Takipnea
sesuai 9. Tingkatkan sirkulasi
m. Vasodilatasi udara 10. Mandikan pasien
Faktor yang dengan spon hangat dengan
berhubungan hati-hati.

a. Peningkatan laju Pengaturan suhu


metabolisme
1. monitor suhu paling tidak
b. Penyakit setiap 2 jam sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
c. Sepsis
adanya tanda gejala
hipotermia dan hipertermia

3. tingkatka intake cairan dan


nutrisi adekuat

4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai kebutuhan.

Manajemen pengobatan

1. Tentukan obat apa yang di


perlukan, dan kelola menurut
resep dan/atau protokol

2. Monitor efektivitas cara


pemberian obat yang sesuai.

Manajemen kejang

1. Pertahankan jalan nafas

2. Balikkan badan pasien ke


satu sisi

3. Longgarkan pakaian

4. Tetap disisi pasien selama


kejang

5. Catat lama kejang


6. Monitor tingkat obatobatan
anti epilepsi dengan benar.

3 Ketidakefektifan pola a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


nafas ventilasi Kriteria hasil
1. Bersihkan mulut, hidung
Batasan karakteristik 1) Frekuensi pernapasan dan sekret trakea dengan tepat
2. Pertahankan kepatenan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan
jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman pernapasan
3. Berikan oksigen tambahan
4) Penggunaan otot bantu
c. Penggunaan otot bantu seperti yang diperintahkan
nafas
penapasan
4. Monitor aliran oksigen
5) Suara nafas tambahan
d. Penurunan kapasitas
5. Periksa perangkat
vital 6) Retraksi dinding dada
pemberian oksigen secara
e. Penurunan tekanan 7) Dispnea saat istirahat berkala untuk memastikan
ekspirasi bahwa kosentrasi yang telah di
8) Atelektasis.
tentukan sedang di berikan
f. Penurunan tekanan
b. Status pernapasan :
inpsirasi 6. Pastikan penggantian
kepatenan jalan nafas
masker oksigen/kanul nasal
g. Pernapasan bibir Kriteria Hasil :
setiap kali perangkat diganti
h. Pernapasan cuping 1) frekuensi pernapasan
7. Pantau adanya tandatanda
hidung
2) pernapasan cuping keracunan oksigen dan
i. Pola nafas abnormal kejadian atelektasis.
hidung

j. Takipnea. Monitor neurologi


3) mendesah

1. Pantau ukuran pupil, bentuk


kesimetrisan dan reaktivitas
Faktor yang 2. Monitor tingkat kesadaran
berhubungan 3. Monitor GCS

a. Cedera medula spinalis 4. Monitor status pernapasan.


b. Gangguan neurologis
Monitor tanda-tanda vital
c. Nyeri
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR

2. Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

3. Monitor kualitas nadi

4. Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

5. Monitor suara paru

6. Monitor pola pernapasan


abnormal

7. Monitor suhu, warna, dan


kelembapan kulit.

8. Identifikasi dari penyebab


perubahan vital sign.
Referensi

ALFINIA YULITA, 2017, Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kasus Meningitis Di
Ruang Rawat Anak Irna Kebidanan Dan Anakrsup Dr. M. Djamil Padang.

Anda mungkin juga menyukai