Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN


FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

Dosen :
KHALIS KOHARI

Penyusun:
EKA SAPUTRA P
P2K
SEMESTER V
2720200113

PROGRAM STUDI NERS AKADEMIK


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

1
FUNGSI HADITS TERHADAP ALQURAN

BAB 1

A. Pendahuluan.
Alquran dan Hadis adalah rujukan pokok dalam agama Islam. Keduanya tidak
dipisahkan. Alquran sebagai rujukan pertama berisikan petunjuk dan prinsip-prinsip
yang bersifat umum dan universal yang perlu diterangkan lebih lanjut. Maka Hadislah
sebagai sumber dan rujukan kedua untuk menjelaskan Alquran. Karena pada dasarnya,
hanya dengan as-sunnah dengan Hadislah kita dapat menafsirkan ayat-ayat Alquran
dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu, maka Hadis sangat penting dikaji karena kedudukan dan fungsi sebagai
pensyarah bagi Alquran, terutama bagi ayat-ayat yang bersifat mujmal, memberikan
taqy³d bagi ayat-ayat yang mu¯laq, memberikan tahk¡³¡ bagi ayat-ayat yang ‘amm, serta
menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan
tentang kedudukan dan fungsi Hadis terhadap Alquran, yang selanjutnya mencakup
pengertian Hadis, Hadis sebagai sumber ajaran Islam, kedudukan Hadis terhadap
Alquran, fungsi Hadis terhadap Alquran dan perbandingan Hadis dengan Alquran.

B. Perbandingan Hadis dengan Alquran.


Alquran dan Hadis merupakan sumber ajaran agama Islam, dan bahkan pada
hakikatnya keduanya sama-sama berasal dari wahyu. Namun meski demikian, keduanya
tidaklah persis sama, ada beberapa perbedaan-perbedaan. Beberapa perbedaan itu
sendiri akan terlihat dengan jelas di dalam merumuskan pengertian Alquran itu sendiri.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Alquran itu adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Muhammad Saw. dengan bahasa Arab yang mengandung mukjizat
meskipun dengan suratnya yang terpendek, membacanya adalah ibadah, dimulai dari
surah al-Fatihah hingga surah an-Nas.
Sebuah pengertian yang lebih pendek diajukan oleh Subhi as-Shalih, yakni kalam Allah
yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. secara
mutawatir dan membacanya adalah ibadah.1
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan Alquran diriwayatkan dari
Rasul secara mutawatir, sementara itu tidak demikian halnya dengan Hadis.

1
¢ub¥i as-¢±li¥, Mab±hi£ fi Ulm al-Qur’±n (Beirut: D±r ‘Ilmi al-Mal±y³n, 1988), h. 21.

2
C. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam.
Para ulama sepakat bahwa Hadis merupakan sumber kedua ajaran agama Islam
setelah Alquran.2 Pendapat ini sepertinya didasarkan atas firman Allah swt.:
‫ول إِ ْن‬ ُ ‫ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوالر‬F َ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَإ ِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء ف‬
ِ F ‫َّس‬
)59( ‫ك َخ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل‬ َ ِ‫ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َذل‬
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS an-Nisa’: 59).
Ditinjau dari segi wurd dan £ubutnya, Alquran bersifat qa¯’³, sedangkan Hadis, kecuali
yang mutaw±tir adalah bersifat ©ann³. Berdasarkan hal tersebut, maka Alquran
didahulukan dari Hadis.
Selain itu, untuk lebih rinci, ada beberapa alasan yang melatari pendahuluan Alquran
dalam sumber ajaran agama dari Hadis. Beberapa alasan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
Hadis berfungsi sebagai penjelas bagi Alquran, dari itu tentu saja yang dijelaskan lebih
diutamakan daripada penjelas tersebut.
Para sahabat, bila menemukan masalah, maka mereka akan merujuk kepada Alquran
terlebih dahulu, bila tidak ditemukan barulah mereka merujuk kepada Hadis.
Hadis tentang Mu’±z yang secara terang menyatakan keutamaan kedudukan Alquran
atas Hadis.3

D. Fungsi Hadis Terhadap Alquran.


Pada dasarnya, Hadis sejalan dengan Alquran, karena Hadis itu sendiri
bersumber dari wahyu, karena itulah asy-Sy±tib³ (w. 790 H/1388 M) berpendapat
bahwa tidak ada permasalahan yang dibicarakan oleh Hadis kecuali ia sejalan dengan
Alquran baik secara umum ataupun terperinci.4
Hadis jika dibandingkan dengan Alquran, sebagian besar Hadis bersifat
operasional, karena fungsi utamanya memang adalah sebagai penjelas terhadap ayat-
ayat Alquran. Hal ini seperti yang dapat dipahami dari surah an-Nahl ayat 44:
َ ‫َوأَ ْنزَ ْلنَا إِلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم‬
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (QS an-Nahl: 44).

2
Wahbah az-Zuhaili, U£l al-Fiqh al-Isl±m³ (Beirut: D±r Fikri, 1986), juz I. h. 460.
3
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, h. 63.
4
As-Syatibi, Al-Muw±faq±t f³ U¡l as-Syar³’±t (Beirut: D±ar Kutub al-Ilmiyah, 1991), h. 22.

3
Secara garis besar, ada tiga fungsi Hadis terhadap Alquran,5 yaitu:
Bay±n Taqr³r yakni menegaskan kembali keterangan atau perintah yang terdapat
dalam Alquran, seperti keterangan Rasul saw. mengenai kewajiban salat, puasa, zakat
dan haji yang termuat dalam Hadis:
‫ان‬F‫وم رمض‬F‫بنى اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا و أن محمدا رسول هللا و إقام الصالة و إيناء الزكاة و ص‬
‫و حج البيت من استطاع إليه سبيال‬6
Islam dibangun atas lima pondasi, bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah swt. dan
Muhammad adalah utusanNya, mendirikan salat, memberikan zakat, berpuasa pada
bulan Ramadhan dan berhaji bagi yang mampu.
Hadis ini berfungsi menjelaskan kembali ayat:
َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬
َ‫صاَل ةَ َو َءاتُوا ال َّز َكاة‬
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS al-Baqarah: 83).
Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Alquran yang datang secara mujmal,
‘amm dan mu¯laq. Seperti yang dijelaskan Rasul saw. tentang tata cara pelaksanaan
salat, dan waktu-waktunya. Dalam hal ini Hadis berfungsi sebagai bay±n tafs³r. Fungsi
Hadis sebagai bayan tafsir terhadap Alquran dapat dibagi kepada tiga bentuk, yaitu:
Menafsirkan serta memperinci ayat-ayat mujmal, contohnya seperti penjelasan Hadis
Rasulullah Saw. tentang pelaksanaan tata cara shalat:
....‫صلوا كما رأيتمونى أصلى‬7
Dan salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat (HR Bukhari)
Mengkhususkan penjelasan Rasul Saw. tentang ayat:
‫ القانل البرث‬:‫عن أبي هريرة رضى هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
Dari Ab Hurairoh r.a Rasulullah Saw. bersabda: pembunuh tidak mewarisi (HR ad-
D±rim³).8
Memberikan batasan (taqy³d) terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat mu¯laq. Seperti
Hadis yang memberikan penjelasan tentang batasan untuk melakukan hukuman potong
tangan bagi pencuri yang di dalam Alquran disebutkan dengan mu¯laq, yakni:
‫السارق و السارقة فاقطعوا أيديهما‬
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya…..
Ayat tersebut masih mutlaq, belum diberi batasan sampai mana yang harus dipotong.
Maka hadist Nabi Saw. datang menjelaskan batasannya, yaitu dipotong hingga
pergelangan tangan saja.

5
Mu¥ammad al-Jal±l al-Kh±¯ib, U¡l al-Had³s (Beirut: D±r Fikri, 1989), h. 49.
6
Al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ Bukh±r³ (Beirut: D±r Fikri, 1984) juz I. h. 8.
7
Al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ Bukh±r³, juz. I, kitab Adzan, no. hadist. 595
8
ad-D±rim³, Sunan ad-D±rim³, (Beirut: Daar Kutub Ilmiah, t.t), juz II, kitab: Diyat, no.: 2957, h.
89.

4
Bayan tasyr³’ yaitu menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Sebagai contoh, Rasul mengharamkan mengumpulkan (menjadikan isteri sekaligus)
antara seorang wanita dengan makciknya ketentuan tersebut tidak ada dalam Alquran,
yang ada hanya karangan terhadap suami yang memadu isterinya dengan saudara
perempuan sang isteri, sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt. dalam surah an-
Nisa: 23-24.

5
BAB II.
PEMBAHASAN

A.  FUNGSI HADITS TERHADAP AL QURAN


Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup sumber hukum dan ajaran Islam,
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Al Qur’an sebagai sumber pertama
memuat ajaran ajaran yang bersifat mujmal atau umum dan global sedangkan hadits
sebagai sumber yang kedua berfungsi sebagai pemberi penjelasan atas keumuman isi al
Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan Q.S  an Nahl ayat 44:
‫… وانزلنا اليك الذكر لتبين للناس‬
Artinya: “…dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada
umat manusia….”
Allah menurunkan Az Zikr (Al Qur’an) bagi umat manusia agar dapat dipahami,
oleh karena itu maka Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menjelaskannya.
Dalam menetapkan hukum, umat Islam mengambil hukum hukum Islam dari al Qur’an
yang diterima dari rasul SAW, yang dalam hal ini al Qur’an membawa keterangan
keterangan yang bersifat mujmal atau keterangan yang bersifat mutlaq. Karena sifatnya
yang mujmal, maka banyak hukum dalam al Qur’an yang tidak dapat dijalankan bila
tidak diperoleh syarah atau penjelas yang terkait  dengan syarat- syarat, rukun-rukun,
batal-batalnya dan  lain lain dari hadits Rasulullah SAW. Dalam hal ini banyak juga
kejadian yang tidak ada nash yang menashkan hukumnya dalam al Qur’an secara tegas
dan jelas. Oleh karena itu diperlukan ketetapan dan penjelasan nabi yang telah diakui
utusan Allah untuk menyampaikan syariat dan undang undang kepada umat .
Firman Allah :

‫لقد هن هللا على الموءمنين اذابعث فيهم رسوالمن انفسهم يتلواعليهم ءا يته و يزكيهم ويعلمهم الكتبو الحكمة وان‬
‫كانوا من قبل لفى ضلل مبين‬
Artinya:  ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
(Q.S: Ali Imran Ayat: 164).

Jumhur ulama  berpendapat bahwa kata hikmah diatas berarti keterangan keterangan
agama yang diberikan Allah kepada Nabi mengenai hikmat dan hukum yang disebut
sunnah atau hadits.[1]

6
Hadits adalah sumber kedua bagi hukum hukum Islam, menerangkan segala yang
dikehendaki al Qur’an, sebagai penjelas, pensyarah, penafsir, pentahsis, pentaqyid dan
yang mempertanggungkan kepada yang bukan zahirnya.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa hadits berkedudukan dan berfungsi untuk
menjelaskan al Qur’an.[2] Banyak ayat al Qur’an dan hadist Rasulullah SAW yang
memberikan penegasan bahwa hadist merupakan sumber hukum Islam selain al Qur’an
yang wajib diikuti.
a)  Dalil al Qur’an
‫قل اطيعوا هللا و الر سول فاءن تولوا فاءن هللا ال يحب الكا فرين‬
Artinya: ”Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. al Imran: 32)
b)   Hadits Rasulullah SAW.
‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا و سنة نبيه‬
Artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat
selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya”.
 Berdasarkan ayat diatas, hadits merupakan  salah satu sumber pegangan kita dalam
menjalani kehidupan ini yang harus kita ikuti agar kita bahagia hidup di dunia dan di
akherat. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Muadz,  juga sikap khulafaur rasyidun,
bahwa hukum syara’ pertama tama di dapat dari al Qur’an, kalau tidak ditemukan di
dalamnya, dicari dari sunnah atau hadits.[3]
Sehubungan dengan hadits sebagai bayan alQur’an, maka hadits  memiliki  4 macam
fungsi    terhadap al Qur'an yaitu:[4]
1. Sebagai Bayanul Taqrir.
            Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al Qur’an. Fungsi hadits disini hanya
memperkokoh isi kandungan al Quran. Seperti hadits tentang shalat, zakat, puasa dan
haji, merupakan penjelasan dari ayat shalat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang
tertulis dalam al Qur'an.
Contoh: Hadits Nabi tentang melihat bulan untuk puasa Ramadhan

‫صو مو ا لرءويته و افطروالرءويته‬


Artinya: ”Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah
melihatnya”. (HR. Muttafaq alaih).
Hadits ini menguatkan firman Allah SWT
‫فمن شهد منكم الشهر فليصمه‬
Artinya: ”Barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah”. (Q.S. Al

7
Imran: 185)
Hadits di atas dikatakan  bayan taqrir terhadap ayat al Qur'an, karena maknanya sama
dengan al Qur'an, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.

2.Sebagai Bayanul Tafsir


            Dalam hal ini hadits berfungsi memberikan perincian dan penafsiran terhadap
ayat ayat   al Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap al Qur'an terbagi setidaknya menjadi
3 macam fungsi, yaitu:[5]
a. Menjelaskan ayat ayat yang mujmal.
Hadis disini berfungsi  menjelaskan  segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah
dan hukum hukumnya dari segi praktik,  syarat, waktu  dan tata caranya seperti dalam
masalah shalat.
 Ayat-ayat al Qur'an tentang masalah tersebut masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, ataupun halangan-halangannya. Oleh
karena itulah, Rasulullah SAW melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan seperti
disebutkan dalam hadis
 ‫صلوا كما رايتمونى اصلى‬

Artinya: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat“ ( HR Ahmad dan
Bukhari dari Malik bin  Al Huwairits).
            Hadis ini menerangkan kemujmalan al Qur’an tentang shalat, firman Allah
SWT.
‫واقيمواالصالة واتوا الزكاة واركعوا مع الر كعين‬
Artinya: “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang
yang ruku’ (Q.S. al-Baqarah:  43).
Contoh lainnya yaitu hadits  dalam hal pelaksanaan  ibadah haji wada’ Rasulullah SAW
bersabda:
‫خذوا عنى منا سككم‬
Artinya: ”Ambilah dariku manasik hajimu”. ( HR. Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i).
Hadits ini merincikan kemujmalan firman Allah SWT sebagai berikut:
‫واتموا الحج والعمرة هلل‬
Artinya: ”Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”. (Q.S. al
Imran: 196)
b. Menghususkan ayat ayat al Qur’an yang  bersifat umum .
              Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat al Qur'an yang bersifat umum,
dalam ilmu hadis disebut takhshish al ‘amm.[6] Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang
mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum.

8
Sabda Rasululah SAW:
‫احلت لنا ميتتان و د مان فا ما الميتتان الحوت والجراد و اما الدمان فاالكبد والطحال‬
Artinya: ”Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah.
Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang.
Sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah hati dan limpa”.  (Hadits Riwayat
Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
Hadits ini mentahsis  ayat al Qur'an yang mengharamkan semua bangkai dan darah,
sebagaimana firman Allah SWT :
‫حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الحنزير‬
Artinya: ”Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi” (Q.S. al Maidah: 3).
            Dalam ayat ini tidak ada pengecualian bahwa semua bangkai dan darah
diharamkan untuk dimakan akan tetapi  Sunnah Rasulullah SAW di atas mentakhshish
atau mengecualikan darah dan bangkai tertentu.
Sabda Rasul SAW:
‫ال يرث المسلم الكافر وال الكا فر المسلم‬
 Artinya: ”Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi
seorang muslim”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini mentahsis firman  Allah SWT:
F‫يوصيكم هللا في اوال دكم للذكر متل حص اال نثيين‬
 Artinya: ”Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu
yang perempuan”. (Q.S. An Nisa: 11).
            Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat
warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya
sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan sabdanya
di atas:
c. Membatasi lapaz yang masih mutlaq dari ayat ayat al Qur'an (Sebagai Bayanul
Muthlaq).

          Hukum yang ada dalam al Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka
dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam al Qur'an.  Sedangkan contoh
hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak adalah seperti
Sabda Rasullullah:

 ‫أتي رسول هللا صلى هللا عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف‬
Artinya: ”Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”.
Hadits ini men-taqyid  firman Allah yang berbunyi:

9
‫والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكاالمن هللا و هللا عزيز حكيم‬
Artinya: ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan
dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana”.( Q.S. al Maidah: 58).
   Dalam ayat di atas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Boleh jadi
dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong
hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan.  Akan
tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti
yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.
3. Sebagai Bayanul Naskhi
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai penghapus hukum yang diterangkan dalam al
Qur'an. Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-nasakh :
‫ال وصية لوارث‬
Artinya: ”Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadist ini menghapus ketentuan hukum dalam al Qur’an tentang diperbolehkannya
wasiat kepada ahli waris, sebagaimana  firman Allah :

‫كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و األقربين بالمعروف حقا على المتقين‬
Artinya: ”Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan
karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”.
(Q.S. al-Baqarah: 180).
Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbat
(membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan), atau taqyir (mengubah). Para ulama
mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka
terjadi perbedaan pendapat dalam mentaqrifkannya. Hal ini pun terjadi pada kalangan
ulama muta’akhirin dengan ulama mutaqaddimin. Menurut ulama mutaqqaddimin, yang
disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara’ (yang dapat menghapus ketentuan
yang telah ada), karena datangnya kemudian.[7]        
Dalam hal bayan nasakh ini terdapat silang pendapat diantara para ulama. Ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat tidak boleh. Mazhab Hanapi termasuk
kelompok yang membolehkan nasakh sunnah terhadap hukum ayat.[8] Sedangkan
ulama ushul berpendapat bahwa hukum dalam al Qur’an dapat dihapus oleh hukum
dalam hadits dan sebaliknya.[9] Adapun Imam syafi’i berpendapat bahwa  al Qur’an
tidak dapat dihapus oleh hadits.[10]
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang datang

10
kemudian dari al Qur’an dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan al
Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh.

4. Sebagai Bayanul Tasyri'


            Bayan at tasyri’ adalah menetapkan  hukum atau   aturan aturan yang tidak
didapati dalam al Qur’an. Hal ini berarti bahwa  ketetapan  hadits  itu   merupakan
ketetapan  yang bersifat  tambahan  hal-hal  yang  tidak disinggung  oleh alQur’an dan
hukum hukum itu  hanya berasaskan  hadis semata mata.
            Hadis Rasulullah SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’il maupun
taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang
tidak terdapat dalam al Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan memberikan
bimbingan dan menjelaskan persoalannya.
Suatu contoh hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut:

‫أن الرسول هللا صلى هللا عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير‬
) ‫(رواه المسلم‬  ‫على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين‬
Artinya: ”Bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim”.(HR. Muslim).
     Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana
mengamalkan hadits-hadits lainnya.

B. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG FUNGSI HADITS DALAM ISLAM


Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai penjelas terhadap al Qur’an tersebut, para
ulama berbeda pendapat dalam merincinya lebih lanjut.[11]
      a.   Pendapat Ahl ar-Ra’yi .
    Menurut pendapat Ulama Ahl ar-Ra’yi, penerangan al Hadits terhadap al Qur’an
terbagi menjadi tiga yaitu:
1.   Bayan Taqrir
Yakni keterangan yang didatangkan  oleh as-Sunnah untuk menambah kokoh apa yang
telah diterangkan oleh al Qur’an.
2.  Bayan Tafsir
Yakni menerangkan apa yang kira-kira tidak mudah diketahui pengertiannya yaitu  
ayat-ayat yang mujmal dan mustarak fihi.
3.   Bayan Tabdil, Bayan Nasakh

11
  Yakni mengganti sesuatu hukum atau menasakhkannya. Menasakhkan al Qur’an
dengan al Qur’an menurut Ulama Ahl ar-Ra’yi, boleh. Menasakhan al Qur’an dengan
as-Sunnah itu boleh jika as-Sunnah itu  mutawatir, masyhur, atau mustafidh.[12]
b.   Pendapat Malik
Malik berpendirian bahwa bayan (penerangan) al Hadits itu terbagi menjadi lima yaitu:
1.   Bayan at-Taqrir
Yakni metetapkan dan mengokohkan hukum-hukum al Qur’an, bukan mentaudhihkan,
bukan mentaqyidkan muthlaq dan bukan mentakhsihkan ‘aam.
2.  Bayan at-Taudhih (Tafsir)
Yakni menerangkan maksud-maksud ayat, seperti hadits-hadits yng menerangkan
maksud ayat yang dipahami oleh para sahabat berlainan dengan yang dimaksudkan oleh
ayat.

3.  Bayan at-Tafshil
Yakni menjelaskan mujmal al Qur’an, sebagai hadits yang men-tafshil-kan kemujmalan.
4.   Bayan Tasyri’
Yakni mewujudkan suatu hukum yang tidak tersebut dalam al Qur’an, seperti
menghukum dengan bersandar kepada seorang saksi dan sumpah apabila si mudda’i
tidak mempunyai dua orang saksi, dan seperti ridha’ (persusuan) mengharamkan
pernikahan antara keduanya.
c.  Pendapat As-Syafi’i
As-Syafi’i di antara Ulama Ahl al-Atsar menetapkan, bahwa penjelasan al Hadits
terhadap al Qur’an dibagi terbagi lima, yaitu:
1.  Bayan Tafshil, menjelaskan ayat-ayat yang mujmal yang sangat ringkas petunjuknya
2.  Bayan Takhsish, menentukan sesuatu dari umum ayat.
3.  Bayan Ta’yin, menentukan nama yang dimaksud dari dua      tiga perkara yang
mungkin dimaksudkan.
4.  Bayan Tasyri’, menetapkan suatu hukum yang tidak didapati dalam al Qur’an.
5.  Bayan Nasakh, menentukan mana yang dinasikhkan dan mana yang dimansukhkan
dari  ayat-ayat al Qur’an.
d. Pendapat hambali
1.  Bayan Ta’kid yaitu Menerangkan apa yang dimaksudkan oleh al Qur’an.
2.  Bayan Tafsir yaitu Menjelaskan sesuatu hukum dalam al Qur’an.
3. Bayan Tasyri’ yaitu Mendatangkan suatu hukum yang tidak ada hukumnya dalam al
Qur’an.
4. Bayan Takhsish dan Taqyid  yaitu  Mengkhususkan al Qur’an dan mentaqyidkannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hadis merupakan dasar hukum Islam setelah al

12
Qur’an. Umat Islam harus mengikuti petunjuk hadis sebagaimana dituntut untuk
mengikuti petunjuk al Qur'an. Allah memerintahkan kita mengikuti Rasul sebagaimana
mentaati Allah. Firman Allah:
‫وما اتا كم الر سول فخذو ه ومانهاكم عنه فانتهو‬
Artinya:  ”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”. (Q.S. al Hasyr: 7)
‫واطيعوا هللا و الرسول لعلكم ترحمون‬
Artinya: ”Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (Q.S ali Imran:132)
Mengikuti rasul, atau menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya adalah
mengikuti sunnahnya atau haditsnya yang berupa perkataan, perbuatan taqrir dan
sebagainya.Wajib mengikuti rasul merupakan kewajiban  dan berlaku untuk semua
umat untuk seluruh masa dan tempat. Oleh karena itu semua hadis yang diakui sahih
dan tidak berlawanan dengan suatu petunjuk al Qur'an sama sama wajib diikuti oleh
semua umat.

13
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan.


1. Al Qur'an dan Hadits adalah sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam Islam, antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain,
hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah al Qur’an. Hadits sebagai penjelas
(bayan) terhadap al Qur’an mempunyai empat(4) macam fungsi, yaitu:
a.   Bayan al-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu  
menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al Qur’an
b.  Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap
ayat-ayat al Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau
batasan (taqyid)  ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan
(takhshish) ayat al Qur’an yang masih bersifat umum.
c.  Bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak
didapati dalam al Qur’an atau dalam al Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja
d. Bayan at-nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i  yang
datang kemudian
2. Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam
a.  Menurut Pendapat Ahl ar-Ra’yi  meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan
tabdil/bayan nasakh.
b.   Menurut Pendapat Malik meliputi  bayan at-taqrir, bayan at taudlih, bayan tafshil,
bayan tasyri’.
c.   Menurut  Pendapat Asy-Syafi’y meliputi   bayan Tafshil, bayan Takhsish,   bayan
Ta’yin,  bayan Tasyri’,   bayan Nasakh,
d.  Menurut Pendapat Imam Hambali meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’,
bayan takhsish dan taqyid

14
BAB IV
PUSTAKA

Abdur rahman, Asjmuni, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Yogyakarta: LPPI,


1996.
Al-Malik, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Ichwan, Muhammad Nor, membahas ilmu-ilmu hadis, Semarang: Rasail Media
Group,2013.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, 2012.

15

Anda mungkin juga menyukai