Dosen :
KHALIS KOHARI
Penyusun:
EKA SAPUTRA P
P2K
SEMESTER V
2720200113
1
FUNGSI HADITS TERHADAP ALQURAN
BAB 1
A. Pendahuluan.
Alquran dan Hadis adalah rujukan pokok dalam agama Islam. Keduanya tidak
dipisahkan. Alquran sebagai rujukan pertama berisikan petunjuk dan prinsip-prinsip
yang bersifat umum dan universal yang perlu diterangkan lebih lanjut. Maka Hadislah
sebagai sumber dan rujukan kedua untuk menjelaskan Alquran. Karena pada dasarnya,
hanya dengan as-sunnah dengan Hadislah kita dapat menafsirkan ayat-ayat Alquran
dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu, maka Hadis sangat penting dikaji karena kedudukan dan fungsi sebagai
pensyarah bagi Alquran, terutama bagi ayat-ayat yang bersifat mujmal, memberikan
taqy³d bagi ayat-ayat yang mu¯laq, memberikan tahk¡³¡ bagi ayat-ayat yang ‘amm, serta
menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan
tentang kedudukan dan fungsi Hadis terhadap Alquran, yang selanjutnya mencakup
pengertian Hadis, Hadis sebagai sumber ajaran Islam, kedudukan Hadis terhadap
Alquran, fungsi Hadis terhadap Alquran dan perbandingan Hadis dengan Alquran.
1
¢ub¥i as-¢±li¥, Mab±hi£ fi Ulm al-Qur’±n (Beirut: D±r ‘Ilmi al-Mal±y³n, 1988), h. 21.
2
C. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam.
Para ulama sepakat bahwa Hadis merupakan sumber kedua ajaran agama Islam
setelah Alquran.2 Pendapat ini sepertinya didasarkan atas firman Allah swt.:
ول إِ ْن ُ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوالرF َيَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَإ ِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء ف
ِ F َّس
)59( ك َخ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل َ ُِك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َذل
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS an-Nisa’: 59).
Ditinjau dari segi wurd dan £ubutnya, Alquran bersifat qa¯’³, sedangkan Hadis, kecuali
yang mutaw±tir adalah bersifat ©ann³. Berdasarkan hal tersebut, maka Alquran
didahulukan dari Hadis.
Selain itu, untuk lebih rinci, ada beberapa alasan yang melatari pendahuluan Alquran
dalam sumber ajaran agama dari Hadis. Beberapa alasan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
Hadis berfungsi sebagai penjelas bagi Alquran, dari itu tentu saja yang dijelaskan lebih
diutamakan daripada penjelas tersebut.
Para sahabat, bila menemukan masalah, maka mereka akan merujuk kepada Alquran
terlebih dahulu, bila tidak ditemukan barulah mereka merujuk kepada Hadis.
Hadis tentang Mu’±z yang secara terang menyatakan keutamaan kedudukan Alquran
atas Hadis.3
2
Wahbah az-Zuhaili, U£l al-Fiqh al-Isl±m³ (Beirut: D±r Fikri, 1986), juz I. h. 460.
3
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, h. 63.
4
As-Syatibi, Al-Muw±faq±t f³ U¡l as-Syar³’±t (Beirut: D±ar Kutub al-Ilmiyah, 1991), h. 22.
3
Secara garis besar, ada tiga fungsi Hadis terhadap Alquran,5 yaitu:
Bay±n Taqr³r yakni menegaskan kembali keterangan atau perintah yang terdapat
dalam Alquran, seperti keterangan Rasul saw. mengenai kewajiban salat, puasa, zakat
dan haji yang termuat dalam Hadis:
انFوم رمضFبنى اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا و أن محمدا رسول هللا و إقام الصالة و إيناء الزكاة و ص
و حج البيت من استطاع إليه سبيال6
Islam dibangun atas lima pondasi, bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah swt. dan
Muhammad adalah utusanNya, mendirikan salat, memberikan zakat, berpuasa pada
bulan Ramadhan dan berhaji bagi yang mampu.
Hadis ini berfungsi menjelaskan kembali ayat:
َّ َوأَقِي ُموا ال
َصاَل ةَ َو َءاتُوا ال َّز َكاة
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS al-Baqarah: 83).
Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Alquran yang datang secara mujmal,
‘amm dan mu¯laq. Seperti yang dijelaskan Rasul saw. tentang tata cara pelaksanaan
salat, dan waktu-waktunya. Dalam hal ini Hadis berfungsi sebagai bay±n tafs³r. Fungsi
Hadis sebagai bayan tafsir terhadap Alquran dapat dibagi kepada tiga bentuk, yaitu:
Menafsirkan serta memperinci ayat-ayat mujmal, contohnya seperti penjelasan Hadis
Rasulullah Saw. tentang pelaksanaan tata cara shalat:
....صلوا كما رأيتمونى أصلى7
Dan salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat (HR Bukhari)
Mengkhususkan penjelasan Rasul Saw. tentang ayat:
القانل البرث:عن أبي هريرة رضى هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
Dari Ab Hurairoh r.a Rasulullah Saw. bersabda: pembunuh tidak mewarisi (HR ad-
D±rim³).8
Memberikan batasan (taqy³d) terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat mu¯laq. Seperti
Hadis yang memberikan penjelasan tentang batasan untuk melakukan hukuman potong
tangan bagi pencuri yang di dalam Alquran disebutkan dengan mu¯laq, yakni:
السارق و السارقة فاقطعوا أيديهما
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya…..
Ayat tersebut masih mutlaq, belum diberi batasan sampai mana yang harus dipotong.
Maka hadist Nabi Saw. datang menjelaskan batasannya, yaitu dipotong hingga
pergelangan tangan saja.
5
Mu¥ammad al-Jal±l al-Kh±¯ib, U¡l al-Had³s (Beirut: D±r Fikri, 1989), h. 49.
6
Al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ Bukh±r³ (Beirut: D±r Fikri, 1984) juz I. h. 8.
7
Al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ Bukh±r³, juz. I, kitab Adzan, no. hadist. 595
8
ad-D±rim³, Sunan ad-D±rim³, (Beirut: Daar Kutub Ilmiah, t.t), juz II, kitab: Diyat, no.: 2957, h.
89.
4
Bayan tasyr³’ yaitu menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Sebagai contoh, Rasul mengharamkan mengumpulkan (menjadikan isteri sekaligus)
antara seorang wanita dengan makciknya ketentuan tersebut tidak ada dalam Alquran,
yang ada hanya karangan terhadap suami yang memadu isterinya dengan saudara
perempuan sang isteri, sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt. dalam surah an-
Nisa: 23-24.
5
BAB II.
PEMBAHASAN
لقد هن هللا على الموءمنين اذابعث فيهم رسوالمن انفسهم يتلواعليهم ءا يته و يزكيهم ويعلمهم الكتبو الحكمة وان
كانوا من قبل لفى ضلل مبين
Artinya: ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
(Q.S: Ali Imran Ayat: 164).
Jumhur ulama berpendapat bahwa kata hikmah diatas berarti keterangan keterangan
agama yang diberikan Allah kepada Nabi mengenai hikmat dan hukum yang disebut
sunnah atau hadits.[1]
6
Hadits adalah sumber kedua bagi hukum hukum Islam, menerangkan segala yang
dikehendaki al Qur’an, sebagai penjelas, pensyarah, penafsir, pentahsis, pentaqyid dan
yang mempertanggungkan kepada yang bukan zahirnya.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa hadits berkedudukan dan berfungsi untuk
menjelaskan al Qur’an.[2] Banyak ayat al Qur’an dan hadist Rasulullah SAW yang
memberikan penegasan bahwa hadist merupakan sumber hukum Islam selain al Qur’an
yang wajib diikuti.
a) Dalil al Qur’an
قل اطيعوا هللا و الر سول فاءن تولوا فاءن هللا ال يحب الكا فرين
Artinya: ”Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. al Imran: 32)
b) Hadits Rasulullah SAW.
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا و سنة نبيه
Artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat
selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya”.
Berdasarkan ayat diatas, hadits merupakan salah satu sumber pegangan kita dalam
menjalani kehidupan ini yang harus kita ikuti agar kita bahagia hidup di dunia dan di
akherat. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Muadz, juga sikap khulafaur rasyidun,
bahwa hukum syara’ pertama tama di dapat dari al Qur’an, kalau tidak ditemukan di
dalamnya, dicari dari sunnah atau hadits.[3]
Sehubungan dengan hadits sebagai bayan alQur’an, maka hadits memiliki 4 macam
fungsi terhadap al Qur'an yaitu:[4]
1. Sebagai Bayanul Taqrir.
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al Qur’an. Fungsi hadits disini hanya
memperkokoh isi kandungan al Quran. Seperti hadits tentang shalat, zakat, puasa dan
haji, merupakan penjelasan dari ayat shalat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang
tertulis dalam al Qur'an.
Contoh: Hadits Nabi tentang melihat bulan untuk puasa Ramadhan
7
Imran: 185)
Hadits di atas dikatakan bayan taqrir terhadap ayat al Qur'an, karena maknanya sama
dengan al Qur'an, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.
Artinya: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat“ ( HR Ahmad dan
Bukhari dari Malik bin Al Huwairits).
Hadis ini menerangkan kemujmalan al Qur’an tentang shalat, firman Allah
SWT.
واقيمواالصالة واتوا الزكاة واركعوا مع الر كعين
Artinya: “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang
yang ruku’ (Q.S. al-Baqarah: 43).
Contoh lainnya yaitu hadits dalam hal pelaksanaan ibadah haji wada’ Rasulullah SAW
bersabda:
خذوا عنى منا سككم
Artinya: ”Ambilah dariku manasik hajimu”. ( HR. Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i).
Hadits ini merincikan kemujmalan firman Allah SWT sebagai berikut:
واتموا الحج والعمرة هلل
Artinya: ”Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”. (Q.S. al
Imran: 196)
b. Menghususkan ayat ayat al Qur’an yang bersifat umum .
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat al Qur'an yang bersifat umum,
dalam ilmu hadis disebut takhshish al ‘amm.[6] Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang
mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum.
8
Sabda Rasululah SAW:
احلت لنا ميتتان و د مان فا ما الميتتان الحوت والجراد و اما الدمان فاالكبد والطحال
Artinya: ”Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah.
Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang.
Sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah hati dan limpa”. (Hadits Riwayat
Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
Hadits ini mentahsis ayat al Qur'an yang mengharamkan semua bangkai dan darah,
sebagaimana firman Allah SWT :
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الحنزير
Artinya: ”Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi” (Q.S. al Maidah: 3).
Dalam ayat ini tidak ada pengecualian bahwa semua bangkai dan darah
diharamkan untuk dimakan akan tetapi Sunnah Rasulullah SAW di atas mentakhshish
atau mengecualikan darah dan bangkai tertentu.
Sabda Rasul SAW:
ال يرث المسلم الكافر وال الكا فر المسلم
Artinya: ”Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi
seorang muslim”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini mentahsis firman Allah SWT:
Fيوصيكم هللا في اوال دكم للذكر متل حص اال نثيين
Artinya: ”Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu
yang perempuan”. (Q.S. An Nisa: 11).
Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat
warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya
sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan sabdanya
di atas:
c. Membatasi lapaz yang masih mutlaq dari ayat ayat al Qur'an (Sebagai Bayanul
Muthlaq).
Hukum yang ada dalam al Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka
dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam al Qur'an. Sedangkan contoh
hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak adalah seperti
Sabda Rasullullah:
أتي رسول هللا صلى هللا عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف
Artinya: ”Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”.
Hadits ini men-taqyid firman Allah yang berbunyi:
9
والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكاالمن هللا و هللا عزيز حكيم
Artinya: ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan
dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana”.( Q.S. al Maidah: 58).
Dalam ayat di atas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Boleh jadi
dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong
hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan. Akan
tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti
yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.
3. Sebagai Bayanul Naskhi
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai penghapus hukum yang diterangkan dalam al
Qur'an. Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-nasakh :
ال وصية لوارث
Artinya: ”Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadist ini menghapus ketentuan hukum dalam al Qur’an tentang diperbolehkannya
wasiat kepada ahli waris, sebagaimana firman Allah :
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و األقربين بالمعروف حقا على المتقين
Artinya: ”Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan
karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”.
(Q.S. al-Baqarah: 180).
Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbat
(membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan), atau taqyir (mengubah). Para ulama
mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka
terjadi perbedaan pendapat dalam mentaqrifkannya. Hal ini pun terjadi pada kalangan
ulama muta’akhirin dengan ulama mutaqaddimin. Menurut ulama mutaqqaddimin, yang
disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara’ (yang dapat menghapus ketentuan
yang telah ada), karena datangnya kemudian.[7]
Dalam hal bayan nasakh ini terdapat silang pendapat diantara para ulama. Ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat tidak boleh. Mazhab Hanapi termasuk
kelompok yang membolehkan nasakh sunnah terhadap hukum ayat.[8] Sedangkan
ulama ushul berpendapat bahwa hukum dalam al Qur’an dapat dihapus oleh hukum
dalam hadits dan sebaliknya.[9] Adapun Imam syafi’i berpendapat bahwa al Qur’an
tidak dapat dihapus oleh hadits.[10]
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang datang
10
kemudian dari al Qur’an dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan al
Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh.
أن الرسول هللا صلى هللا عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير
) (رواه المسلم على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين
Artinya: ”Bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim”.(HR. Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana
mengamalkan hadits-hadits lainnya.
11
Yakni mengganti sesuatu hukum atau menasakhkannya. Menasakhkan al Qur’an
dengan al Qur’an menurut Ulama Ahl ar-Ra’yi, boleh. Menasakhan al Qur’an dengan
as-Sunnah itu boleh jika as-Sunnah itu mutawatir, masyhur, atau mustafidh.[12]
b. Pendapat Malik
Malik berpendirian bahwa bayan (penerangan) al Hadits itu terbagi menjadi lima yaitu:
1. Bayan at-Taqrir
Yakni metetapkan dan mengokohkan hukum-hukum al Qur’an, bukan mentaudhihkan,
bukan mentaqyidkan muthlaq dan bukan mentakhsihkan ‘aam.
2. Bayan at-Taudhih (Tafsir)
Yakni menerangkan maksud-maksud ayat, seperti hadits-hadits yng menerangkan
maksud ayat yang dipahami oleh para sahabat berlainan dengan yang dimaksudkan oleh
ayat.
3. Bayan at-Tafshil
Yakni menjelaskan mujmal al Qur’an, sebagai hadits yang men-tafshil-kan kemujmalan.
4. Bayan Tasyri’
Yakni mewujudkan suatu hukum yang tidak tersebut dalam al Qur’an, seperti
menghukum dengan bersandar kepada seorang saksi dan sumpah apabila si mudda’i
tidak mempunyai dua orang saksi, dan seperti ridha’ (persusuan) mengharamkan
pernikahan antara keduanya.
c. Pendapat As-Syafi’i
As-Syafi’i di antara Ulama Ahl al-Atsar menetapkan, bahwa penjelasan al Hadits
terhadap al Qur’an dibagi terbagi lima, yaitu:
1. Bayan Tafshil, menjelaskan ayat-ayat yang mujmal yang sangat ringkas petunjuknya
2. Bayan Takhsish, menentukan sesuatu dari umum ayat.
3. Bayan Ta’yin, menentukan nama yang dimaksud dari dua tiga perkara yang
mungkin dimaksudkan.
4. Bayan Tasyri’, menetapkan suatu hukum yang tidak didapati dalam al Qur’an.
5. Bayan Nasakh, menentukan mana yang dinasikhkan dan mana yang dimansukhkan
dari ayat-ayat al Qur’an.
d. Pendapat hambali
1. Bayan Ta’kid yaitu Menerangkan apa yang dimaksudkan oleh al Qur’an.
2. Bayan Tafsir yaitu Menjelaskan sesuatu hukum dalam al Qur’an.
3. Bayan Tasyri’ yaitu Mendatangkan suatu hukum yang tidak ada hukumnya dalam al
Qur’an.
4. Bayan Takhsish dan Taqyid yaitu Mengkhususkan al Qur’an dan mentaqyidkannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hadis merupakan dasar hukum Islam setelah al
12
Qur’an. Umat Islam harus mengikuti petunjuk hadis sebagaimana dituntut untuk
mengikuti petunjuk al Qur'an. Allah memerintahkan kita mengikuti Rasul sebagaimana
mentaati Allah. Firman Allah:
وما اتا كم الر سول فخذو ه ومانهاكم عنه فانتهو
Artinya: ”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”. (Q.S. al Hasyr: 7)
واطيعوا هللا و الرسول لعلكم ترحمون
Artinya: ”Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. (Q.S ali Imran:132)
Mengikuti rasul, atau menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya adalah
mengikuti sunnahnya atau haditsnya yang berupa perkataan, perbuatan taqrir dan
sebagainya.Wajib mengikuti rasul merupakan kewajiban dan berlaku untuk semua
umat untuk seluruh masa dan tempat. Oleh karena itu semua hadis yang diakui sahih
dan tidak berlawanan dengan suatu petunjuk al Qur'an sama sama wajib diikuti oleh
semua umat.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
BAB IV
PUSTAKA
15