Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENILITIAN

IDENTIFIKASI TANAMAN OBAT

Di Susun Oleh :

NAMA: Akn
azizatul Maghfirah

NIM : 201802004

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DELIMA PERSADA
GRESIK
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul “Identifikasi Tanaman Obat” ini guna memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, STIKES Delima Persada
Gresik.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan proposal penelitian ini tidak
lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis sudah
selayaknya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Eka Srirahayu, A. S.Pd., M.Pd selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia
yang telah membimbing dalam penyusunan proposal penelitian ini.
2. Kedua Orang tua, teman-teman dan semua pihak yang ikut berjasa dalam
penyelesaian proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri bahwa
ada koreksi konstruktif demi penulisan proposal penelitian ini. Akhirnya semoga proposal
penelituan ini dapat menambah khasanah keilmuan bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Gresik, 15 Februari 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pengklasifikasian makhluk hidup didasarkan pada banyaknya persamaan dan
perbedaan, baik morfologi, fisiologi maupun anatominya. Makin banyak persamaan di
antara makhluk hidup makin dekat kekerabatannya, makin sedikit persamaan makhlik
hidup dikatakan makin jauh kekerabatannya.
Untuk dapat mengklasifikasikan, perlu dilakukan determinasi ataupun identifikasi,
Identifikasi merupakan upaya membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan
lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau dipersamakan).
Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah tersebut
sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 200 spesies yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional. Peluang pengembangan
budidaya tanaman obatobatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin
berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional.
Tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh
tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan
obat-obatan.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia.
Tumbuhan adalah gudang yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai
penyakit. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal
serta mengembangkan obat tradisional masing-masing di setiap Negaranya. Masyarakat
harus memiliki kesadaran yang tumbuh seiring dengan berkembangnya pengetahuan
tentang lingkungan alam mereka. Mereka harus mampu mengolah tumbuhan yang ada di
hutan mulai dari cara membuat makanan dari tumbuhan tersebut hingga menjadikannya
sebagai obat tradisional yang ampuh. Dan menurut Suprana (1991) ramuan obat-obatan
tradisional hampir semuanya mengandung ramuan alami yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Dengan demikian kesadaran kolektif masyarakat lokal yang tumbuh secara
internal dan pengaruh eksternal menampilkan pola pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan.

Menurut Sopian Pemanfaatan tumbuhan untuk mencegah bahkan mengobati


suatu jenis penyakit telah ditemukan sejak kehidupan para leluhur atau nenek moyang
kita terdahulu. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengakuan kedokteran modern bahwa
Hippocrates adalah orang pertama yang menggunakan tumbuhan berkhasiat dalam
praktek penelitiannya. Di Indonesia penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional juga
telah dilakukan nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu. Secara turun temurun
hal ini telah diwariskan kepada satu generasi ke generasi selanjutnya, akan tetapi pada
setiap daerah atau suku memiliki ciri khas tradisi budaya tersendiri. Sopian (2012 : 1).
Misalnya pada masyarakat Jawa dan Batak terhadap keberadaan daun sirih,
kunyit, daun jambu, dan lain lain memiliki pemanfaatan yang berbeda-beda sebagai
kajian etnobotani khususnya dibidang obat-obatan. Jika pada masyarakat Batak kegunaan
kunyit hanya dijadikan sebagai bumbu masakan, lain halnya terhadap masyarakat Jawa
yang menjadikan kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Akan tetapi ada
pula persepsi masyarakat yang sama terhadap satu jenis tumbuhan yang sama, yaitu
tradisi makan sirih yang merupakan kombinasi antara adat, budaya, agama, pengobatan,
pergaulan yang hampir berlaku pada setiap suku di seluruh Indonesia. Hal di atas
menunjukkan adanya persepsi kelompok masyarakat yang berbeda terhadap jenis
tumbuhan yang sama dan persepsi kelompok masyarakat yang sama terhadap jenis
tumbuhan yang sama pula.
Bila melihat paparan di atas berbicara masalah tumbuhan maka segala jenis flora
yang hidup liar di alam tanpa ada campur tangan manusia, berbeda halnya dengan
tanaman yang tumbuh dan berkembang dengan campur tangan manusia dalam artian
tanaman merupkan tumbuhan yang mendapatkan perlakuan dan perawatan oleh manusia.
Sudah barang tentu tanaman merupakan tumbuhan sedangkan tumbuhan belum tentu
tanaman. Dengan demikian maka ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan,
penulis akan melakukan penelitian tentang jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat
pada masyarakat pedalaman sungai Belantikan bukan tanaman.
Dengan luasan lahan di daerah pedalaman sungai Belantikan desa Sungai Buluh
kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau sudah barang tentu menyimpan
kekayaan alam terutama keanekaragaman hayati yang melimpah. Dengan demikian
potensi tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat masih banyak tersedia. Namun dengan
hal tersebut masyarakat dimanjakan dengan ketersediaan alam tanpa adanya pemikiran
untuk bisa membudidayakan agar dapat dimanfaatkan tanpa harus bersusah payah
mencari dan meramu ke hutan.

Dengan majunya teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini
manusia sudah mampu mengidentifikasi berbagai jenis tumbuhan untuk diketahu
termasuk kedalam jenis dan golongan apa tumbuhan tersebut, sehingga dapat diketahui
sifat dan bagaimana tumbuhan itu bisa tumbuh dan berkembangbiak, maka dengan
demikian masyarakat mampu untuk mengadopsi serta membudidayakan menjadi sebuah
tanaman yang bisa dikembangbiakan dengan perlakuan – perlakuan tertentu.
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat pedalaman sungai Belantikan Desa
Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau telah ada sejak
masyarakat bermukim dan menetap didaerahnya dan diwariskan secara turun temurun
hingga sekarang, namun belum ada masyarakat setempat untuk melakukan pengadopsian
tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut untuk dibudidayakan.

Dengan melihat hal demikian maka penulis tertarik dan merasa perlu untuk
melakukan penelitian dengan judul “ Identifikasi Tumbuhan Brkhasiat Obat Pada
Masyarakat Pehuluan Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan
Belantikan Raya Kabupaten Lamandau.”

1.2.Identifikasi Masalah

Adapun yang menjadi Identifikasi Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tumbuhan obat yang terdapat pada masyarakat pedalaman Sungai Belantikan.

2. Pandangan masyarakat pedalaman Sungai Belantikan terhadap tumbuhan yang


berkhasiat obat.

3. Pengolahan tumbuhan yang akan dijadikan sebagai obat tradisional pada


masyarakat pedalaman Sungai Belantikan.

4. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat diolah menjadi obat yang terdapat pada
masyarakat pedalaman Sungai Belantikan.

5. Manfaat tumbuhan yang dijadikan obat pada masyarakat pedalaman Sungai


Belantikan.

1.3.Batasan Masalah

Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat diolah menjadi obat yang terdapat pada masyarakat
pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya
Kabupaten Lamandau.

2. Cara masyarakat pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan


Belantikan Raya Kabupaten Lamandau dalam mengolah tumbuhan yang akan
dijadikan sebagai obat tradisional.

3. Manfaat tumbuhan yang dijadikan obat pada masyarakat pedalaman Sungai


Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau.

1.4.Rumusan masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis – jenis tumbuhan obat apa yang dapat diolah untuk menjadi obat yang terdapat
pada masyarakat pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan
Belantikan Raya Kabupaten Lamandau ?

2. Bagaimana cara masyarakat pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh


Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau dalam mengolah tumbuhan yang
dijadikan sebagai obat tradisional ?

3. Apakah manfaat tumbuhan yang dijadikan obat pada masyarakat pedalaman Sungai
Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau
?

1.5.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jenis – jenis tumbuhan obat apa yang dapat diolah untuk menjadi
obat yang terdapat pada masyarakat pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai
Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau.
2. Untuk mengetahui Bagaimana cara masyarakat pedalaman Sungai Belantikan di
Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau dalam
mengolah tumbuhan yang dijadikan sebagai obat tradisional.

3. Untuk mengetahui manfaat tumbuhan yang dijadikan obat pada masyarakat


pedalaman Sungai Belantikan di Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya
Kabupaten Lamandau.

1.6.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran pada konsep
etnobotani dan dunia akademik serta memperkaya literature etnobotani, terutama
dibidang tumbuhan obat.

2. Secara praktis, penelitian ini memberi konstribusi pemikiran yang berupa kearifan
lokal tumbuhan yang berkhasiat obat pada masyarakat pedalamanSungai Belantikan
di Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten Lamandau. Kemudian
kontribusi ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam memanfaatkan
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat suatu jenis penyakit. Juga dapat
dijadikan sebagai masukan dan menjadi pertimbangan bagi pihak yang berkompeten
dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya pada obat alami
(herbal). Serta dapat sebagai acuan dan referensi pada peneliti selanjutnya untuk
dapat mengidentifikasi kandungan yang terdapat didalam tumbuhan yang dijadikan
sebagai obat dan bagaimana cara untuk membudidayakannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Identifikasi

Identifikasi berasal dari kata identik yang artinya sama atau serupa dengan, dan
untuk ini dapat terlepas dari nama latin. Identifikasi tumbuhan adalah menentukan nama
yang benar dan tempatnya yang tepat dalam klasifikasi. Tumbuhan yang akan
diidentifikasi, mungkin belum dikenal oleh dunia ilmu pengehtahuan. Penentuan nama
baru dan penentuan tingkat-tingkat takson harus mengikuti semua aturan yang ada dalam
KITT. Untuk mengidentifikasi tumbuhan yang telah dikenal oleh dunia ilmu
pengehtahuaan, memerlukan sarana antara lain bantuan dari orang lain, spesimen,
herbarium, buku-buku flora, dan monografi kunci identifikasi serta lembar identifikasi
jenis.
Melakukan identifikasi tumbuhan berarti mengungkapkan atau menetapkan
identitas suatu tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada menentukan namanya
yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Indentifikasi atau “pengenalan” merupakan kegiatan untuk menetapkan identitas
(“jati diri”) suatu tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada “menentukan
namanya yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi”. Istilah
identifikasi sering juga digunakan istilah “determinasi”.Identifikasi merupakan kegiatan
dasar dalam taksonomi.Identifikasi mencakup dua kegiatan, yaituklasifikasi dan tata
nama.Jadi, identifikasi adalah menentukan persamaan dan perbedaan antara dua makhluk
hidup, kemudian menentukan apakah keduanya sama atau tidak, baru kemudian memberi
nama.Identifikasi terhadap makhluk hidup yang sudah dikenal pada umumnya dapat
dilakukan langsung oleh otak kita.

Untuk mengidentifikasi makhluk hidup yang baru saja dikenal, kita memerlukan
alat pembanding berupa gambar, realia atau spesimen (awetan hewan dan tumbuhan),
hewan atau tumbuhan yang sudah diketahui namanya, atau kunci identifikasi.Kunci
identifikasi disebut juga kunci determinasi.Penggunaan kunci determinasi pertama kali
diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus . Namun, sebenarnya Lammarck (1778) juga
pernah menggunakan kunci modern untuk identifikasi. Salah satu kunci identifikasi ada
yang disusun dengan menggunakan ciri-ciri taksonomi yang saling berlawanan. Tiap
langkah dalam kunci tersebut terdiri atas dua alternatif (dua ciri yang saling
berlawanan)sehingga disebut kunci dikotomis.

Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas spesimen (bahan) yang rill, baik
spesimen yang masih hidup maupun yang telah diawetkan, biasanya dengan cara
dikeringkan atau dalam bejana yang berisi cairan pengawet, misalnya alcohol dan
formalin. Oleh pelaku identifikasi spesimen yang belum dikenal itu melalui studi yang
seksama kemudian dibuatkan candra atau deskripsinya disamping gambar-gambar terinci
mengenai bagian-bagian tumbuhan yang memuat ciri-ciri diagnostiknya, yang atas dasar
hasil studinya kemudian ditetapkan spesimen itu merupakan anggota populasi jenis apa,
dan berturut-turut ke atas dimasukkan kategori yang mana (marga, suku, bangsa, dan
kelas serta divisinya). Penentuan nama jenis dan tingkat-tingkat takson keatas berturut-
turut tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti dimuat
dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya harus dipublikasikan melalui cara-cara
yang diatur pula oleh KITT. Prosedur identifikasi tumbuhan yang untuk pertama kali
akan diperkenalkan oleh dan ke dunia ilmiah itu memerlikan bekal yang lazimnya hanya
dimiliki oleh mereka yang berpendidikan ilmu hayat, khususnya taksonomi tumbuhan.
Oleh karena itu pekerjaan identifikasi yang pertama kali itu hanya dilakukan oleh ahli-
ahli yang bekerja dalam lembaga penelitian taksonomi tumbuhan (herbarium), jarang
sekali oleh pihak-pihak lain di luar mereka.

Tumbuhan yang ada di bumi ini beraneka ragam dan besar jumlahnya itu, tentu
ada yang telah dikenal dan ada pula yang tidak dikenal. Orang yang akan
mengidentifikasikan suatu tumbuhan selalu menghadapi dua kemungkinan:

a) Tumbuhan yang akan diidentifikasikan itu belum dikenal oleh dunia ilmu
pengetahuan, jadi belum ada nama ilmiahnya, juga belum ditentukan tumbuhan itu
berturu-turut dimasukkan kedalam kategori yang sama.
b) Tumbuhan yang akan diidentifikasikan itu sudah dikenal oleh dunia ilmu
pengetahuan, sudah ditentukan nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem
klasifikasi.
Kunci determinasi digunakan untuk mencari nama tumbuhan atau hewan yang
belum diketahui. Kunci determinasi yang baik adalah kunci yang dapat digunakan dengan
mudah, cepat serta hasil yang diperoleh tepat. Pada umumnya kunci disusun secara
menggarpu (dikotom).Untuk identifikasi tumbuhan yang tidak kita kenal tetapi telah
dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, dapat dilakukan dengan cara :
a) Menanyakan identitas tumbuhan tersebut kepada seseorang yang kita anggap ahli
dan kita perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
b) Mencocokkan dengan spesimen herbarium yang telah diidentifikasikan.
c) Mencocokkan dengan candra dan gambar-gambar yang ada dalam buku-buku flora
atau monografi.
d) Menggunakan kunci identifikasi dalam identifikasi tumbuhan.
e) Menggunakan Lembar Identufikasi Jenis (“Species Identification Sheet”).
2.2.Tanaman Obat
2.2.1. Pengertian Tanaman Obat
Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat,
berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak dibawah mikroskop (Hamid et
al., 1991). Menurut Zuhud (2004), tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat
yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat.
Tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh
tanaman danatau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan
obat-obatan. Ahli lainmengelompokkan tanaman berkhasiat obat menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung
atau memiliki senyawa atau bahan biokatif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan
penggunaannyasecara ilmiah-medis sebagai bahan obat.
Sedangkan Departemen Kesehatan RI mendefenisikan tanaman obat Indonesia
sepertiyang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu :
a. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau
jamu.
b. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku
obat(precursor).
c. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
digunakansebagai obat.
Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan
kosmetikatradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tanaman obat di
Indonesia. Selama iniupaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional
sebagian besar berasal dari tumbuhtumbuhanyang tumbuh di alam liar atau
dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitarrumah dengan kuantitas dan
kualitas yang kurang memadai. Maka perlu dikembangkan aspekbudidaya yang sesuai
dengan standart bahan baku obat tradisional.

Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan


adanyaisu back to naturedan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya
beli masyarakatterhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan
alam juga dianggaphampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat
itu belum tentu benarkarena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut
secara pasti perlu dilakukanpenelitian dan uji praklinis dan uji klinis.
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
jamuyangmerupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbalyaitu
obat bahan alamyang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmakaadalah
obat bahan alam yangsudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No.
HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei2004).Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian
dan uji yang telah dilakukan terhadapobat bahan alam harus menjadi perhatian bagi
semua pihak karena menyangkut faktor keamananpenggunaan obat tersebut. Beberapa
hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan obat bahanalam adalah keunggulan dan
kelemahan obat tradisional dan tanaman obat.Keunggulan obat bahan alam antara lain :
a. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan
tepat,baik tepat takaran, waktu penggunaan, cara penggunaan, ketepatan pemilihan
bahan, danketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tanaman obat untuk indikasi
tertentu.
b. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/komponen bioaktif
tanaman obat.Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa
jenistanaman obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitaspengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin
agar tidakmenimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling
menunjangterhadap suatu efek yang dikehendaki.
c. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada
tanamanobat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa
menghasilkanbeberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut
memiliki lebih dari satuefek farmakologi.
d. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeratif.Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme dan faal
tubuh sejalan denganproses degenerasi. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain
diabetes (kencing manis),hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan
hepatitis. Sedangkan yang termasukpenyakit degeneratif antara lain rematik (radang
persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukaklambung), haemorrhoid (ambein/wasir) dan
pikun (lost of memory). Untuk mengobati penyakitpenyakittersebut diperlukan waktu
lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat karena efeksampingnya relatif lebih
kecil.
Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan
yangjuga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain :
efekfarmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta
volumines,belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme.
Upaya-upaya pengembangan obat tradisional dapat ditempuh dengan berbagai
caradengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional
yang telahteruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah
serta memenuhiindikasi medis, yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Untuk
mendapatkan produkfitofarmaka harus melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas
dan uji klinik) hingga bisamenjawab dan mengatasi kelemahan tersebut.

2.2.2. Sejarah Penggunaan Tanaman Obat-Obatan


Penggunaan tanamana sebagai obat-obatan telah sejak berlangsung ribuan tahun
yanglalu. Para ahli kesehatan bangsa Mesir kuno pada 2500 tahun sebelum masehi
telahmenggunakan tanaman obat-obatan. Sejumlah besar resep penggunaan produk
tanaman untukpengobatan berbagai penyakit, gejala-gejala penyakit dan diagnosanya
tercantum dalam PapyrusEhers.
Bangsa Yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan
tanamanobat yaitu Hyppocrates (466 tahun sebelum masehi), Theophrastus (372 tahun
sebelum masehi)dan Pedanios Dioscorides (100 tahun sebelum masehi) membuat
himpunan keterangan terincimengenai ribuan tanaman obat dalam De Materia Medica.
Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung
ribuantahun yang lalu. Tetapi penggunaan belum terdokumentasi dengan baik. Pada
pertengahan abadke XVII seorang botanikus bernama Jacobus Rontius (1592 – 1631)
mengumumkan khasiattumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae Untriusquere
Naturali et Medica. Meskipun hanya60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti, tetapi buku
ini merupakan dasar dari penelitian tumbuhtumbuhanobat olehN.A. van Rheede tot
Draakestein (1637 – 1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus.Pada tahun 1888
di Bogor didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dariKebun
Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat
dalamtumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian
dan publikasimengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
Menurut Zein (2005), Kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan berdasarkan
daerah tempatnya tumbuh.

2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.

3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik


dibandingkan obat-obatan paten.

4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat.


5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga
penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping
keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga
merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek
farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum
dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82% dari total jenis tumbuhan
obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1000
meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan
yang paling banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh
manusia (Zuhud, 2009).
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut
sebagai herbal Medicineatau fitofarmaka yang diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.761 tahun 1991 menyatakan bahwa fitofarmaka
adalah sediaan obat yang dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri
dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku.
2.2.3. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal sejak lama sebagai warisan
budaya dan tetap diteruskan sehingga kini menjadi potensi dan modal dasar untuk
mengembangkan obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuhan. Menurut WHO,
diperkirakan sekitar 4 milyar penduduk dunia (± 80%) menggunakan obat-obatan yang
berasal dari tumbuhan. Bahkan banyak obat-obatan modern yang digunakan sekarang ini
berasal dan dikembangkan dari tumbuhan obat. WHO mencatat terdapat 119 jenis bahan
aktif obat modern berasal dari tumbuhan obat (Suganda, 2002).
Pada tahun 2008 telah menjadi 1166 industri yang terdiri dari 1037 IKOT
(Industri Kecil Obat Tradisional) dan 129 IOT (Industri Obat Tradisional). Dengan
meningkatnya jumlah industri dan produksi obat tradisional secara langsung
meningkatkan penggunaan bahan baku tumbuhan obat (Balitro, 2010).
Pengetahuan tentang tumbuhan berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek
moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Pemanfaatan
tumbuhan obat Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa
Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia terdiri
dari (Widyastuti, 2004):
a. Kulit (cortex)
Kortek adalah kulit bagian terluar dari tumbuhan tingkat tinggi yang berkayu.
b. Kayu (lignum)
Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang.
c. Daun (folium)
Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku
ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.
d. Bunga (flos)
Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal atau majemuk, bagian bunga
majemuk serta komponen penyusun bunga.
e. Akar (radix)
Akar tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal
dari jenis tumbuhan yang umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang
tinggi.
f. Umbi (bulbus)
Bulbus atau bulbiadalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi akar, atau
umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhannya.

g. Rimpang (rhizom)
Rhizom atau rimpang adalah produk tumbuhan obat berupa potongan-potongan atau
irisan rimpang.
h. Buah (fructus)
Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan
menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila
buah masih dalam keadaan segar.
i. Kulit buah (perikarpium)
Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras
bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.
j. Biji (semen)
Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras.
Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-macam tergantung dari jenis tumbuhan.
Potensi khasiat obat dari tumbuhan tingkat tinggi yang ada di hutan dan kebun
sangatlah besar. Industri obat tradisional dan fitofarmaka telah memanfaatkan berbagai
jenis tumbuhan sebagai bahan baku obat, antara lain untuk antikuman, demam, pelancar
air seni, antidiare, antimalaria, antitekanan darah tinggi dan sariawan. Indonesia memiliki
sekitar 370 etnis yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan. Mereka umumnya
memiliki pengetahuan tradisional dalam penggunaan tumbuhan berkhasiat obat untuk
mengobati penyakit tertentu. Pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat ini
merupakan dasar pengembangan obat fitofarmaka atau obat modern (Supriadi, 2001).
Sudah sejak lama berbagai penduduk asli yang hidup di daerah pedalaman, di
dalam dan di sekitar hutan, memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan dari hutan secara
turun temurun untuk berbagai macam penyakit. Dari berbagai penelitian etnomedika yang
dilakukan oleh peneliti Indonesia telah diketahui sebanyak 419 jenis tumbuhan yang
digunakan oleh penduduk asli Kalimantan Tengah untuk mengobati berbagai penyakit.
Banyak pengetahuan tradisional tentang penggunaan tumbuhan obat dari berbagai
penduduk asli Kalimantan Tengah telah dikembangkan oleh pengusaha industri jamu dan
farmasi (Supriadi, 2001).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Metode Penelitian
Metode penlitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penggunaan metode
dengan meneliti objek secara sistematis. Peroses yang dilakukan melipu pengambilan
sampel, identifikasi, pengumpulan sampel dan analisis data.
3.2.Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober hingga November 2015 dan
bertempat di Pedalaman sungi Belantikan tepatnya Desa Sungai Buluh Kecamatan
Belantikan Raya Kabupaten Lamandau.
3.3.Bahan dan Alat Penelitian
Ada pun alat yang digunakan yaitu ; buku catatan, pensil, pena, kamera, cutting
branchatau golok, sarung tangan, gunting atau cutter, kertas koran,alkohol atau spritus
untuk pengawetan, kantong plastik, lakban cokelat, spidol permanen, amplop plastik
untuk menyimpan spesimen, plastik ziplock, selotip, kertas merang, dan etiket gantung
(kertas dan tali).
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan obat
yang diperoleh dari Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya Kabupaten
Lamandau.

3.4.Prosedur Penelitian
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
3.4.1.1.Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan menggunakan cara wawancara semi terstruktur
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada masyarakat terkait tumbuhan obat
seperti :
a. Tumbuhan obat apa yang sering digunakan sebagai obat tradisional pada
masyarakat setempat ?
b. Bagai mana cara pengolahan tumbuhan tersebut yang digunakan sebagai obat?
c. Penyakit apa yang bisa disembuhkan dengan menggunakan tumbuhan obat
tersebut?
Adapun jumlah informen/responden yang diajukan pertanyaan menyesuaikan seluruh
masyarakat yang mengetahui tumbuhan yang berkhasiat obat dan pernah memanfaatkan
tumbuhan tersebut sebagai obat tradisional seperti ; Tokoh Agama, Tokoh
Masyaraka/Orang Tua, dan Tokoh Adat.
3.4.1.2.Pengumpulan Data sekunder
Pengumpulan datasekunder dengan melakukan studi literatur, seperti gambran umum
wilayah yang diperoleh dari arsip desa setempat, yaitu Desa Sungai Buluh Kecamatan
Belantikan Raya Kabupaten Lamandau.
3.4.2. Pengambilan Sampel Tanaman
Pengambilan Sampel Tumbuhan berdasarkan informasi dari informen yang
menjadi narasumber pada masyarakat Desa Sungai Buluh Kecamatan Belantikan Raya
Kabupaten Lamandau. Tumbuhan obat yang diambil diberi spritus secukupnya kemudian
diletakkan ke dalam lipatan kertas koran lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Di
lapangan dilakukan pencatatan meliputi nama kolektor, nomor urut pengambilan
tumbuhan, nama tumbuhan inang, nama lokal, nama ilmiah, tanggal, dan lokasi
pengambila sampel Tumbuhan Obat.
3.4.3. Pembuatan Herbarium
Tahapan- tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah:
a. Sampel tumbuhan yang diambil dari lapangan dipotong dengan menggunakan
gunting
b. Sampel tumbuhan yang diambil dari lapangan terdiri atas ranting lengkap dengan
daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil.
c. Sampel tumbuhan dimasukkan ke dalam kertas koran dan diberi spritus lalu
dilengkapi dengan etiket gantung. Etiket berisi keterangan tentang nomor jenis, nama
lokal, tanggal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor.
d. Herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari bambu.
e. Herbarium selanjutnya dioven dengan suhu 50-70oC selama ± 2 hari.
f. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang
diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.
2.4.4. Analisi Data
Hasil identifikasi tumbuhan yang telah diperoleh kemudian disusun berdasarkan
jenis dan suku untuk dianalisis secara deskriptif. Setiap jenis tumbuhan dianalisis
mengenai habitus, kegunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Djauhariya, E. dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.
127 hlm.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar
Swadaya.Jakarta. 140 hlm.
Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasit Obat. Rineka Cipta. Jakarta. 135
hlm.
Lubis, S. 1983. Mengenal Apotik Hidup Obat Asli Indonesia. Bahagia. Pekalongan. 212
hlm.
Siswanto, Y.W. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta. 99 hlm.

Anda mungkin juga menyukai