Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kasu Force Majure dalam perikatan

Force majeure merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang

berkewajiban (debitur) terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan

atau peristiwa yang tidak terduga dan tidak dapat diantisipasi pada saat dibuatnya

perjanjian yang menerbitkan kewajiban tersebut, dan keadaan atau peristiwa

tersebut secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur yang

bersangkutan, sedangkan debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk. 1

Force majure dalam perjanjian juga dikenal dengan overmacht, act of god,

keadaan memaksa, keadaan darurat, keadaan kahar dan keadaan di luar

kemampuan manusia.

Dalam kasus diatas penulis menganilisi hubugan kondisi force majure

covid-19 dengan kasus wanprestasi atas alasan force majure melauli putusan PN

Bengkulu Nomor 13/PDt.G.S/2020/PN Bgl antara Dicky Mahendra dan

PT.TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES Cab.Kota Bengkulu. Covid-19

yang ditetapkan pemerintaha sebagai bencana non alam dengan Kondisi covid 19

yang tidak terkednali di indonesia membuat pemerintah mengeluarkan Keputusan

Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non Alam

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.

Keputusan tersebut dikeluarkan karena menimbulkan implikasi yang luas pada

bidang ekonomi di Indonesia. Kondisi ekonomi yang melemah menyebabkan

pelemehan sektor ekonomi pada masyarakat di indonesia. Kondisi force

majore/Overmacht diatur dalam pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata terkait dengan

1
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2015, hlm.214.
halangan-halangan apa saja dalam pelaksanaa kewajiban oleh debitur sebagai

keadaan memaksa agar debitur bebas dari kewajiabanya dari kreditur. Kerugianan

dapat meliputi baik kerugian atas prestasi pokmok yang tidak diserahkan atau

tidak diserahkan sebagaimana mestinya dan kerugian-kerugian akibat itu. Pada

kasus diatas akibat dari kedaan pandemi covid-19 yang dinyakana sebagai

bencana non alam oleh pemerintaha tergugat Idcky Mahendra tidak dapat

memenuhi prestasinya kepada PT. TOYOTA ASTRA FINANCIAL SERVICES

Cab.Kota Bengkulu yaitu melakukan pembayaran angsuran senilai Rp.3.999.000.

Force majeure dibedakan menjadi dua yaitu absolut (suatu keadaan

memaksa dimana pihak debitur sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan

prestasi yang terbit dari perjanjian tersebut) dan relatif (suatu keadaan memaksa

dimana prestasi tersebut dalam keadaan normal tidak mungkin dilakukan,

meskipun masih mungkin dilakukan dengan jalan-jalan tidak normal). Telah jelas

jika kita perhatikan pandemi covid-19 masuk dalam kondisi force majure. Akan

tetapi keadaan force majure tidak serta merta membatalkan kontrak atau

perjanjian yang telah dilakukan dalam kasus diatas. Force majure merupakan

salah satau klausa pokok yang terdapat dalam perjanjian. Menteri Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof Mahfud MD, mengatakan

bahwa anggapan Keppres 12/2020 sebagai dasar untuk membatalkan kontrak-

kontrak keperdataan, terutama kontrak-kontrak bisnis merupakan kekeliruan. Di

dalam hukum perjanjian memang ada ketentuan bahwa force majeure bisa

dijadikan alasan untuk membatalkan kontrak. Namun, menurut Mahfud, spekulasi

tersebut keliru dan meresahkan, bukan hanya dalam dunia usaha tetapi juga bagi
pemerintah.2 Jika kita merujuk pada kasus diatas kita dapat menganilisis dengan

pendekatan teori force majure relatif dimana dalam kasus diatas tergugat

berlasan tidak memenuhi kewajiban akibat dari pandemi covid-19 yang

digolongkan sebgai force majure namun pada dasaranya tergugat sebenarnya

masih mampu melaksankan kewajibanya dengan melakukan permintaan relaksasi

kepada PT. TOYOTA ASTRA SERVICES Cab.Kota Bengkulu atas perjanjian

pinjaman yang dilakukan.

Namun akibat tidak ada itikad baik dari tergugat PT.TOYOTA ASTRA

SERVICES Cab.Kota Bengkulu mengajukan gugatan kepada PN. Bengkulu

dengan tuduhan wanprestasi yang dilakukan oleh tergugta. Kondisi force majure

atau overmacht tidak serta merta langsung membatlakan perjanjian yang telah

terjadi,menuntut pembebas diri dari kewaiban membayar sejumlah uang atas dasar

overmacht tidak dibenarkan. Keadaan memaksa yang dikaibatkan covid-19 pada

kasus diatas tidak menghilangkan kewajiban dari si tergugat kecuali ia dapat

membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Untuk membuktikan keadaan memaksa

harus dipenuhi syarat :3

1. Adanya Persitiwa yang tidak memungkinkan prestasi

2. Debitur tidak pnya andil kesalahan ata munculnya halangan.

2
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ea11ca6a5956/penjelasan-prof-mahfud-soal-i-
forcemajeure-i-akibat-pandemi-corona/
3
Satrio,J,Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya,Bandung,Penerbit P.T.
ALUMNI,1999,hlm265
Pada kasus diatas tergugat Dick Mahendra tidak dapat membuktikan kesalahanya

dan keadaan memkasa yang terjadi pada dirinya berdasarkan teori overmacht

subjektif ukuran melepaskan diri dari debitur adalah kecakapan,,tingakat

sosial,dan keadaan ekonomi dari debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan.

Dalam perjajian pelaksanan prestasi harus dilaksanakan denga itikad baik dari si

debitur tehadap kreditur. Pasal 1243 mengatur tentang kewajiban semacam

hukumn,mengganti kerugiaan kalau debitur lalai memberikan prestasiny

kemudian diteruskan pada pasal 1244.

Jadi kalau debitur tidak berprstasi atau tidak memenuhi prestasi dengan

sebagai mana mestinya makan hal tesebut meriupakan kesalah debitur dan debitue

yang menanggung kerugian akibat kesalahan itu dan beban pembuktian

diserahkan kepada kreditur atas keadaan overmacht. 4 Oleh karena itu alasan force

majure/Overmacht yang diajukan oleh tegugat Dicky Mahendra ditolak oleh

pengadilan Bengkulu karena tergugat tiudak dapat membuktikan kesalahanya dan

tidak ada itikad baik untuk melakukan prestasi yang telah diperjanjikan pada

perjanjian pinjaman dari pihak PT. TOYOTA ASTRA FINACIAL SERVIC Cab.

Kota Bengkulu dan dinyatakan wanprestasi oleh PN Bengkulu dan wajib

memnuhi prestasi dan emngganti kerugiaan yang diderita oleh PT. TOYOTA

ASTRA FINACIAL SERVICE Cab.Kota Bengkulu senilai Rp. 189.252.690,.

4
Satrio,J,Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya,Bandung,Penerbit P.T.
ALUMNI,1999,hlm267

Anda mungkin juga menyukai